- Beranda
- Stories from the Heart
Pencarian Belum Usai [TRUE STORY] - SEASON 3
...
TS
yanagi92055
Pencarian Belum Usai [TRUE STORY] - SEASON 3
Selamat Datang di Thread Gue
(私のスレッドへようこそ)
(私のスレッドへようこそ)
TERIMA KASIH BANYAK ATAS ATENSI DAN APRESIASI YANG TELAH GANSIS READERBERIKAN DI DUA TRIT GUE SEBELUMNYA. SEMOGA DI TRIT SELANJUTNYA INI, GUE DAPAT MENUNJUKKAN PERFORMA TERBAIK GUE DALAM PENULISAN DAN PACKAGING CERITA AGAR SEMUA READER YANG BERKUNJUNG DISINI SELALU HAPPY DAN TERHIBUR
Spoiler for Season 1 dan Season 2:
Last Season, on Muara Sebuah Pencarian - Season 2 :
Quote:
INFORMASI TERKAIT UPDATE TRIT ATAU KEMUNGKINAN KARYA LAINNYA BISA JUGA DI CEK DI IG: @yanagi92055 SEBAGAI ALTERNATIF JIKA NOTIF KASKUS BERMASALAH
Spoiler for INDEX SEASON 3:
Spoiler for LINK BARU PERATURAN & MULUSTRASI SEASON 3:
Quote:
Quote:
Quote:
Polling
Poll ini sudah ditutup. - 83 suara
Perlukah Seri ini dilanjutkan?
Perlu
99%
Tidak Perlu
1%
Diubah oleh yanagi92055 08-09-2020 10:25
al.galauwi dan 142 lainnya memberi reputasi
133
342.8K
4.9K
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•51.8KAnggota
Tampilkan semua post
TS
yanagi92055
#1792
Satu Langkah Lagi
Pelaksanaan seminar hasil penelitian Emi hanya menunggu beberapa jam saja untuk dimulai. Gue pun membantu Emi sebisa mungkin. Dari mulai persiapan awal berkas-berkas sampai dengan simulasi untuk ‘manggung’nya.
Emi yang nggak terbiasa berbicara didepan banyak orang memang perlu banyak latihan untuk persentasi. Ini yang gue latih terus menerus selama kurang lebih seminggu terakhir sebelum hari H. Kami latihan sepulang dari kantor masing-masing.
Selain persiapan itu, Emi juga masih mengurusi urusan profesional kami lainnya, yaitu band. Sesuai dengan feeling dan prediksi gue, Emi sanggup membawa band ini nggak terlalu butuh waktu lama untuk mencapai popularitasnya dikomunitas.
Kenapa bisa begitu? mungkin salah satu alasannya adalah konsep yang Emi tawarkan sekarang berbeda dengan band lainnya. Mengikuti pasar adalah kunci segalanya. Itu pulang yang sebenarnya terjadi di pola perekonomian kapitalis di negara manapun. Yang bisa mencuri hati pasar terbesar, dia yang akan berjaya.
Tentunya hal ini juga tidak melupakan prinsip dasar band gue dan teman-teman gue dulu, yakni jujur dan apa adanya. Nggak ada sogok sana sini, nggak ada main belakang karena teman-temannya adalah salah satu panitia acara, dan utamanya, kami siap untuk main dibayar berapapun, bahkan nggak dibayar.
Band ini dibentuk untuk bersenang-senang masing-masing personilnya. Melepas penat dari rutinitas sehari-hari dengan menjalankan hobi itu menyenangkan. Untungnya semua personil band gue saat ini memegang prinsip santai seperti ini. Dibayar syukur, nggak juga nggak masalah. Asal manggung, main band, membuat orang lain senang dengan permainan yang ditampilkan, itu udah cukup.
