Kaskus

Story

denbagoes01Avatar border
TS
denbagoes01
Misteri Rumah Ritual Plus-Plus
Misteri Rumah Ritual Plus-Plus


Hola, GanSis, perkenalkan ane newbie di SFTH. Mencoba membawakan sebuah cerbung dengan genre "rasa-rasa aneh"
Semoga berkenan di hati pembaca. Berhubung ini cerbung perdana, saran dan kritik sangat ane butuhkan demi terciptanya perdamaian di antara kita. Halah! emoticon-Mad (S)

Pokoknya, simak aja. Jangan lupa kirimkan cendol dan rate-nya sebagai dukungan untuk TS ganteng dan kece, @denbagoes01biar nggak menanam kentang di thread ini. Terima kasih kliknya. Salam ganteng! emoticon-Angkat Beer



Selamat datang di dunia mistis versi Ane!

emoticon-Angkat Beeremoticon-Angkat Beeremoticon-Angkat Beeremoticon-Angkat Beeremoticon-Angkat Beeremoticon-Angkat Beeremoticon-Angkat Beeremoticon-Angkat Beer



WARNING 18+


*********


Part 1

"Terkadang, kita perlu melakukan hal gila demi mencapai sebuah tujuan"



Laraning lara ...
Ora koyo wong kang nandang wuyung
Mangan ra doyan
Ra jenak dolan
Ning ati bingung ...



Alunan merdu tembang Wuyungterdengar sayup di telinga Parto. Pintu berderit terbuka dan siluet seorang perempuan melangkah masuk. Pinggulnya bergoyang, seirama langkah kaki yang gemulai. Semakin dekat semakin jelas, dan Parto bisa melihat sosok itu mulai menanggalkan kain yang melekat di tubuhnya satu persatu. Aroma kembang memabukkan menyeruak memenuhi ruangan kamar, tempat di mana bujang lapuk itu terkapar tak berdaya di atas amben tanpa kasur.

Dengan cepat perempuan itu mengikis jarak antara mereka berdua, menjatuhkan tubuhnya tepat di atas pusar Parto yang berbulu. Sementara si bujang tampak pasrah membiarkan dirinya diperlakukan secara brutal.

"Jangan melawan jika tidak ingin ritualnya gagal!" Parto terngiang nasehat seorang temannya ketika sampai di tempat itu.


******


Angin sepoi di kegelapan desa SumberDhalu mulai menggigiti kulit. Di sebuah kedai kopi yang tampak sepi, seorang lelaki usia matang duduk di salah satu kursi menghadap meja panjang, melamunkan diri. Jemari tangan kirinya menjepit sebatang kretek yang mengepulkan asap di sekeliling ruangan. Sesekali diisapnya, demi mengatasi sepi yang mulai membekukan malam.

Berkali lelaki itu melirik jam dinding yang terpajang di dinding di belakang kepala si pemilik kedai. Raut bosan mulai menghiasi wajahnya, sama seperti kegelisahan yang dirasakan si pemuda pemilik yang tak tega mengusir pengunjungnya. Malam sedemikian larut, dan semestinya ia sudah harus menutup lapaknya.

"Mau kopi lagi, Kang?"

Pelayan itu akhirnya punya alasan untuk membuka suara begitu melihat cangkir pengunjungnya tandas.

"Ndak usah," tolak si pengunjung yang diketahui bernama Edy. "Sebentar lagi saya pulang."

Si pemilik kedai mengangguk lega dan kembali tenggelam di balik meja. Melanjutkan kegiatan rebahannya yang tertunda. Sepasang mata lima wattnya berusaha terus terjaga sambil mendengarkan sandiwara radio.

Kretek kelima telah habis diisapnya, tetapi kawan yang ditunggu Edy tak kunjung muncul. Sepanjang pengalaman mengantar orang-orang ke rumah ritual Ni Kembang Tanjung, baru kali ini ia dibuat menunggu terlalu lama. Pasti ada yang tak beres, pikirnya.

