Kaskus

Story

agityunitaAvatar border
TS
agityunita
[JTPH] Bertemu Cinta Pertama
    

[JTPH] Bertemu Cinta Pertama 


Bertemu Cinta Pertama 




     Apa yang kau tahu tentang cinta pertama. Apa ia sebuah rasa yang indah atau sesuatu yang menyakitkan? Tapi kenapa semua orang sepertinya senang sekali menceritakan cinta pertama mereka. Meskipun mereka bilang cinta pertama itu tidak selalu berakhir bersama. Tetapi tetap saja cinta namanya. 

     Dan apakah semua orang harus merasakan cinta pertama? Dimana kebanyakan orang bercerita bahwa pertama kali mereka jatuh pada cinta adalah saat mereka masih duduk di bangku sekolah. Terutama SMA.

     Tapi tidak dengan Aira. Sampai usianya menginjak 20 tahun. Ia masih bertanya-tanya bagaimana rasanya cinta pertama itu. Bukan Aira anak yang tertutup. Kawannya banyak, laki-laki ataupun perempuan. Tapi soal siapa yang bisa menjatuhkan hatinya pada cinta, belum ada. 

***

     “Maaf mas, ada apa ya?”

     “Tuch, temen lo, nganterin menu salah melulu!”

     “Oh, biar saya ganti ya mas?” 

     “Gak usah, gue udah gak mood makan di sini!” Si lelaki itu pun pergi meninggalkan cafe.

      Eh, apa nih?

       Aira menemukan buku di atas meja. Oh, apa ini punya laki-laki tadi ya? tanya Aira dalam hatinya. Dia pun langsung membawa buku tersebut. Dan menaruhnya di meja kasir. Siapa tahu si pemilik buku kembali karena sadar ada yang tertinggal.

       Sore harinya, Aira pun memutuskan untuk membawa pulang buku yang tertinggal itu. Ia takut, buku itu dibuang oleh pelayan kafe yang lain. Karena berpikir itu buku yang tidak terpakai. 

***

        Keesokan harinya, 

        Buku yang ternyata berisi sketsa-sketsa gambar itu, Aira bawa serta dalam tasnya, saat kuliah hari ini. Dia berpikir, siapa tahu lelaki itu datang lagi ke cafe tempatnya bekerja. 

         Sesampainya di kampus…

Aira segera bergegas masuk ke kelas. Tapi sebelum sampai di kelasnya, sekilas ia melihat seseorang. Seseorang yang dia hafal cara bicaranya. Lebih tepatnya cara marah-marahnya.

Ah, dia itu kan?

         Iya, dia adalah laki-laki yang sama dengan yang kemarin marah-marah di kafe. Aira jadi greget deh, liat orang kok senengnya marah-marah gitu.

        Tanpa Aira sadari, ia mendekati laki-laki yang sedang bertengkar dengan kawannya itu. Dan dengan beraninya Aira langsung menarik tangannya dan membawa jauh lelaki itu dari pertengkarannya. 

     “Hey, hey, berhenti, kamu mau bawa aku kemana?”

      Eh, Aira langsung berhenti dan menoleh pada orang yang sedang ia genggam tangannya. Dengan cepat Aira melepas gandengannya. 

      Ya, ampun, aku ngapain sih? Sesal Aira sambil memukul keningnya. 

       “Heh, ngapain kamu narik-narik tangan aku, kalau mau kenalan itu bilang baik-baik kali, gak usah culik aku kayak gini!”

       “Apa, kenalan, siapa yang mau kenalan sama kamu, tadi itu, tadi itu… Aku cuma kesel lihat kamu berisik, jadi kamu mau aku buang ke situ!” sambil Aira menunjuk kolam ikan kecil yang tidak jauh dari mereka berdiri. 

Laki-laki itu malah tertawa.

      “Heh, kok malah ketawa, harusnya kamu takut!” 

      “Takut, nih, aku malah rela dilempar ke situ sama perempuan galak semanis kamu!” Yang dibilang manis langsung merasa panas mukanya, Aira pun memutuskan untuk pergi. Ia tidak mau laki-laki itu melihat muka merahnya.

      “Hey, kok malah pergi sich?”