Emi tetap mengajukan proposal band secara profesional ke panitia-panitia acara. Tidak jarang juga proposal kami ditolak dengan alasan bandnya nggak dikenal. Itu masih bisa gue dan terutama Drian serta Arko terima. Mungkin anak-anak sekarang nggak melihat sejarah kebelakang bagaimana kami mempunyai band yang kalau mau dihitung-hitung sebenarnya cukup punya andil membesarkan komunitas ini.
Tapi namanya perkembangan jaman dan perubahan harus diterima. Sekarang jamannya udah nggak kayak dulu bisa benar-benar profesional. Sekarang mengadakan acara dikomunitas, terutama yang banyak diadakan oleh himpunan profesi di kampus dan atau ekskul di sekolah, selalu mentok sama dana. Gue sebagai mantan anak OSIS dan juga himpunan ketika dikampus, selalu mempertanyakan bagaimana cara mereka ini mencari dana. Sepertinya sulit sekali. dan hampir disemua tempat begitu problemnya.
Pada akhirnya gue pun berasumsi, yah namanya anak yang suka hal-hal jejepangan, biasanya adalah orang yang pemikirannya suka lain menjurus ke aneh, jadi wajar kalau nggak dapat berinteraksi baik dengan orang lain. Walaupun nggak semuanya begitu ya. Wajar pula dengan kekurangmampuan mereka ini, deal dengan sponsor jadi sulit. Kecuali acara yang sudah warisan turun temurun bertahun-tahun seperti Gelar Jepang UI, itu lain cerita. Biar kata panitianya mungkin aneh pemikirannya, tapi mereka sudah punya nama besar, plus membawa nama universitasnya itu sendiri serta jurusan sastra Jepang yang memang sudah diakui.
Gue dan kawan-kawan di band serta Emi menerima aja segala macam keprihatinan yang disampaikan panitia. Gue dan Emi malah sering memberikan beberapa masukan berdasarkan pengalaman gue dulu, juga dengan kemampuan Emi sebagai manajer, biar acara semakin lancar dan kedepannya bisa lebih baik lagi.
Tapi kebanyakan, hampir disemua tempat yang mengadakan acara, baik SMA ataupun universitas, seperti nggak ada warisan turun mengenai hal-hal teknis seperti itu. Kayak nggak ada komunikasi antara senior dan juniornya. Jadi apa-apa yang seharusnya diperbaiki ditahun berikutnya, malah diulangi lagi kesalahannya. Mungkin generasi milenial fase akhir menuju Gen Z ini memiliki ego yang lebih tinggi? Gue juga nggak begitu tahu.
--
Emi sudah bersiap didepan ruangan untuk melaksanakan seminar hasil penelitian skripsinya. Disamping kirinya ada dua dosen pembimbingnya yang juga dulu merupakan dosen-dosen yang mengajar gue. Mereka terlihat lebih tua saat ini.
Gue memilih duduk disisi sebelah kanan Emi, dibaris belakang. Sementara dibaris-baris depan adalah teman-teman sekelas Emi yang gue nggak begitu hafal, hanya beberapa orang yang dulu pernah bermasalah dengan gue yang gue ingat, lalu ada beberapa anak yang sepertinya adalah angkatan Nindy dan Dewi.
Hal lucu menurut gue adalah, gue tentunya datang lebih dahulu dibanding audiens ini. Gue datang untuk membantu Emi mempersiapkan alat-alat yang dibutuhkan. Setting up alat itu cukup membuat gugup sebenarnya. Makanya gue yang akhirnya membantu menyiapkannya. Sementara Emi menyiapkan materi seperti laptop dan powerpointnya. Ketika teman-teman sekelasnya berdatangan, mereka seperti terkejut kenapa ada gue disana.
Seharusnya hal tersebut bukan sesuatu yang aneh mengingat posisi gue sebagai pacarnya Emi. tapi ini mungkin karena mereka pernah melakukan kesalahan terhadap gue yang notabene juga merupakan senior mereka, cukup jauh lagi angkatannya, mereka jadi agak kaget, lebih ke kurang nyaman.
