Kaskus

Story

yanagi92055Avatar border
TS
yanagi92055
Pencarian Belum Usai [TRUE STORY] - SEASON 3
Selamat Datang di Thread Gue 
(私のスレッドへようこそ)


Pencarian Belum Usai [TRUE STORY] - SEASON 3


TERIMA KASIH BANYAK ATAS ATENSI DAN APRESIASI YANG TELAH GANSIS READERBERIKAN DI DUA TRIT GUE SEBELUMNYA. SEMOGA DI TRIT SELANJUTNYA INI, GUE DAPAT MENUNJUKKAN PERFORMA TERBAIK GUE DALAM PENULISAN DAN PACKAGING CERITA AGAR SEMUA READER YANG BERKUNJUNG DISINI SELALU HAPPY DAN TERHIBUR

Spoiler for Season 1 dan Season 2:


Last Season, on Muara Sebuah Pencarian - Season 2 :
Quote:




INFORMASI TERKAIT UPDATE TRIT ATAU KEMUNGKINAN KARYA LAINNYA BISA JUGA DI CEK DI IG: @yanagi92055 SEBAGAI ALTERNATIF JIKA NOTIF KASKUS BERMASALAH


Spoiler for INDEX SEASON 3:


Spoiler for LINK BARU PERATURAN & MULUSTRASI SEASON 3:



Quote:


Quote:

Quote:
Polling
Poll ini sudah ditutup. - 83 suara
Perlukah Seri ini dilanjutkan?
Perlu
99%
Tidak Perlu
1%
Diubah oleh yanagi92055 08-09-2020 10:25
sehat.selamat.Avatar border
JabLai cOYAvatar border
al.galauwiAvatar border
al.galauwi dan 142 lainnya memberi reputasi
133
342.8K
4.9K
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread51.8KAnggota
Tampilkan semua post
yanagi92055Avatar border
TS
yanagi92055
#1784
Trip Pakai Motor
Setelah hubungan kami membaik kembali, gue dan Emi merencanakan untuk tur kecil-kecilan. Ini dalam rangka merayakan tahun baru.

Mungkin pasangan-pasangan muda kebanyakan menikmatinya di kedai kopi, atau datang ke festival gratisan diibukota atau alun-alun kota masing-masing. Tapi kalau kami malah mau menelusuri sejarah.

Sejarah purbakala nusantara merupakan sesuatu yang sangat asyik untuk ditelusuri dan diulik lebih dalam. Gue banyak membaca tentang literatur leluhur bangsa ini, tapi ya nggak semuanya bisa dijadikan referensi yang valid.

Karena apa? sumber seringkali berupa catatan-catatan yang validitasnya masih sangat diragukan. Apalagi banyak buku-buku atau literatur yang dibawa ke museum Leiden di Belanda sana yang sebenarnya gue yakin banyak menyimpan sesuatu yang besar dari balik kekayaan alam dan budaya negeri ini.

Dulu gue sempat ingin mengunjungi perpustakaan ini daripada berlama-lama di Louvre museum di Perancis sana. Tapi karena waktu itu keadaan dananya nggak mencukupi walaupun bisa ditempuh dengan jalur darat, dan juga waktunya udah mepet, ya gue dan Citra (teman gue waktu disana) memutuskan untuk nggak ke perpustakaan di negeri kincir angin tersebut. Salah satu sebab juga, Citra seperti kurang menyukai tentang sejarah. Dia adalah saintis tulen.

Ternyata gue menemukan Emi yang punya pemikiran sebelas dua belas dengan gue soal sejarah dan rasa ingin tahu yang tinggi terhadap sejarah masa lalu.

Emi memang nggak banyak membaca tentang sejarah dan kaitan-kaitannya dengan teori yang beredar di masyarakat kita, tapi dia mau diajak berdiskusi dan coba mencocokkan dengan logika berpikir yang kami punya. Bukan dicocoklogikan, tapi dibahas apa mungkin bisa terjadi yang seperti itu.

