- Beranda
- Stories from the Heart
[JTPH] Bertemu Cinta Pertama
...
TS
agityunita
[JTPH] Bertemu Cinta Pertama
Bertemu Cinta Pertama
Apa yang kau tahu tentang cinta pertama. Apa ia sebuah rasa yang indah atau sesuatu yang menyakitkan? Tapi kenapa semua orang sepertinya senang sekali menceritakan cinta pertama mereka. Meskipun mereka bilang cinta pertama itu tidak selalu berakhir bersama. Tetapi tetap saja cinta namanya.
Dan apakah semua orang harus merasakan cinta pertama? Dimana kebanyakan orang bercerita bahwa pertama kali mereka jatuh pada cinta adalah saat mereka masih duduk di bangku sekolah. Terutama SMA.
Tapi tidak dengan Aira. Sampai usianya menginjak 20 tahun. Ia masih bertanya-tanya bagaimana rasanya cinta pertama itu. Bukan Aira anak yang tertutup. Kawannya banyak, laki-laki ataupun perempuan. Tapi soal siapa yang bisa menjatuhkan hatinya pada cinta, belum ada.
***
“Maaf mas, ada apa ya?”
“Tuch, temen lo, nganterin menu salah melulu!”
“Oh, biar saya ganti ya mas?”
“Gak usah, gue udah gak mood makan di sini!” Si lelaki itu pun pergi meninggalkan cafe.
Eh, apa nih?
Aira menemukan buku di atas meja. Oh, apa ini punya laki-laki tadi ya? tanya Aira dalam hatinya. Dia pun langsung membawa buku tersebut. Dan menaruhnya di meja kasir. Siapa tahu si pemilik buku kembali karena sadar ada yang tertinggal.
Sore harinya, Aira pun memutuskan untuk membawa pulang buku yang tertinggal itu. Ia takut, buku itu dibuang oleh pelayan kafe yang lain. Karena berpikir itu buku yang tidak terpakai.
***
Keesokan harinya,
Buku yang ternyata berisi sketsa-sketsa gambar itu, Aira bawa serta dalam tasnya, saat kuliah hari ini. Dia berpikir, siapa tahu lelaki itu datang lagi ke cafe tempatnya bekerja.
Sesampainya di kampus…
Aira segera bergegas masuk ke kelas. Tapi sebelum sampai di kelasnya, sekilas ia melihat seseorang. Seseorang yang dia hafal cara bicaranya. Lebih tepatnya cara marah-marahnya.
Ah, dia itu kan?
Iya, dia adalah laki-laki yang sama dengan yang kemarin marah-marah di kafe. Aira jadi greget deh, liat orang kok senengnya marah-marah gitu.
Tanpa Aira sadari, ia mendekati laki-laki yang sedang bertengkar dengan kawannya itu. Dan dengan beraninya Aira langsung menarik tangannya dan membawa jauh lelaki itu dari pertengkarannya.
“Hey, hey, berhenti, kamu mau bawa aku kemana?”
Eh, Aira langsung berhenti dan menoleh pada orang yang sedang ia genggam tangannya. Dengan cepat Aira melepas gandengannya.
Ya, ampun, aku ngapain sih? Sesal Aira sambil memukul keningnya.
“Heh, ngapain kamu narik-narik tangan aku, kalau mau kenalan itu bilang baik-baik kali, gak usah culik aku kayak gini!”
“Apa, kenalan, siapa yang mau kenalan sama kamu, tadi itu, tadi itu… Aku cuma kesel lihat kamu berisik, jadi kamu mau aku buang ke situ!” sambil Aira menunjuk kolam ikan kecil yang tidak jauh dari mereka berdiri.
Laki-laki itu malah tertawa.
“Heh, kok malah ketawa, harusnya kamu takut!”
“Takut, nih, aku malah rela dilempar ke situ sama perempuan galak semanis kamu!” Yang dibilang manis langsung merasa panas mukanya, Aira pun memutuskan untuk pergi. Ia tidak mau laki-laki itu melihat muka merahnya.
“Hey, kok malah pergi sich?”
***
Akhirnya, selesai juga kuliah hari ini. Sebelum menuju ke cafe, Aira memutuskan untuk makan dulu di kantin kampus nya.
Tiba-tiba, Seseorang datang seperti habis berlari jauh dan meminum habis es jeruk yang di pesan Aira.
“Hey, itu kan punya aku?!”
“Oh, ya ampun, sorry-sorry, habis haus banget sih, aku pesenin lagi ya!’
Laki-laki itu, tidak lain adalah yang tadi pagi Aira tarik tangannya. Tiba-tiba, irama jantung Aira jadi tidak karuan.
“Hey, kok malah bengong?”
“Eh, gak kok!” Aira pun memutuskan untuk pergi saja. Meskipun bakso yang dia makan belum habis.
“Hey, mau kemana? Tuh baksonya belum habis, kasihan kan, lagian aku kan baru pesan es jeruk lagi, masa harus aku yang ngabisin?”
Iya juga sih, sayang banget bakso nya, aku juga masih lapar… tapi…
Aira pun duduk kembali, dan meneruskan makan baksonya. Dan ia teringat pada buku sketsa itu.
