Kaskus

Story

yanagi92055Avatar border
TS
yanagi92055
Pencarian Belum Usai [TRUE STORY] - SEASON 3
Selamat Datang di Thread Gue 
(私のスレッドへようこそ)


Pencarian Belum Usai [TRUE STORY] - SEASON 3


TERIMA KASIH BANYAK ATAS ATENSI DAN APRESIASI YANG TELAH GANSIS READERBERIKAN DI DUA TRIT GUE SEBELUMNYA. SEMOGA DI TRIT SELANJUTNYA INI, GUE DAPAT MENUNJUKKAN PERFORMA TERBAIK GUE DALAM PENULISAN DAN PACKAGING CERITA AGAR SEMUA READER YANG BERKUNJUNG DISINI SELALU HAPPY DAN TERHIBUR

Spoiler for Season 1 dan Season 2:


Last Season, on Muara Sebuah Pencarian - Season 2 :
Quote:




INFORMASI TERKAIT UPDATE TRIT ATAU KEMUNGKINAN KARYA LAINNYA BISA JUGA DI CEK DI IG: @yanagi92055 SEBAGAI ALTERNATIF JIKA NOTIF KASKUS BERMASALAH


Spoiler for INDEX SEASON 3:


Spoiler for LINK BARU PERATURAN & MULUSTRASI SEASON 3:



Quote:


Quote:

Quote:
Polling
Poll ini sudah ditutup. - 83 suara
Perlukah Seri ini dilanjutkan?
Perlu
99%
Tidak Perlu
1%
Diubah oleh yanagi92055 08-09-2020 10:25
sehat.selamat.Avatar border
JabLai cOYAvatar border
al.galauwiAvatar border
al.galauwi dan 142 lainnya memberi reputasi
133
342.8K
4.9K
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread51.9KAnggota
Tampilkan semua post
yanagi92055Avatar border
TS
yanagi92055
#1540
Dinamika Lain
Dee akan datang lagi ke ibukota untuk mengikuti diklat lanjutan. Dan karena itu pulalah gue jadi susah. Dia sebelum naik ke pesawat pun lupa untuk beli pulsa, dan akhirnya minta tolong gue untuk membelikan pulsa.

Gue yang saat itu nggak bawa uang cash akhirnya harus minta ke Emi. untung Emi ada. Dan gue sangat yakin Emi pasti curiga dengan tiba-tiba gue minta uang untuk beli pulsa. Sementara pulsa gue kebetulan baru aja diisi beberapa hari lalu.

Dee menelpon gue, katanya bete nungguin waktu take offnya. Gue melayani dengan biasa-biasa aja. tapi gue sempat lupa kalau ada Emi menunggu di motor. Ya ini salah gue lagi memang. Awal mula hubungan gue yang jadi merenggang dengan Emi ya dimulai dari sini.

Sebelumnya gue memang sempat jengah dengan kelakuan teman-teman Emi yang masih saja mengganggu dengan embel-embel kejadian PKAT dan sebagainya. Gue mulai capek juga dengan keadaan seperti itu yang terus menerus tanpa henti.

Imbas dari keadaan seperti ini adalah gue mulai sering ribut dengan Emi. ini sangat membuat gue nggak nyaman sama sekali. Dee seempat ingin bertemu gue saat ke ibukota namun gue tolak dengan berbagai macam alasan. Gue nggak mau hubungan gue yang sedang renggang ini malah jadi makin kacau jika gue mengurusi Dee terus.

Pengobat rasa jengah gue ini adalah suasana baru dikantor gue. gue memang nggak pindah kantor secara fisik, tapi gue berada dilingkungan baru dengan teman-teman baru yang merupakan tim dari Pak Yudi. Orangnya ramah-ramah, dan lagi-lagi gue menjadi yang termuda diantara mereka.

Sebenarnya ada keponakan Pak Yudi yang seumuran dengan gue. Tapi dari pengalaman dilapangan, dia lebih senior dari gue, hanya aja karena dia nggak kuliah, saat itu dia belum mendapatkan kesempatan yang sama untuk mengikuti pendidikan profesi seperti gue.

Status gue yang freelance nggak mengendurkan pekerjaan gue. Malah makin banyak karena memang tim Pak Yudi terafiliasi dengan salah satu perusahaan besar di ibukota. Ibaratnya, nggak akan pernah kekeringan proyek karena nama besar perusahaan ini.

Dengan predikat gue yang sama dengan Mas Yogi, otomatis pekerjaan-pekerjaan besar dan proyek-proyek dari perusahaan besar pun harus gue tangani. Bedanya, gue sekarang lebih banyak dilapangan daripada di kantor seperti dulu. Tapi waktu gue sangat fleksibel. Nggak enaknya, ketika dikejar deadline, gue bahkan bisa sampai menginap dikantor.

