- Beranda
- Stories from the Heart
RUMAH WARISAN ATAS BUKIT
...
TS
agusmulyanti
RUMAH WARISAN ATAS BUKIT
Spoiler for prolog:
*********
RULES
- Ikuti perarturan SFTH
- Agan2 dan Sista bebas berkomentar, memberikan kritik dan saran yang membangun.
- Selama Kisah ini Ditulis, mohon untuk berkomentar seputar cerita.
- Dilarang meng-copas atau meng copy segala bentuk di dalam cerita ini tanpa seizin penulis
index
Diubah oleh agusmulyanti 07-12-2022 06:16
theoscus dan 56 lainnya memberi reputasi
55
43.4K
590
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•51.9KAnggota
Tampilkan semua post
TS
agusmulyanti
#318
Part - 30
Gue menunjukan lokasi mayat ditemukan kepada pak polisi yang datang, mereka tidak membawa mobil, karena medan tempuh terlalu beresiko untuk dilalui. Terlihat mereka memfoto dan melakukan investigasi.
Mereka menanyakan hal-hal yang berkaitan dengan si mayit.
"Saya sama sekali tak mengenal orang itu secara pribadi ndan, cuma saya pernah melihat dia, berbincang dengan pegawai saya, di paviliun. Namanya Rania."
"Pegawai yang bapak maksud, mayat laki-laki di paviliun sana, begitu pak ?."
"Betul sekali komandan."
Pak polisi, mengangguk-anggukan kepalanya, dia terlihat mengerutkan dahinya, sepertinya sedang berfikir keras.
"Baik pak, terimakasih atas kerjasamanya. Sebaiknya jenazah mereka segera dimakamkan, karena sudah mulai membusuk."
"Siap komandan, akan segera kami laksanakan. Terimakasih."
Polisi-polisi itu segera meninggalkan rumah gue, saat tugas mereka selesai. Gue bener-bener khawatir dengan kejadian ini. Ada apa sebenarnya ? dan siapa yang ada dibalik semua ini ?.
Teka teki ini merupakan misteri yang harus segera terungkap, sebelum terjadi hal yang lebih mengerikan lagi.
**********
Langit terlihat mendung, dan mulai turun hujan, saat gue dan warga sekitar menguburkan jasad mang Asep dan Rania. Gue bergegas meninggalkan lokasi, saat gue sedang berjalan, gue melihat sekelebat bayangan diantara rerimbunan pohon.
"Kyai, saya melihat sekelebat bayangan disana."
"Iya nak, saya tau. Tapi biarkan saja, dia tidak akan mengganggu."
"Maksud kyai, dia bukan bangsa manusia."
"Ternyata nak Linggar ini peka juga ya."
"Entahlah kyai. Semenjak saya mendapatkan tekanan dari almarhum pacar saya, yang meninggal terbunuh, saya sepertinya sering menemui hal-hal ghoib. Saya takut sekali kyai."
"Gak perlu takut nak, mereka tidak akan mengusik kita, jika kita juga tidak mengusik mereka."
Kemudian gue dan kyai terlibat pembicaraan mengenai dunia astral dan dimensinya, hingga akhirnya kami tiba di rumah.
"Mas Parjo sudah bangun bi ?."
"Sudah den, tapi kelihatannya diam saja den, gak banyak bicara seperti biasanya."
"Mungkin masih sakit bi."
"Iya..mungkin den."
Gue lalu melangkah ke atas, hendak memeriksa kondisi mas Parjo. Kugerakan handle pintu, dikunci.
"Mas !, mas Parajo !."
Tak ada sahutaan. Gue melihat sekeliling, gue berjalan menuju balkon. Pemandangan disini sungguh luar biasa, bukit yang hijau terhampar indah, apalagi jika matahari baru terbit, pasti sangat indah. Tiba-tiba netra gue, melihat bekas telapak kaki menempel di dinding pagar balkon, gue susurin, terlihat bekasnya samar sampai ke bawah.
"Wah..berarti orang ini naik keatas, disaat semua sedang tidur. Ini bahaya...gue harus memberitahu kyai."
"Gumam gue."
cklek...kreettt
Gue lihat kepala mas Parji menyembul keluar.
