Kaskus

Story

agityunitaAvatar border
TS
agityunita
[JTPH] Bertemu Cinta Pertama
    

[JTPH] Bertemu Cinta Pertama 


Bertemu Cinta Pertama 




     Apa yang kau tahu tentang cinta pertama. Apa ia sebuah rasa yang indah atau sesuatu yang menyakitkan? Tapi kenapa semua orang sepertinya senang sekali menceritakan cinta pertama mereka. Meskipun mereka bilang cinta pertama itu tidak selalu berakhir bersama. Tetapi tetap saja cinta namanya. 

     Dan apakah semua orang harus merasakan cinta pertama? Dimana kebanyakan orang bercerita bahwa pertama kali mereka jatuh pada cinta adalah saat mereka masih duduk di bangku sekolah. Terutama SMA.

     Tapi tidak dengan Aira. Sampai usianya menginjak 20 tahun. Ia masih bertanya-tanya bagaimana rasanya cinta pertama itu. Bukan Aira anak yang tertutup. Kawannya banyak, laki-laki ataupun perempuan. Tapi soal siapa yang bisa menjatuhkan hatinya pada cinta, belum ada. 

***

     “Maaf mas, ada apa ya?”

     “Tuch, temen lo, nganterin menu salah melulu!”

     “Oh, biar saya ganti ya mas?” 

     “Gak usah, gue udah gak mood makan di sini!” Si lelaki itu pun pergi meninggalkan cafe.

      Eh, apa nih?

       Aira menemukan buku di atas meja. Oh, apa ini punya laki-laki tadi ya? tanya Aira dalam hatinya. Dia pun langsung membawa buku tersebut. Dan menaruhnya di meja kasir. Siapa tahu si pemilik buku kembali karena sadar ada yang tertinggal.

       Sore harinya, Aira pun memutuskan untuk membawa pulang buku yang tertinggal itu. Ia takut, buku itu dibuang oleh pelayan kafe yang lain. Karena berpikir itu buku yang tidak terpakai. 

***

        Keesokan harinya, 

        Buku yang ternyata berisi sketsa-sketsa gambar itu, Aira bawa serta dalam tasnya, saat kuliah hari ini. Dia berpikir, siapa tahu lelaki itu datang lagi ke cafe tempatnya bekerja. 

         Sesampainya di kampus…

Aira segera bergegas masuk ke kelas. Tapi sebelum sampai di kelasnya, sekilas ia melihat seseorang. Seseorang yang dia hafal cara bicaranya. Lebih tepatnya cara marah-marahnya.

Ah, dia itu kan?

         Iya, dia adalah laki-laki yang sama dengan yang kemarin marah-marah di kafe. Aira jadi greget deh, liat orang kok senengnya marah-marah gitu.

        Tanpa Aira sadari, ia mendekati laki-laki yang sedang bertengkar dengan kawannya itu. Dan dengan beraninya Aira langsung menarik tangannya dan membawa jauh lelaki itu dari pertengkarannya. 

     “Hey, hey, berhenti, kamu mau bawa aku kemana?”

      Eh, Aira langsung berhenti dan menoleh pada orang yang sedang ia genggam tangannya. Dengan cepat Aira melepas gandengannya. 

      Ya, ampun, aku ngapain sih? Sesal Aira sambil memukul keningnya. 

       “Heh, ngapain kamu narik-narik tangan aku, kalau mau kenalan itu bilang baik-baik kali, gak usah culik aku kayak gini!”

       “Apa, kenalan, siapa yang mau kenalan sama kamu, tadi itu, tadi itu… Aku cuma kesel lihat kamu berisik, jadi kamu mau aku buang ke situ!” sambil Aira menunjuk kolam ikan kecil yang tidak jauh dari mereka berdiri. 

Laki-laki itu malah tertawa.

      “Heh, kok malah ketawa, harusnya kamu takut!” 

      “Takut, nih, aku malah rela dilempar ke situ sama perempuan galak semanis kamu!” Yang dibilang manis langsung merasa panas mukanya, Aira pun memutuskan untuk pergi. Ia tidak mau laki-laki itu melihat muka merahnya.

      “Hey, kok malah pergi sich?”

***

         Akhirnya, selesai juga kuliah hari ini. Sebelum menuju ke cafe, Aira memutuskan untuk makan dulu di kantin kampus nya.  

          Tiba-tiba, Seseorang datang seperti habis berlari jauh dan meminum habis es jeruk yang di pesan Aira.