Suasana baru dan cara kerja yang lebih kekinian membuat gue sedikit enjoy dengan pekerjaan gue, lagi. Walaupun gue nggak benar-benar 100% disana. Masih ada ganjalan dihati. Tapi saat itu juga gue seperti bingung menentukan sikap, jika bukan profesi ini, apa yang mau dikerjakan? Dan apakah gue cukup cakap untuk mengerjakan pekerjaan lain selain profesi yang memang sudah gue geluti dari awal sampai gue lulus pendidikannya ini?

Gue selalu berusaha untuk memberikan kemampuan terbaik. Tapi ya namanya intrik dikantor pasti selalu ada. Dan Dondi, salah seorang staf baru di tim Pak Yudi yang masuknya bersamaan dengan gue, merasa tersaingi. Apalagi umurnya beda sekitar 6 atau 7 tahun lebih tua dari gue, bahkan lebih tua dari Mas Yogi. tapi Dondi ini belum mencapai predikat seperti gue dan Mas Yogi.

Ada aja yang selalu dia buat untuk mengkontra pekerjaan gue. dari mulai analisis lah, kemudian cara pengambilan sampel lah, sampai ke urusan pembuatan laporan. Ada aja salahnya gue dimata dia. Gue bukan tipikal orang yang suka banyak bicara didepan atasan atau teman-teman kantor. Gue lebih banyak diam dan berbicara lewat hasil pekerjaan.

Tetapi kalau Dondi ini lain. Dia memang juga bekerja dengan baik, hanya saja dia sangat pintar cari muka, terutama didepan Pak Yudi dan Mas Yogi. hal ini juga diamini oleh beberapa kawan kantor yang sudah lebih dulu ikut di tim Pak Yudi ini.

Kalau gue nggak disenggol, gue nggak akan pernah nyenggol orang. Tapi kalau udah mulai nyenggol yang nggak-nggak, lo jual gue beli. Itu yang selalu gue terapkan dari dulu. Gue hanya bisa membalas dengan hasil pekerjaan aja. karena gue nggak mau menghabiskan banyak waktu gue untuk adu mulut yang gue rasa nggak terlalu penting. Tapi memang efeknya membuat nama gue sedikit tercoreng. Semua karena ulah si Dondi ini.

Itulah dinamika pekerjaan gue saat itu. Disaat sedang sibuk-sibuknya, ada aja yang bikin drama nggak penting. Mana bapak-bapak lagi yang bikin drama. Bukan yang lebih muda usianya. Gue sampai heran, apa iya ini orang nggak terima kalau dirinya yang lebih senior dari segi umur dan pengalaman, tapi predikatnya ada dibawah gue yang pengalaman dan umurnya juga dibawah dia?

Harusnya sih namanya profesionalitas nggak melihat dari faktor seperti itu. Terbukti dari kantor yang mewawancarai Emi tempo hari, para foundernya bahkan lebih muda dari gue, dengan salah satu foundernya bahkan belum pernah kerja dibawah orang lain. Kata Emi, sehabis dari kuliah S2 nya di Amerika sana, dia pulang dan langsung bikin start-up itu, yang modal awalnya salah satunya ya dari sisa beasiswa dia ke Amerika dulu.

Keadaan dinamika kantor gue saat itu benar-benar sangat berbeda dengan kantor gue sebelumnya. Lebih dinamis, dan tentunya lebih banyak dramanya juga. mungkin juga karena tim Pak Yudi ini walaupun lebih tua dari gue semua, tapi nggak beda jauh banget. hanya beda sekitar 6-7 tahun saja. Berbeda dengan waktu gue dikantor Papa dan setelahnya, banyak bapak-bapak yang bahkan umur anak tertuanya aja hampir seumur gue.

Dari segi melek teknologi pun, kolega kantor gue saat ini lebih mumpuni kemampuannya. Modal listrik jadi bisa lebih ditekan karena semua menggunakan laptop, tidak ada lagi PC dengan layar tabung atau LCD jadul. Dan pekerjaan juga bisa diselesaikan secara mobile.
Pekerjaan gue saat itu sedang banyak luar biasa dan menangani beberapa proyek dari perusahaan besar seperti perusahaan otomotif multinasional dan juga salah satu BUMN perkebunan. Ini cukup menguras tenaga dan pikiran gue. bahkan gue sampai beberapa kali menginap dikantor untuk menyelesaikan pekerjaan.

Kostan gue yang dekat saja jadi terasa jauh sehingga gue sampai malas pulang saking capeknya badan dan otak gue. gue sempat juga terlanda sakit. Tapi gue nggak pernah bilang sama Emi. Gue sempat kena gejala tifus karena kelelahan.

