- Beranda
- Stories from the Heart
AKU, KAMU, DAN LEMON : SETELAH SEMUANYA BERAKHIR
...
TS
beavermoon
AKU, KAMU, DAN LEMON : SETELAH SEMUANYA BERAKHIR
Setelah beberapa tahun memutuskan untuk beristirahat, akhirnya Beavermoon kembali untuk menyelesaikan apa yang seharusnya bisa diselesaikan lebih cepat.
Sedikit bercerita bahwa cerita ini adalah akhir dari serial Aku, Kamu, dan Lemon. Cerita ini tidak lagi mengisahkan tentang Bram, Widya, Dinda, dan yang lainnya. Cerita ini akan mengisahkan tentang sang penulis dari Aku, Kamu, dan Lemon setelah seri Buku Harian Airin berakhir. Bagaimana ia harus menjalani hidup setelah semuanya berakhir, bagaimana ia harus menyelesaikan dan menjelaskan semua cerita yang sudah ia tulis.
Lalu kenapa cerita ini masih menjadi bagian Aku, Kamu, dan Lemon jika sudah tidak ada lagi para tokoh utama dari cerita tersebut? Mungkin, apa yang dirasakan oleh sang penulis bisa menjadi penutup dari serial ini, dengan catatan telah mendapatkan izin dari beberapa orang yang "namanya" pernah tercantum di cerita sebelumnya.
Untuk kalian yang baru bergabung, mungkin bisa baca seri sebelumnya terlebih dahulu sebelum membaca seri terakhir ini.
AKU, KAMU, DAN LEMON
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
Dan bagi kalian yang sudah mengikuti dari seri pertama, selamat datang kembali. Semoga apa yang menjadi pertanyaan selama ini bisa terjawab, jika tidak terjawab maka lebih baik bertanya di kolom komentar. Satu info terakhir, seri ini akan update 3X dalam seminggu (Senin, Rabu, Jum'at) agar tidak terlalu lama. Enjoy!

Spoiler for Index:
Episode 1
Episode 2
Episode 3
Episode 4
Episode 5
Episode 6
Episode 7
Episode 8A
Episode 8B
Episode 9
Episode 10
Episode 11
Episode 12
Episode 13
Episode 14
Episode 15
Episode 16
Episode 17
Episode 18A
Episode 18B
Episode 19
Episode 20
Episode 21
Episode 22
Episode 23
Episode 24
Episode 25
Episode 26
Episode 27
Episode 28
Episode 29
Episode 30
Episode 31
Episode 32
Episode 33
Episode 34 (Finale)
Episode 35A (Extended)
Episode 35B (Extended)
Episode 2
Episode 3
Episode 4
Episode 5
Episode 6
Episode 7
Episode 8A
Episode 8B
Episode 9
Episode 10
Episode 11
Episode 12
Episode 13
Episode 14
Episode 15
Episode 16
Episode 17
Episode 18A
Episode 18B
Episode 19
Episode 20
Episode 21
Episode 22
Episode 23
Episode 24
Episode 25
Episode 26
Episode 27
Episode 28
Episode 29
Episode 30
Episode 31
Episode 32
Episode 33
Episode 34 (Finale)
Episode 35A (Extended)
Episode 35B (Extended)
Diubah oleh beavermoon 27-06-2020 18:27
i4munited dan 31 lainnya memberi reputasi
32
27.1K
Kutip
395
Balasan
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
beavermoon
#18
Spoiler for Episode 7:
Mobil terparkir dengan rapi, setelah itu aku dan Renata keluar dari mobil. Ku rogoh saku celanaku mencari kunci untuk membuka rolling doordan pintu ruko.
"Kok bisa lebih lama perbaikannya?" Tanya Renata.
"Iya ada barang yang harus dipesen dulu..." ckrek! ckrek! pintu rolling door terbuka, "jadinya harus nginep lebih lama lagi deh."
Kling! Bunyi khas pintu jika terbuka dari luar atau dari dalam. Aku mempersilahkan Renata untuk masuk terlebih dahulu, kemudian aku mengikutinya lalu berjalan menuju tempat biasa aku meletakan tas. Ku kenakan apron seperti biasa lalu membuka pintu belakang.
"Kamu nunggu di belakang aja dulu, aku mau beres-beres." Kataku.