***

         Akhirnya, selesai juga kuliah hari ini. Sebelum menuju ke cafe, Aira memutuskan untuk makan dulu di kantin kampus nya.  

          Tiba-tiba, Seseorang datang seperti habis berlari jauh dan meminum habis es jeruk yang di pesan Aira.

       “Hey, itu kan punya aku?!”

       “Oh, ya ampun, sorry-sorry, habis haus banget sih, aku pesenin lagi ya!’

Laki-laki itu, tidak lain adalah yang tadi pagi Aira tarik tangannya. Tiba-tiba, irama jantung Aira jadi tidak karuan.

      “Hey, kok malah bengong?” 

      “Eh, gak kok!” Aira pun memutuskan untuk pergi saja. Meskipun bakso yang dia makan belum habis.

      “Hey, mau kemana? Tuh baksonya belum habis, kasihan kan, lagian aku kan baru pesan es jeruk lagi, masa harus aku yang ngabisin?”

       Iya juga sih, sayang banget bakso nya, aku juga masih lapar… tapi…

Aira pun duduk kembali, dan meneruskan makan baksonya. Dan ia teringat pada buku sketsa itu.

      “Hey, ini, ini punya kamu kan?”

      “Apa?” 

      “Ini buku kamu kan, kemarin ketinggalan di cafe!” 

      “Oh, ya ampun, aku pikir ilang, makasih ya!”

      “Iya, sama-sama!”

      “Kamu lihat-lihat ya isinya?”

      “Eh, emang gak boleh ya, ya ampun maaf ya!” Aira langsung panik. 

Laki-laki itu malah tertawa. Ia senang melihat wajah Aira yang panik seperti itu.

     “Kamu ngerjain aku ya?”

    “Haha, siapa yang ngerjain kamu, aku kan cuma nanya, ya kalau kamu buka-buka juga gak apa-apa. Aku kan gak bilang gak bokeh!”.

      Iya juga sih, Aira jadi malu sendiri. Ia langsung segera menghabiskan makanan dan minumnya. Dia merasa tidak bisa lama-lama dekat dengan laki-laki ini, bisa sesak nafasnya. 

      “Ya udah, aku duluan!” 

      “Eh, kamu mau ke cafe?”

      “Iya!”

      “Aku ikut!”

Aira tidak bisa melarang laki-laki itu untuk mengikutinya. Dan membuat kerja Aira jadi tidak tenang. Ia seperti merasa terus diperhatikan. Iya, laki-laki itu terus memperhatikannya. Baru saja mereka beradu pandang. Dan laki-laki itu tersenyum ke arahnya.

     “Hey, kamu gak akan pulang?” Aira memberanikan diri bertanya pada laki-laki itu.  

     “Aku kan mau pulang bareng kamu!” 

     “Kok, kenapa?” 

     “Ya gak apa-apa, atau udah ada yang jemput kamu pulang ya? Tapi kayaknya sih gak ada, aku perhatiin kamu kemana-mana sendiri, pasti masih jomblo, hehe!”

     “Kamu suka ngikutin aku ya?”

     “Haha, ngapain, aku kan suka nongkrong di cafe ini, kamu aja yang gak pernah sadar ada cowok seganteng aku duduk di sini!”

      “Ih, pede banget sih!” Aira pun berlalu, ia meninggalkan lelaki yang tertawa itu. Sebentar lagi memang waktunya pulang. 

       Kafe pun tutup dan Aira tidak mendapati laki-laki itu di kursinya. Baguslah, dia pulang duluan. Aira pun ke luar dari cafe.

       “Hey, nyari aku ya!”

Aira kaget, tiba-tiba laki-laki itu ada di hadapannya. Memberikan senyumannya yang manis. Oh, ya ampun, jantung Aira kembali berdetak tak karuan. 

      “Gak, kok, siapa yang nyariin kamu, malah aku seneng kalo kamu udah pulang!” 

      “Oh gitu ya, tapi muka kamu kayak yang seneng lho liat aku!”

Aira segera mengusap wajahnya. Ia jadi salah tingkah, ah ya ampun. Siapa sih laki-laki ini?