Orang kalau pernah punya salah pasti akan merasa seperti itu. Sementara gue santai aja. kalau ada yang negur ya gue tegur balik, kalau didiamkan, yaudah terserah mereka, gue nggak ambil pusing.
Seminar pun dimulai. Emi terlihat gugup sekali. tapi itu hanya beberapa saat awal saja, sisanya dia bisa menguasai panggungnya dengan sangat baik. Saking baiknya, dia sempat lupa kalau itu forum yang formal, bukan forum sehari-hari.
Banyak penyampaian yang menurut para dosen dan bahkan audiens seharusnya bisa tersampaikan dengan baik menggunakan bahasa yang lebih formal. Mungkin maksudnya Emi adalah, jangan terlalu serius dan tegang kalau menyimak, itulah sebabnya menyelipkan beberapa bahasan dan jokes segar.
Gue langsung ingat, kampus ini kampus culun. Orang-orang disini seperti kurang bisa menerima sebuah candaan ringan untuk mencairkan suasana. Nggak dosen, nggak mahasiswanya banyak yang seperti itu. Makanya gue dan Emi sangat terlihat berbeda di era kami masing-masing karena pemikiran kami yang lebih santai.
Setelah pemaparan selesai, kemudian sesi tanya jawab. Disinilah kemampuan seorang mahasiswa dilihat secara baik. Jika mereka mengerjakan penelitiannya dengan baik, pasti semuanya akan terjawab dengan lancar, dan sebaliknya. Ternyata, ada juga yang menyiapkan pertanyaan menjebak dan sedikit melenceng dari topik penelitian.
Gue sangat ingin menekankan kalau pertanyaan tersebut nggak relevan sama bahasan yang diangkat oleh Emi, tapi nanti malah dikiranya gue cari muka, atau bahkan dituduh mentang-mentang pacarnya, malah jadi dibelain terus. Jadi gue memilih diam.
Akhirnya setelah kurang lebih satu jam berjibaku dengan seminarnya, Emi menyelesaikannya dengan baik. Setelah selesai, teman-teman Emi kebanyakan memilih untuk langsung keluar, mungkin nggak mau ketemu gue. sementara yang masih bertahan adalah teman-teman geng Crocodile-nya itu tapi tanpa Ratu.
Yang berbicara dengan gue selewat juga sebenarnya hanya Bimo aja. Gue tau itu juga cuma formalitas aja, tapi gue nggak ambil pusing dan bodo amat, karena fokus gue hanya ke Emi.
“Habis ini kita langsung cabut ya.” kata gue cukup kencang dan beberapa orang yang masih ada diruangan menengok ke sumber suara.
“Iya beres. Udah selesai belum itu beresinnya?” tanya Emi.
“Udah kok ini. Makanya gue ajak cabut.”
“Oke deh sip. Bentar gue ngomong dulu sama temen-temen gue Zy.”
“Siap. Gue tunggu di tangga utama.”
Sekitar sepuluh menitan Emi menyusul gue yang sudah menunggu ditangga utama. Seminar ini dilangsungkan di ruangan lantai 5 gedung fakultas C. cukup melelahkan juga karena nggak ada lift dikampus kami. Karena kampus kami senang dengan segala sesuatu yang alami.
“Satu langkah lagi, kamu jadi sarjana Mi. hehehe. Congrats buat hari ini ya sayang.” Kata gue sumringah.
“Makasih sayang. Aku tadi deg-degan banget. untung udah dilatih, jadinya semuanya bisa teratasi dengan baik. Hehehe.”
“Tadi siapa sih? Anj*ng banget tu anak sok pinter amat.”
“Itu adik kelas. Sekelas sama si Nindy.”
“Jangan-jangan emang tipikal angkatan si Nindy itu begitu ya, kayak t*i manusia-manusianya.”
“Hush. Jangan pukul rata dong. Kan yang baik juga banyak.”