"Mending aku bantuin kamu deh. Ada yang bisa aku kerjain?" Katanya.
"Eh jangan, biar aku aja. Ini emang tugas aku, kamu kan pelanggan Ren." Kataku.
"Adrian..."
Setelah mendengar perkataannya, kami saling beradu pandang. Hingga akhirnya aku mengizinkannya untuk membantuku walaupun aku sangat terpaksa menerimanya. Kami pun mulai dengan tugas kami masing-masing, aku dengan peralatan dan bahan-bahan sedangkan Renata membersihkan ruangan ini dan juga meja-mejanya. Sesekali aku melihat ke arahnya yang sedang sibuk menyapu, bahkan hal seperti itu bisa membuatku tersenyum entah kenapa. 15 menit sebelum kedai ini buka, Renata menghampiriku yang sedang berada di mesin kasir.
"Kok yang lain belum dateng?" Tanyanya.
"Bella harus ngurus apa ya tadi dia bilang di wh*tsapp grup aku lupa, harusnya Ferdi sih yang dateng pagi kalau gitu. Cuma ngga tau deh gimana jadinya." Jelasku.
"Kalau gitu ajarin aku mesin kasir ini deh biar aku bantuin." Pintanya.
"Renata..." aku memalingkan pandanganku dari mesin kasir menuju wajahnya, "kamu udah bantuin beres-beres tadi, aku ngga enak kalau kamu..."
"Adrian..."
Aku menghela nafas, kemudian aku berjalan melewati Renata menuju lemari. Ku buka lemari tersebut lalu ku ambil apron cadangan dari dalam. Aku kembali berjalan menuju Renata, ku pegang pundaknya lalu ku putar arah tubuhnya menjadi membelakangiku. Ku pakaikan apron yang tadi ku ambil, "Pakai ini biar ngga kotor bajunya."
Setelah itu kami mendekat ke arah mesin kasir. Aku mulai mengajarinya tentang bagaimana cara menggunakannya mulai dari yang paling awal hingga bagaimana cara berinteraksi dengan pelanggan yang datang.
"...jadi semisal antreannya cukup panjang, kita suruh dia nunggu dulu baru nanti dipanggil namanya." Kataku.
Renata pun menyanggupinya, hingga akhirnya tepat pukul 7 aku membuka kedai ini. Satu per satu pelanggan mulai berdatangan memesan minuman, tiket pun keluar satu per satu, aku mulai membuatkan pesanan mereka.
"Atas nama Dian..."
Aku menoleh ke arah Renata yang sedang memanggil pelanggan, setelah pesanan diambil ia sempat menatapku lalu kami berbalas senyum. Kami pun melanjutkan tugas kami, sesekali Renata pula yang mengantarkan pesanan ke meja pelanggan yang tentu saja membuatku merasa sungkan.
"Renata, next order biar aku aja yang anterin..."
"Adrian..." ia memotong perkataanku, "tiket kamu masih ada beberapa lagi, fokus ke sana aja biar aku yang anterin."
Aku hanya bisa mengiyakan perkataannya. Berlanjut ke tugas kami, aku pun melihat ke arah jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 9. Ferdi dan juga Bella belum datang, sesekali aku melihat ke arah parkiran yang mungkin saja aku menemukan mereka datang.
Tiba di penghujung morning rush, aku sudah selesai dengan tugasku begitu juga dengan Renata. Kami melihat secara bersamaan pelanggan yang sudah menempati kursi mereka masing-masing. Aku pun berjalan mengambil gelas yang diisi dengan es batu, lalu aku kembali ke mesin kopi.
"Ada pesanan lagi?" Tanya Renata.
Aku hanya menggelengkan kepala, kemudian aku membuat minuman lalu ku berikan padanya, "Buat kamu."
"Makasih..." Renata tersenyum, kemudian ia mulai meminum secara perlahan, "capek juga ya, aku ngga ngebayangin kamu, Ferdi atau Bella setiap hari begini."
"Awalnya kaget sih berasa banget capek, cuma lama kelamaan ya biasa jadinya. Bella juga sama, dia udah kebiasaan jadi ya santai aja ngejalaninnya." Kataku.