       “Hey, itu kan punya aku?!”

       “Oh, ya ampun, sorry-sorry, habis haus banget sih, aku pesenin lagi ya!’

Laki-laki itu, tidak lain adalah yang tadi pagi Aira tarik tangannya. Tiba-tiba, irama jantung Aira jadi tidak karuan.

      “Hey, kok malah bengong?” 

      “Eh, gak kok!” Aira pun memutuskan untuk pergi saja. Meskipun bakso yang dia makan belum habis.

      “Hey, mau kemana? Tuh baksonya belum habis, kasihan kan, lagian aku kan baru pesan es jeruk lagi, masa harus aku yang ngabisin?”

       Iya juga sih, sayang banget bakso nya, aku juga masih lapar… tapi…

Aira pun duduk kembali, dan meneruskan makan baksonya. Dan ia teringat pada buku sketsa itu.

      “Hey, ini, ini punya kamu kan?”

      “Apa?” 

      “Ini buku kamu kan, kemarin ketinggalan di cafe!” 

      “Oh, ya ampun, aku pikir ilang, makasih ya!”

      “Iya, sama-sama!”

      “Kamu lihat-lihat ya isinya?”

      “Eh, emang gak boleh ya, ya ampun maaf ya!” Aira langsung panik. 

Laki-laki itu malah tertawa. Ia senang melihat wajah Aira yang panik seperti itu.

     “Kamu ngerjain aku ya?”

    “Haha, siapa yang ngerjain kamu, aku kan cuma nanya, ya kalau kamu buka-buka juga gak apa-apa. Aku kan gak bilang gak bokeh!”.

      Iya juga sih, Aira jadi malu sendiri. Ia langsung segera menghabiskan makanan dan minumnya. Dia merasa tidak bisa lama-lama dekat dengan laki-laki ini, bisa sesak nafasnya. 

      “Ya udah, aku duluan!” 

      “Eh, kamu mau ke cafe?”

      “Iya!”

      “Aku ikut!”

Aira tidak bisa melarang laki-laki itu untuk mengikutinya. Dan membuat kerja Aira jadi tidak tenang. Ia seperti merasa terus diperhatikan. Iya, laki-laki itu terus memperhatikannya. Baru saja mereka beradu pandang. Dan laki-laki itu tersenyum ke arahnya.

     “Hey, kamu gak akan pulang?” Aira memberanikan diri bertanya pada laki-laki itu.  

     “Aku kan mau pulang bareng kamu!” 

     “Kok, kenapa?” 

     “Ya gak apa-apa, atau udah ada yang jemput kamu pulang ya? Tapi kayaknya sih gak ada, aku perhatiin kamu kemana-mana sendiri, pasti masih jomblo, hehe!”

     “Kamu suka ngikutin aku ya?”

     “Haha, ngapain, aku kan suka nongkrong di cafe ini, kamu aja yang gak pernah sadar ada cowok seganteng aku duduk di sini!”

      “Ih, pede banget sih!” Aira pun berlalu, ia meninggalkan lelaki yang tertawa itu. Sebentar lagi memang waktunya pulang. 

       Kafe pun tutup dan Aira tidak mendapati laki-laki itu di kursinya. Baguslah, dia pulang duluan. Aira pun ke luar dari cafe.

       “Hey, nyari aku ya!”

Aira kaget, tiba-tiba laki-laki itu ada di hadapannya. Memberikan senyumannya yang manis. Oh, ya ampun, jantung Aira kembali berdetak tak karuan. 

      “Gak, kok, siapa yang nyariin kamu, malah aku seneng kalo kamu udah pulang!” 

      “Oh gitu ya, tapi muka kamu kayak yang seneng lho liat aku!”

Aira segera mengusap wajahnya. Ia jadi salah tingkah, ah ya ampun. Siapa sih laki-laki ini?

        Tanpa ada yang mengiyakan atau menolak. Mereka pun pulang bersama. Naik bus kota. Aira sudah biasa.

***

         Dan sejak saat itu, entah kenapa mereka jadi dekat. Ah, bukan berarti Aira berani lama-lama menatap wajah laki-laki yang ternyata bernama Nandy itu. Nandy yang selalu dengan senang hati menemani Aira, meski Aira tidak pernah memintanya. Dia yang lebih banyak bercerita daripada Aira. 