“Tapi nggak sedikit juga yang bangs*t. hahaha.”
“Hahaha. Iya kali ya. abis ini langsung balik ke kostan aku aja ya?”
“Makan dulu laaah.”
“Hmm. Boleh deh. Mau dimana?”
“Hanamasa!!!!”
“Seriusan? Emang kamu punya uangnya?”
“Hahaha. Ada lah, ini kan momen yang nggak bakal keulang Mi. jadi sesekali okelah. Kecuali kalau kamu mau ngambil S2 kayak aku, pasti nanti ada seminar lagi, tapi kan udah beda status mahasiswanya. Hehehe.”
“Yeeey, aku mau makan banyak dan nggak kenyang-kenyang.”
“Pokoknya gue nggak pernah rugi kalau ngajak lo ke AYCE, dijamin makan banyak. Hahaha.”
“Heh, a*u sekali anda!”
“Yaudah batal aja, kita ceplok telor aja.”
“Dih ngambek lo kang cilok.”
“haha. Yaudah yuk ah.”
Emi yang nggak terbiasa berbicara didepan banyak orang memang perlu banyak latihan untuk persentasi. Ini yang gue latih terus menerus selama kurang lebih seminggu terakhir sebelum hari H. Kami latihan sepulang dari kantor masing-masing.
Selain persiapan itu, Emi juga masih mengurusi urusan profesional kami lainnya, yaitu band. Sesuai dengan feeling dan prediksi gue, Emi sanggup membawa band ini nggak terlalu butuh waktu lama untuk mencapai popularitasnya dikomunitas.
Kenapa bisa begitu? mungkin salah satu alasannya adalah konsep yang Emi tawarkan sekarang berbeda dengan band lainnya. Mengikuti pasar adalah kunci segalanya. Itu pulang yang sebenarnya terjadi di pola perekonomian kapitalis di negara manapun. Yang bisa mencuri hati pasar terbesar, dia yang akan berjaya.
Tentunya hal ini juga tidak melupakan prinsip dasar band gue dan teman-teman gue dulu, yakni jujur dan apa adanya. Nggak ada sogok sana sini, nggak ada main belakang karena teman-temannya adalah salah satu panitia acara, dan utamanya, kami siap untuk main dibayar berapapun, bahkan nggak dibayar.
Band ini dibentuk untuk bersenang-senang masing-masing personilnya. Melepas penat dari rutinitas sehari-hari dengan menjalankan hobi itu menyenangkan. Untungnya semua personil band gue saat ini memegang prinsip santai seperti ini. Dibayar syukur, nggak juga nggak masalah. Asal manggung, main band, membuat orang lain senang dengan permainan yang ditampilkan, itu udah cukup.
Emi tetap mengajukan proposal band secara profesional ke panitia-panitia acara. Tidak jarang juga proposal kami ditolak dengan alasan bandnya nggak dikenal. Itu masih bisa gue dan terutama Drian serta Arko terima. Mungkin anak-anak sekarang nggak melihat sejarah kebelakang bagaimana kami mempunyai band yang kalau mau dihitung-hitung sebenarnya cukup punya andil membesarkan komunitas ini.
Tapi namanya perkembangan jaman dan perubahan harus diterima. Sekarang jamannya udah nggak kayak dulu bisa benar-benar profesional. Sekarang mengadakan acara dikomunitas, terutama yang banyak diadakan oleh himpunan profesi di kampus dan atau ekskul di sekolah, selalu mentok sama dana. Gue sebagai mantan anak OSIS dan juga himpunan ketika dikampus, selalu mempertanyakan bagaimana cara mereka ini mencari dana. Sepertinya sulit sekali. dan hampir disemua tempat begitu problemnya.