        Tanpa ada yang mengiyakan atau menolak. Mereka pun pulang bersama. Naik bus kota. Aira sudah biasa.

***

         Dan sejak saat itu, entah kenapa mereka jadi dekat. Ah, bukan berarti Aira berani lama-lama menatap wajah laki-laki yang ternyata bernama Nandy itu. Nandy yang selalu dengan senang hati menemani Aira, meski Aira tidak pernah memintanya. Dia yang lebih banyak bercerita daripada Aira. 

         Hingga lama-lama, Aira pun merasakan keberadaan Nandy di dekatnya memberi warna baru dalam hari-harinya. Ia sudah tidak merasa canggung lagi. Meskipun wajahnya tetap merah jika beradu pandang dengan Nandy. 

         Apakah Aira sedang jatuh Cinta?

         Jika iya, ini adalah cinta pertamanya. Tapi Aira masih mencoba menampik itu. Dia merasa, Nandy teman yang baik. Meski dia memang tampan. 

Hingga beberapa bulan kemudian….

         “Ra, besok kamu ada acara gak?”

         “Besok, hari minggu ya, kayaknya sih gak, emangnya kenapa?”

         “Besok aku ingin ngajak kamu jalan-jalan, gimana?” 

         “Kemana?”

         “Ya kemana aja, namanya juga jalan-jalan, mau ya!”

         Nandy menggenggam tangan Aira. Yang dipegang tangannya cuma masang wajah merah dan mengangguk perlahan.

         Dan besoknya, mereka pun jalan-jalan. Nandy menggunakan motornya menjemput Aira sekitar pukul 7 pagi.

        “Nan, ini masih pagi lho, dan ini hari minggu, aku masih ngantuk!”

         “Tapi kamu udah mandi kan?” goda Nandy pada Aira dan Ia mendapatkan dorongan lembut dari Aira.

          Mereka pun pergi meninggalkan rumah Aira. Entah mereka mau kemana. 

          Tadi malam, sebelum tidur, Aira memikirkan perasaannya pada Nandy. Dia menerka-nerka, apakah ia menyukai Nandy. Dan itu membuat Naira senyum-senyum sendiri. Dan dia berjanji akan menyimpan ini sendiri saja. Nandy tidak perlu tahu. Aira tidak mau, pertemanan nya dengan Nandy jadi berantakan. Hanya karena perkara jatuh cintanya itu.

         Dan sampailah mereka, di sebuah pantai. Aira yang sedari tadi asyik dengan pikirannya sendiri. Tidak menyangka akan dibawa oleh Nandy sejauh ini.

        “Gimana, kamu suka gak?”

        “Indah banget Nan, aku udah lama gak main ke Pantai, makasih ya!” tanpa sadar Aira merangkul lengan Nandy, karena terlalu senang. Langsung Aira melepaskan tangannya dari lengan Nandy, tapi ditahan oleh Nandy.

        “Gak apa-apa kan kayak gini, kamu tuh kalau dekat aku, kayak yang takut gitu!”

         “Eh, gak kok Nan, aku bukannya takut sama kamu!”

         “Terus kenapa? Malu ya jalan sama aku, kenal sama aku, apalagi kalau aku ajak ngobrol kamu, kayaknya kamu tuh ingin cepat-cepat pergi dari aku!” sambil terus memegang tangan Aira yang melingkar di lengannya, Nandy menunduk. Membuat Aira jadi tak enak hati. 

        “Nan, kamu kok bisa mikir kayak gitu sih? Aku tuh seneng ngobrol sama kamu, aku seneng kok kenal sama kamu, aku juga gak malu kalau dekat-dekat sama kamu!”

        “Beneran?” 

        “Iya, bener!”

        “Kalau gitu, hari ini kita jalan-jalan berdua, kamu harus mau ikut kemana pun aku ajak!”

        “Emang kita masih mau pergi lagi?”

        “Hhmm iya, tapi kita makan siang dulu, tuh ada warung makan, di sana ikan bakarnya enak banget, yuk!” Nandy menggandeng dangan Aira. 

          Ah, Nandy. Aku jadi ingin tahu. Apa kamu juga menyukaiku. Tapi apa aku harus menanyakannya langsung padamu. Ya ampun, bagaimana kalau kamu menertawakan perasaan ku ini. Apalagi ini kali Pertama nya aku jatuh cinta. 

