- Beranda
- Stories from the Heart
Kumpulan Cerpen Remaja
...
TS
alva610
Kumpulan Cerpen Remaja
Cinta Fatamorgana

Sumber ilustrasi : di sini
Aku bosan, setiap hari hanya mendengarkan ribut-ribut kedua orang tuaku. Aku tak paham apa yang menjadi masalah di antara mereka. Soal anak? Aku dan adik-adikku cukup penurut dan tidak merepotkan. Makan pun kami inisiatif untuk memasak sendiri.
Namaku Lea, kelas 2 SMP sekarang. Sedangkan adikku Reino, kelas 4 SD. Aldy adikku yang paling bontot, masih TK B. Setiap pagi sebelum sekolah, aku masak nasi. Sedangkan Reino yang hobi masak, selalu masak sesuai keinginannya.
"Mbak Lea, tuh Bapak sudah banting gelas lagi," ucap Reino ketika kami sedang di dapur untuk memasak.
"Biarin aja!Orang gila mereka. Gak usah mikirin, yang penting kita tahu cara membuat kita bahagia," tutur Lea yang sudah bosan dan tidak peduli lagi dengan pertengkaran kedua orang tuanya.
"Kenapa mereka menikah ya kalau cuma mau bertengkar?" lanjut Reino.
"Ah, sudahlah! Biarkan saja. Gak penting bahas begituan. Aku sudah bilang, yang penting kita tahu cara kita untuk bahagia."
Namaku Lea, kelas 2 SMP sekarang. Sedangkan adikku Reino, kelas 4 SD. Aldy adikku yang paling bontot, masih TK B. Setiap pagi sebelum sekolah, aku masak nasi. Sedangkan Reino yang hobi masak, selalu masak sesuai keinginannya.
"Mbak Lea, tuh Bapak sudah banting gelas lagi," ucap Reino ketika kami sedang di dapur untuk memasak.
"Biarin aja!Orang gila mereka. Gak usah mikirin, yang penting kita tahu cara membuat kita bahagia," tutur Lea yang sudah bosan dan tidak peduli lagi dengan pertengkaran kedua orang tuanya.
"Kenapa mereka menikah ya kalau cuma mau bertengkar?" lanjut Reino.
"Ah, sudahlah! Biarkan saja. Gak penting bahas begituan. Aku sudah bilang, yang penting kita tahu cara kita untuk bahagia."
***
Aku termasuk remaja cewekyang cuek. Tak peduli dengan apa kata orang. Caper di depan cowok, ah bukan aku banget. Meskipun ada kakak kelas yang naksir aku, aku tidak terlalu menghiraukan.
"Lea, Ananto menunggumu di lapangan basket. Katanya, ada sesuatu yang mau diomongin sama kamu. Penting, gitu katanya!" kata Sally, teman sekelasku.
"Kalau penting, suruh Ananto ke sini," kataku sambil mengeluarkan tempat pensil besarku dengan aksesoris foto Once Mekel, vokalis group musik Dewa.
"Lea, jangan sia-siain. Banyak loh yang naksir Ananto. Cinta mereka ditolak sama Ananto, karena Ananto lebih memilih kamu," lanjut Sally.
Aku hanya tersenyum mendengar ucapan Sally barusan. Untuk apa aku berpacaran? Menikah? Ah, apa sih arti pernikahan? Berantem setiap hari seperti orang tuaku? Lalu merusak mental anak-anaknya dan tidak memberikan hak anak-anaknya?
Aku termasuk remaja cewekyang cuek. Tak peduli dengan apa kata orang. Caper di depan cowok, ah bukan aku banget. Meskipun ada kakak kelas yang naksir aku, aku tidak terlalu menghiraukan.
"Lea, Ananto menunggumu di lapangan basket. Katanya, ada sesuatu yang mau diomongin sama kamu. Penting, gitu katanya!" kata Sally, teman sekelasku.