Keseruan seperti ini yang nggak pernah gue temui sebelumnya. Hubungan-hubungan gue nggak lebih dari urusan pribadi dengan permasalahan pribadi yang harus diobrolin daripada harus memikirkan ilmu pengetahuan apa yang belum digali. Sementara dengan Emi, keingintahuan gue akan ilmu baru dan pengetahuan baru semakin besar.

Emi juga selalu menjadi penyemangat gue untuk mencoba menelusuri dengan metode riset yang kami pikirkan berdua. Memang belum tentu benar, tapi setidaknya mencoba sesuatu dari pemikiran sendiri kan nggak apa-apa, toh nggak dipublikasikan dalam sebuah jurnal juga, hanya konsumsi pribadi.

Waktu perjalanan kami pun tiba. Dengan perlengkapan yang sangat lengkap, gue dan Emi akhirnya bisa jalan-jalan naik motor berdua. Petualangan kami pun dimulai.

Tujuan kami di awal tahun adalah mengunjugi situs purbakala yang konon lebih tua dari peradaban maju atlantis (10.000-11.000 tahun lalu) dan menjadi salah satu tonggak kemajuan peradaban di nusantara, mungkin juga asia. Kami menuju ke situs Gunung Padang, salah satu peninggalan nenek moyang bangsa ini di jaman Megalitikum.

Perjalanan yang menyenangkan ini benar-benar menjadi ajang kedekatan kami secara personal kembali. Kami saling bertukar pikiran, dan tentu aja, saling membaca dan mencari informasi tentang sejarah tempat ini sebelumnya. Jadi pada saat perjalanan dan sampai ditujuan, kami nggak hanya menghabiskan waktu untuk sekedar duduk-duduk dan foto-foto tanpa tau sebenernya makna datang ke situs sejarah itu untuk apa.

Banyak wisatawan milenial yang mengunjugi tempat wisata sejarah seperti ini hanya untuk mencari momen dan mengisi konten sosial media mereka. Tapi mereka nggak mementingkan sejarah tempat atau asal usulnya. Yang penting terkenal, instagramable, ambil foto, video, selesai.
Kalau gue dan Emi, sayang banget waktu yang dihabiskan ditempat tersebut yang belum karuan bisa didatangi lagi lain waktu hanya dipakai untuk hal remeh temeh kayak gitu. Jadi lebih baik kami mencari tau lebih banyak dulu sebelum berangkat.

Ketika sampai disana, kami sempat dikejutkan pula dengan pengaturan yang sangat kacau dari sisi perparkiran. Untuk situs yang sudah mendunia, manajemen parkir seperti nggak ada yang profesional.

Alasan klasiknya? Ya preman lah. Apaan lagi. Salah satu alasan negara ini nggak maju-maju ya karena ulah-ulah premanisme seperti ini. Dan hal ini cukup mengganggu proses promosi wisata daerah. Ujung-ujungnya ya rugi sendiri daerahnya nggak bisa memaksimalkan devisa yang didapat.

Parkiran udah kayak orang yang mau datang demo, kacau sekali. Utamanya adalah orang-orang yang nggak bertanggung jawab mau mengeruk untung dari keberadaan situs ini. Dan ini sepertinya juga berlaku di situs-situs bersejarah lainnya, yang terkenal tentunya.

Setelah membayar tiket masuk, gue dan Emi pun harus berjuang menaiki 700-an anak tangga untuk sampai keatas. Sebenarnya sudah ada anak tangga yang dibuat landai, tapi gue dan Emi memutuskan untuk melalui jalur yang curam, alias jalur yang asli.

Sebagian dari kita mungkin mengenal situs-situs warisan dunia yang akhirnya dapat pengakuan sebagai salah satu keajaiban dunia seperti kompleks Piramida di Mesir, juga warisan kebudayaan Mohenjo Daro dan Harappa di India, ataupun peradaban Mesopotamia.

Menurut penelitian dengan metode Karbon, situs Gunung Padang ini lebih tua dari situs-situs terkenal tersebut diatas. Entah ini benar atau tidak, yang jelas dimasa lalu berarti nenek moyang kita memiliki kecerdasan yang sangat luar biasa terkait dengan rancang bangun sebuah bangunan.