          Selesai makan, Nandy membawa Aira menaiki bukit yang ada di sekitar pantai. 

          “Ra, aku mau kasih kamu sesuatu!”

          “Apa?”

           Nandy memberikan buku sketsanya.

           “Buat kamu!”

           “Buat aku, tapi ini kan buku gambar kamu, nanti kamu gambar pake apa?

           “Kamu tuh lucu banget sih ra!” Nandy menyentuh dagu Aira, membuat wajah Aira memerah. 

           “Aku masih punya banyak kok, lagian itu sketsa lama. Kira-kira dari setahun yang lalu.” 

           “Hmm, makasih kalau gitu Nan, Boleh aku lihat isinya?”

           “Bolehlah, disimpan lho ya, jangan buat bungkus gorengan, hehe!”

           “Ya gak dong Nan, Apalagi isinya…..!” Aira terkejut, melihat lembar demi lembar sketsa itu. Memang warna kertasnya mulai menguning. Mungkin karena yang tadi Nandy Bilang, itu sudah setahun usianya. Tapi, yang lebih membuat Aira tidak dapat berkata apa-apa adalah. Apa yang Nandy gambarkan di setiap lembar kertasnya. Itu adalah gambar dirinya.

              “Ini, aku?” Aira merasa terharu, hampir saja ia membasahi kertas itu dengan air matanya.

             “Iya, Ra, itu kamu… kamu benar waktu kamu bilang aku tukang ngikutin. Karena memang aku sudah memperhatikanmu sejak lama, maafin aku, aku suka sama kamu Ra!” pengakuan Nandy jelas membuat Aira kaget. Tapi tidak dipungkiri jika hatinya merasa senang.

       Cinta pertamanya, ternyata tidak bertepuk sebelah tangan.

           “Kamu, kenapa malah nangis? Maafin aku Ra, kalau apa yang aku lakuin ini gak kamu suka, kamu gak perlu kasih aku jawaban apa-apa kok, aku cuma mau jujur aja sama kamu!”

Aira menghapus Air matanya. Ia tersenyum pada Nandy. Merangkulkan tangannya di lengan Nandy dengan lebih erat. Dan Menyandarkan kepalanya di bahu Nandy. Untuk pertama kalinya, Nandy yang merasa salah tingkah.

         “Aku nangis karena bahagia Nan, jujur, aku juga suka sama kamu. Aku jatuh cinta sama semua yang kamu lakuin ke aku. Dan kamu cinta pertama buat aku!”

          Bukan Nandy, kalau bertahan serius lama.

          “Wah, jadi aku cinta pertama kamu nih, senangnya, jadi mulai hari ini kita resmi pacaran, ya udah yuk pulang!”

Aira bengong. Sikap romantis Nandy buyar sudah, kembali ke Nandy yang berisik dan sedikit nyeleneh. Tapi Aira Langsung tersadar. Itulah yang membuat ia menyukai Nandy. Berbeda.

            “Nandy, tunggu, siapa bilang kita pacaran” 

            “Akulah, aku kan cinta pertama kamu!” Nandy berlari meninggalkan Aira menuju ke pantai. Dan mereka pun  menghabiskan waktu di sana hingga matahari terbenam. 

Aira senang. Bisa berada dalam dekapan Nandy. Semoga cinta pertamanya ini, juga  menjadi cinta terakhir baginya.


Selesai




Cerita Kedua

Cerita Ketiga

Cerita Keempat

Cerita Kelima

Cerita Keenam

Cerita Ketujuh

Cerita Kedelapan

Cerita Kesembilan

Cerita Kesepuluh

Cerita Kesebelas

Cerita Kedua Belas

Cerita Ketiga Belas

Cerita Keempat Belas

Cerita Kelima Belas


@agityunita




Kumpulan Cerita Selanjutnya
Diubah oleh agityunita 02-03-2020 08:51
Gimi96Avatar border
NadarNadzAvatar border
nona212Avatar border
nona212 dan 18 lainnya memberi reputasi
17
4K
54
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread52.1KAnggota
Tampilkan semua post
agityunitaAvatar border
TS
agityunita
#43
Cerita Kesepuluh
Hujan dan Pelangi




        Jika hujan dan pelangi biasanya saling melengkapi. Namun tidak kali ini. Jika biasanya hujan reda diiringi dengan kedatangan pelangi. Tapi tidak saat ini.

