extreme78Avatar border
TS
extreme78
Fahira Klaim Punya Imunitas dari Pidana soal Twit Corona
Jakarta, CNN Indonesia -- Anggota DPD RI perwakilan DKI Jakarta Fahira Idris mengklaim cuitannya di Twiter ihwal virus corona (Covid-19) termasuk fungsi pengawasan yang dia jalankan.
Oleh karena itu, dia merasa tidak dapat dipidana karena anggota DPD memiliki imunitas dalam menjalankan fungsi pengawasan.


Diketahui, Fahira dilaporkan ke Polda Metro Jaya lantaran diduga menyebarkan berita bohong mengenai virus corona di Indonesia lewat Twitter.

"Tugas saya ini dilindungi oleh undang-undang atau mempunyai imunitas," kata Fahira melalui keterangan resmi yang diterima CNNIndonesia.com, Kamis (5/3).

Ia menjelaskan bahwa aturan imunitas anggota DPD tertuang dalam Pasal 290 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang MPR, DPR, DPD, DPRD (MD3). Sementara, fungsi pengawasan yang dia jalankan sebagai anggota DPD RI diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.

"Salah satunya adalah mengawasi kewajiban pemerintah daerah dalam pengelolaan upaya kesehatan perorangan dan masyarakat di wilayah masing-masing," kata dia.

Kasus bermula usai Fahira mentwit soal virus corona di Indonesia. Dia mentautkan berita media dalam jaringan dengan judul 'BIKIN Kaget! Ada 136 Pasien Pengawasan Virus Corona di Indonesia, Jakarta Paling banyak'.

Fahira lalu menghapus twitnya itu dengan dalih media yang bersangkutan telah merevisi beritanya. Namun, ada pihak yang tetap keberatan dan melaporkannya dengan tuduhan menyebarkan hoaks.

Ketua Umum Cyber Indonesia Muannas Alaidid melaporkan Fahira ke Polda Metro Jaya pada Senin lalu (2/3). Dia menganggap Fahira telah menyebarkan berita bohong.

Badan Reserse Kriminal Mabes Polri lalu memanggil Fahrira untuk dimintai keterangan pada hari ini, Kamis (6/3). Namun, Fahira tidak datang. Ia mengaku sedang menjalankan tugas konstitusional yang tak bisa ditinggal.

Ia memberikan surat klarifikasi dengan kop institusi DPD RI kepada Bareskrim Polri sebagai bentuk tanggapan dari dirinya. Surat tersebut bernomor 017 /B-43/DPD-DKI/III/2020 dan ditandatangani oleh Fahira langsung yang memiliki nomor keanggotaan DPD RI B-43.

"Untuk itu karena saya tidak bisa memenuhi undangan, saya kirimkan klarifikasi dalam bentuk surat atau keterangan tertulis," kata Fahira.

"Sekali lagi saya tegaskan, saya meneruskan informasi dari media online tersebut dalam rangka mengingatkan Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah serta seluruh masyarakat agar lebih waspada. Jadi letak tuduhan hoaksnya di mana?" tutur Fahira.

Atas laporan tersebut, Fahira mengancam akan melaporkan balik pelapornya.

https://m.cnnindonesia.com/nasional/...al-twit-corona

Nebar berita hoax adalah bagian tugas beliau tentang pengawasan sebagai DPD dan di lindungi oleh undang2....

Luar biasaaaa.........:goyang:goyang
Diubah oleh extreme78 05-03-2020 14:47
pinkypatrick
sebelahblog
4iinch
4iinch dan 31 lainnya memberi reputasi
32
7K
103
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
670.9KThread40.9KAnggota
Tampilkan semua post
OegankAvatar border
Oegank
#37
(1) Tangkapan layar dari warganet dan cache hasil pencarian cuitan akun “Fahira Idris DPD RI” (twitter.com/fahiraidris, akun terverifikasi) dengan kata kunci “fahira idris astaghfirullah bikin kaget”, selengkapnya di http://bit.ly/39bqh6P / http://archive.md/LcbsC (arsip cadangan).


(2) Tangkapan layar pesan berantai artikel “BIKIN Kaget! Ada 136 Pasien dalam Pengawasan Virus Corona di Indonesia, Jakarta Paling Banyak” yang diedarkan di WhatsApp.


(3) Koreksi Fahira Idris terhadap cuitan yang sebelumnya, selengkapnya di http://bit.ly/2IaE2XM / http://bit.ly/32E6YAz.

https://turnbackhoax.id/2020/02/29/b...-di-indonesia/

emoticon-cystg

tapi memang sih, kalok share berita, "tebang pilih", apalagi disertai sentimen negatif, ya jadinya malah banyak yang "musuhin", apalagi kalo sampai share beritanya adalah berita yang "salah".

memang ada hak jawab secara etika jurnalis, sehingga jurnalis saat menyiarkan berita yang dikemudian hari ternyata diketahui bahwa informasi tersebut tidak tepat atau malah salah, maka si jurnalis nggak akan langsung bisa dituntut hukum, selama dia mengikuti prosedur jurnalistik.

#
3. Mekanisme penyelesaian yang dapat ditempuh dalam hal terdapat pemberitaan yang merugikan pihak lain adalah melalui hak jawab (Pasal 5 ayat [2] UU Pers) dan hak koreksi (Pasal 5 ayat [3] UU Pers). Hak jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya, sedangkan hak koreksi adalah hak setiap orang untuk mengoreksi atau membetulkan kekeliruan informasi yang diberikan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain.