Renata mengangguk sambil meminum minumannya. Waktu terus berjalan hingga masuklah jam makan siang, tempat ini kembali ramai didatangi oleh para karyawan yang kantornya dekat atau tidak terlalu jauh dari sini. Tapi kadang-kadang ada juga orang yang datang dari tempat yang cukup jauh hanya untuk sekedar mampir di sini.
Aku masih berkutat dengan mesin kopi ini, sedangkan saat ini Renata sedang berada di tempat cuci. Aku melihat ke arahnya, ia sibuk dengan pekerjaannya. Sesekali ia menyeka keningnya dengan lengan yang membuatku ingin menghentikannya, tapi pasti ia akan menolaknya mentah-mentah.
Renata pun sudah menyelesaikan tugasnya, ia pun berdiri di sampingku. Aku dapat melihat raut wajahnya yang nampak kelelahan. Aku memukul-mukul pundaknya secara pelan yang membuatnya sedikit terkejut, "Makasih ya Ren udah mau bantuin."
"Nggapapa, ini juga pengalaman baru buat aku. Capek sih cuma seru juga ternyata..." Ia menatapku, "makasih juga ya udah dibolehin bantuin."
Kling!
Ferdi dan Bella masuk dengan terburu-buru, aku melihat ke arah jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 4 sore. Mereka meletakkan tas pada tempatnya lalu mengenakan apron sambil berjalan dengan cepat menuju tempat aku dan Renata berada.
"Ka Renata, Mas Adrian, maaf banget terlambat. Maaf maaf jadi ngerepotin, tadi aku abis ngurusin surat di Walikota terus..."
"Bella..." Renata memotong pembicaraannya, "santai, tarik nafas biar tenang."
"Gue jadi ngga enak nih Renata harus bantuin, gue pikir lu buka sendirian atau malah nutup. Sorry banget sorry." Ucap Ferdi.
"Sama aja yang ini, kalau ngomong jangan lupa nafas. Lagian juga udah kejadian ini." Kataku.
"Yaudah lu istirahat deh sama Renata, gue sama Bella yang handle sampai closing nanti. Ngga enak gue beneran. Gue ngabarin lu ngga bisa-bisa, ngga bawa handphone lu ya?" Kata Ferdi.
"Handphone?..." aku melihat sekeliling meja, "oh gue simpen di laci."
Aku pun mengajak Renata untuk beristirahat di halaman belakang. Renata sudah berjalan terlebih dahulu, Ferdi menahanku lalu berkata pelan, "Kok Renata bisa bantuin? Terus balesnya gimana nih?"
"Dia nekat mau bantuin pas tau gue sendirian, kalau itu lu yang atur deh gue ngga paham enaknya gimana." Kataku.
Aku pun berlalu meninggalkan Bella dan Ferdi menuju halaman belakang. Sebelumnya, aku mengambil botol minuman untuk ku bawa dan ku berikan pada Renata. Ia sudah duduk menyandarkan diri pada tembok.
"Kamu mau makan?" Tanyaku.
"Aku ikut kamu aja deh." Jawabnya.
"Jangan.." aku duduk di sampingnya, "aku ngga pernah makan siang kalau lagi kerja."
"Serius? Kamu ngga capek emang?" Tanyanya.
Aku mengangguk sambil meminum minuman botolan, tak lama berselang datanglah Bella membawa piring berisi makanan.
"Ka Renata, ini dimakan ya."
Renata menerima piring tersebut, "Ini roti apa Bel?"
"Peanut butter, sama saus coklat dan kacang almond." Kataku.
"Ngomong-ngomong, emang bener Adrian ngga pernah makan siang di sini?" Tanya Renata.
"Betul banget itu Ka, Mas Adrian ngga pernah makan siang katanya bikin ngantuk terus males buat kerja lagi." Jawab Bella.
Bella pun kembali ke dalam meninggalkan aku dan Renata. Renata masih tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar dengan menatapku cukup heran.
"Kamu kuat juga ya berarti kalau ngga makan siang dengan kerjaan kayak tadi." Kata Renata.
"Hm..." ku nyalakan sebatang rokok yang ada di tangan, "ya gitu deh."
"Kalau gitu ini kita makan berdua aja deh, masa iya aku doang yang makan." Ucapnya.
Ku hembuskan asap dari mulut yang menghilang tertiup oleh angin, "Fun fact, aku... ngga bisa makan cokelat."