Ia terkenang kemunculan Parto, demikian nama kawannya, suatu petang, saat tengah bersiap berangkat ke Desa SumberDhalu. Kala itu, dirinya membawa seorang pria tua bertubuh tambun dengan duit segebok yang entah dari mana asalnya. Mungkin pelanggannya seorang bandar judi di kampung sebelah.

"Bawa aku ke tempat itu, Kang!" pinta kawannya. Wajah pasrah Parto benar-benar membuatnya geli.

"Kamu yakin, Mblok?"

Parto-Mblok mengangguk cepat.

Bukan tanpa alasan, Edy mempertanyakan keputusan Parto. Selama ini, kawan sedari kecilnya itu tak pernah neko-neko. Hidupnya cenderung lurus dan di antara sekawanannya, Parto-Mblok yang paling rajin pergi ke Surau, mengaji dan memperdengarkan nasehat-nasehat keagamaan dari Kyai Jahro.

Entah ada angin apa, Parto yang sebentar lagi melepas masa lajangnya itu mendadak tertarik dengan tawarannya untuk memperkuat kejantanan di Rumah Ritual Ni Kembang Tanjung. Seperti yang dilakukan oleh para bujang lain yang hendak mempersunting anak gadis, atau sekadar menyenangkan bini sendiri.

Syarat untuk menjalani ritual itu pun terbilang mudah, sebenarnya. Para lelaki ini hanya diharuskan tidur bersama Ni Kembang Tanjung selaku dukun di rumah ritual tersebut. Siapa tak tergoda bercinta dengan perempuan muda bertubuh molek dengan aroma memabukan?

Keraguan muncul di benak Edy mengingat kawannya tersebut masih perjaka dan notabene sangat setia dengan kekasihnya, Nuning.

"Justeru semua demi Nuning, Kang," sanggah Parto, begitu Edy mempertanyakannya.

"Aku tak mau dia kelak kecewa padaku karena tak bisa memuaskannya di atas ranjang. Apalagi Nuning cantik, banyak lelaki mengantre untuk bisa menjadi kekasihnya."

Edy selaku makelar perdukunan hanya bisa manut mendengar penuturan kawannya. Dia pun mengabulkan permintaan Parto. Tentu dengan menunggu giliran, karena Edy hanya bisa mengantar satu orang setiap malamnya.

Tepat tiga hari sebelum hari H pernikahan Parto, akhirnya Edy memberikan giliran. Malam itu ia menerima sekantung uang dari kawannya, sebagai syarat awal kesepakatan mereka. Dengan senang hati Edy mengantar kawannya ke rumah ritual.

*******


Menjelang dini hari, bilik dari sebuah rumah di seberang jalan terbuka dan seorang lelaki berwajah kusut muncul. Edy serta merta bangkit dari tempat duduknya demi menyambut pemandangan ini. Ia tergopoh menghampiri kawannya yang tampak seperti mau pingsan.

"Sudah selesai, Mblok?"

Dan yang ditanyai hanya mengangguk perlahan. Tak ada kata keluar dari mulutnya. Edy dengan sigap membimbing tubuh kelelahan itu menuju kedai kopi, yang langsung disambut dengan wajah kesal si pemilik kedai.

"Eh, kirain mau nginep di dalam rumah ritual," sindirnya. Dengan sigap ia menyeduh secangkir kopi kental yang langsung ditandaskan begitu sampai di depan hidung Parto.

Ajaib. Kopi itu seperti memberikan tenaga baru dalam tubuh Parto. Dalam sekejab ia bisa memulihkan kesadaran yang nyaris hilang, dan menghadapi dua wajah tak asing di depannya.


******



Nantikan kelanjutan kisah mereka dengan terus memberi dukungan TS yang paling bagus dhewe sak belantara Kaskus. Silakan ketik SFTH (spasi) ANU
Kirim ke nomor HP masing-masing. Dengan ajaib part selanjutnya akan update di Kaskus Anda.