Pada akhirnya gue pun berasumsi, yah namanya anak yang suka hal-hal jejepangan, biasanya adalah orang yang pemikirannya suka lain menjurus ke aneh, jadi wajar kalau nggak dapat berinteraksi baik dengan orang lain. Walaupun nggak semuanya begitu ya. Wajar pula dengan kekurangmampuan mereka ini, deal dengan sponsor jadi sulit. Kecuali acara yang sudah warisan turun temurun bertahun-tahun seperti Gelar Jepang UI, itu lain cerita. Biar kata panitianya mungkin aneh pemikirannya, tapi mereka sudah punya nama besar, plus membawa nama universitasnya itu sendiri serta jurusan sastra Jepang yang memang sudah diakui.
Gue dan kawan-kawan di band serta Emi menerima aja segala macam keprihatinan yang disampaikan panitia. Gue dan Emi malah sering memberikan beberapa masukan berdasarkan pengalaman gue dulu, juga dengan kemampuan Emi sebagai manajer, biar acara semakin lancar dan kedepannya bisa lebih baik lagi.
Tapi kebanyakan, hampir disemua tempat yang mengadakan acara, baik SMA ataupun universitas, seperti nggak ada warisan turun mengenai hal-hal teknis seperti itu. Kayak nggak ada komunikasi antara senior dan juniornya. Jadi apa-apa yang seharusnya diperbaiki ditahun berikutnya, malah diulangi lagi kesalahannya. Mungkin generasi milenial fase akhir menuju Gen Z ini memiliki ego yang lebih tinggi? Gue juga nggak begitu tahu.
--
Emi sudah bersiap didepan ruangan untuk melaksanakan seminar hasil penelitian skripsinya. Disamping kirinya ada dua dosen pembimbingnya yang juga dulu merupakan dosen-dosen yang mengajar gue. Mereka terlihat lebih tua saat ini.
Gue memilih duduk disisi sebelah kanan Emi, dibaris belakang. Sementara dibaris-baris depan adalah teman-teman sekelas Emi yang gue nggak begitu hafal, hanya beberapa orang yang dulu pernah bermasalah dengan gue yang gue ingat, lalu ada beberapa anak yang sepertinya adalah angkatan Nindy dan Dewi.
Hal lucu menurut gue adalah, gue tentunya datang lebih dahulu dibanding audiens ini. Gue datang untuk membantu Emi mempersiapkan alat-alat yang dibutuhkan. Setting up alat itu cukup membuat gugup sebenarnya. Makanya gue yang akhirnya membantu menyiapkannya. Sementara Emi menyiapkan materi seperti laptop dan powerpointnya. Ketika teman-teman sekelasnya berdatangan, mereka seperti terkejut kenapa ada gue disana.
Seharusnya hal tersebut bukan sesuatu yang aneh mengingat posisi gue sebagai pacarnya Emi. tapi ini mungkin karena mereka pernah melakukan kesalahan terhadap gue yang notabene juga merupakan senior mereka, cukup jauh lagi angkatannya, mereka jadi agak kaget, lebih ke kurang nyaman.
Orang kalau pernah punya salah pasti akan merasa seperti itu. Sementara gue santai aja. kalau ada yang negur ya gue tegur balik, kalau didiamkan, yaudah terserah mereka, gue nggak ambil pusing.
Seminar pun dimulai. Emi terlihat gugup sekali. tapi itu hanya beberapa saat awal saja, sisanya dia bisa menguasai panggungnya dengan sangat baik. Saking baiknya, dia sempat lupa kalau itu forum yang formal, bukan forum sehari-hari.
Banyak penyampaian yang menurut para dosen dan bahkan audiens seharusnya bisa tersampaikan dengan baik menggunakan bahasa yang lebih formal. Mungkin maksudnya Emi adalah, jangan terlalu serius dan tegang kalau menyimak, itulah sebabnya menyelipkan beberapa bahasan dan jokes segar.
Gue langsung ingat, kampus ini kampus culun. Orang-orang disini seperti kurang bisa menerima sebuah candaan ringan untuk mencairkan suasana. Nggak dosen, nggak mahasiswanya banyak yang seperti itu. Makanya gue dan Emi sangat terlihat berbeda di era kami masing-masing karena pemikiran kami yang lebih santai.