Apalagi jika ditambah dengan sisi spiritual yang seringkali dikaitkan dengan hal-hal mistis, pastilah bangsa ini juaranya. Hal ini seperti menjadi bagian utama dari sejarah peradaban bangsa ini. Namun kita nggak boleh terlena dengan romansa masa lalu yang serba keren ini.

Emi dan gue pun bersemangat dengan temuan sejarah ini. Pertanyaan baru pun muncul. Kalau ini benar lebih tua, berarti teori tentang peradaban tertua di Nusantara yang dimulai di Kutai, Kalimantan, itu patah dong teorinya?

Belum lagi gue pernah juga mendengar tentang sebuah Kerajaan awal yang bernama Kerajaan Salakanagara di Pulau Jawa, yang konon lebih tua juga dari Kutai. Apakah kerajaan ini yang membangun Gunung Padang? Atau bukan?

Nah, pertanyaan-pertanyaan inilah yang sepanjang gue dan Emi berada di rangkaian punden berundak-undak ini selalu muncul. Dan pertanyaan-pertanyaan lainnya tentunya.

Kuncen atau pemandu wisata yang kami ikuti secara gratis (kami ikutan curi dengar dari rombongan wisatawan lain) menyatakan kalau situs ini nggak dibangun dalam satu era. Ada tiga era. Yang paling bawah itu ya dijaman atlantis (kalau yang percaya) sekitar 10.000 tahun lalu, kemudian lapisan atasnya 3.000 tahun lalu, dan sisanya gue agak kurang jelas kapan.

Saat itu, situs ini sedang menjadi perhatian besar pemerintah. Pada akhirnya sampai ditetapkan sebuah Perpres (Peraturan Presiden) yang mengatur tentang pengembangan, pelestarian serta penelitian situs ini.

Suatu langkah besar mengingat negara ini kerap abai tentang peninggalan masa lalu leluhur yang sedianya dapat dimanfaatkan sebagai pengeruk devisa karena bisa dijadikan daya tarik wisata, baik lokal maupun skala internasional.

Selama disana, gue dan Emi benar-benar menikmati arsitektur purbakala ini. Gue juga takjub dengan penyusunan batu-batuan tersebut menjadi suatu konfigurasi yang menarik untuk disimak. Apalagi ditambah dengan jenis batu-batuan andesit berbentuk balok persegi panjang asimetris yang bisa berbunyi. Seperti memainkan sebuah alat musik purba.

Nggak lupa kami juga mengabadikan situasi yang ada disana, dan tentunya memfoto diri kami juga bersama dengan batu-batuan tersebut. Suatu hal yang menurut gue sederhana, tapi makna dan manfaatnya bagi gue dan Emi banyak sekali. Kami mendapatkan ilmu dan wawasan baru, itu yang kami cari dan akhirnya benar-benar kami dapatkan. Ilmu pengetahuan ini nggak pernah ada dipelajaran sekolah sebelumnya. Mungkin dimasa depan akan ada dibuku sejarah.

Namun sayangnya, banyak sekali pengunjung yang nggak tertib. Peraturan yang ada tetep dilanggar. Apakah itu? Ya klasik lah. Buang sampah sembarangan. Merokok sembarangan. Padahal sebenarnya kayak ginian nggak usah ada himbauan udah sadar diri lah. Tapi ini bahkan udah ada aturannya dipampang, masih aja kejadian. Kayak gini mau jadi negara maju? Maju kebelakang baru bener deh. Mengharapkan sesuatu yang mustahil jika masyarakatnya masih bersikap kampungan seperti ini.

“Nikmatin dulu disini ya Mi, santai aja kan?” tanya gue.

“Iya, aku takjub banget. apalagi sama pemandangannya. Kayaknya hampir seluruh wilayah Cianjur keliatan ya dari sini.” Jawabnya.

“Iya deh kayaknya. Emang hebat nenek moyang kita ini ya. aku sih percaya kalau Indonesia itu nggak secemen itu dimasa lalu. Kita mewarisi gen yang hebat. Cuma sayangnya dihancurin pelan-pelan peradabannya dimasa sekarang, karena nggak mendapatkan pendidikan yang oke, ya nggak sih?”