"Kamu serius?" Tanyanya dengan mata yang terbuka lebar.
"Iya serius, aku ceritain deh. Jadi..."
Aku mulai bercerita, Renata menyaksikan dengan seksama. Sesekali ia memakan makanan tersebut dan juga ia menanyakan perihal lain kepadaku. Makanannya pun habis, kami menyempatkan untuk merokok sebentar lagi. Tak terasa sudah satu jam kami berada di halaman belakang, hingga kami memutuskan untuk kembali masuk dan membantu Ferdi dan Renata.
"Eh mereka masuk lagi, udah berdua balik sana gantian kita yang di sini." Kata Ferdi.
"Jangan belagak gila, gue kerja di sini emang tugas. Nah kalau Renata baru deh." Kataku.
"Eh aku beneran ngga enak sama Ka Renata jadi harus bantuin Mas Adrian." Kata Bella sekembali dari meja pelanggan.
"Udah nggapapa kok Bel, aku juga seneng kok bisa punya pengalaman baru bantuin Adrian. Aku masih boleh bantuin kan buat hari ini?" Katanya.
Aku memberikan isyarat kepada Ferdi untuk menyetujuinya, Renata pun akhirnya membagi tugas dengan Bella. Waktu terus berjalan, sesekali aku melihat ke arah Renata yang sedang membersihkan meja.
"Eh..." Ferdi mendekatiku, "mau ngasih Renata berapa ya?"
"Ya samain aja kayak yang pernah magang dulu di sini Fer, kenapa bingung?" Kataku.
"Kok gue ngerasa ngga enak ya? Apa gara-gara udah kenal?" Tanyanya.
"Mungkin sih. Udah samain aja nggapapa, dia juga pasti mau nerima kok percaya sama gue." Kataku.
Pukul 9 malam, kami memutuskan untuk tutup lebih awal karena sudah tidak ada lagi pelanggan yang datang. Selesai membereskan barang-barang, kami pun keluar lalu menyempatkan untuk duduk di teras ruko.
"Renata..." Ferdi menyerahkan amplop putih padanya, "buat hari ini karena udah bantuin Adrian."
"Eh ngga usah, aku cuma bantuin Adrian aja kok." Kata Renata menolak.
"Kalau ditolak malah kita yang ngga enak Ka Renata." Kata Bella.
"Beneran deh aku nggapapa, aku pun juga kalau nerima itu malah ngga enak sama kalian." Sanggah Renata.
"Adrian, gimana nih?" Tanya Ferdi.
Ku hembuskan asap putih dari mulut, "Beli makanan aja lah, gue laper pengen makan nasi goreng."
"Yeh orang buat Renata kok malah lu yang minta dibeliin." Kata Ferdi.
"Bener juga kata Adrian, uangnya dibeliin makanan aja buat kita. Jadi sama-sama enak ngga ada yang dirugiin." Kata Renata.
"Kan gue bilang juga apa..." aku mendorong kepala Ferdi pelan, "batu banget dibilangin."
"Kampret!" Teriak Ferdi.
Aku pun berlari menghindar dari kejaran Ferdi, Renata dan Bella hanya bisa tertawa melihat tingkah kami. Kegiatan kami pun berlanjut dengan makan malam di seberang ruko, pedagang nasi goreng yang biasa kami kunjungi. Makan pun di mulai, tidak banyak yang kami bicarakan saat ini.
"Eh Renata, gimana kalau kamu bantuin Adrian buat acara di x?" Tanya Ferdi.
Uhuk! Uhuk! Aku tersedak makanan, aku meraih gelas berisi air secepat mungkin lalu meminumnya. Renata berusaha membantuku dengan menepuk pundakku beberapa kali.
"Mas Adrian kenapa?" Tanya Bella.
Aku menggelengkan kepalaku beberapa kali, "Jangan Renata lah, coba cari yang lain aja Fer."
"Loh emang kenapa sama Renata?" Tanya Ferdi lagi.
"Bayangin aja acara segede itu pasti bakalan capek banget, kasian Renata." Kataku.
"Apa bedanya sama tadi? Sama aja kan?"
Aku terdiam mendengar perkataan Ferdi. Jika ku pikir memang tidak ada bedanya antara Renata membantuku untuk acara tersebut dengan Renata membantuku di kedai hari ini.