“Hey, ini, ini punya kamu kan?”
“Apa?”
“Ini buku kamu kan, kemarin ketinggalan di cafe!”
“Oh, ya ampun, aku pikir ilang, makasih ya!”
“Iya, sama-sama!”
“Kamu lihat-lihat ya isinya?”
“Eh, emang gak boleh ya, ya ampun maaf ya!” Aira langsung panik.
Laki-laki itu malah tertawa. Ia senang melihat wajah Aira yang panik seperti itu.
“Kamu ngerjain aku ya?”
“Haha, siapa yang ngerjain kamu, aku kan cuma nanya, ya kalau kamu buka-buka juga gak apa-apa. Aku kan gak bilang gak bokeh!”.
Iya juga sih, Aira jadi malu sendiri. Ia langsung segera menghabiskan makanan dan minumnya. Dia merasa tidak bisa lama-lama dekat dengan laki-laki ini, bisa sesak nafasnya.
“Ya udah, aku duluan!”
“Eh, kamu mau ke cafe?”
“Iya!”
“Aku ikut!”
Aira tidak bisa melarang laki-laki itu untuk mengikutinya. Dan membuat kerja Aira jadi tidak tenang. Ia seperti merasa terus diperhatikan. Iya, laki-laki itu terus memperhatikannya. Baru saja mereka beradu pandang. Dan laki-laki itu tersenyum ke arahnya.
“Hey, kamu gak akan pulang?” Aira memberanikan diri bertanya pada laki-laki itu.
“Aku kan mau pulang bareng kamu!”
“Kok, kenapa?”
“Ya gak apa-apa, atau udah ada yang jemput kamu pulang ya? Tapi kayaknya sih gak ada, aku perhatiin kamu kemana-mana sendiri, pasti masih jomblo, hehe!”
“Kamu suka ngikutin aku ya?”
“Haha, ngapain, aku kan suka nongkrong di cafe ini, kamu aja yang gak pernah sadar ada cowok seganteng aku duduk di sini!”
“Ih, pede banget sih!” Aira pun berlalu, ia meninggalkan lelaki yang tertawa itu. Sebentar lagi memang waktunya pulang.
Kafe pun tutup dan Aira tidak mendapati laki-laki itu di kursinya. Baguslah, dia pulang duluan. Aira pun ke luar dari cafe.
“Hey, nyari aku ya!”
Aira kaget, tiba-tiba laki-laki itu ada di hadapannya. Memberikan senyumannya yang manis. Oh, ya ampun, jantung Aira kembali berdetak tak karuan.
“Gak, kok, siapa yang nyariin kamu, malah aku seneng kalo kamu udah pulang!”
“Oh gitu ya, tapi muka kamu kayak yang seneng lho liat aku!”
Aira segera mengusap wajahnya. Ia jadi salah tingkah, ah ya ampun. Siapa sih laki-laki ini?
Tanpa ada yang mengiyakan atau menolak. Mereka pun pulang bersama. Naik bus kota. Aira sudah biasa.
***
Dan sejak saat itu, entah kenapa mereka jadi dekat. Ah, bukan berarti Aira berani lama-lama menatap wajah laki-laki yang ternyata bernama Nandy itu. Nandy yang selalu dengan senang hati menemani Aira, meski Aira tidak pernah memintanya. Dia yang lebih banyak bercerita daripada Aira.
Hingga lama-lama, Aira pun merasakan keberadaan Nandy di dekatnya memberi warna baru dalam hari-harinya. Ia sudah tidak merasa canggung lagi. Meskipun wajahnya tetap merah jika beradu pandang dengan Nandy.
Apakah Aira sedang jatuh Cinta?
Jika iya, ini adalah cinta pertamanya. Tapi Aira masih mencoba menampik itu. Dia merasa, Nandy teman yang baik. Meski dia memang tampan.
Hingga beberapa bulan kemudian….
“Ra, besok kamu ada acara gak?”
“Besok, hari minggu ya, kayaknya sih gak, emangnya kenapa?”
“Besok aku ingin ngajak kamu jalan-jalan, gimana?”
“Kemana?”
“Ya kemana aja, namanya juga jalan-jalan, mau ya!”
Nandy menggenggam tangan Aira. Yang dipegang tangannya cuma masang wajah merah dan mengangguk perlahan.
Dan besoknya, mereka pun jalan-jalan. Nandy menggunakan motornya menjemput Aira sekitar pukul 7 pagi.
“Nan, ini masih pagi lho, dan ini hari minggu, aku masih ngantuk!”
“Tapi kamu udah mandi kan?” goda Nandy pada Aira dan Ia mendapatkan dorongan lembut dari Aira.
Mereka pun pergi meninggalkan rumah Aira. Entah mereka mau kemana.
Tadi malam, sebelum tidur, Aira memikirkan perasaannya pada Nandy. Dia menerka-nerka, apakah ia menyukai Nandy. Dan itu membuat Naira senyum-senyum sendiri. Dan dia berjanji akan menyimpan ini sendiri saja. Nandy tidak perlu tahu. Aira tidak mau, pertemanan nya dengan Nandy jadi berantakan. Hanya karena perkara jatuh cintanya itu.
