Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

dudatamvan88Avatar border
TS
dudatamvan88
BUTA


Salam bagi semua penghuni kaskus khususnya SFTH tercinta kita ini.

Ga kerasa ternyata udah hampir setaun ane vakum dari menulis dan malam ini ane putuskan untuk kembali menulis.

Mohon maaf karena kisah ini mungkin akan agak beda dari yang biasa ane tulis sebelumnya tapi ane yakin kisah ini ga akan kalah menarik dari yang sebelumnya.

Karena ane masih dalam masa pembelajaran kritik dan saran bener - bener ane butuhin di forum ini.. emoticon-Shakehand2

Terima kasih emoticon-Maaf Agan


Spoiler for pembukaan:


Quote:




PROLOG

Adat dan budaya dengan segala misteri dan sejarahnya akan selalu menjadi hal yang mengiringi kehidupan manusia dimanapun mereka memijakkan kaki.

Antara baik dan buruk akan selalu menjadi relatif bagi setiap individu yang berbeda.

Saat seorang individu bertemu dengan pemahaman yang sama sekali berbeda dengan apa yang ia pelajari selama hidupnya disanalah letak tingkatan toleransi seorang individu bisa diukur.

Tapi bagaimana jika semuanya sudah melampaui batas???


Quote:
Diubah oleh dudatamvan88 18-02-2020 10:19
doronpa31
sulisp
sangpendosa212
sangpendosa212 dan 28 lainnya memberi reputasi
29
10.9K
66
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.6KThread42.3KAnggota
Tampilkan semua post
dudatamvan88Avatar border
TS
dudatamvan88
#1
01. Wanita Berkebaya Hijau
Menjelang magrib, hujan turun disertai angin yang kencang dan sudah berlangsung sejak sore hari tanpa tanda – tanda akan berakhir dalam waktu yang sebentar disertai dengan mendung yang semakin gelap menggantung menutupi langit senja hingga seakan – akan membuat malam lebih cepat datang. Ditengah hujan yang menderu seorang anak perempuan bernama Lia sedang bermain sendirian di sebuah rumah sederhana yang ada disuatu dusun yang cukup terpencil di salah satu sudut kabupaten Blitar. sedang ibunya tengah larut dalam kesibukanya di dapur Lia benar – benar tidak mempedulikanya dan di dalam benaknya saait ini adalah hanya menunggu nenek dan kakaknya pulang dari membantu tetangga yang akan melakukan hajatan, memang tradisi di daerah tersebut jika ada seseorang yang akan melakukan hajatan ataupun acara – acara lain maka para tetangga akan datang membantu tanpa diundang lebih dulu dan selalu aka nada tempat untuk mereka yang ingin membantu dengan bahasa “Rewang”.

Ibu lia bernama Supranti, seorang wanita yang hampir paruh baya dengan perawakan sedang. Garis - garis usia telah memakan sebagian besar dari kecantikanya dimasa lalu yang khas akan pesona pedesaan. Sedangkan ayahnya kini entah berada dimana. Terakhir mereka berbicara adalah saat pak sunar pamit untuk pergi bekerja di kota Surabaya empat tahun lalu dan hingga kini sama sekali belum ada kabar.

Bu Supranti urung memasukkan sesuap nasi ke mulutnya saat memandang lia berlari dan langsung melompat ke arahnya, alisnya naik saat memandang putrinya yang kini sedang memeluknya dengan erat seakan – akan tidak akan membiarkan ibunya lepas.

“Kenapa nduk?” ujarnya dengan sangat lembut.

“Lue.” Jawab lia seadanya.

“Dari tadi salahmu sendiri disuruh makan ndak mau” ujar Bu supranti sambiul tetap membelai rambut panjang anaknya.

Bu supranti tau. Lia sekarang pasti tengah menunggu tonjok’an (Upah yang biasanya berupa makanan yang diberikan kepada orang yang membantu persiapan atau jalanya suatu hajatan.) yang dibawa oleh kakak dan neneknya. Dalam hatinya ia sadar jika keluarganya ini hampir tidak pernah bertemu lauk seperti ayam dan daging yang bisa dinikmati kecuali kalau bukan dari makanan hajatan atau tonjok’an yang mereka terima krena memang keluarganya adalah keluarga yang sangat kekurangan.

“Kamu main dulu sana, udah mau magrib, sebentar lagi mbah sama mbak pulang” Ujar bu supranti yang langsung diiringi Lia yang berlari meninggalkanya.

Bibir lia tak henti tersenyum saat kembali keruang depan mendapati tumpukan majalah usang yang menjadi bahan imajinasinya untuk menggambarkan dunia. Ia memandang kearah jendela yang ada disamping pintu rumahnya berharap nenek dan kakaknya segera pulang dan mengisi perutnya dengan makanan enak. Tapi beberapa saat lia menunggu sepertinya waktu berjalan begitu lama. Pintu pun tak kunjung diketuk. Yang terdengar hanyalah suara rintik hujan dan suasana yang semakin dingin. Lia memejamkan mata dan mencoba menajamkan telinganya berharap mendengar suara langkah kaki ditengah hujan tapi hasilnya sama sekali nihil.