         Hingga lama-lama, Aira pun merasakan keberadaan Nandy di dekatnya memberi warna baru dalam hari-harinya. Ia sudah tidak merasa canggung lagi. Meskipun wajahnya tetap merah jika beradu pandang dengan Nandy. 

         Apakah Aira sedang jatuh Cinta?

         Jika iya, ini adalah cinta pertamanya. Tapi Aira masih mencoba menampik itu. Dia merasa, Nandy teman yang baik. Meski dia memang tampan. 

Hingga beberapa bulan kemudian….

         “Ra, besok kamu ada acara gak?”

         “Besok, hari minggu ya, kayaknya sih gak, emangnya kenapa?”

         “Besok aku ingin ngajak kamu jalan-jalan, gimana?” 

         “Kemana?”

         “Ya kemana aja, namanya juga jalan-jalan, mau ya!”

         Nandy menggenggam tangan Aira. Yang dipegang tangannya cuma masang wajah merah dan mengangguk perlahan.

         Dan besoknya, mereka pun jalan-jalan. Nandy menggunakan motornya menjemput Aira sekitar pukul 7 pagi.

        “Nan, ini masih pagi lho, dan ini hari minggu, aku masih ngantuk!”

         “Tapi kamu udah mandi kan?” goda Nandy pada Aira dan Ia mendapatkan dorongan lembut dari Aira.

          Mereka pun pergi meninggalkan rumah Aira. Entah mereka mau kemana. 

          Tadi malam, sebelum tidur, Aira memikirkan perasaannya pada Nandy. Dia menerka-nerka, apakah ia menyukai Nandy. Dan itu membuat Naira senyum-senyum sendiri. Dan dia berjanji akan menyimpan ini sendiri saja. Nandy tidak perlu tahu. Aira tidak mau, pertemanan nya dengan Nandy jadi berantakan. Hanya karena perkara jatuh cintanya itu.

         Dan sampailah mereka, di sebuah pantai. Aira yang sedari tadi asyik dengan pikirannya sendiri. Tidak menyangka akan dibawa oleh Nandy sejauh ini.

        “Gimana, kamu suka gak?”

        “Indah banget Nan, aku udah lama gak main ke Pantai, makasih ya!” tanpa sadar Aira merangkul lengan Nandy, karena terlalu senang. Langsung Aira melepaskan tangannya dari lengan Nandy, tapi ditahan oleh Nandy.

        “Gak apa-apa kan kayak gini, kamu tuh kalau dekat aku, kayak yang takut gitu!”

         “Eh, gak kok Nan, aku bukannya takut sama kamu!”

         “Terus kenapa? Malu ya jalan sama aku, kenal sama aku, apalagi kalau aku ajak ngobrol kamu, kayaknya kamu tuh ingin cepat-cepat pergi dari aku!” sambil terus memegang tangan Aira yang melingkar di lengannya, Nandy menunduk. Membuat Aira jadi tak enak hati. 

        “Nan, kamu kok bisa mikir kayak gitu sih? Aku tuh seneng ngobrol sama kamu, aku seneng kok kenal sama kamu, aku juga gak malu kalau dekat-dekat sama kamu!”

        “Beneran?” 

        “Iya, bener!”

        “Kalau gitu, hari ini kita jalan-jalan berdua, kamu harus mau ikut kemana pun aku ajak!”

        “Emang kita masih mau pergi lagi?”

        “Hhmm iya, tapi kita makan siang dulu, tuh ada warung makan, di sana ikan bakarnya enak banget, yuk!” Nandy menggandeng dangan Aira. 

          Ah, Nandy. Aku jadi ingin tahu. Apa kamu juga menyukaiku. Tapi apa aku harus menanyakannya langsung padamu. Ya ampun, bagaimana kalau kamu menertawakan perasaan ku ini. Apalagi ini kali Pertama nya aku jatuh cinta. 

          Selesai makan, Nandy membawa Aira menaiki bukit yang ada di sekitar pantai. 

          “Ra, aku mau kasih kamu sesuatu!”

          “Apa?”

           Nandy memberikan buku sketsanya.

           “Buat kamu!”

           “Buat aku, tapi ini kan buku gambar kamu, nanti kamu gambar pake apa?

           “Kamu tuh lucu banget sih ra!” Nandy menyentuh dagu Aira, membuat wajah Aira memerah. 

           “Aku masih punya banyak kok, lagian itu sketsa lama. Kira-kira dari setahun yang lalu.” 