Dan sampailah mereka, di sebuah pantai. Aira yang sedari tadi asyik dengan pikirannya sendiri. Tidak menyangka akan dibawa oleh Nandy sejauh ini.
“Gimana, kamu suka gak?”
“Indah banget Nan, aku udah lama gak main ke Pantai, makasih ya!” tanpa sadar Aira merangkul lengan Nandy, karena terlalu senang. Langsung Aira melepaskan tangannya dari lengan Nandy, tapi ditahan oleh Nandy.
“Gak apa-apa kan kayak gini, kamu tuh kalau dekat aku, kayak yang takut gitu!”
“Eh, gak kok Nan, aku bukannya takut sama kamu!”
“Terus kenapa? Malu ya jalan sama aku, kenal sama aku, apalagi kalau aku ajak ngobrol kamu, kayaknya kamu tuh ingin cepat-cepat pergi dari aku!” sambil terus memegang tangan Aira yang melingkar di lengannya, Nandy menunduk. Membuat Aira jadi tak enak hati.
“Nan, kamu kok bisa mikir kayak gitu sih? Aku tuh seneng ngobrol sama kamu, aku seneng kok kenal sama kamu, aku juga gak malu kalau dekat-dekat sama kamu!”
“Beneran?”
“Iya, bener!”
“Kalau gitu, hari ini kita jalan-jalan berdua, kamu harus mau ikut kemana pun aku ajak!”
“Emang kita masih mau pergi lagi?”
“Hhmm iya, tapi kita makan siang dulu, tuh ada warung makan, di sana ikan bakarnya enak banget, yuk!” Nandy menggandeng dangan Aira.
Ah, Nandy. Aku jadi ingin tahu. Apa kamu juga menyukaiku. Tapi apa aku harus menanyakannya langsung padamu. Ya ampun, bagaimana kalau kamu menertawakan perasaan ku ini. Apalagi ini kali Pertama nya aku jatuh cinta.
Selesai makan, Nandy membawa Aira menaiki bukit yang ada di sekitar pantai.
“Ra, aku mau kasih kamu sesuatu!”
“Apa?”
Nandy memberikan buku sketsanya.
“Buat kamu!”
“Buat aku, tapi ini kan buku gambar kamu, nanti kamu gambar pake apa?
“Kamu tuh lucu banget sih ra!” Nandy menyentuh dagu Aira, membuat wajah Aira memerah.
“Aku masih punya banyak kok, lagian itu sketsa lama. Kira-kira dari setahun yang lalu.”
“Hmm, makasih kalau gitu Nan, Boleh aku lihat isinya?”
“Bolehlah, disimpan lho ya, jangan buat bungkus gorengan, hehe!”
“Ya gak dong Nan, Apalagi isinya…..!” Aira terkejut, melihat lembar demi lembar sketsa itu. Memang warna kertasnya mulai menguning. Mungkin karena yang tadi Nandy Bilang, itu sudah setahun usianya. Tapi, yang lebih membuat Aira tidak dapat berkata apa-apa adalah. Apa yang Nandy gambarkan di setiap lembar kertasnya. Itu adalah gambar dirinya.
“Ini, aku?” Aira merasa terharu, hampir saja ia membasahi kertas itu dengan air matanya.
“Iya, Ra, itu kamu… kamu benar waktu kamu bilang aku tukang ngikutin. Karena memang aku sudah memperhatikanmu sejak lama, maafin aku, aku suka sama kamu Ra!” pengakuan Nandy jelas membuat Aira kaget. Tapi tidak dipungkiri jika hatinya merasa senang.
Cinta pertamanya, ternyata tidak bertepuk sebelah tangan.
“Kamu, kenapa malah nangis? Maafin aku Ra, kalau apa yang aku lakuin ini gak kamu suka, kamu gak perlu kasih aku jawaban apa-apa kok, aku cuma mau jujur aja sama kamu!”
Aira menghapus Air matanya. Ia tersenyum pada Nandy. Merangkulkan tangannya di lengan Nandy dengan lebih erat. Dan Menyandarkan kepalanya di bahu Nandy. Untuk pertama kalinya, Nandy yang merasa salah tingkah.
“Aku nangis karena bahagia Nan, jujur, aku juga suka sama kamu. Aku jatuh cinta sama semua yang kamu lakuin ke aku. Dan kamu cinta pertama buat aku!”
Bukan Nandy, kalau bertahan serius lama.
“Wah, jadi aku cinta pertama kamu nih, senangnya, jadi mulai hari ini kita resmi pacaran, ya udah yuk pulang!”
Aira bengong. Sikap romantis Nandy buyar sudah, kembali ke Nandy yang berisik dan sedikit nyeleneh. Tapi Aira Langsung tersadar. Itulah yang membuat ia menyukai Nandy. Berbeda.
“Nandy, tunggu, siapa bilang kita pacaran”
“Akulah, aku kan cinta pertama kamu!” Nandy berlari meninggalkan Aira menuju ke pantai. Dan mereka pun menghabiskan waktu di sana hingga matahari terbenam.