Hinca dan Amir dalam buku tersebut juga menjelaskan bahwa mekanisme penyelesaian permasalahan akibat pemberitaan pers adalah sebagai berikut (hal. 149-152, sebagaimana kami sarikan dan sesuaikan dengan adanya kode etik wartawan yang baru):

1. Pertama-tama dengan menggunakan pemenuhan secara sempurna pelayanan Hak Jawab dan Hak Koreksi. Hal ini dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang secara langsung kepada redaksi yang dalam hal ini mewakili perusahaan pers sebagai penanggungjawab bidang redaksi wajib melayaninya.


Orang atau sekelompok orang yang merasa dirugikan nama baiknya akibat pemberitaan itu harus memberikan data atau fakta yang dimaksudkan sebagai bukti bantahan atau sanggahan pemberitaan itu tidak benar.


Implementasi pelaksanaan Hak Jawab tersebut dapat dilihat pada Pasal 10 Peraturan Dewan Pers Nomor: 6/Peraturan-DP/V/2008 tentang Pengesahan Surat Keputusan Dewan Pers Nomor 03/SK-DP/III/2006 tentang Kode Etik Jurnalistik sebagai Peraturan Dewan Pers (“Kode Etik Jurnalistik”) (sebagai kode etik wartawan yang baru), yang menyatakan bahwa “Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa”.


2. Selain itu, pelaksanaan Hak Jawab dan Hak Koreksi dapat dilakukan juga ke Dewan Pers (Pasal 15 ayat [2] huruf d UU Pers). Dikatakan bahwa salah satu fungsi Dewan Pers adalah memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers.


3. Permasalahan akibat pemberitaan pers dapat juga diajukan gugatan perdata ke pengadilan atau dilaporkan kepada polisi. Namun demikian, karena mekanisme penyelesaian permasalahan akibat pemberitaan pers diatur secara khusus di UU Pers muaranya adalah pada pemenuhan Hak Jawab atau Hak Koreksi, maka pengadilan (dalam kasus perdata) maupun penyidik atau jaksa atau hakim yang memeriksa dan mengadili perkara tersebut tetap menggunakan UU Pers dengan muaranya adalah pemenuhan Hak Jawab dan atau Hak Koreksi.


Tanggapan dari pers atas Hak Jawab dan Hak Koreksi tersebut merupakan kewajiban koreksi sebagaimana terdapat dalam Pasal 1 angka 13 UU Pers. Kewajiban Koreksi adalah keharusan melakukan koreksi atau ralat terhadap suatu informasi, data, fakta, opini, atau gambar yang tidak benar yang telah diberitakan oleh pers yang bersangkutan. Kewajiban koreksi ini juga merupakan bentuk tanggung jawab pers atas berita yang dimuatnya.


Pada praktiknya, penggunaan hak jawab ini dinilai berfungsi untuk menyelesaikan permasalahan secara damai, sebagaimana terdapat dalam artikel Hak Jawab Dimuat, Hendropriyono Tak Akan Tuntut The Jakarta Post.


Selain itu, Kode Etik Jurnalistik juga menyebutkan bahwa penilaian akhir atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan Dewan Pers. Sanksi atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan oleh organisasi wartawan dan atau perusahaan pers.


Pada sisi lain, pihak yang dirugikan oleh pemberitaan pers tetap punya hak untuk mengajukan masalahnya ke pengadilan, secara perdata atau pidana. Dalam perkara pidana menyangkut pers, hakim yang memeriksa perkara tersebut harus merujuk pada Surat Edaran Mahkamah Agung No. 13 Tahun 2008 tentang Meminta Keterangan Saksi Ahli ("SEMA 13/2008"). Sebagaimana ditulis dalam artikel Aparat Penegak Hukum Diminta Merujuk pada SEMA No. 13 Tahun 2008, berdasarkan SEMA No. 13 Tahun 2008 dalam penanganan/pemeriksaan perkara-perkara yang terkait dengan delik pers, majelis hakim hendaknya mendengar/meminta keterangan saksi ahli dari Dewan Pers, karena merekalah yang lebih mengetahui seluk beluk pers tersebut secara teori dan praktek.


Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

Dasar Hukum:
1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
2. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
3. Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers;
4. Peraturan Dewan Pers Nomor: 6/Peraturan-DP/V/2008 tentang Pengesahan Surat Keputusan Dewan Pers Nomor 03/SK-DP/III/2006 tentang Kode Etik Jurnalistik sebagai Peraturan Dewan Pers.
#
https://www.hukumonline.com/klinik/d...ta-yang-salah/

jadi kalok menurut ogud, ya kasusnya "mirip" dengan mimin tuwiter TMC Polda Metro Jaya yang salah memostingkan foto informasi banjir.

bedanya, mimin Polda TMC Metro Jaya, bener2 melakukan kesalahan, meskipun tidak disengaja.

kalok si ibu ini, salahnya karena ternyata wartawan si penulis berita "salah" dalam menyampaikan informasi.

kalok portal medianya portal abal2, bisa tuh si ibu kenak cydug, tapi karena portal beritanya cukup kredibel, maka ya masupnya kek kasus mimin POlda Metro Jaya salah posting foto lokasi banjir.

gitu kalok dari hasil pemahaman dan penalaran otak ogud di tempurung #dengkulku

emoticon-Malu

emoticon-cystg

emoticon-No Sara Please

emoticon-Maaf Agan
Diubah oleh Oegank 05-03-2020 17:39
arulrasyid
akubebe
fintail
fintail dan 4 lainnya memberi reputasi
5
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.