"Kalau penting, suruh Ananto ke sini," kataku sambil mengeluarkan tempat pensil besarku dengan aksesoris foto Once Mekel, vokalis group musik Dewa.
"Lea, jangan sia-siain. Banyak loh yang naksir Ananto. Cinta mereka ditolak sama Ananto, karena Ananto lebih memilih kamu," lanjut Sally.
Aku hanya tersenyum mendengar ucapan Sally barusan. Untuk apa aku berpacaran? Menikah? Ah, apa sih arti pernikahan? Berantem setiap hari seperti orang tuaku? Lalu merusak mental anak-anaknya dan tidak memberikan hak anak-anaknya?
Kemudian Sally mendekatiku. Melihat betapa banyaknya foto Once yang sudah kumiliki. Di setiap buku tulis, buku paket bahkan LKS selalu terselip foto Once.
"Lea, ngapain sih ngarepyang tak pasti?" ucap Sally selanjutnya.
"Maksudnya?"
"Ngefans idola sih boleh, tapi jangan bilang lagi kalau kamu jatuh cinta sama Once. Cinta fatamorgana. Apa enaknya? Dicium juga enggak, dipeluk juga enggak apalagi diajak kencan?" lanjut Sally.
Aku tersenyum, serasa tak punya beban hidup. Iya, aku remaja paling bahagia. Karena aku tahu caranya supaya aku bahagia. Yaitu aku tak peduli dengan orang tuaku dan kata orang-orang di sekitarku. Bodo amat!
"Cinta fatamorgana? Ups, iya si Once tuh cinta fatamorganaku. Aku bahagia."
"Bahagia dari mana?" lanjut Sally.
"Kalau dengar suara Once nyanyi, wah damai deh hati ini. Adem, sejuk. Lirik lagunya juga datengin inspirasi buatku!"
"Lea, ngapain sih ngarepyang tak pasti?" ucap Sally selanjutnya.
"Maksudnya?"
"Ngefans idola sih boleh, tapi jangan bilang lagi kalau kamu jatuh cinta sama Once. Cinta fatamorgana. Apa enaknya? Dicium juga enggak, dipeluk juga enggak apalagi diajak kencan?" lanjut Sally.
Aku tersenyum, serasa tak punya beban hidup. Iya, aku remaja paling bahagia. Karena aku tahu caranya supaya aku bahagia. Yaitu aku tak peduli dengan orang tuaku dan kata orang-orang di sekitarku. Bodo amat!
"Cinta fatamorgana? Ups, iya si Once tuh cinta fatamorganaku. Aku bahagia."
"Bahagia dari mana?" lanjut Sally.
"Kalau dengar suara Once nyanyi, wah damai deh hati ini. Adem, sejuk. Lirik lagunya juga datengin inspirasi buatku!"
"Lea, kayaknya kamu perlu ke psikolog, deh!Buat apa cinta fatamorgana diimpikan. Itu hanya ilusi. Sudahlah yang nyata-nyata aja! Ananto tuh cinta mati sama kamu!" lanjut Sally.
"Tapi aku gak cinta dengannya. Aku cintanya sama Once!" lanjutku.
Sally berlalu pergi meninggalkanku. Mungkin Sally bosan denganku yang terlalu tinggi jika berimajinasi. Biarlah, aku tak terlalu memikirkan hal itu. Orang tuaku saja tidak peduli kepadaku dan karena itu, aku sangat peduli dengan diriku sendiri. Aku tak mau terlalu mengikuti arus ataupun trend masa kini. Aku gak punya modal materi. Orang tuaku hanya pandai berantem, tak pandai mencari nafkah. Tapi aku tak menuntut. Yang penting, sekolahku dibayarin.
"Tapi aku gak cinta dengannya. Aku cintanya sama Once!" lanjutku.