Aira senang. Bisa berada dalam dekapan Nandy. Semoga cinta pertamanya ini, juga menjadi cinta terakhir baginya.
Selesai
Cerita Kedua
Cerita Ketiga
Cerita Keempat
Cerita Kelima
Cerita Keenam
Cerita Ketujuh
Cerita Kedelapan
Cerita Kesembilan
Cerita Kesepuluh
Cerita Kesebelas
Cerita Kedua Belas
Cerita Ketiga Belas
Cerita Keempat Belas
Cerita Kelima Belas
@agityunita
Kumpulan Cerita Selanjutnya
Diubah oleh agityunita 02-03-2020 08:51
nona212 dan 18 lainnya memberi reputasi
17
4K
54
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
agityunita
#35
Cerita Kedua
Rahasia
“Maaf jika aku mencintaimu!”
Kata-kata pria itu masih saja terngiang di telinga Adinda. Tiba-tiba dia merindukannya. Padahal saat ini, Adinda sedang menghabiskan waktu bersama Firdhan. Laki-laki yang sudah kurang lebih dua tahun menjadi kekasihnya.
Tetapi sejak pertemuan Adinda dengan Aksar sekitar beberapa bulan yang lalu. Cukup mengganggu pikiran Adinda.
Apa ia sedang jatuh cinta lagi?
***
Sebenarnya Aksar bukanlah orang baru dalam kehidupan Adinda. Aksar adalah teman SMA Adinda. Dulu mereka pernah saling suka. Namun entah kenapa, berakhir begitu saja tanpa pernah ada yang saling mengungkapkan perasaan.
Dan Adinda berpikir kalau mungkin perasaannya pada Aksar hanya sebuah kekaguman. Tidak perlu terlalu diambil hati. Atau terlalu terbawa perasaan atas setiap perlakuan baik Aksar pada dirinya dulu.
Lalu apa gerangan rencana Tuhan, hingga harus mendatang kan lagi sosok Aksar di kehidupannya?
***
“Masih ingat aku?”
Seseorang tiba-tiba menyapa Adinda yang sedang asyik membaca buku di taman kampusnya.
Adinda menatap si pemilik suara. Mencoba mengingat-ingat siapa laki-laki berambut diikat ekor kuda di depannya ini.
“Apa kabar Adinda?” laki-laki itu langsung duduk di samping Adinda tanpa meminta izin terlebih dahulu.
Adinda masih coba mengingat. Karena penampilan laki-laki ini memang telah berbeda jauh.
“Kamu, Aksar?” akhirnya nama itu pun disebut, setelah Adinda melihat lesung pipi yang dimiliki laki-laki itu.
Lesung pipi yang selalu membuatnya lebih tampan di mata Adinda dulu.
“Ah, ternyata kamu emang udah lupa sama aku?”
“Eh, gak kok, habis penampilan kamu udah beda banget!”
“Kenapa, lebih cakep ya?” Aksar berbicara pelan di telinga Adinda.
Ya, dia memang Aksar. Seseorang yang selalu bisa membuat hatinya tak karuan jika sudah berbisik seperti itu.
“Kamu tuh ya, emang gak berubah, kepedeannya tetap selangit!”
“Haha… jadi, kamu apa kabar?”
“Oh, aku baik, kamu?”
“Aku gak!”
“Kenapa?”
“Awalnya sich aku baik, tapi setelah bertemu kamu di sini, jadi gak baik, aku rindu!”
Aksar memang selalu frontal seperti itu. Bicara apa saja. Entah itu benar atau tidak. Tapi selalu mampu membuat wajah Adinda bersemu merah.
***
Diketahui, Aksar adalah sahabat dari kekasih Intan. Teman dekat Adinda. Dan mereka beda kampus. Jadi waktu itu, Aksar ikut Ari ke kampus Adinda.
Dan sejak hari itu, mereka jadi sering berkomunikasi.
Adinda merasa ada sesuatu yang kembali. Perasaannya yang selalu senang, seperti dulu. Adinda senang bisa bertemu lagi dengan Aksar. Karena bagi Adinda, Aksar itu teman yang baik.
Namun sayang, perubahan sikap Adinda itu bukan hanya dirasakan oleh dirinya sendiri.
“Siang sayang!”
“Eh, Firdhan? Kok kamu ada di sini?”
“Ya aku mau jemput kamu dong sayang!”
Adinda lupa, kalau semalam Firdhan memang sudah bilang padanya kalau dia akan menjemputnya saat pulang kuliah.
Dan saat ini, dia sudah ada janji dengan Aksar untuk bertemu.
Adinda pun memilih untuk pulang bersama Firdhan. Urusan dengan Aksar bukanlah hal yang penting.
“Sayang, kok kamu diem aja sih, ada masalah?”
“Eh, gak kok, itu lagi banyak tugas aja!”
“Beberapa hari ini, handphone kamu kalau malam kok sibuk terus sih?”