        Kali ini hujan dan pelangi itu seperti tidak saling tahu. Mereka bagaikan kucing dan temannya kucing. Susah akur. Tapi entah mengapa, mereka selalu ada di waktu yang sama. Dimana ada Hujan maka di situ pasti ada Pelangi. Meskipun pada akhirnya mereka isi dengan pertengkaran.

        Akankah ada cinta di antara mereka. Akankah mereka akur dan selalu bersama. 

***

      Pelangi adalah adik kelas Hujan. Mereka saling kenal saat Pelangi masuk ke SMA tempat Hujan bersekolah. Saat itu Hujan menjadi salah satu anggota OSIS. Mereka yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan Ospek saat murid baru mulai masuk sekolah.

       Namun Pelangi tak seperti murid perempuan kebanyakan. Ia berbeda. Ia sedikit tomboy. 

        Hujan yang saat itu menjadi pendamping kelas Pelangi, merasa tertarik padanya. Bukan tertarik semacam itu. Tapi mereka jadi pasangan bertengkar yang terkenal.

***

     Usai MOS dan terus hingga Hujan duduk di bangku kelas tiga SMA, pasangan bertengkar yang fenomenal, Pelangi dan Hujan semakin tenar. 

      Mereka digadang-gadang menjadi pasangan of the year di acara perpisahan kelas tahun ini. Entah siapa yang mengusulkannya. Namun tentu saja antara Pelangi dan Hujan, menolaknya mentah-mentah. Mereka merasa tidak ada cocok-cocoknya menjadi pasangan paling serasi.  yang serasi. Tiap hari adanya bertengkar saja.

***

     Satu hari, Hujan beberapa hari tidak masuk sekolah. Entah dia sakit atau karena izin. 

“Aku kok jadi ngerasa sepi ya, terasa gersang gak ada hujan, hehe!” Pelangi bicara pada dirinya sendiri.

       Ada rindu yang tiba-tiba hadir dalam hatinya. Sering ia menampiknya, namun perasaan itu semakin dalam saja. Ah, masa iya dia merindukan ‘musuhnya’.

        Sepulang sekolah, Pelangi memutuskan untuk menelepon ke nomor kontak hujan.

“Hallo!” jawab Hujan di ujung sana.

“Heh, kenapa gak sekolah?”

“Heh, kamu telepon aku cuma mau marah-marah?!”

“Siapa yang marah-marah? Aku kan tanya!”

          Lihatlah, bahkan tanpa pertemuan pun masih sempat-sempatnya berantem. Telepon pun terpaksa diakhiri. Meskipun akhirnya, Pelangi merasa menyesal. Tak satu pun rasa penasarannya terjawab. Mereka malah asyik bertengkar sendiri.

***

     Dalam hati terdalam Hujan, dia senang. Ternyata Pelangi merasa kehilangan jika ia tak ada. Rasa senang itu memang belum lama muncul. 

     Tapi tiga tahun menjadi lawan debat Pelangi. Hujan menjadi yang paling mengerti siapa Pelangi. Luar dalam ia paham betul bagaimana Pelangi.

      Itulah kenapa mereka dinobatkan pasangan of the year. Dalam pertengkaran yang terjadi, mereka masih sering saling memperhatikan. Hujan sering memberikan roti keju kesukaan Pelangi. Kata Hujan, agar Pelangi punya energi untuk melawannya. Begitu juga Pelangi, kadang sering meninggalkan sebotol jus buah di meja kelas Hujan. Kata Pelangi, dia tidak mau lawannya itu jatuh sakit.

        Ah, keromantisan yang ajaib. Namun masing-masing dari mereka tak pernah ada yang benar-benar menyadari bagaimana perasaan satu sama lainnya. Entah esok lusa.