"Kedengarannya oke, aku mau kok bantuin lagi buat acara itu." Katanya.
"Cocok! Kalo gitu gue bilang dulu sama Vero." Kata Ferdi.
Selesai dengan makan, kami pun berpisah. Aku dan Renata, di dalam mobil menuju perjalanan pulang ke rumahku. 30 menit berlalu hingga kami tiba di rumahku.
"Adrian, aku boleh numpang kamar mandi? Kebelet." Katanya.
Kami turun dari mobil lalu masuk ke dalam rumah. Renata pun bergegas masuk ke dalam kamar mandi. Aku duduk di ruang tamu dengan rokok yang sudah menyala di tangan kanan. Tak lama berselang Renata keluar dari kamar mandi, kemudian ia duduk di sampingku.
"Adrian..."
Aku menoleh ke arahnya, ia sedang menyalakan sebatang rokok yang ia ambil dari dalam tas kecilnya.
"Aku boleh kan bantuin kamu di acara itu?" Tanyanya.
"Boleh kok, kenapa?" Kataku.
"Aku ngerasa kayaknya tadi egois aja maksa buat bantuin kamu, padahal kamu belum tentu setuju." Katanya.
Aku tersenyum menanggapinya, "Lagian juga kamu bakalan protes kalau ngga disetujuin, ya kan?"
Ia tertawa pelan, "Aku keras kepala ya?"
Aku hanya bisa tersenyum sambil mengangkat kedua bahuku. Mungkin memang Renata keras kepala, namun itu membuatnya menjadi seseorang yang punya daya tarik tersendiri bagiku.
"Eh iya aku kan mau bantuin kamu buat acara..."
Aku pun kembali menatapnya.
"Besok aku boleh bantuin lagi kan?"
***
"Kok bisa lebih lama perbaikannya?" Tanya Renata.
"Iya ada barang yang harus dipesen dulu..." ckrek! ckrek! pintu rolling door terbuka, "jadinya harus nginep lebih lama lagi deh."
Kling! Bunyi khas pintu jika terbuka dari luar atau dari dalam. Aku mempersilahkan Renata untuk masuk terlebih dahulu, kemudian aku mengikutinya lalu berjalan menuju tempat biasa aku meletakan tas. Ku kenakan apron seperti biasa lalu membuka pintu belakang.
"Kamu nunggu di belakang aja dulu, aku mau beres-beres." Kataku.
"Mending aku bantuin kamu deh. Ada yang bisa aku kerjain?" Katanya.
"Eh jangan, biar aku aja. Ini emang tugas aku, kamu kan pelanggan Ren." Kataku.
"Adrian..."
Setelah mendengar perkataannya, kami saling beradu pandang. Hingga akhirnya aku mengizinkannya untuk membantuku walaupun aku sangat terpaksa menerimanya. Kami pun mulai dengan tugas kami masing-masing, aku dengan peralatan dan bahan-bahan sedangkan Renata membersihkan ruangan ini dan juga meja-mejanya. Sesekali aku melihat ke arahnya yang sedang sibuk menyapu, bahkan hal seperti itu bisa membuatku tersenyum entah kenapa. 15 menit sebelum kedai ini buka, Renata menghampiriku yang sedang berada di mesin kasir.
"Kok yang lain belum dateng?" Tanyanya.
"Bella harus ngurus apa ya tadi dia bilang di wh*tsapp grup aku lupa, harusnya Ferdi sih yang dateng pagi kalau gitu. Cuma ngga tau deh gimana jadinya." Jelasku.
"Kalau gitu ajarin aku mesin kasir ini deh biar aku bantuin." Pintanya.
"Renata..." aku memalingkan pandanganku dari mesin kasir menuju wajahnya, "kamu udah bantuin beres-beres tadi, aku ngga enak kalau kamu..."
"Adrian..."
Aku menghela nafas, kemudian aku berjalan melewati Renata menuju lemari. Ku buka lemari tersebut lalu ku ambil apron cadangan dari dalam. Aku kembali berjalan menuju Renata, ku pegang pundaknya lalu ku putar arah tubuhnya menjadi membelakangiku. Ku pakaikan apron yang tadi ku ambil, "Pakai ini biar ngga kotor bajunya."