“Iya Zy. Pendidikan kita bener-bener masih jauh banget ketinggalan dibanding negara lain. Bahkan dulu aja orang-orang Malaysia belajar ke kita, malah impor guru dari sini, sekarang jauh lebih maju negaranya dibanding kita.”

“Ya itulah kalau negara yang posisinya ‘seksi’ dimata dunia. Jadi kayaknya dibikin sengaja nggak boleh maju. Soalnya kalau mendapatkan pendidikan yang layak, orang kita ini cerdasnya lebih-lebih dari bule loh, bahkan mungkin aja secerdas orang-orang yahudi. Haha. Buktinya segala macam pelajaran dikurikulum aneh negara ini bisa kita lewatin dengan baik kok. diluar negeri aja nggak begitu cara menyampaikan ilmu pengetahuannya kan. Spesialisasi udah ada dari pendidikan dasar. Lah kita? Sampai SMA aja semua pelajaran dihajar. Hahaha.”

“Aku juga sempat mikir kayak gitu. Dulu aku di kelas percepatan pas SMA mikir, ngapain semua pelajaran harus bagus? Toh pada akhirnya ada kelebihan dan kekurangan dimasing-masing orang, ujung-ujungnya kumpulan anak yang katanya paling pinter diantara yang pinter ini nyontek-nyontek juga.”

“Nah iya kan? Karena di trigger sama urusan nilai, peringkat dan lainnya, jadi belajar itu adalah sebuah keharusan, bukan kemauan untuk menambah ilmu. Jadinya pas udah selesai, dimasa depan pasti lupa. Beda kan sama kita sekarang? Kita belajar karena mau mencari ilmu, bukan dipaksa. Jadinya kita bisa nyerap informasi yang ada dengan baik, ya kan?”

“Bener Zy. Aku setuju. Harusnya kurikulum itu dibuat menyenangkan dan standarisasinya bukan nilai dan peringkat belaka. Tapi kemampuan masing-masing anak yang harusnya diasah. Itu sebenarnya ada tau di Indonesia. SMK itu sebenernya kan udah diarahin, tapi liat, yang namanya mindset dan pemikiran kolot yang udah mendarah daging soal sekolah unggulan yang pinter-pinter karena distandarin sama ranking bikin SMK jadi nggak diminatin pas udah terjun ke dunia kerja. Padahal mereka itu dibikin jadi berskill loh, terampil dibidangnya.”

“Makanya, pendidikan jadi nggak maju-maju. Harusnya peluang mendapatkan pekerjaan disini kan lebih gede anak SMK daripada SMA, tapi nyatanya? Lagi-lagi hitam diatas putih alias si nilai bangs*t yang nentuin semua dan dijadiin standar sama head-hunter didunia kerja. Plus citra SMK itu sendiri yang kurang oke dianggapnya.”

“Sejarah dibikin nggak asik, gimana mau memperbarui ilmu yang begini kalau yang ada aja anak-anak pada nggak minat kan?”

“Gitulah, mungkin emang sengaja aja kali ya mau dibikin lupa sama sejarah sendiri. Soalnya sekarang aja anak-anak itu banyak yang nggak tau sejarah, bahkan untuk nyebutin urutan presiden-presiden dari awal sampai sekarang aja banyak yang nggak hafal.”

“Mudah-mudahan aja nanti bakal ada yang ngubah itu semua.”

“Harusnya sih nanti banyak anak-anak milenial dengan kemampuan memakai teknologinya bisa ngubah wajah pendidikan di Indonesia ya.”

“Harusnya sih ada, dan bisa. Hehehe.”

Kami menikmati siang sampai sore hari disana. Cukup lama kami disana dan banyak banget ilmu baru yang kami dapatkan. Intinya sih menghargai para leluhur dan budaya setempat yang ada. Jangan dipukul rata sama semua kalau di negeri ini hanya boleh satu keyakinan. Negara ini negara multikultur dan itu harus ada toleransi dan saling menghargai, jangan semaunya aja. Adanya kalau semaunya sendiri sikapnya, warisan budaya yang dianggap nggak relevan dengan keadaan sekarang malah dilupakan gitu aja, dengan dalih nggak sesuai norma dan ajaran serta keyakinannya. Bahaya banget.