Hmm, pasti Firdhan menelepon Adinda saat Aksar sedang menghubungi Adinda. Ya, hampir tiap malam, Aksar menelpon Adinda. Meski tidak mengobrol banyak. Tapi sering.
“Gak kok yang, aku jarang teleponan sama temen, mungkin pas kamu telepon memang sedang ada temen yang telepon aku juga, biasalah nanyain tugas!”
Adinda mencoba tenang. Meyakinkan dirinya sendiri, bahwa apa yang dia lakukan dengan Aksar bukanlah hal yang salah.
Dia dengan Aksar hanya terlalu senang karena mereka bisa bertemu lagi.
Tapi Firdhan, merasakan ada yang aneh dari sikap kekasihnya itu.
***
Dari kejadian itu, Adinda mencoba menjaga jarak dengan Aksar. Dia tidak mau Firdhan salah paham dan menuduhnya yang tidak-tidak.
Tapi, bukan Aksar namanya kalau menyerah begitu saja mendekati Adinda.
“Hey!”
Seperti hari ini, tiba-tiba Aksar datang ke kampus Adinda lagi.
“Aku antar ya pulangnya?” Aksar menawarkan diri untuk mengantar Adinda pulang ke rumah.
“Maaf Sar, kayaknya Pacar aku mau jemput!” akhirnya Adinda jujur pada Aksar kalau ia sudah memiliki kekasih.
Namun entah kenapa ada sesak yang tiba-tiba mengganggu Adinda.
“Oh, ya udah gak apa-apa, aku di sini aja. Mau lihat pacar kamu itu kayak apa? Gantengan mana sama aku!”
Adinda jadi kikuk sendiri. Aksar tidak beranjak dari motornya. Saat Firdhan datang. Adinda pun lebih memilih tidak memperhatikan Aksar dan segera pulang bersama Firdhan.
Tapi gak tahu kenapa, Adinda merasa, seperti sedang menyakiti dirinya sendiri.
***
Sesampainya di rumah, gak beberapa lama setelah Firdhan pergi meninggalkan rumah Adinda. Aksar datang. Membuat Adinda terkejut.
“Kamu ngapain?” Adinda merasa bingung melihat Aksar yang datang tiba-tiba.
“Mau minta minum, haus!” dengan santai Aksar lalu duduk di teras rumah Adinda
“Aku serius Aksar, gimana kalau Firdhan lihat kamu, dan dia mikir yang gak-gak?”
“Aku juga serius Adinda, aku haus, pengen yang dingin-dingin. Tiba-tiba saja aku ngerasa panas. Kamu gak kasihan sama aku?”
Ah, Adinda selalu tidak bisa menolak wajah manis itu. Ia pun masuk ke dalam rumah segera mengambilkan minum untuk Aksar.
“Nih!” Adinda kembali ke teras dengan segelas air dingin.
“Makasih, kamu gak minum juga?”
“Udah di dalam, jadi ngapain kamu ke sini?”
“Memangnya aku gak boleh main ke sini ya? Mamamu ada? Aku mau ketemu mamamu saja, dia pasti lebih senang bertemu denganku daripada anaknya!”
Aksar menyindir Adinda.
Adinda pun jadi merasa tidak enak. Akhirnya dia ikut duduk di teras dekat Aksar.
“Aku bukannya ngelarang kamu main ke sini Sar, cuma kamu itu datangnya tiba-tiba, jadi ya, aku kaget!”
“Kamu kaget karena aku datang, atau karena takut pacarmu itu marah?”
“Dua-duanya!” Adinda tidak bisa bohong pada Aksar.
“Hmm, tenang saja. Dia gak akan marah sama kamu, karena aku lebih cakep dari dia, haha!”
Dalam suasana seperti itu, Aksar masih saja bisa bercanda.
Adinda merasa kecut sendiri. Tiba-tiba ia mengiyakan apa yang dibilang Aksar. Tapi segera ia tampik. Karena tidak mungkin ia membanding-bandingkan kekasihnya sendiri.
“Sar, aku cape, mendingan kamu pulang aja ya, besok kita kan bisa ketemu lagi!” Adinda tidak mau lama-lama salah tingkah di dekat Aksar.
“Yach, padahal aku masih kangen, tapi diusir. Ya udah, gih masuk, aku masih mau di sini. Ada di rumah kamu juga sama aja. Tetap berasa ada kamunya, biarpun kamunya di dalam terus.”
Kata-kata Aksar jadi membuatnya tidak enak tapi Adinda juga merasa bingung. Akhirnya ia memutuskan masuk dan meninggal kan Aksa di teras sendiri.
***
Waktu pun berlalu. Kehadiran Aksar kembali, telah merusak suasana hati Adinda setiap hari. Dan itu juga mempengaruhi hubungannya dengan Firdhan.
Tapi Adinda pun tidak mampu memungkiri perasaannya sendiri. Seperti masih ada yang mengganjal. Masih ada yang ingin diketahui tentang Aksar. Tentang perasaannya dulu. Tapi bukan berarti dia akan meninggalkan Firdhan.
Adinda hanya ingin membuat hatinya lebih lega tanpa dipenuhi banyak pertanyaan masa lalu.