Terima kasih sudah mendukung @denbagoes01salam ganteng! emoticon-Angkat Beer


Diubah oleh denbagoes01 15-02-2020 21:59
KISAHORRORAvatar border
666lucifer89Avatar border
bukhoriganAvatar border
bukhorigan dan 62 lainnya memberi reputasi
61
40.8K
259
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread52.1KAnggota
Tampilkan semua post
denbagoes01Avatar border
TS
denbagoes01
#30
Misteri Rumah Ritual Plus-Plus
Part 2


"Jangan takut merasa bahagia, pun sebaliknya. Jangan takut saat petaka tiba"


Malam itu, suasana kampung Sumberjo tampak lain dari biasanya. Lampu menyala di sana-sini, dan suara riuh musik dangdut menggema di segala penjuru. Di sebuah rumah dengan halaman cukup luas, yang mana paling benderang malam itu telah berdiri teropberkorden putih melambai-lambai. Raut bahagia menghiasi wajah orang-orang di dalamnya.

Tak terkecuali Parto, yang kini tengah duduk di kursi paling megah bagai raja, didampingi seorang gadis berparas hitam manis pujaan hatinya. Ia memasang senyum paling lebar di antara semuanya.

Dengan menyewa sebuah grup orkes dangdut milik Pak Lurah, pelaksanaan acara pernikahan Parto dan Nuning sudah cukup meriah. Pak Lurah sungguh bermurah hati menyediakan beranda rumahnya sebagai tempat berlangsungnya acara, karena rumah Parto sendiri tak cukup memadai digunakan untuk menerima tamu undangan.

Sejak sore, pagelaran orkes sudah dimulai. Puluhan ibu-ibu dan anak-anak berkerumun di sekitar panggung menyaksikan tontonan yang hanya ada saat hajatan itu. Setelah hari beranjak malam, mereka mulai mundur satu persatu meninggalkan keramaian. Kemudian berdatanganlah para pemuda brutal yang mendhem toak, mengerubuti para biduan berpakaian minim di atas panggung sambil sesekali mencolek atau memeluk bodi-bodi semok itu.

Malam semakin larut dan tampaknya sudah tak ada lagi tamu yang datang. Parto yang sudah tak sabar ingin icip-icip berinisiatif membawa pengantinnya ke kamar. Namun tiba-tiba seorang perempuan separuh baya mencegahnya.

"Jangan masuk dulu, Le, Nduk," tahan perempuan itu. "Itu ada tamu yang baru datang."

Parto dan Nuning menoleh. Tampak dua orang lelaki memasuki tenda dan kini berjalan menuju mereka. Parto mengenal salah satu tamunya, Edy. Kawan sedari kecil sekaligus si perantara dukun Rumah Ritual Ni Tanjung. Sedangkan lelaki satunya yang tampak berkulit bersih dan berpostur tinggi, Parto tak mengenalnya. Meskipun tak bisa dipungkiri, wajah itu tak asing baginya.

"Selamat, Mblok. Akhirnya kamu laku juga," kata Edy sambil menyalami Parto. Diselipkannya amplop putih bergaris merah-biru di antara telapak tangan Parto.

"Suwun, Kang," ucap Parto dengan mata berkaca-kaca. Dalam hati, ia sangat berterima kasih pada kawannya itu, sekaligus tak sabar menjajal hasil ritual kemaren.

"Dek, kamu yakin lebih memilih dia daripada aku?" tiba-tiba terdengar suara berbisik. "Apa kurangnya aku? Aku tulus, ganteng dan pastinya lebih kaya dari bujang buluk itu."

Sialan!

Parto mengumpat dalam hati. Ternyata lelaki yang datang bersama Edy adalah tamu Nuning. Lebih tepatnya, mantan! Parto memandang keduanya dengan murka. Nuning yang merasa serba salah dengan cepat menarik kedua tangannya dari genggaman lelaki itu dan beringsut mendekati suaminya.