Sally berlalu pergi meninggalkanku. Mungkin Sally bosan denganku yang terlalu tinggi jika berimajinasi. Biarlah, aku tak terlalu memikirkan hal itu. Orang tuaku saja tidak peduli kepadaku dan karena itu, aku sangat peduli dengan diriku sendiri. Aku tak mau terlalu mengikuti arus ataupun trend masa kini. Aku gak punya modal materi. Orang tuaku hanya pandai berantem, tak pandai mencari nafkah. Tapi aku tak menuntut. Yang penting, sekolahku dibayarin.
Aku juga lebih suka menyendiri sambil mendengarkan lantunan lagu Dewa. Banyak tuhmanfaatnya walaupun mereka bilang hanya cinta fatamorgana. Cinta fatamorganaku memberiku banyak inspirasi. Banyak lho, puisi maupun cerpenku yang dimuat di media cetak. Hampir semua penduduk sekolah tahu akan hal itu, karena karyaku di media selalu ditempel di majalah dinding oleh TU. Bukan karena kesengajaan, tetapi karyaku memang aku kirim ke sebuah surat kabar harian yang sekolahku berlangganan surat kabar harian itu.
"Lea, aku menunggumu di lapangan basket? Kenapa kamu gakdatang?" kata Ananto yang tiba-tiba sudah ada di depanku.
Aku kaget, sontak melihat sesosok yang berbicara kepadaku. Lalu aku lihat, pintu kelas sudah ditutup. Sepertinya, teman-temanku sengaja melakukan hal itu.
Ananto memang keren, wangi dan lumayan ganteng. Tak heran jika banyak remaja cewek yang suka.
"Kenapa pintunya ditutup?" kataku kemudian.
"Bukan aku yang nutup. Teman-teman sengaja ngurung kita di sini," kata Ananto.
"Oh!"
"Lea, aku cinta sama kamu. Kamu mau gak jadi pacarku?" lanjut Ananto.
"Aku? Hhhmmm, kenapa harus aku? Kan banyak yang suka sama kamu."
Kemudian, Ananto mendekatiku dan duduk di bangku kosong sampingku.
"Aku hanya cinta kamu," lanjutnya dengan percaya diri.
Aku hanya tersenyum. Tidak ada getar di dada, yang tandanya sedang jatuh cinta.
"Oh, simpan dulu cintamu. Karena aku belum punya cinta untukmu."
"Kamu kasih aku kesempatan?" lanjut Ananto.
"Enggak, aku hanya cinta sama Once."
"Ah, aku serius,"
"Aku juga serius. Cintaku hanya untuk Once," lanjutku sambil berjalan keluar kelas.
Tetapi pintu sulit aku buka, karena teman-temanku menghalangi dari luar.
"Buka pintu!" teriakku.
"Eh, sudah selesai. Diterima ya? Jadian ya?" kata Dio diikuti sorak sorai teman lain.
"Enggak! Aku hanya cinta sama Once!" kataku.
"Huhuhuhu! Halu...!" teriak teman lain yang hampir bersamaan.
"Bodo amat!" jawabku sambil berlalu.
Aku kaget, sontak melihat sesosok yang berbicara kepadaku. Lalu aku lihat, pintu kelas sudah ditutup. Sepertinya, teman-temanku sengaja melakukan hal itu.
Ananto memang keren, wangi dan lumayan ganteng. Tak heran jika banyak remaja cewek yang suka.
"Kenapa pintunya ditutup?" kataku kemudian.
"Bukan aku yang nutup. Teman-teman sengaja ngurung kita di sini," kata Ananto.
"Oh!"
"Lea, aku cinta sama kamu. Kamu mau gak jadi pacarku?" lanjut Ananto.
"Aku? Hhhmmm, kenapa harus aku? Kan banyak yang suka sama kamu."
Kemudian, Ananto mendekatiku dan duduk di bangku kosong sampingku.
"Aku hanya cinta kamu," lanjutnya dengan percaya diri.
Aku hanya tersenyum. Tidak ada getar di dada, yang tandanya sedang jatuh cinta.
"Oh, simpan dulu cintamu. Karena aku belum punya cinta untukmu."
"Kamu kasih aku kesempatan?" lanjut Ananto.