           “Hmm, makasih kalau gitu Nan, Boleh aku lihat isinya?”

           “Bolehlah, disimpan lho ya, jangan buat bungkus gorengan, hehe!”

           “Ya gak dong Nan, Apalagi isinya…..!” Aira terkejut, melihat lembar demi lembar sketsa itu. Memang warna kertasnya mulai menguning. Mungkin karena yang tadi Nandy Bilang, itu sudah setahun usianya. Tapi, yang lebih membuat Aira tidak dapat berkata apa-apa adalah. Apa yang Nandy gambarkan di setiap lembar kertasnya. Itu adalah gambar dirinya.

              “Ini, aku?” Aira merasa terharu, hampir saja ia membasahi kertas itu dengan air matanya.

             “Iya, Ra, itu kamu… kamu benar waktu kamu bilang aku tukang ngikutin. Karena memang aku sudah memperhatikanmu sejak lama, maafin aku, aku suka sama kamu Ra!” pengakuan Nandy jelas membuat Aira kaget. Tapi tidak dipungkiri jika hatinya merasa senang.

       Cinta pertamanya, ternyata tidak bertepuk sebelah tangan.

           “Kamu, kenapa malah nangis? Maafin aku Ra, kalau apa yang aku lakuin ini gak kamu suka, kamu gak perlu kasih aku jawaban apa-apa kok, aku cuma mau jujur aja sama kamu!”

Aira menghapus Air matanya. Ia tersenyum pada Nandy. Merangkulkan tangannya di lengan Nandy dengan lebih erat. Dan Menyandarkan kepalanya di bahu Nandy. Untuk pertama kalinya, Nandy yang merasa salah tingkah.

         “Aku nangis karena bahagia Nan, jujur, aku juga suka sama kamu. Aku jatuh cinta sama semua yang kamu lakuin ke aku. Dan kamu cinta pertama buat aku!”

          Bukan Nandy, kalau bertahan serius lama.

          “Wah, jadi aku cinta pertama kamu nih, senangnya, jadi mulai hari ini kita resmi pacaran, ya udah yuk pulang!”

Aira bengong. Sikap romantis Nandy buyar sudah, kembali ke Nandy yang berisik dan sedikit nyeleneh. Tapi Aira Langsung tersadar. Itulah yang membuat ia menyukai Nandy. Berbeda.

            “Nandy, tunggu, siapa bilang kita pacaran” 

            “Akulah, aku kan cinta pertama kamu!” Nandy berlari meninggalkan Aira menuju ke pantai. Dan mereka pun  menghabiskan waktu di sana hingga matahari terbenam. 

Aira senang. Bisa berada dalam dekapan Nandy. Semoga cinta pertamanya ini, juga  menjadi cinta terakhir baginya.


Selesai




Cerita Kedua

Cerita Ketiga

Cerita Keempat

Cerita Kelima

Cerita Keenam

Cerita Ketujuh

Cerita Kedelapan

Cerita Kesembilan

Cerita Kesepuluh

Cerita Kesebelas

Cerita Kedua Belas

Cerita Ketiga Belas

Cerita Keempat Belas

Cerita Kelima Belas


@agityunita




Kumpulan Cerita Selanjutnya
Diubah oleh agityunita 02-03-2020 08:51
Gimi96Avatar border
NadarNadzAvatar border
nona212Avatar border
nona212 dan 18 lainnya memberi reputasi
17
4K
54
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread52KAnggota
Tampilkan semua post
agityunitaAvatar border
TS
agityunita
#40
Cerita Ketujuh
Yang Tertolak





       Entah sudah yang keberapa kali. Mia menjatuhkan buku-buku yang ia bawa. Ia harus sedikit berlari-lari untuk masuk ke kelasnya karena sudah terlambat datang ke sekolah.

        Sebenarnya Mia sudah bangun sangat pagi. Tapi entah mengapa, ia selalu saja salah jurusan menaiki angkutan menuju sekolahnya. Padahal sudah hampir lulus dia bersekolah. Tetapi penyakit lupanya tidak bisa hilang juga. 

***

     Sebenarnya, tidak banyak yang tahu. Mia terlahir dari keluarga yang cukup berada. Tidak banyak yang peduli juga, bagaimana keadaannya setelah Ayah dan ibunya bercerai setahun yang lalu. 