Maka Adinda pun memutuskan bertemu dengan Aksar.
Ia akan bertanya apa yang ingin diketahui. Dan setelahnya, lebih baik mereka tidak lagi bertemu dan mencari tahu satu sama lain.
“Hey, maaf ya nunggu lama!” Aksar pun datang ke cafe tempatnya bertemu dengan Adinda hari ini.
“Gak kok Sar, aku juga belum lama datangnya!”
“Ok, udah pesan minum?”
“Udah!”
“Hmm, pesenin aku juga dong!”
Sikap Aksar yang spontan seperti inilah yang kadang buat hati Adinda gak karuan. Sampai minuman yang dipesan Aksar datang, tangan Adinda tidak juga dilepaskan dari genggamannya.
“Aku mau nanya sesuatu sama kamu Sar!”
“Aku juga mau bilang sesuatu sama kamu!”
“Apa, ya udah kalau gitu kamu duluan aja!”
“Kamu aja, mau nanya apa?”
“Hmm… tapi, kamu jangan marah ya, dan jangan benci aku juga. Kamu tahu kan aku udah punya pacar, dan kita serius. Jadi aku gak mau, hubungan kita ngerusak hubungan aku sama pacar aku itu!” Adinda mencoba tenang dan melanjutkan pembicaraan, “Tapi aku juga gak bisa bohong, kalau kedatanganmu ini membuat aku senang banget. Dulu kita memang pernah dekat. Tapi sampai hari ini, aku gak pernah tahu, apa arti dari kedekatan Kita dan bagaimana perasaanmu padaku!”
Adinda hanya bisa menunduk. Apa yang dia katakan itu dirasa terlalu jujur. Tapi tidak dipungkiri, jika hatinya terasa lebih lega.
Sunyi, Aksar masih dengan erat menggenggam tangan Adinda. Entah apa yang dia pikirkan, hingga tiba-tiba, ia mengangkat dengan lembut dagu Adinda. Dan kali ini Adinda tidak lagi dapat menghindari tatapan Aksa. Tatapan orang yang pernah begitu ia kagumi dan ah, cinta.
“Maaf, jika aku mencintaimu!”
***
Pertemuan hari itu, menjadi pertemuan terakhir Aksar dan Adinda. Sebenarnya, Aksar masih ingin memperbaiki hubungannya dengan Adinda. Tetapi Adinda menolak, karena ia tidak mau melukai perasaan Firdhan.
Meskipun terkadang, Adinda tidak dapat menghindari jika tiba-tiba hatinya merasa rindu pada Aksar. Tapi ia segera mengusir rasa itu. Dan menggantinya dengan kebersamaan bersama Firdhan.
Biarlah, perasaan yang pernah ia miliki untuk Aksar. Cukup menjadi rahasianya. Akan Adinda jaga sebaik mungkin, agar tak ada seorangpun yang tahu.
Rahasia yang indah.
Rahasia yang tidak pernah meninggalkan rasa menyesal di dalam hati Adinda.
@agityunita
“Maaf jika aku mencintaimu!”
Kata-kata pria itu masih saja terngiang di telinga Adinda. Tiba-tiba dia merindukannya. Padahal saat ini, Adinda sedang menghabiskan waktu bersama Firdhan. Laki-laki yang sudah kurang lebih dua tahun menjadi kekasihnya.
Tetapi sejak pertemuan Adinda dengan Aksar sekitar beberapa bulan yang lalu. Cukup mengganggu pikiran Adinda.
Apa ia sedang jatuh cinta lagi?
***
Sebenarnya Aksar bukanlah orang baru dalam kehidupan Adinda. Aksar adalah teman SMA Adinda. Dulu mereka pernah saling suka. Namun entah kenapa, berakhir begitu saja tanpa pernah ada yang saling mengungkapkan perasaan.
Dan Adinda berpikir kalau mungkin perasaannya pada Aksar hanya sebuah kekaguman. Tidak perlu terlalu diambil hati. Atau terlalu terbawa perasaan atas setiap perlakuan baik Aksar pada dirinya dulu.
Lalu apa gerangan rencana Tuhan, hingga harus mendatang kan lagi sosok Aksar di kehidupannya?
***
“Masih ingat aku?”
Seseorang tiba-tiba menyapa Adinda yang sedang asyik membaca buku di taman kampusnya.
Adinda menatap si pemilik suara. Mencoba mengingat-ingat siapa laki-laki berambut diikat ekor kuda di depannya ini.
“Apa kabar Adinda?” laki-laki itu langsung duduk di samping Adinda tanpa meminta izin terlebih dahulu.
Adinda masih coba mengingat. Karena penampilan laki-laki ini memang telah berbeda jauh.
“Kamu, Aksar?” akhirnya nama itu pun disebut, setelah Adinda melihat lesung pipi yang dimiliki laki-laki itu.
Lesung pipi yang selalu membuatnya lebih tampan di mata Adinda dulu.
“Ah, ternyata kamu emang udah lupa sama aku?”
“Eh, gak kok, habis penampilan kamu udah beda banget!”