Pada saat yang kurang tepat seperti itu lah Emi malah menanyakan soal pengisian pulsa yang ternyata mengisikan pulsa Dee. Dia terus mencecar gue dengan banyak pertanyaan yang akhirnya malah jadi kebawa perasaan sedih dan marah.

Selain itu juga, ternyata Dania membuka PC gue dirumah dan karena kebiasaan gue yang nggak pernah me-logout semua sosial media gue, jadi Dania sempat baca beberapa percakapan gue dengan Dee. Kemudian Dania mengkonfirmasi dan sempat ngomel ke Emi kenapa kakaknya masih juga ngurusin mantannya.

Disitulah gue sangat marah. Sebenarnya gue yang salah. tapi karena banyak pikiran plus badan gue yang nggak kunjung fit, habis-habisanlah gue dan Emi bertengkar. Dari mulai urusan Dee, kemudian urusan Dania yang sebenarnya juga mengarah ke Dee dan beberapa pertengkaran lain masalah waktu.

Emi merasa waktu gue semakin berkurang untuknya. Dia mulai curiga karena menemukan beberapa bukti kedekatan kembali gue dengan Dee. Padahal mah gue dan Dee udah nggak seintens itu. Tapi ya namanya dia nemu bukti plus ada omongan dari Dania, gue jadinya malah semakin malas menghubungi Emi. dan kebetulan juga pekerjaan gue banyak sekali meminta waktu gue untuk fokus.

--

Gue diberitahu oleh Emi bahwa ibunya dibawa kerumah sakit yang dekat dengan rumah Kakeknya Emi. berarti keluar kota dong? Jauh amat. Kenapa nggak diibukota aja yang udah ada peralatan yang lebih lengkap dan fasilitas yang lebih baik daripada didaerah? Gue agak bingung juga dengan pemikiran orang tua Emi. tapi mungkin itu yang terbaik bagi ibunya ya.

Karena gue sedang nggak punya banyak waktu, gue nggak bisa nyusulin Emi kekampus untuk memberikan dukungan secara langsung. Gue hanya bisa berkomunikasi lewat HP aja ketika itu. Untungnya Emi mau mengerti dengan kesibukan gue yang padat ini. Tapi dengan pusingnya gue saat itu, dan juga pusingnya Emi ngurusin skripsinya yang belum juga beres, plus ditambah kepikiran kesehatan ibunya, akhirnya berujung pada pertengkaran lagi dan lagi.

Gue lebih memilih untuk mendiamkan aja akhirnya. Daripada ngomong salah sedikit, dengan perasaan sensitif seperti itu, bisa jadi ribut nggak karuan. Emi pun juga nggak menghubungi gue. gue lebih tenang untuk mengerjakan seluruh pekerjaan gue dengan kondisi badan gue yang nggak kunjung membaik ini.

Beberapa kali gue saat meeting dengan klien seperti nggak nyambung karena fokus gue agak hilang saking lemasnya badan gue. kepala juga pusing nggak karuan. Ini berlangsung selama beberapa lama sampai gue sudah agak mendingan ketika dapat kabar kalau ibunya Emi dibawa kerumah sakit Gatot Subroto.

Gue langsung bingung dan nggak enak. Karena apa? Ya jelas, waktu gue belum ada untuk menjenguk ibunya Emi disana. Ditambah kondisi badan gue yang nggak memungkinkan dan terus diforsir kerjaan, menjenguk orang sakit dirumah sakit dengan kondisi sakit itu nggak mungkin. Sama aja gue nyari penyakit baru.

Sudah jelas Emi sangat kecewa dengan keadaan ini. Kemana pacarnya saat ibunya harus masuk rumah sakit, sedangkan pacarnya yang kostnya nggak jauh dari rumah sakit ini nggak pernah sekalipun datang? Ya, gue sadar itu. Makanya gue mempercepat proses penyelesaian pekerjaan gue. gue relain deh untuk menginap beberapa hari dikantor. Yang penting kerjaan selesai.

Setelah pekerjaan selesai, gue nggak bisa langsung kerumah sakit karena badan gue sangat nggak memungkinkan. Gue juga nggak mau Emi tau kalau gue sakit. Gue hanya mau kesana ketika gue sudah terlihat lebih bugar, demi mengurangi kekhawatiran Emi. Cukup Emi berkonsentrasi kepada kesehatan ibunya aja. Lagipula, kondisi hubungan gue dengan Emi lagi nggak bagus saat itu, adanya nanti gue lebih banyak didiemin daripada diajak ngobrol.

“Oh, kamu ada di kosan?” Emi saat itu tiba-tiba muncul didepan pintu kostan gue.