     Ia harus lebih banyak menghabiskan waktunya sendiri saja. Ditambah lagi, di sekolahnya yang favorit. Mia terkenal dengan kepolosan dan kenorakannya. Membuat ia tidak memiliki banyak teman. Teman yang dekat dengan dirinya hanya, Rani, kawan sebelah mejanya. 

       Dengan adanya Rani, Mia jadi merasa dia tidak benar-benar sendiri. Dia percaya, masih ada kebahagiaan yang bisa didapatkan suatu hari nanti. 

       Meskipun dalam perjalanan menuju kebahagiaan itu, Mia harus melewati rintang yang cukup pelik.

***

    Pulang sekolah, salah jurusan tidak akan lagi dilanda Mia. Karena ada Rani yang dengan senang hati pulang bersama dengan dirinya. 

    Sesampainya di rumah, Mia akan menghabiskan waktunya untuk melukis. Jika sudah melakukan hobinya itu, ia akan betah berlama-lama di tepi kolam renang. Menghabiskan banyak kanvas. Hingga ia merasa lelah. 

      Sesekali Sang Ayah mengunjunginya, namun tidak lama. Ia hanya datang untuk memastikan Mia baik-baik saja. Tak ada pelukan atau obrolan mesra antara ayah dan anak. Mia sudah kehilangan itu sejak lama. Bahkan jauh sebelum perceraian itu terjadi.

       Sang ibu yang jarang pulang pun. Menambah kesedihan Mia. Apalagi sebentar lagi dia akan menghabiskan masa sekolah SMA nya. Dia tidak tahu, apakah akan dilanjutkan untuk berkuliah atau memilih melukis saja. 

***

     Hari ini, Mungkin hari keberuntungan Mia. Ia datang ke sekolah tepat waktu. Tapi sayang keberuntungan itu hanya bertahan sejenak. Karena tiba-tiba saja, saat ia memasuki gerbang sekolahnya. Entah dari arah mana, lemparan telur mendarat begitu saja di baju seragamnya. Membuatnya bau amis dan lengket. Mia tidak melihat siapa yang melakukannya, tapi ia bisa menebaknya itu perbuatan siapa.

      Dengan sangat terpaksa, Mia harus membeli seragam yang baru di koperasi sekolah. Karena tidak mungkin ia harus menghabiskan pagi pertama ketidak terlambatannya untuk mencuci seragam kotornya itu. 

         Mia pun melanjutkan kegiatan belajarnya dengan hati tak tenang. Hari ini ternyata bukan hari baiknya. Amara dan teman-teman nya, sudah mengerjainya. Iya, Amara lah yang pasti sudah melemparnya dengan telur pagi ini.

         Perempuan yang terkenal modis itu entah mengapa senang sekali mengerjai Mia. Tapi sayang, Mia sama sekali tidak pernah melakukan apa-apa untuk melawannya. Padahal pelemparan telur itu, bukan satu-satunya hal buruk yang pernah ia terima. Masih banyak lagi kejadian-kejadian yang menyebalkan yang harus menimpa Mia. 

“Kamu tuh harusnya lapor ke guru BP aja Mia, kalau Amara dan teman-teman nya mulai bikin ulah lagi!” usul Rani yang kesekian kalinya.

“Udahlah, Ran gak apa-apa, toh bentar lagi aku juga gak akan pernah ketemu mereka lagi!” selalu jawaban itu yang Mia berikan.

          Dia selalu berpikir, masa SMA nya sebentar lagi akan berakhir. Maka berakhir pula segala penindasan yang selalu dia rasakan itu. Mia memang pernah mengadukan semua yang dia alami itu pada pihak guru. Tapi tak pernah ada respon yang berarti. Itulah mengapa, ia malas untuk mengadukan hal yang sama lagi.

***

     Sore ini, Mia tidak langsung pulang ke rumah. Entahlah, ia sedang malas merasa sendiri. Akhirnya dia menuju sebuah cafe. Cafe langganannya untuk tempat melamun. Memperhatikan keramaian di sekitarnya dari kaca cafe yang berukuran besar. Ya, Mia punya tempat duduk favorit di cafe itu. Bahkan semua pelayan di sana sudah sangat hafal menu kesukaan Mia. 

“Sore Mbak Mia!” sapa Indra, salah satu pelayan di cafe tersebut

“Sore Mas, seperti biasa ya!” balas Mia dengan senyum dan langsung menuju meja favoritnya.