“Kenapa, lebih cakep ya?” Aksar berbicara pelan di telinga Adinda.
Ya, dia memang Aksar. Seseorang yang selalu bisa membuat hatinya tak karuan jika sudah berbisik seperti itu.
“Kamu tuh ya, emang gak berubah, kepedeannya tetap selangit!”
“Haha… jadi, kamu apa kabar?”
“Oh, aku baik, kamu?”
“Aku gak!”
“Kenapa?”
“Awalnya sich aku baik, tapi setelah bertemu kamu di sini, jadi gak baik, aku rindu!”
Aksar memang selalu frontal seperti itu. Bicara apa saja. Entah itu benar atau tidak. Tapi selalu mampu membuat wajah Adinda bersemu merah.
***
Diketahui, Aksar adalah sahabat dari kekasih Intan. Teman dekat Adinda. Dan mereka beda kampus. Jadi waktu itu, Aksar ikut Ari ke kampus Adinda.
Dan sejak hari itu, mereka jadi sering berkomunikasi.
Adinda merasa ada sesuatu yang kembali. Perasaannya yang selalu senang, seperti dulu. Adinda senang bisa bertemu lagi dengan Aksar. Karena bagi Adinda, Aksar itu teman yang baik.
Namun sayang, perubahan sikap Adinda itu bukan hanya dirasakan oleh dirinya sendiri.
“Siang sayang!”
“Eh, Firdhan? Kok kamu ada di sini?”
“Ya aku mau jemput kamu dong sayang!”
Adinda lupa, kalau semalam Firdhan memang sudah bilang padanya kalau dia akan menjemputnya saat pulang kuliah.
Dan saat ini, dia sudah ada janji dengan Aksar untuk bertemu.
Adinda pun memilih untuk pulang bersama Firdhan. Urusan dengan Aksar bukanlah hal yang penting.
“Sayang, kok kamu diem aja sih, ada masalah?”
“Eh, gak kok, itu lagi banyak tugas aja!”
“Beberapa hari ini, handphone kamu kalau malam kok sibuk terus sih?”
Hmm, pasti Firdhan menelepon Adinda saat Aksar sedang menghubungi Adinda. Ya, hampir tiap malam, Aksar menelpon Adinda. Meski tidak mengobrol banyak. Tapi sering.
“Gak kok yang, aku jarang teleponan sama temen, mungkin pas kamu telepon memang sedang ada temen yang telepon aku juga, biasalah nanyain tugas!”
Adinda mencoba tenang. Meyakinkan dirinya sendiri, bahwa apa yang dia lakukan dengan Aksar bukanlah hal yang salah.
Dia dengan Aksar hanya terlalu senang karena mereka bisa bertemu lagi.
Tapi Firdhan, merasakan ada yang aneh dari sikap kekasihnya itu.
***
Dari kejadian itu, Adinda mencoba menjaga jarak dengan Aksar. Dia tidak mau Firdhan salah paham dan menuduhnya yang tidak-tidak.
Tapi, bukan Aksar namanya kalau menyerah begitu saja mendekati Adinda.
“Hey!”
Seperti hari ini, tiba-tiba Aksar datang ke kampus Adinda lagi.
“Aku antar ya pulangnya?” Aksar menawarkan diri untuk mengantar Adinda pulang ke rumah.
“Maaf Sar, kayaknya Pacar aku mau jemput!” akhirnya Adinda jujur pada Aksar kalau ia sudah memiliki kekasih.
Namun entah kenapa ada sesak yang tiba-tiba mengganggu Adinda.
“Oh, ya udah gak apa-apa, aku di sini aja. Mau lihat pacar kamu itu kayak apa? Gantengan mana sama aku!”
Adinda jadi kikuk sendiri. Aksar tidak beranjak dari motornya. Saat Firdhan datang. Adinda pun lebih memilih tidak memperhatikan Aksar dan segera pulang bersama Firdhan.
Tapi gak tahu kenapa, Adinda merasa, seperti sedang menyakiti dirinya sendiri.
***
Sesampainya di rumah, gak beberapa lama setelah Firdhan pergi meninggalkan rumah Adinda. Aksar datang. Membuat Adinda terkejut.
“Kamu ngapain?” Adinda merasa bingung melihat Aksar yang datang tiba-tiba.
“Mau minta minum, haus!” dengan santai Aksar lalu duduk di teras rumah Adinda
“Aku serius Aksar, gimana kalau Firdhan lihat kamu, dan dia mikir yang gak-gak?”
“Aku juga serius Adinda, aku haus, pengen yang dingin-dingin. Tiba-tiba saja aku ngerasa panas. Kamu gak kasihan sama aku?”
Ah, Adinda selalu tidak bisa menolak wajah manis itu. Ia pun masuk ke dalam rumah segera mengambilkan minum untuk Aksar.
“Nih!” Adinda kembali ke teras dengan segelas air dingin.
“Makasih, kamu gak minum juga?”
“Udah di dalam, jadi ngapain kamu ke sini?”
“Memangnya aku gak boleh main ke sini ya? Mamamu ada? Aku mau ketemu mamamu saja, dia pasti lebih senang bertemu denganku daripada anaknya!”