"Gimana mas, baikan ?."
"Entahlah mas, badan saya sakit semua."
"Yasudah istirahat saja mas, jangan lupa pintunya dikunci. Karena saya melihat ada hal ganjil disini."
"Hal ganjil apa mas," tanya mas Parjo sambil terhuyung.
Gue mengajak mas Parjo, melihat bekas telapak kaki di dinding pagar balkon.
"Telapak kaki siapa itu mas?, koq saya jadi takut."
"Gak perlu takut, waspada saja."
"Pintu balkon sebaiknya, jangan dibiarkan terbuka, takutnya dia kembali dan mencelakai kita semua mas."
Dengan mimik ketakutan, mas Parjo lantas mengunci pintu balkon, lalu kembali lagi ke kamarnya.
Mbak Karina datang menghampiri gue dan mengajak gue turun.
"Yuk kita sarapan dek, Fatimah yang masak loh." ujarnya sambil menggoda gue.
Gue dan mbak Karina turun. Semua sudah berkumpul. Gue gak mau membahas masalah di balkon tadi dengan mereka, takut merusak selera makan.
********
tuuut.....tuuutttt
Gawai HP gue bergetar...Nola.
"Hallo..Nola, ada apa ?"
"Hallo..mas Linggar, kapan balik ?, kangen loh aku ?," ujarnya dengan genit.
"Gak tau La, sedang banyak masalah ini. Anto mana ?, tolong dong, aku mau bicara."
"Ih ...mas Linggar, orang aku yang lagi kangen, malah nanyain Anto," ujarnya merajuk.
Gue tertawa mendengar nada suaranya.
"Hallo.. "
"Hallo...To, gimana ini, masalah gue tambah rumit nih, gue masih belom bisa balik. Pak boss gimana ?, marah gak ?, gue pasrah aja deh, terserah pak boss aja."
"Tenang bro, udah gua jelasin panjang kali lebar, kelihatannya dia bisa ngerti. Ngomong-ngomong, ada masalah apa lagi sih Gar ?."
"Nanti deh, kalo udah balik, gue ceritain. Udah dulu ya, eh..tuh si centil, elu peluk napah, biar gak keganjenan...hahaha."
"Beuh...ogah gua mah yang kayak gitu Gar...geli...hahahaha."
"Oke bro, sampai nanti ya.
Saat gue menutup telpon dan berbalik, seperti ada sebuah langkah yang menjauh. Gue pertajam pendengaran gue, sepi. Ah..mungkin gue cuma halu.
Mereka menanyakan hal-hal yang berkaitan dengan si mayit.
"Saya sama sekali tak mengenal orang itu secara pribadi ndan, cuma saya pernah melihat dia, berbincang dengan pegawai saya, di paviliun. Namanya Rania."
"Pegawai yang bapak maksud, mayat laki-laki di paviliun sana, begitu pak ?."
"Betul sekali komandan."
Pak polisi, mengangguk-anggukan kepalanya, dia terlihat mengerutkan dahinya, sepertinya sedang berfikir keras.
"Baik pak, terimakasih atas kerjasamanya. Sebaiknya jenazah mereka segera dimakamkan, karena sudah mulai membusuk."
"Siap komandan, akan segera kami laksanakan. Terimakasih."
Polisi-polisi itu segera meninggalkan rumah gue, saat tugas mereka selesai. Gue bener-bener khawatir dengan kejadian ini. Ada apa sebenarnya ? dan siapa yang ada dibalik semua ini ?.
Teka teki ini merupakan misteri yang harus segera terungkap, sebelum terjadi hal yang lebih mengerikan lagi.
**********
Langit terlihat mendung, dan mulai turun hujan, saat gue dan warga sekitar menguburkan jasad mang Asep dan Rania. Gue bergegas meninggalkan lokasi, saat gue sedang berjalan, gue melihat sekelebat bayangan diantara rerimbunan pohon.
"Kyai, saya melihat sekelebat bayangan disana."
"Iya nak, saya tau. Tapi biarkan saja, dia tidak akan mengganggu."
"Maksud kyai, dia bukan bangsa manusia."