Setelah pemaparan selesai, kemudian sesi tanya jawab. Disinilah kemampuan seorang mahasiswa dilihat secara baik. Jika mereka mengerjakan penelitiannya dengan baik, pasti semuanya akan terjawab dengan lancar, dan sebaliknya. Ternyata, ada juga yang menyiapkan pertanyaan menjebak dan sedikit melenceng dari topik penelitian.
Gue sangat ingin menekankan kalau pertanyaan tersebut nggak relevan sama bahasan yang diangkat oleh Emi, tapi nanti malah dikiranya gue cari muka, atau bahkan dituduh mentang-mentang pacarnya, malah jadi dibelain terus. Jadi gue memilih diam.
Akhirnya setelah kurang lebih satu jam berjibaku dengan seminarnya, Emi menyelesaikannya dengan baik. Setelah selesai, teman-teman Emi kebanyakan memilih untuk langsung keluar, mungkin nggak mau ketemu gue. sementara yang masih bertahan adalah teman-teman geng Crocodile-nya itu tapi tanpa Ratu.
Yang berbicara dengan gue selewat juga sebenarnya hanya Bimo aja. Gue tau itu juga cuma formalitas aja, tapi gue nggak ambil pusing dan bodo amat, karena fokus gue hanya ke Emi.
“Habis ini kita langsung cabut ya.” kata gue cukup kencang dan beberapa orang yang masih ada diruangan menengok ke sumber suara.
“Iya beres. Udah selesai belum itu beresinnya?” tanya Emi.
“Udah kok ini. Makanya gue ajak cabut.”
“Oke deh sip. Bentar gue ngomong dulu sama temen-temen gue Zy.”
“Siap. Gue tunggu di tangga utama.”
Sekitar sepuluh menitan Emi menyusul gue yang sudah menunggu ditangga utama. Seminar ini dilangsungkan di ruangan lantai 5 gedung fakultas C. cukup melelahkan juga karena nggak ada lift dikampus kami. Karena kampus kami senang dengan segala sesuatu yang alami.
“Satu langkah lagi, kamu jadi sarjana Mi. hehehe. Congrats buat hari ini ya sayang.” Kata gue sumringah.
“Makasih sayang. Aku tadi deg-degan banget. untung udah dilatih, jadinya semuanya bisa teratasi dengan baik. Hehehe.”
“Tadi siapa sih? Anj*ng banget tu anak sok pinter amat.”
“Itu adik kelas. Sekelas sama si Nindy.”
“Jangan-jangan emang tipikal angkatan si Nindy itu begitu ya, kayak t*i manusia-manusianya.”
“Hush. Jangan pukul rata dong. Kan yang baik juga banyak.”
“Tapi nggak sedikit juga yang bangs*t. hahaha.”
“Hahaha. Iya kali ya. abis ini langsung balik ke kostan aku aja ya?”
“Makan dulu laaah.”
“Hmm. Boleh deh. Mau dimana?”
“Hanamasa!!!!”
“Seriusan? Emang kamu punya uangnya?”
“Hahaha. Ada lah, ini kan momen yang nggak bakal keulang Mi. jadi sesekali okelah. Kecuali kalau kamu mau ngambil S2 kayak aku, pasti nanti ada seminar lagi, tapi kan udah beda status mahasiswanya. Hehehe.”
“Yeeey, aku mau makan banyak dan nggak kenyang-kenyang.”
“Pokoknya gue nggak pernah rugi kalau ngajak lo ke AYCE, dijamin makan banyak. Hahaha.”
“Heh, a*u sekali anda!”
“Yaudah batal aja, kita ceplok telor aja.”
“Dih ngambek lo kang cilok.”
“haha. Yaudah yuk ah.”
itkgid dan 15 lainnya memberi reputasi
16