"Bukan aku, Kang," katanya terbata. "Dia yang merayuku!"

"Aku tahu, Dek," kata Parto menenangkan. Tatapan murkanya tertuju pada si lelaki jangkung di hadapannya.

"Beraninya kowe menggoda istriku!" dia menghardik. "Pancene bang sat kowe!"

Sebuah bogem mentah nyaris menghantam wajah mulus si jangkung, sebelum Edy dan Nuning menahan amarah Parto. Beberapa orang datang melerai, kemudian mengusir pergi si tamu tak sopan itu.

"Awas kowe wani cedhak bojoku!"

Parto terus memaki sampai punggung lelaki itu menghilang di balik tenda.


*********


Malam belah duren pun tiba. Meski masih kesal dengan peristiwa sore tadi, Parto tak lantas kehilangan gairah untuk segera melancarkan aksinya di dalam kamar pengantin yang telah disiapkan pula oleh Pak Lurah. Alangkah beruntung dia, tak harus memerawani Nuning di atas ranjang reot miliknya.

Usai membersihkan diri, Parto menghampiri Nuning dan menggodanya. Gadis berambut ikal berombak itu duduk dan tersenyum malu-malu di pinggiran ranjang. Jemarinya tak henti meremasi ujung selimut, dengan wajah menunduk. Sesekali ia mendongak menatapi lelakinya yang kini kian mendekat, membuat jantungnya berdebar-debar tak keruan.

Tak membutuhkan waktu lama bagi keduanya untuk saling berpagut, saling menyerang, beringas menikmati tubuh pasangannya. Segala kain terlucuti, terlempar ke udara, berserakan di lantai, ranjang, bahkan atas lemari. Entah seperti apa polah mereka.

Tepat tengah malam, di bawah cahaya purnama yang menerobos melalui celah jendela, Parto menghunuskan pusakanya, bersiap menusuk lawan yang kini terengah di hadapan. Namun sesaat kemudian si lawan meme kik, bahkan sebelum senjata itu menyentuh liang surganya. Dia bergerak refleks menutup kedua paha, pun lubang hidungnya.

"Kenapa, Dek?" tanya Parto heran. Sedikit kecewa, dia memundurkan langkah. Memerhatikan sang istri yang kini beringsut memalingkan muka, dengan satu tangan menjepit hidung.

"Bau, Kang!"

Hueek!!

Gadis itu mengeluarkan isi perutnya di hadapan Parto, mengotori cangcutnya yang berserakan di lantai. Ia berlari ke sana ke mari memunguti pakaian dan buru-buru memakainya, kemudian bergegas menarik gerendel pintu.

"Lain kali mandi dulu yang bener sebelum berperang, Kang. Masa bau bangkai gitu!"

Usai mengucapkan kalimat pedas tak berperasaan, Nuning berjingkat keluar kamar dengan masih menutup hidung dan ekspresi mau muntah lagi.

Parto tak kuasa mencegahnya. Apalagi begitu dia sadar dengan mencium aroma barangnya sendiri yang memang seperti bangkai. Ia pun muntah di tempat yang sama.

Sungguh malam yang buruk bagi Parto. Ia gagal menunjukkan keperkasaannya di hadapan Nuning dan justeru mendapatkan kesialan seperti ini. Dalam hati ia bertanya-tanya, darimana asal bau busuk ini? Perasaan dia sudah membersihkan diri dengan benar?

Apakah ini ada hubungannya dengan ritual malam itu?

Mendadak Parto teringat ucapan Ni Kembang Tanjung sesaat setelah ritual itu usai. Ucapan yang tak seharusnya dia lupakan. Ucapan dari seorang dukun yang tak pernah main-main!


Lanjut?

Part 3
Diubah oleh denbagoes01 15-02-2020 21:57
liee
indrag057
nunuahmad
nunuahmad dan 20 lainnya memberi reputasi
21
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.