        Dan Mia berniat, akan berada di disini hingga cafe ini tutup. Ia sudah membawa buku sketsa nya seperti biasa. Dan kaca besar di sampingnya, seperti layar lebar yang mempertontonkan segala tingkah laku orang-orang yang lalu lalang tak berhenti. Mia akan selalu mendapatkan inspirasi dari tayangan live itu. Dan dia bisa menghabiskan satu buku sketsanya, hingga penuh.

“Selamat menikmati!” Indra pun datang dengan segelas cappucino dingin dan roti bakar keju.

“Terima kasih Mas!” Mia memalingkan wajahnya dari keterpanaannya melihat jalan raya yang begitu sibuk. 

          Jujur, sebenarnya, yang menjadikan Mia betah berlama-lama di cafe ini, bukan hanya ia bisa mengusir rasa sepinya. Tetapi karena adanya sosok Indra. Sembunyi-sembunyi, Mia suka mengabadikan senyum manis Indra di buku sketsa. Berharap apa yang ia lakukan itu bukan salah satu aksi kejahatan.

          Ya, Indra memang bukan pelayan biasa. Ia seorang mahasiswa yang setiap sore hingga malam, bekerja paruh waktu di cafe yang sering Mia datangi itu. Sesekali Indra mengajak Mia berbincang, meskipun hanya pertanyaan basa-basi soal kabar. Tapi itu sudah sangat membuat mood Mia yang tadinya buruk, langsung baikan. 

           Namun sayang, kepolosan Mia terkadang malah membawanya pada ruang masalah. Tanpa Mia sadari, ada hal buruk yang suatu waktu nanti akan menimpanya. Melalui tangan pria tampan bernama Indra itu.

***

      Berbeda dengan sore-sore hingga malam sebelumnya. Kali ini Indra lebih banyak berinteraksi dengan Mia. Dia lebih banyak mengajak Mia berbincang. Bicara apa saja. Hingga berujung saling bertukar nomor kontak masing-masing.

        Mia sungguh merasa senang. Ia bisa dekat dengan Indra, apalagi di luar pertemuan mereka di cafe. Kadang Indra menjemput Mia di sekolahnya saat waktunya pulang. Dan mengantarnya hingga sampai ke rumah. Pemandangan itu tentu saja membuat kawan-kawan Mia heran sekaligus iri. Apalagi Amara dan teman-temannya

       Kedekatan Mia dengan Indra membuat Mia merasa tidak kesepian lagi. Dia bisa becerita apa saja pada Indra. 

Seperti hari ini…

Indra menemani Mia melukis di rumahnya. Mia juga memperlihatkan semua hasil lukisannya yang ia taruh di ruangan khusus yang ada di rumahnya. Mia menyulap ruangan itu seperti galeri lukisan mini.

“Kamu benar-benar berbakat Mia!” puji Indra yang membuat Mia berbunga-bunga. 

“Terima kasih, Ndra. Melukis hanya hobiku saja!”

“Hobi yang indah!” ucap Indra lagi, sambil menggenggam jemari Mia.

Membuat wajah Mia merona. Ini sungguh membuatnya melayang. Tanpa Mia sadari, ia telah masuk ke dalam tipu daya Indra. 

“Aku bisa lho, bantu kamu untuk buat pameran lukisan!”

“Yang benar Ndra?” wajah Mia tampak senang dengan tawaran menggiurkan Indra itu.

“Iya bener, aku punya kenalan teman yang biasa sewain gedung serba guna gitu, nanti biar aku urus semuanya, dan minggu depan kamu sudah bisa memamerkan lukisan-lukisan kamu ini!”

“Sekali lagi, terima kasih Ndra, aku senang banget!”

“Ok, kalau gitu aku sekarang pulang dulu ya, lusa aku ke sini lagi buat ambil semua lukisan kamu, buat aku taruh di pameran lukisan hari Minggu!”

“Iya Ndra, silakan!”

Hati Mia sungguh berbunga-bunga. Dia tidak menyangka, akan menyelenggarakan pameran lukisannya sendiri. Dan Mia semakin jatuh hati pada Indra. Atas segala kebaikan Indra, Mia jadi semakin percaya kepada Indra.

***

     Dan Indra pun memenuhi janjinya. Dia mengambil hampir semua lukisan-lukisan indah yang dibuat Mia. Dia hanya menyisakan beberapa lukisan yang menurutnya tidak cocok dengan tema pameran yang akan diselenggarakan. 