"Ternyata nak Linggar ini peka juga ya."
"Entahlah kyai. Semenjak saya mendapatkan tekanan dari almarhum pacar saya, yang meninggal terbunuh, saya sepertinya sering menemui hal-hal ghoib. Saya takut sekali kyai."
"Gak perlu takut nak, mereka tidak akan mengusik kita, jika kita juga tidak mengusik mereka."
Kemudian gue dan kyai terlibat pembicaraan mengenai dunia astral dan dimensinya, hingga akhirnya kami tiba di rumah.
"Mas Parjo sudah bangun bi ?."
"Sudah den, tapi kelihatannya diam saja den, gak banyak bicara seperti biasanya."
"Mungkin masih sakit bi."
"Iya..mungkin den."
Gue lalu melangkah ke atas, hendak memeriksa kondisi mas Parjo. Kugerakan handle pintu, dikunci.
"Mas !, mas Parajo !."
Tak ada sahutaan. Gue melihat sekeliling, gue berjalan menuju balkon. Pemandangan disini sungguh luar biasa, bukit yang hijau terhampar indah, apalagi jika matahari baru terbit, pasti sangat indah. Tiba-tiba netra gue, melihat bekas telapak kaki menempel di dinding pagar balkon, gue susurin, terlihat bekasnya samar sampai ke bawah.
"Wah..berarti orang ini naik keatas, disaat semua sedang tidur. Ini bahaya...gue harus memberitahu kyai."
"Gumam gue."
cklek...kreettt
Gue lihat kepala mas Parji menyembul keluar.
"Gimana mas, baikan ?."
"Entahlah mas, badan saya sakit semua."
"Yasudah istirahat saja mas, jangan lupa pintunya dikunci. Karena saya melihat ada hal ganjil disini."
"Hal ganjil apa mas," tanya mas Parjo sambil terhuyung.
Gue mengajak mas Parjo, melihat bekas telapak kaki di dinding pagar balkon.
"Telapak kaki siapa itu mas?, koq saya jadi takut."
"Gak perlu takut, waspada saja."
"Pintu balkon sebaiknya, jangan dibiarkan terbuka, takutnya dia kembali dan mencelakai kita semua mas."
Dengan mimik ketakutan, mas Parjo lantas mengunci pintu balkon, lalu kembali lagi ke kamarnya.
Mbak Karina datang menghampiri gue dan mengajak gue turun.
"Yuk kita sarapan dek, Fatimah yang masak loh." ujarnya sambil menggoda gue.
Gue dan mbak Karina turun. Semua sudah berkumpul. Gue gak mau membahas masalah di balkon tadi dengan mereka, takut merusak selera makan.
********
tuuut.....tuuutttt
Gawai HP gue bergetar...Nola.
"Hallo..Nola, ada apa ?"
"Hallo..mas Linggar, kapan balik ?, kangen loh aku ?," ujarnya dengan genit.
"Gak tau La, sedang banyak masalah ini. Anto mana ?, tolong dong, aku mau bicara."
"Ih ...mas Linggar, orang aku yang lagi kangen, malah nanyain Anto," ujarnya merajuk.
Gue tertawa mendengar nada suaranya.
"Hallo.. "
"Hallo...To, gimana ini, masalah gue tambah rumit nih, gue masih belom bisa balik. Pak boss gimana ?, marah gak ?, gue pasrah aja deh, terserah pak boss aja."
"Tenang bro, udah gua jelasin panjang kali lebar, kelihatannya dia bisa ngerti. Ngomong-ngomong, ada masalah apa lagi sih Gar ?."
"Nanti deh, kalo udah balik, gue ceritain. Udah dulu ya, eh..tuh si centil, elu peluk napah, biar gak keganjenan...hahaha."
"Beuh...ogah gua mah yang kayak gitu Gar...geli...hahahaha."
"Oke bro, sampai nanti ya.
Saat gue menutup telpon dan berbalik, seperti ada sebuah langkah yang menjauh. Gue pertajam pendengaran gue, sepi. Ah..mungkin gue cuma halu.
Diubah oleh agusmulyanti 08-02-2020 07:18
anwaranwar93 dan 15 lainnya memberi reputasi
16