Kumandang adzan telah berhenti terdengar dari kejauhan perlahan digantikan oleh nyanyian katak yang saling bersahut sahutan. Hujan deras kini sudah berubah menjadi gerimis dan keadaan langit sore pun menjadi semakin gelap sehingga pencahayaan rumah saat ini hanya mengandalkan lampu dengat daya watt kecil yang menghasilkan cahaya remang.

“heeeeeeh.. mbah kok lama ya” gerutu lia sambil menghela nafas panjang.

“Mbah ndak bawa payung nduk” Ujar suara bu supranti yang tepat berada dibelakang lia.

“ndak jadi makan enak dong” gerutu lia sambil bersungut – sungut.

Setelah menyalakan lampu bu supranti masuk kedalam kamar meninggalkan lia sendirian. Lia kembali pada lamunanya memandangi pintu dengan penuh harap pada kakak dan neneknya agar segera pulang.

TOK..

Pintu kayu tua itu terdengar diketuk. Hati lia terasa sangat gembira dan bibirnya tersenyum semeringah sambil berlari menyongsong pintu.

“MMBBAAAAAAAAAHHH” Teriak lia kegirangan dan langsung membuka pintu.

Untuk sesaat lia tertegun. Senyuman riang gembira itu kini menghilang berganti dengan bibirnya yang melongo heran karena dihadapanya kini berdiri sesosok wanita memakai kebaya berwarna hijau berambut panjang kusut tengah membelakanginya. Lia sangat keheranan melihat sosok wanita yang berdiri mematung dan membelakanginya itu.

“Cari siapa bude?” Tanya lia polos.

Tak ada jawaban yang didapatnya, lia semakin bingung dengan siapa sebenarnya ia berbicara saat ini dan juga tak pernah ada orang bertamu disaat magrib seperti ini.

“Hihihihihihihihihihi”

Tiba tiba terdengar suara tawa cekikikan pelan dan sangat lirih yang terasa di kejauhan. Tapi jelas terlihat oleh lia jika punggung dan pundak wanita itu kini bergetar.

“Bude cari ibu lia?” Tanya lia yang masih keheranan.

Dan sekali lagi, tak ada jawaban yang didapat olehnya. Dalam hatinya lia berguman. “ apakah orang ini adalah orang gila?” karena rambutnya hampir sama seperti orang gila yang biasa ia temui dipasar saat menemani ibunya berbelanja. Tapi ada satu perbedan mendasar yang membuat lia yakin jika wanita ini bukanlah orang gila yang ia maksud karena wanita ini memakai baju dan orang gila dipasar yang sering ia temui biasa telanjang dan dia laki – laki.

“HAHAHAHAHAHAHAHAHAHA”

Tiba – tiba suara cekikikan pelan itu kini berubah menjadi suara tawa lepas terbahak – bahak yang terdengar sangat keras hingga lia berjongkok memejamkan mata dan menutupkan kedua tangan ke telinganya.

Bu supranti ternyata juga mendengar suara tawa keras itu dan langsung berlari keruang depan. Tapi alangkah terkejutnya dia saat melihat lia berjongkok dan seorang wanita berkebaya hijau berdiri membelakanginya.

“LIIIAAAAA” Teriak bu supranti sekencang – kencangnya.

Tapi kakinya seakan tak bisa digerakkan dan bahkan kini tubuhnya seakan mematung. Matanya menatap tajam kearah sosok wanita itu dan seketika itu pula kepala dari wanita itu berputar kebelakang. Hanya kepalanya yang berputar dan kini memperlihatkan wajah pucat dengan mata yang hitam dan telihat jelas tengah memelototinya. Kedua pasang mata itu kini beradu pandang dengan tajam. Tubuh bu supranti bergetar hebat hingga ia akhirnya tak sanggup lagi menahan berat tubuhnya dan akhirnya terjatuh.

Sesaat kemudian lia membuka matanya. Sosok wanita tadi kini telah hilang dan lia terkejut saat menengok kebelakang dan melihat ibunya terbaring tak berdaya tak jauh dibelakanya.

“IIIIBBBBUUUUUUUU” Teriak lia sejadi – jadinya sambil berlari menyongsong tubuh wanita paruh baya yang sedang tegeletak itu.

Tak beberapa lama nenek lia yang bernama mbah tuminah dan kakak lia ningsih tengah berjalan pulang dan hanya berjarak sepuluh meter dari rumah. Mata mereka berdua berpandangan saat mendengar suara jeritan.

“Lia mbengok mbah?” ujar ningsih yang juga bingung dia sebenarnya memberikan sebuah pertanyaan atau sebuah pernyataan pada neneknya.

“ayo cepet!!” jawab mbah tuminah yang langsung berlari menyongsong gerimis.
Diubah oleh dudatamvan88 09-11-2022 03:22
afrianmahard476
wiwitpuji56162
isnur212
isnur212 dan 22 lainnya memberi reputasi
23
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.