     Kepada Mia, Indra menunjukkan lokasi yang akan menjadi tempat pameran lukisan perdana Mia. Dan Mia sangat menyukainya. Ia pun membantu meletakkan semua lukisannya pada ruangan tersebut. 

     Tidak lupa, Indra juga membantu membuat undangan bagi para pecinta dan kolektor lukisan. Mia benar-benar dibawa melayang. Ia begitu terlena dengan kebaikan yang diberikan oleh Indra.

     Semua itu membuat Mia menjadi lebih percaya diri. Meskipun penampilan Mia tetap sederhana, tetapi kenorakannya jadi luntur seketika. Mia terlihat lebih cantik dalam kesederhanaan nya. Mia juga jadi memiliki keberanian untuk melawan keusilan yang dia dapatkan dari Amara dan teman-temannya. 

      Hanya Rani yang merasa khawatir atas perubahan Mia itu. Bukan Rani tidak senang melihat Mia yang menjadi berbeda. Hanya saja kedekatan Mia dengan Indra, membuat Rani merasa tidak tenang. Seperti ada sesuatu dibalik semua kebaikan yang diberikan Indra kepada Mia.

“Mi, aku cuma mau ngingetin kamu aja kok, meskipun Indra terlihat baik, tapi kamu harus tetap hati-hati!”

“Iya Ran, tapi Indra beneran baik kok, kamu gak perlu khawatir!”

Rani hanya bisa mengingatkan Mia. Dia takut sahabatnya itu akan terluka hatinya di kemudian hari.

***

     Dan hari dimana pameran itu akan berlangsung pun tiba. Mia sudah tidak sabar untuk pergi menuju gedung yang dua hari lalu sudah dilihatnya  bersama Indra. 

Mia pun menuju gedung pameran itu bersama Rani. Semalam, Mia meminta Rani untuk menemani nya.

       Sesampainya di gedung itu….

“Loh, Mi, kok gedungnya kosong ya. Kamu gak salah ingat kan tempatnya?”

“Gak kok Ran, dua hari kemarin, aku baru aja dari sini. Aku yang menata semua lukisan!”

Ya, gedung itu kosong. Tidak ada satu pun lukisan yang terpampang.

      Dengan perasaan mulai cemas, Mia mencoba menghubungi Indra. Namun sayang, mendadak nomor kontak Indra  tidak dapat dihubungi. 

Mia pun semakin khawatir. Begitu juga Rani. Dia semakin yakin akan firasat buruknya pada Indra.

“Kita datangi rumahnya!” ajak Rani akhirnya

Dengan mata berkaca, Mia menjawab, ia tidak pernah tahu dimana Indra tinggal.

“Dia telah menipumu Mi!” jelas Rani akhirnya.

        Tangis Mia pun pecah. Ia tidak menyangka, indra yang terlihat baik itu telah tega menipunya. Mia pun mengajak Rani untuk mencari ke cafe tempat Indra bekerja paruh waktu. Namun sayang, berita buruk juga harus mereka terima. Indra sudah tidak bekerja lagi di cafe itu sejak kemarin. Dia menghilang.

Pada akhirnya, Mia menjatuhkan diri di salah satu kursi di cafe itu. Dia menangis menyesali kebodohannya.

          Indra yang telah menipunya, sungguh membuat hati Mia terluka. Ternyata kebaikan Indra selama ini hanya untuk menutupi segala  kejahatan yang mungkin sudah ia rencanakan sejak lama. Namun yang lebih menyesakkan batin Mia, ia harus kehilangan hampir semua lukisannya. 

          Mia terpaku. Dengan sisa isak dan air mata yang terus membasahi pipinya. Ditemani Rani, Mia terus memperhatikan jalanan dari balik kaca cafe. Rani begitu kasihan melihat Mia yang menjadi begitu hancur. Dan Mia dengan pikirannya sendiri, merasa tidak tahu harus berbuat apalagi. Kenapa ia harus mengalami hal seperti ini. Hanya Rani tempatnya berbagi saat ini. Karena ia sudah lama tertolak dari rengkuh peluk kasih sayang kedua orang tuanya. Tak ada lagi tempatnya untuk mengadu.

         Mia hanya bisa merelakan semuanya. Dan mengambil banyak pelajaran dari kejadiaan naas yang menimpanya ini. Dan berharap tidak akan pernah mengalami hal buruk seperti ini lagi.


Selesai
0
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.