      Hujan kembali bersekolah. Sebenarnya ia tidak sakit. Ia sedang mempersiapkan kuliahnya di luar negeri. Dia belum cerita ke siapa-siapa. Termasuk pada Pelangi. Ada perasaan tak enak. Ia tak ingin berpisah dengan Pelangi.

***

    Namun rahasia itu tak mungkin terus ditutupi oleh Hujan dari Pelangi. Pada akhirnya, Pelangi pun tahu. Meskipun tidak langsung dari Hujan. Ada sedikit rasa kecewa. Kenapa Hujan tidak bercerita padanya. Apakah Hujan akan meninggalkan dirinya. 

“Kamu mau pergi gak cerita-cerita ya sama aku?”

“Heh, lain kali panggil Kak, kan enak didengarnya!”

“Haha, males banget!”

“Ih ni anak, iya, aku mau pergi, kenapa?”

“Kamu mau ninggalin aku?”

Mereka saling pandang. Entah apa yang ada di pikiran mereka masing-masing. Namun mata Pelangi tak dapat berbohong. Ada genangan di sana. 

Namun ia segera memalingkan wajah. 

“Terserah kamu aja sih!” lanjut Pelangi akhirnya.

Hujan pun menggenggam tangan Pelangi. Dia tak ingin berkata apa pun. Dia hanya ingin menggenggam tangan rivalnya selama tiga tahun. Rival yang paling dia sayangi. Dan mungkin rasa cinta itu pun sebentar lagi akan hadir.

***

      Sebelum kepergiannya ke luar negeri, Hujan ingin berdamai dengan Pelangi. Sebenarnya, yang terjadi selama ini, Hujan hanya senang menggoda Pelangi. Memancingnya marah. Dan menikmati ekspresi Pelangi yang judes. Menurut Hujan, Pelangi semakin terlihat cantik.

       Jadi Hujan ingin, sebelum kepergian nya, ia bisa meminta maaf pada Pelangi. Atas setiap ulah jahilnya. Ah, jarang sekali ia melihat senyum di bibir Pelangi. Sebelum ia pergi, ia ingin melihat tawa itu.

       Pelangi memperhatikan Hujan dari jauh. Dia melihat Hujan sedang duduk sendiri di pinggir lapangan basket. Dia ingin mendekati Hujan tapi kakinya sulit sekali melangkah. Dalam pikirannya banyak sekali yang ingin ia katakan pada Hujan. Tapi dia gak biasa berlemah lembut pada Hujan. Dia takut dibilang aneh. 

       Seperginya Pelangi, Hujan melihat punggung Pelangi yang berlalu. Dia pun mengejarnya dan meraih tangan Pelangi.

“Hei, mau kemana?”

“Hujan, aku, aku mau ke kelas!”

“Kamu dari mana emang, atau jangan-jangan kamu dari tadi berdiri di sini ya perhatiin aku!” goda Hujan pada Pelangi.

“Apaan sih, kege-eran banget!”

“Iya juga gpp kok, aku malah seneng!”

“Ih, kamu kenapa sih, sakit?” sambil tangannya menyentuh kening Hujan.

Hujan pun meraih tangan Pelangi dan meletakkan tangannya di dada Hujan. 

“Di sini yang sakit!”

Wajah Pelangi merona. Jantungnya jadi berdetak lebih cepat. Lekas dia menarik tangannya dari genggaman Hujan.

“Kenapa emang?” tanya pelangi

“Aku pasti bakal kangen banget sama kamu besok!”

“Ih, aku gak tuh!” sambil Pelangi berlalu meninggalkan Hujan.

         Dalam hati Hujan bertanya, apakah sikap Pelangi itu adalah sikap yang benar dari hatinya. Tak adakah sedikit kesedihan karena mereka akan berpisah. Meski mungkin mereka dapat bertemu lagi tapi jika tanpa ada kata-kata, apa mungkin hubungan mereka akan terjalin baik. 

         Pelangi pergi dengan hati yang tak karuan. Sungguh sesak menatap wajah Hujan. Dalam hati ia ingin memeluk kakak kelasnya itu. Tapi ia tidak mau dibilang norak oleh Hujan.