Aksar menyindir Adinda.
Adinda pun jadi merasa tidak enak. Akhirnya dia ikut duduk di teras dekat Aksar.
“Aku bukannya ngelarang kamu main ke sini Sar, cuma kamu itu datangnya tiba-tiba, jadi ya, aku kaget!”
“Kamu kaget karena aku datang, atau karena takut pacarmu itu marah?”
“Dua-duanya!” Adinda tidak bisa bohong pada Aksar.
“Hmm, tenang saja. Dia gak akan marah sama kamu, karena aku lebih cakep dari dia, haha!”
Dalam suasana seperti itu, Aksar masih saja bisa bercanda.
Adinda merasa kecut sendiri. Tiba-tiba ia mengiyakan apa yang dibilang Aksar. Tapi segera ia tampik. Karena tidak mungkin ia membanding-bandingkan kekasihnya sendiri.
“Sar, aku cape, mendingan kamu pulang aja ya, besok kita kan bisa ketemu lagi!” Adinda tidak mau lama-lama salah tingkah di dekat Aksar.
“Yach, padahal aku masih kangen, tapi diusir. Ya udah, gih masuk, aku masih mau di sini. Ada di rumah kamu juga sama aja. Tetap berasa ada kamunya, biarpun kamunya di dalam terus.”
Kata-kata Aksar jadi membuatnya tidak enak tapi Adinda juga merasa bingung. Akhirnya ia memutuskan masuk dan meninggal kan Aksa di teras sendiri.
***
Waktu pun berlalu. Kehadiran Aksar kembali, telah merusak suasana hati Adinda setiap hari. Dan itu juga mempengaruhi hubungannya dengan Firdhan.
Tapi Adinda pun tidak mampu memungkiri perasaannya sendiri. Seperti masih ada yang mengganjal. Masih ada yang ingin diketahui tentang Aksar. Tentang perasaannya dulu. Tapi bukan berarti dia akan meninggalkan Firdhan.
Adinda hanya ingin membuat hatinya lebih lega tanpa dipenuhi banyak pertanyaan masa lalu.
Maka Adinda pun memutuskan bertemu dengan Aksar.
Ia akan bertanya apa yang ingin diketahui. Dan setelahnya, lebih baik mereka tidak lagi bertemu dan mencari tahu satu sama lain.
“Hey, maaf ya nunggu lama!” Aksar pun datang ke cafe tempatnya bertemu dengan Adinda hari ini.
“Gak kok Sar, aku juga belum lama datangnya!”
“Ok, udah pesan minum?”
“Udah!”
“Hmm, pesenin aku juga dong!”
Sikap Aksar yang spontan seperti inilah yang kadang buat hati Adinda gak karuan. Sampai minuman yang dipesan Aksar datang, tangan Adinda tidak juga dilepaskan dari genggamannya.
“Aku mau nanya sesuatu sama kamu Sar!”
“Aku juga mau bilang sesuatu sama kamu!”
“Apa, ya udah kalau gitu kamu duluan aja!”
“Kamu aja, mau nanya apa?”
“Hmm… tapi, kamu jangan marah ya, dan jangan benci aku juga. Kamu tahu kan aku udah punya pacar, dan kita serius. Jadi aku gak mau, hubungan kita ngerusak hubungan aku sama pacar aku itu!” Adinda mencoba tenang dan melanjutkan pembicaraan, “Tapi aku juga gak bisa bohong, kalau kedatanganmu ini membuat aku senang banget. Dulu kita memang pernah dekat. Tapi sampai hari ini, aku gak pernah tahu, apa arti dari kedekatan Kita dan bagaimana perasaanmu padaku!”
Adinda hanya bisa menunduk. Apa yang dia katakan itu dirasa terlalu jujur. Tapi tidak dipungkiri, jika hatinya terasa lebih lega.
Sunyi, Aksar masih dengan erat menggenggam tangan Adinda. Entah apa yang dia pikirkan, hingga tiba-tiba, ia mengangkat dengan lembut dagu Adinda. Dan kali ini Adinda tidak lagi dapat menghindari tatapan Aksa. Tatapan orang yang pernah begitu ia kagumi dan ah, cinta.
“Maaf, jika aku mencintaimu!”
***
Pertemuan hari itu, menjadi pertemuan terakhir Aksar dan Adinda. Sebenarnya, Aksar masih ingin memperbaiki hubungannya dengan Adinda. Tetapi Adinda menolak, karena ia tidak mau melukai perasaan Firdhan.
Meskipun terkadang, Adinda tidak dapat menghindari jika tiba-tiba hatinya merasa rindu pada Aksar. Tapi ia segera mengusir rasa itu. Dan menggantinya dengan kebersamaan bersama Firdhan.
Biarlah, perasaan yang pernah ia miliki untuk Aksar. Cukup menjadi rahasianya. Akan Adinda jaga sebaik mungkin, agar tak ada seorangpun yang tahu.
Rahasia yang indah.
Rahasia yang tidak pernah meninggalkan rasa menyesal di dalam hati Adinda.
Selesai
@agityunita
0