Setelah itu kami mendekat ke arah mesin kasir. Aku mulai mengajarinya tentang bagaimana cara menggunakannya mulai dari yang paling awal hingga bagaimana cara berinteraksi dengan pelanggan yang datang.
"...jadi semisal antreannya cukup panjang, kita suruh dia nunggu dulu baru nanti dipanggil namanya." Kataku.
Renata pun menyanggupinya, hingga akhirnya tepat pukul 7 aku membuka kedai ini. Satu per satu pelanggan mulai berdatangan memesan minuman, tiket pun keluar satu per satu, aku mulai membuatkan pesanan mereka.
"Atas nama Dian..."
Aku menoleh ke arah Renata yang sedang memanggil pelanggan, setelah pesanan diambil ia sempat menatapku lalu kami berbalas senyum. Kami pun melanjutkan tugas kami, sesekali Renata pula yang mengantarkan pesanan ke meja pelanggan yang tentu saja membuatku merasa sungkan.
"Renata, next order biar aku aja yang anterin..."
"Adrian..." ia memotong perkataanku, "tiket kamu masih ada beberapa lagi, fokus ke sana aja biar aku yang anterin."
Aku hanya bisa mengiyakan perkataannya. Berlanjut ke tugas kami, aku pun melihat ke arah jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 9. Ferdi dan juga Bella belum datang, sesekali aku melihat ke arah parkiran yang mungkin saja aku menemukan mereka datang.
Tiba di penghujung morning rush, aku sudah selesai dengan tugasku begitu juga dengan Renata. Kami melihat secara bersamaan pelanggan yang sudah menempati kursi mereka masing-masing. Aku pun berjalan mengambil gelas yang diisi dengan es batu, lalu aku kembali ke mesin kopi.
"Ada pesanan lagi?" Tanya Renata.
Aku hanya menggelengkan kepala, kemudian aku membuat minuman lalu ku berikan padanya, "Buat kamu."
"Makasih..." Renata tersenyum, kemudian ia mulai meminum secara perlahan, "capek juga ya, aku ngga ngebayangin kamu, Ferdi atau Bella setiap hari begini."
"Awalnya kaget sih berasa banget capek, cuma lama kelamaan ya biasa jadinya. Bella juga sama, dia udah kebiasaan jadi ya santai aja ngejalaninnya." Kataku.
Renata mengangguk sambil meminum minumannya. Waktu terus berjalan hingga masuklah jam makan siang, tempat ini kembali ramai didatangi oleh para karyawan yang kantornya dekat atau tidak terlalu jauh dari sini. Tapi kadang-kadang ada juga orang yang datang dari tempat yang cukup jauh hanya untuk sekedar mampir di sini.
Aku masih berkutat dengan mesin kopi ini, sedangkan saat ini Renata sedang berada di tempat cuci. Aku melihat ke arahnya, ia sibuk dengan pekerjaannya. Sesekali ia menyeka keningnya dengan lengan yang membuatku ingin menghentikannya, tapi pasti ia akan menolaknya mentah-mentah.
Renata pun sudah menyelesaikan tugasnya, ia pun berdiri di sampingku. Aku dapat melihat raut wajahnya yang nampak kelelahan. Aku memukul-mukul pundaknya secara pelan yang membuatnya sedikit terkejut, "Makasih ya Ren udah mau bantuin."
"Nggapapa, ini juga pengalaman baru buat aku. Capek sih cuma seru juga ternyata..." Ia menatapku, "makasih juga ya udah dibolehin bantuin."
Kling!
Ferdi dan Bella masuk dengan terburu-buru, aku melihat ke arah jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 4 sore. Mereka meletakkan tas pada tempatnya lalu mengenakan apron sambil berjalan dengan cepat menuju tempat aku dan Renata berada.
"Ka Renata, Mas Adrian, maaf banget terlambat. Maaf maaf jadi ngerepotin, tadi aku abis ngurusin surat di Walikota terus..."
"Bella..." Renata memotong pembicaraannya, "santai, tarik nafas biar tenang."
"Gue jadi ngga enak nih Renata harus bantuin, gue pikir lu buka sendirian atau malah nutup. Sorry banget sorry." Ucap Ferdi.
"Sama aja yang ini, kalau ngomong jangan lupa nafas. Lagian juga udah kejadian ini." Kataku.