Setelah dari Gunung Padang, gue ada iseng sedikit untuk mengerjai Emi. Emi sangat bersemangat awalnya karena dia ngajak ke Bandung. Tapi gue bilang nggak usah ke Bandung karena gue kecapekan. Maklum kan bawa motor. Yang tadinya dia udah semangat banget, berubah jadi murung. Dan ini yang gue suka. Hahaha.

“Yaudah. Nggak apa-apa. Pulang aja.” ujar Emi lesu.

“Seriusan pulang?” goda gue.

“Iya pulang aja. Nggak usah ke Puncak juga. Pulang aja.”

“Beneran?” kata gue sambil menahan senyum.

“Iya, kita ke kosan aja. Kita nge-mall aja besok.”

“Beneran ya?”

“Iya beneran. Nge-mall aja di Jakarta sampe MAMPUS. SAMPE MISKIN!” mendadak dia judes nadanya.

“Lo ngambek?”

“Nggak ngambek. Biasa aja.”

“Halah. Ngambek ini pasti. Tapi gue capek banget, Mi.”

“Yaudah teserah aja lo mau kemana kek. Gue balik ke kosan sendiri juga nggak apa-apa. Lo balik aja ke rumah orang tua lo.”

Kena lo gue kerjain Emilya. Hahaha.

“Yaudah ya.” kata gue singkat.

“Iya.”

“Ini di depan lurus kan?” tanya gue, mengarahkan arah ke Jakarta.

“Ya lurus lah. Ngapain belok? Buang-buang duit. Buang-buang waktu. Buang-buang tenaga.”

“Yaudah tinggal jawab doangan. Ga usah ngotot lah Mi.”

“Ga usah ngeledek, Nyet.”

“Hahaha. Tau aja kalau gue ledekin.” Gue melirik dia di spion sambil nyengir, muka ditekuk banget.
Lalu gue dengan tiba-tiba memutar arah. Kembali kearah Bandung yang sudah direncanakan sebelumnya. Hahaha.

“HEH! LO APA-APAAN SIH? KENAPA MAIN PUTAR BALIK BEGINI ?” teriak Emi.

“LO NGGAK MAU KE BANDUNG? INI GUE PUTER BALIK BUAT LANJUT KE BANDUNG!”

“Hmm. Tapi kan… Tapi kan…”

Ekspresi Emi yang terlihat di spion ketika bingung ini sangat lucu dan pingin banget gue kata-katain.

“Tapi apaan? Mau gue puter balik lagi? Masih bisa nih?”

“Lo kalau kepaksa, mending nggak usah. Gue bisa ke Bandung sendiri. Lagian gue juga santai kok kalau mesti jalan-jalan di mall Jakarta. Masih banyak tempat juga tempat wisata di Jakarta kok. Tadi niatnya mau ke Puncak ya Puncak aja terus ke Jakarta.”

“Mau balik lagi ke Jakarta emang?” tanya gue lagi.

“LU MAU KE BANDUNG GA NYET???” Emi makin ngegas.

“Ya mau lah! Dari awal juga gue mau ke Bandung!”

“Terus kenapa tadi bilangnya capek?”

“Soalnya gue demen kalau ngeliat lo cemberut gitu. Seluruh ornamen muka lo ngumpul di tengah muka terus mulut lo manyun. Alisnya merengut begitu! Hahaha. Mana muka isinya pipi semua pulak! Demen gue ngeliatnya! Hahaha.”

“Si Bangs*t!”

“Bilang apa kek kalau gue udah mewujudkan keinginan lo?”

“Makasih, Bijiii!”

“Ye, t*i bener…..”

Diubah oleh yanagi92055 12-03-2020 11:27
khodzimzz
annisasutarn967
itkgid
itkgid dan 19 lainnya memberi reputasi
20
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.