"Enggak, aku hanya cinta sama Once."
"Ah, aku serius,"
"Aku juga serius. Cintaku hanya untuk Once," lanjutku sambil berjalan keluar kelas.
Tetapi pintu sulit aku buka, karena teman-temanku menghalangi dari luar.
"Buka pintu!" teriakku.
"Eh, sudah selesai. Diterima ya? Jadian ya?" kata Dio diikuti sorak sorai teman lain.
"Enggak! Aku hanya cinta sama Once!" kataku.
"Huhuhuhu! Halu...!" teriak teman lain yang hampir bersamaan.
"Bodo amat!" jawabku sambil berlalu.
~Selesai~
Quote:
Diubah oleh alva610 21-05-2020 06:42
tien212700 dan 8 lainnya memberi reputasi
7
1.7K
22
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•51.9KAnggota
Tampilkan semua post
TS
alva610
#3

Apa Indahnya Cinta
Hari yang cerah, secerah hati Azkia yang girang hari ini. Hari ini hari Minggu, tetapi Azkia tidak pulang ke rumah dan tetap memilih di kost. Tidak ada alasan selain Ricky, mahasiswa semester 2 yang juga kost di dekat kost Azkia.
Ricky dan Azkia sudah hampir 6 bulan berkenalan. Setiap sore mereka bersama, hanya untuk sekedar bercanda maupun menikmati kopi hitam buatan Azkia. Azkia memang masih kelas 11 SMA, tetapi nampak masih polos seperti anak SMP. Dandan pun tak pernah, tetapi kulit Azkia yang putih bersih membuat Azkia tetap cantik walaupun tidak berdandan.
"Azkia, kamu sudah punya pacar belum?" tanya Ricky saat mereka sedang bersama di taman kota.
"Kalau aku punya pacar, aku gak akan sering jalan sama kamu!" Azkia pun menjawab dengan polos.
"Lalu ada niatmu untuk pacaran?" lanjut Ricky.
"Belum kepikiran sih. Aku lebih suka begini, jomblo dan bebas. Bebas main maupun pergi dengan siapapun."
"Aku jarang melihat kamu jalan bareng yang lain selain aku," Ricky nampaknya mulai percaya diri.
Azkia hanya tersenyum, sambil sesekali menyeruput kopi hitam kesukaannya.
"Benar begitu, bukan?" lanjut Ricky yang ingin mendengarkan jawaban dari Azka.
"Kesibukan teman-teman itu lain. Kadang aku ada les, mereka tidak. Kadang mereka ada ekskul, aku tidak ada," Azkia pun berkata dengan polos juga.
"Azkia, kamu mau enggak jadi pacarku?" kata Ricky yang akhirnya bisa mengungkapkan isi hatinya kepada Azkia, yang telah lama dipendamnya.
Azkia hanya terdiam. Tidak merasa ge-er ataupun tersanjung.
"Azkia?"
"Iya," Azkia pun membalas panggilan Ricky dengan lembut.
"Aku serius," lanjut Ricky.
"Lalu?"
"Aku mencintaimu, Azkia. Kamu mau ya jadi pacarku?" kata Ricky kembali.
Azkia hanya terdiam. Karena Azkia memang tidak ada rasa cinta kepada Ricky. Hanya rasa sayang sebagai teman, teman yang selalu mengisi kekosongan waktu bersama.
"Rick, aku belum pernah jatuh cinta. Sampai sekarang," kata Azkia dengan jujur.
"Kenapa? Belum nemu yang sesuai dengan kriteriamu?" Ricky pun penasaran dengan Azkia.
"Bukan begitu!"
"Lantas?"
"Aku korban KDRT. Setiap hari orang tuaku selalu bertengkar bahkan saling menyakiti fisik. Tak jarang pula aku ikut kena pukul!" kata Azkia dengan jujur.
"Lalu?"