"Yaudah lu istirahat deh sama Renata, gue sama Bella yang handle sampai closing nanti. Ngga enak gue beneran. Gue ngabarin lu ngga bisa-bisa, ngga bawa handphone lu ya?" Kata Ferdi.
"Handphone?..." aku melihat sekeliling meja, "oh gue simpen di laci."
Aku pun mengajak Renata untuk beristirahat di halaman belakang. Renata sudah berjalan terlebih dahulu, Ferdi menahanku lalu berkata pelan, "Kok Renata bisa bantuin? Terus balesnya gimana nih?"
"Dia nekat mau bantuin pas tau gue sendirian, kalau itu lu yang atur deh gue ngga paham enaknya gimana." Kataku.
Aku pun berlalu meninggalkan Bella dan Ferdi menuju halaman belakang. Sebelumnya, aku mengambil botol minuman untuk ku bawa dan ku berikan pada Renata. Ia sudah duduk menyandarkan diri pada tembok.
"Kamu mau makan?" Tanyaku.
"Aku ikut kamu aja deh." Jawabnya.
"Jangan.." aku duduk di sampingnya, "aku ngga pernah makan siang kalau lagi kerja."
"Serius? Kamu ngga capek emang?" Tanyanya.
Aku mengangguk sambil meminum minuman botolan, tak lama berselang datanglah Bella membawa piring berisi makanan.
"Ka Renata, ini dimakan ya."
Renata menerima piring tersebut, "Ini roti apa Bel?"
"Peanut butter, sama saus coklat dan kacang almond." Kataku.
"Ngomong-ngomong, emang bener Adrian ngga pernah makan siang di sini?" Tanya Renata.
"Betul banget itu Ka, Mas Adrian ngga pernah makan siang katanya bikin ngantuk terus males buat kerja lagi." Jawab Bella.
Bella pun kembali ke dalam meninggalkan aku dan Renata. Renata masih tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar dengan menatapku cukup heran.
"Kamu kuat juga ya berarti kalau ngga makan siang dengan kerjaan kayak tadi." Kata Renata.
"Hm..." ku nyalakan sebatang rokok yang ada di tangan, "ya gitu deh."
"Kalau gitu ini kita makan berdua aja deh, masa iya aku doang yang makan." Ucapnya.
Ku hembuskan asap dari mulut yang menghilang tertiup oleh angin, "Fun fact, aku... ngga bisa makan cokelat."
"Kamu serius?" Tanyanya dengan mata yang terbuka lebar.
"Iya serius, aku ceritain deh. Jadi..."
Aku mulai bercerita, Renata menyaksikan dengan seksama. Sesekali ia memakan makanan tersebut dan juga ia menanyakan perihal lain kepadaku. Makanannya pun habis, kami menyempatkan untuk merokok sebentar lagi. Tak terasa sudah satu jam kami berada di halaman belakang, hingga kami memutuskan untuk kembali masuk dan membantu Ferdi dan Renata.
"Eh mereka masuk lagi, udah berdua balik sana gantian kita yang di sini." Kata Ferdi.
"Jangan belagak gila, gue kerja di sini emang tugas. Nah kalau Renata baru deh." Kataku.
"Eh aku beneran ngga enak sama Ka Renata jadi harus bantuin Mas Adrian." Kata Bella sekembali dari meja pelanggan.
"Udah nggapapa kok Bel, aku juga seneng kok bisa punya pengalaman baru bantuin Adrian. Aku masih boleh bantuin kan buat hari ini?" Katanya.
Aku memberikan isyarat kepada Ferdi untuk menyetujuinya, Renata pun akhirnya membagi tugas dengan Bella. Waktu terus berjalan, sesekali aku melihat ke arah Renata yang sedang membersihkan meja.
"Eh..." Ferdi mendekatiku, "mau ngasih Renata berapa ya?"
"Ya samain aja kayak yang pernah magang dulu di sini Fer, kenapa bingung?" Kataku.
"Kok gue ngerasa ngga enak ya? Apa gara-gara udah kenal?" Tanyanya.
"Mungkin sih. Udah samain aja nggapapa, dia juga pasti mau nerima kok percaya sama gue." Kataku.
Pukul 9 malam, kami memutuskan untuk tutup lebih awal karena sudah tidak ada lagi pelanggan yang datang. Selesai membereskan barang-barang, kami pun keluar lalu menyempatkan untuk duduk di teras ruko.