“Aku lagi ga enak badan. Kamu abis darimana?” tanya gue.

“Aku chat kamu loh tadi. Aku abis sign contract sama PT GG. Alhamdulillah aku keterima di sana. Aku mau kesini buat packing barang-barang aku. Abis ini baru aku mau coba nyari kostan disekitaran sini.”

“Kamu mau pindah dari sini?” gue kaget dan langsung duduk. “Kenapa segala pindah sih? Ini masih perkarain masalah kemarin? Pantesan dichat judes banget.”

“Iya, aku mau cari kostan yang lebih dekat sama kantor, buat ngehemat biaya transportasi.”

“Nanti aku temenin.”

“Kamu lagi sakit kan? Udah di sini aja. Aku nyari kostan sendiri. Bisa kok.”

“Udah mendingan. Seharian ini aku udah tiduran doang. Kerjaan aku udah beres. Tinggal nunggu finalin laporannya doang, itu juga nunggu kabar dari kantor. Nanti kalo sorean nemenin nyari kostan bentar mah harusnya nggak apa-apa.”

“Yaudah terserah kamu.” Katanya singkat, sambil terus packing barang.

“PT GG kantornya di daerah mana?” gue tanya lagi.

“Tebet, Zy.”

“Deket dong sama kantor aku?”

“Kenapa kalau deket? Nggak boleh ya? Aku nggak ngerencanain kok bakalan deket kantornya sama kamu. Tapi ternyata malah begini. Maaf kalo bikin kamu nggak nyaman. Nanti aku coba nyari kantor yang lebih jauh lagi dari Cawang.”

“Kok nyolot sih? Aku nggak ngomong apapun loh. JANGAN SUKA KAYAK TEMEN-TEMEN LO YANG NGGAK NGOTAK, YANG KERJAANNYA ASUMSI MULU OKE? NGGAK SUKA GUE DIGITUIN!” gue seketika langsung emosi.

“Aku biasa aja. Cuman nanya, kenapa kalau deket?”

“Ya nggak apa-apa. Enak malah, bisa makan siang bareng.”

“Oh.”

“Yaudah! Anj*ng!”

Percakapan yang tadinya biasa aja, selalu berakhir seperti ini. Dan gue udah nggak minat lagi ngobrol sama Emi setelah itu. Terserah aja dia mau ngapain kek. Dia packing pun silakan aja, dan gue melanjutkan rebahan gue dikasur karena memang kondisi kepala gue yang masih sangat pusing dan badan masih terasa lemas, walaupun nggak separah kemarin-kemarin.

Kemudian ada notifikasi masuk di HP Emi. Dia diam sejenak setelah membaca chat yang masuk tersebut. Sepertinya dari keluarganya. Gue yang udah malas karena obrolan tadi, jadi nggak minat juga untuk tau. Biarin aja mau kayak gimana juga. gue juga nggak minat sama sekali untuk ngapa-ngapain, apalagi bantuin Emi.

“Zy, lo bisa anterin gue ke rumah sakit? Nyokap masuk ICU, Zy.”

“Gue kan baru sembuh sakit, Mi. Masa iya gue ke rumah sakit sekarang? Nanti yang ada gue malah nambah sakit.”

“Anterin gue sebentar aja, Zy. Drop gue aja sebentar? Nggak usah masuk kok.”

“Udah sore, Mi.”

“Tapi tadi lo bilang--- Ah yaudahlah. Gue berangkat sendiri aja!”

Emi keluar kamar dengan membanting pintu kostan. Gue pun melanjutkan tidur gue. Gue hanya ingin memberikan dia sedikit pelajaran kalau nggak usah suka banyak asumsi. Belum gue melanjutkan omongan apapun kayak tadi, udah nyerocos aja dengan asumsi bakal ini itu. Ini yang gue kurang suka. Pergaulan dikampusnya sepertinya benar-benar toxic sehingga Emi sedikit ketularan dengan kebiasaan seperti ini.

Pada sisi lain, gue sangat bahagia Emi ternyata diterima di PT. GG ini. Mana kantornya dekat banget sama kantor gue kan. Jadinya gue bisa lebih sering untuk ketemu dia. Lebih dekat lebih baik. Seperti dugaan gue juga, Emi pasti keterima. Orang cerdas dan pemikirannya kreatif seperti itu pasti mudah mendapatkan pekerjaan di start-up. Dan itulah kenyataan yang sedang gue lihat. Emang gue nggak pernah salah untuk menilai kemampuannya. Dia-nya aja yang seringkali nggak pede dengan kemampuannya.

Diubah oleh yanagi92055 05-02-2020 19:16
khodzimzz
annisasutarn967
itkgid
itkgid dan 25 lainnya memberi reputasi
26
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.