"Entahlah. Aku lebih suka sendiri daripada memikirkan cinta. Apa sih indahnya cinta? Manis saat masih pacaran. Kalau sudah menikah, nanti seperti orang tuaku. Dan anak jadi korban. Iya, aku korban KDRT orang tuaku. Yang katanya mereka dulu cinta, berjanji sehidup semati. Nyatanya?" kata Azkia dengan sedih.
Ricky pun mengerti perasaan Azkia, yang belum bisa membuka hati untuk lawan jenisnya. Mungkin karena usia Azkia yang masih labil, dan mungkin juga karena Azkia masih merasa trauma dengan kedua orangtuanya.
Ricky dan Azkia sudah hampir 6 bulan berkenalan. Setiap sore mereka bersama, hanya untuk sekedar bercanda maupun menikmati kopi hitam buatan Azkia. Azkia memang masih kelas 11 SMA, tetapi nampak masih polos seperti anak SMP. Dandan pun tak pernah, tetapi kulit Azkia yang putih bersih membuat Azkia tetap cantik walaupun tidak berdandan.
"Azkia, kamu sudah punya pacar belum?" tanya Ricky saat mereka sedang bersama di taman kota.
"Kalau aku punya pacar, aku gak akan sering jalan sama kamu!" Azkia pun menjawab dengan polos.
"Lalu ada niatmu untuk pacaran?" lanjut Ricky.
"Belum kepikiran sih. Aku lebih suka begini, jomblo dan bebas. Bebas main maupun pergi dengan siapapun."
"Aku jarang melihat kamu jalan bareng yang lain selain aku," Ricky nampaknya mulai percaya diri.
Azkia hanya tersenyum, sambil sesekali menyeruput kopi hitam kesukaannya.
"Benar begitu, bukan?" lanjut Ricky yang ingin mendengarkan jawaban dari Azka.
"Kesibukan teman-teman itu lain. Kadang aku ada les, mereka tidak. Kadang mereka ada ekskul, aku tidak ada," Azkia pun berkata dengan polos juga.
"Azkia, kamu mau enggak jadi pacarku?" kata Ricky yang akhirnya bisa mengungkapkan isi hatinya kepada Azkia, yang telah lama dipendamnya.
Azkia hanya terdiam. Tidak merasa ge-er ataupun tersanjung.
"Azkia?"
"Iya," Azkia pun membalas panggilan Ricky dengan lembut.
"Aku serius," lanjut Ricky.
"Lalu?"
"Aku mencintaimu, Azkia. Kamu mau ya jadi pacarku?" kata Ricky kembali.
Azkia hanya terdiam. Karena Azkia memang tidak ada rasa cinta kepada Ricky. Hanya rasa sayang sebagai teman, teman yang selalu mengisi kekosongan waktu bersama.
"Rick, aku belum pernah jatuh cinta. Sampai sekarang," kata Azkia dengan jujur.
"Kenapa? Belum nemu yang sesuai dengan kriteriamu?" Ricky pun penasaran dengan Azkia.
"Bukan begitu!"
"Lantas?"
"Aku korban KDRT. Setiap hari orang tuaku selalu bertengkar bahkan saling menyakiti fisik. Tak jarang pula aku ikut kena pukul!" kata Azkia dengan jujur.
"Lalu?"
"Entahlah. Aku lebih suka sendiri daripada memikirkan cinta. Apa sih indahnya cinta? Manis saat masih pacaran. Kalau sudah menikah, nanti seperti orang tuaku. Dan anak jadi korban. Iya, aku korban KDRT orang tuaku. Yang katanya mereka dulu cinta, berjanji sehidup semati. Nyatanya?" kata Azkia dengan sedih.
Ricky pun mengerti perasaan Azkia, yang belum bisa membuka hati untuk lawan jenisnya. Mungkin karena usia Azkia yang masih labil, dan mungkin juga karena Azkia masih merasa trauma dengan kedua orangtuanya.
Selesai...
Diubah oleh alva610 21-05-2020 06:40
lina.wh memberi reputasi
1