"Renata..." Ferdi menyerahkan amplop putih padanya, "buat hari ini karena udah bantuin Adrian."
"Eh ngga usah, aku cuma bantuin Adrian aja kok." Kata Renata menolak.
"Kalau ditolak malah kita yang ngga enak Ka Renata." Kata Bella.
"Beneran deh aku nggapapa, aku pun juga kalau nerima itu malah ngga enak sama kalian." Sanggah Renata.
"Adrian, gimana nih?" Tanya Ferdi.
Ku hembuskan asap putih dari mulut, "Beli makanan aja lah, gue laper pengen makan nasi goreng."
"Yeh orang buat Renata kok malah lu yang minta dibeliin." Kata Ferdi.
"Bener juga kata Adrian, uangnya dibeliin makanan aja buat kita. Jadi sama-sama enak ngga ada yang dirugiin." Kata Renata.
"Kan gue bilang juga apa..." aku mendorong kepala Ferdi pelan, "batu banget dibilangin."
"Kampret!" Teriak Ferdi.
Aku pun berlari menghindar dari kejaran Ferdi, Renata dan Bella hanya bisa tertawa melihat tingkah kami. Kegiatan kami pun berlanjut dengan makan malam di seberang ruko, pedagang nasi goreng yang biasa kami kunjungi. Makan pun di mulai, tidak banyak yang kami bicarakan saat ini.
"Eh Renata, gimana kalau kamu bantuin Adrian buat acara di x?" Tanya Ferdi.
Uhuk! Uhuk! Aku tersedak makanan, aku meraih gelas berisi air secepat mungkin lalu meminumnya. Renata berusaha membantuku dengan menepuk pundakku beberapa kali.
"Mas Adrian kenapa?" Tanya Bella.
Aku menggelengkan kepalaku beberapa kali, "Jangan Renata lah, coba cari yang lain aja Fer."
"Loh emang kenapa sama Renata?" Tanya Ferdi lagi.
"Bayangin aja acara segede itu pasti bakalan capek banget, kasian Renata." Kataku.
"Apa bedanya sama tadi? Sama aja kan?"
Aku terdiam mendengar perkataan Ferdi. Jika ku pikir memang tidak ada bedanya antara Renata membantuku untuk acara tersebut dengan Renata membantuku di kedai hari ini.
"Kedengarannya oke, aku mau kok bantuin lagi buat acara itu." Katanya.
"Cocok! Kalo gitu gue bilang dulu sama Vero." Kata Ferdi.
Selesai dengan makan, kami pun berpisah. Aku dan Renata, di dalam mobil menuju perjalanan pulang ke rumahku. 30 menit berlalu hingga kami tiba di rumahku.
"Adrian, aku boleh numpang kamar mandi? Kebelet." Katanya.
Kami turun dari mobil lalu masuk ke dalam rumah. Renata pun bergegas masuk ke dalam kamar mandi. Aku duduk di ruang tamu dengan rokok yang sudah menyala di tangan kanan. Tak lama berselang Renata keluar dari kamar mandi, kemudian ia duduk di sampingku.
"Adrian..."
Aku menoleh ke arahnya, ia sedang menyalakan sebatang rokok yang ia ambil dari dalam tas kecilnya.
"Aku boleh kan bantuin kamu di acara itu?" Tanyanya.
"Boleh kok, kenapa?" Kataku.
"Aku ngerasa kayaknya tadi egois aja maksa buat bantuin kamu, padahal kamu belum tentu setuju." Katanya.
Aku tersenyum menanggapinya, "Lagian juga kamu bakalan protes kalau ngga disetujuin, ya kan?"
Ia tertawa pelan, "Aku keras kepala ya?"
Aku hanya bisa tersenyum sambil mengangkat kedua bahuku. Mungkin memang Renata keras kepala, namun itu membuatnya menjadi seseorang yang punya daya tarik tersendiri bagiku.
"Eh iya aku kan mau bantuin kamu buat acara..."
Aku pun kembali menatapnya.
"Besok aku boleh bantuin lagi kan?"
***
Diubah oleh beavermoon 17-02-2020 14:23
oktavp dan 6 lainnya memberi reputasi
7
Kutip
Balas