- Beranda
- Stories from the Heart
RUMAH WARISAN ATAS BUKIT
...
TS
agusmulyanti
RUMAH WARISAN ATAS BUKIT
Spoiler for prolog:
*********
RULES
- Ikuti perarturan SFTH
- Agan2 dan Sista bebas berkomentar, memberikan kritik dan saran yang membangun.
- Selama Kisah ini Ditulis, mohon untuk berkomentar seputar cerita.
- Dilarang meng-copas atau meng copy segala bentuk di dalam cerita ini tanpa seizin penulis
index
Diubah oleh agusmulyanti 06-12-2022 23:16
theoscus dan 56 lainnya memberi reputasi
55
42.3K
590
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
31.6KThread•42.5KAnggota
Tampilkan semua post
TS
agusmulyanti
#381
Part - 34
Langit malam terlihat dipenuhi awan tebal, ketika dua orang yang berseteru itu meninggalkan tempat.
Gue memandang kyai, ada rasa kesal karena kyai melarang gue, untuk menangkap basah mereka.
awww, aduh...sakittt
"Kenapa ?," tanya yg satunya
"Kaki aku kena sesuatu, berdarah...aduh...sakit."
"Yasudah pelan-pelan saja jalannya."
Tak lama suara mereka menghilang di kegelapan malam.
*********
Kyai memandang gue yang sedang kesal.
"Nak Linggar, kenapa saya tidak mengijinkan nak Linggar tadi melabrak orang itu."
"Saya tidak tau kyai."
"Itu karena, saya ingin agar otak dari misteri ini bisa terungkap."
"Tapi sampai kapan kyai, saya sudah tidak sabar lagi."
Kyai Hasan menepuk bahu, dan menenangkan hati gue. Hingga akhirnya gue menyadari kekeliruan gue, dan bisa menerima keputusan kyai.
**********
Gue berjalan menyusuri kebun, udara pagi terasa begitu segar hingga membuat paru-paru gue terasa begitu segar dan nyaman. Kupu-kupu yang beterbangan dengan sayapnya yang indah, membuat gue tak ingin beranjak dari tempat ini.
"Den..den Linggar!, makan dulu," teriak bi Inah.
"Iya bi."
Gue bergegas menghampiri bi Inah. Saat gue tengah berjalan, gue berpapasan dan nyaris menabrak mbak Karina.
"Awww...hati-hati toh dek, sakit tau."
Gue menatap mbak Karina, dan melihat kearah kakinya yang terluka.
"Kenapa kakinya mbak ?."
"Semalam kena sesuatu di dapur dek."
"Coba aku lihat mbak."
"Gak usah dek, udah gak apa-apa koq. Ayo kita makan, tuh bi Inah udah manggil."
Gue melangkah mengikuti langkah mbak Karina dengan sejuta tanya berkecamuk di dada.
**********
Malam ini, aku putuskan untuk istirahat lebih awal, tapi ternyata gue gak bisa memejamkan mata. Kejadian kemarin malam terus membayang bayangi kelopak mata gue, begitu juga dengan kaki mbak Karina yang sakit.
"Apa ada kaitannya ya ?, atau cuma kebetulan saja," gumam gue.
Akhirnya karena gak bisa juga memejamkan mata, gue putuskan untuk keluar lagi malam ini.
Dengan mengendap-endap gue keluar. Diluar sudah sepi, gak ada siapapun, kelihatannya semua sudah tidur. Ketika gue mencoba membuka pintu, ternyata pintunya tidak terkunci.
"Ya ampun, siapa yang ceroboh kayak gini sih, pintu gak dikunci, kalau ada orang jahat masuk, bagaimana ini." gerutu gue.
Gue melangkah keluar. Belum lagi gue menutup pintu, rungu gue mendengar, seperti ada langkah orang yang menginjak ranting...krekkk, cepat-cepat gue tutup pintu dengan hati-hati, dan gue ikuti suara tadi. Gue yakin sekali kalau ada orang ditengah gelapnya malam.
Gue memandang kyai, ada rasa kesal karena kyai melarang gue, untuk menangkap basah mereka.
awww, aduh...sakittt
"Kenapa ?," tanya yg satunya
"Kaki aku kena sesuatu, berdarah...aduh...sakit."
"Yasudah pelan-pelan saja jalannya."
Tak lama suara mereka menghilang di kegelapan malam.
*********
Kyai memandang gue yang sedang kesal.
"Nak Linggar, kenapa saya tidak mengijinkan nak Linggar tadi melabrak orang itu."
"Saya tidak tau kyai."
"Itu karena, saya ingin agar otak dari misteri ini bisa terungkap."
"Tapi sampai kapan kyai, saya sudah tidak sabar lagi."
Kyai Hasan menepuk bahu, dan menenangkan hati gue. Hingga akhirnya gue menyadari kekeliruan gue, dan bisa menerima keputusan kyai.
**********
Gue berjalan menyusuri kebun, udara pagi terasa begitu segar hingga membuat paru-paru gue terasa begitu segar dan nyaman. Kupu-kupu yang beterbangan dengan sayapnya yang indah, membuat gue tak ingin beranjak dari tempat ini.
"Den..den Linggar!, makan dulu," teriak bi Inah.
"Iya bi."
Gue bergegas menghampiri bi Inah. Saat gue tengah berjalan, gue berpapasan dan nyaris menabrak mbak Karina.
"Awww...hati-hati toh dek, sakit tau."
Gue menatap mbak Karina, dan melihat kearah kakinya yang terluka.
"Kenapa kakinya mbak ?."
"Semalam kena sesuatu di dapur dek."
"Coba aku lihat mbak."
"Gak usah dek, udah gak apa-apa koq. Ayo kita makan, tuh bi Inah udah manggil."
Gue melangkah mengikuti langkah mbak Karina dengan sejuta tanya berkecamuk di dada.
**********
Malam ini, aku putuskan untuk istirahat lebih awal, tapi ternyata gue gak bisa memejamkan mata. Kejadian kemarin malam terus membayang bayangi kelopak mata gue, begitu juga dengan kaki mbak Karina yang sakit.
"Apa ada kaitannya ya ?, atau cuma kebetulan saja," gumam gue.
Akhirnya karena gak bisa juga memejamkan mata, gue putuskan untuk keluar lagi malam ini.
Dengan mengendap-endap gue keluar. Diluar sudah sepi, gak ada siapapun, kelihatannya semua sudah tidur. Ketika gue mencoba membuka pintu, ternyata pintunya tidak terkunci.
"Ya ampun, siapa yang ceroboh kayak gini sih, pintu gak dikunci, kalau ada orang jahat masuk, bagaimana ini." gerutu gue.
Gue melangkah keluar. Belum lagi gue menutup pintu, rungu gue mendengar, seperti ada langkah orang yang menginjak ranting...krekkk, cepat-cepat gue tutup pintu dengan hati-hati, dan gue ikuti suara tadi. Gue yakin sekali kalau ada orang ditengah gelapnya malam.
anwaranwar93 dan 16 lainnya memberi reputasi
17
Tutup