***

     Tak terasa, kepergian Hujan tinggal menghitung hati saja. Tapi obrolan antara Hujan dan Pelangi tak juga kunjung mereda tegangnya. Pelangi masih sulit untuk melawan gengsinya sendiri. Padahal sikap Hujan sudah sangat berubah. Dia sudah jarang menggodanya lagi. Dia berbicara dengan sangat baik.

       Pelangi melawan egonya sendiri. Dia tidak ingin menyiksa dirinya sendiri. Padahal Hujan sudah baik padanya. Tapi dia masih juga bersikap judes. Hari ini dia harus minta maaf pada Hujan.

“Hei!” sapa Pelangi pada Hujan yang sedang makan di kantin.

“Hei, mau makan?” 

“Gak, kamu aja, makan yang banyak, kamu kan mau pergi jauh!”

“Kamu sedih?”

Pelangi diam saja. Tangannya ia biarkan berada di genggaman Hujan. Matanya mulai terasa panas. 

“Maaf!”

“Maaf kenapa?”

“Ya maaf aja, aku masih selalu judes sama kamu!”

“Emangnya kenapa?”

“Ya aku gak mau, Kamu pergi tapi kita masih musuhan!”

“Akhirnya!” Hujan merasa senang sekali.

“Kenapa?”

“Aku seneng aja dengernya. Aku bisa pergi dengan tenang!”

“Ih, kayak yang gak akan balik aja sih ngomongnya?”

“Maunya gimana?”

“Aku mau kamu pergi dan pulang dengan selamat, belajar yang rajin, biar bisa ngalahin aku kalau berantem!”

“Iya-iya!” sambil Hujan menyentuh hidung Pelangi.

Membuah wajahnya berubah merah. Jantungnya kembali berdetak tak karuan.

***

     Dan hari kepergian itu pun tiba. Dalam ingin, Pelangi bisa mengantar Hujan ke airport. Tapi sayang Pelangi tak punya keberanian untuk melakukannya. Dia hanya bisa mengirimkan pesan. Mengucapkan selamat tinggal dan beberapa pesan lainnya.

       Hujan sedikit kecewa, tapi apa boleh buat. Dia tidak mau memaksakan kehendaknya. Jika hati Pelangi bisa jadi miliknya suatu hari nanti. Maka segalanya akan berjalan dengan baik. 

      Dalam hati pelangi, ingin bertemu dengan Hujan. Ya, ini masih pagi. Seharusnya masih ada waktu untuk ia bicara pada Hujan. Dengan memantapkan hati, Pelangi pun datang menemui Hujan di rumahnya. 

“Hey!”

“Hujan!”

“Iya, kok ke sini? Katanya gak bisa nganter aku?”

“Hmm!” Pelangi langsung memeluk hujan.

“Jangan pergi!” pinta Pelangi akhirnya dengan terisak.

Hujan pun membalas dekapan pelangi. Ia memeluk Pelangi dengan erat.

“Aku kan mau sekolah, jadi ya harus pergi!”

“Iya juga sih!” ah, sungguh malu Pelangi, dia langsung melepaskan pelukannya.

“Aku pasti pulang!”

“Iya, kamu hati-hati ya!”

“Iya, kamu juga!”

“Ya, udah aku pulang ya!”

“Eh, kok pulang, anterin aku ya!”

Pelangi tidak mau kelihatan sedih di hadapan Hujan.

“Pelangi, aku sayang sama kamu!” ucap Hujan dengan tulus.

Pelangi sungguh kaget mendengarnya. Hatinya tambah jadi gak karuan. Namun ia seperti ingin juga mengatakan hal yang sama pada Hujan. Tapi dia bingung bagaimana mengatakannya. Yang bisa dia lakukan hanya kembali memeluk erat Hujan. 

Dan mengucapkan hal yang sama di dalam hatinya, bahwa ia pun menyayangi Hujan. 

         Dan Hujan percaya, pelukan Pelangi adalah jawabannya yang baik untuknya. Ia pun bisa pergi dengan tenang. Belajar dengan baik. Dan pulang hanya untuk pelangi. Tak akan ada lagi pertengkaran dan gengsi yang menyelimuti. Mereka menjadi sepasang yang saling mencinta dan menyayangi.


Selesai
0
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.