- Beranda
- Stories from the Heart
AKU, KAMU, DAN LEMON : SETELAH SEMUANYA BERAKHIR
...
TS
beavermoon
AKU, KAMU, DAN LEMON : SETELAH SEMUANYA BERAKHIR
Setelah beberapa tahun memutuskan untuk beristirahat, akhirnya Beavermoon kembali untuk menyelesaikan apa yang seharusnya bisa diselesaikan lebih cepat.
Sedikit bercerita bahwa cerita ini adalah akhir dari serial Aku, Kamu, dan Lemon. Cerita ini tidak lagi mengisahkan tentang Bram, Widya, Dinda, dan yang lainnya. Cerita ini akan mengisahkan tentang sang penulis dari Aku, Kamu, dan Lemon setelah seri Buku Harian Airin berakhir. Bagaimana ia harus menjalani hidup setelah semuanya berakhir, bagaimana ia harus menyelesaikan dan menjelaskan semua cerita yang sudah ia tulis.
Lalu kenapa cerita ini masih menjadi bagian Aku, Kamu, dan Lemon jika sudah tidak ada lagi para tokoh utama dari cerita tersebut? Mungkin, apa yang dirasakan oleh sang penulis bisa menjadi penutup dari serial ini, dengan catatan telah mendapatkan izin dari beberapa orang yang "namanya" pernah tercantum di cerita sebelumnya.
Untuk kalian yang baru bergabung, mungkin bisa baca seri sebelumnya terlebih dahulu sebelum membaca seri terakhir ini.
AKU, KAMU, DAN LEMON
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
Dan bagi kalian yang sudah mengikuti dari seri pertama, selamat datang kembali. Semoga apa yang menjadi pertanyaan selama ini bisa terjawab, jika tidak terjawab maka lebih baik bertanya di kolom komentar. Satu info terakhir, seri ini akan update 3X dalam seminggu (Senin, Rabu, Jum'at) agar tidak terlalu lama. Enjoy!

Spoiler for Index:
Episode 1
Episode 2
Episode 3
Episode 4
Episode 5
Episode 6
Episode 7
Episode 8A
Episode 8B
Episode 9
Episode 10
Episode 11
Episode 12
Episode 13
Episode 14
Episode 15
Episode 16
Episode 17
Episode 18A
Episode 18B
Episode 19
Episode 20
Episode 21
Episode 22
Episode 23
Episode 24
Episode 25
Episode 26
Episode 27
Episode 28
Episode 29
Episode 30
Episode 31
Episode 32
Episode 33
Episode 34 (Finale)
Episode 35A (Extended)
Episode 35B (Extended)
Episode 2
Episode 3
Episode 4
Episode 5
Episode 6
Episode 7
Episode 8A
Episode 8B
Episode 9
Episode 10
Episode 11
Episode 12
Episode 13
Episode 14
Episode 15
Episode 16
Episode 17
Episode 18A
Episode 18B
Episode 19
Episode 20
Episode 21
Episode 22
Episode 23
Episode 24
Episode 25
Episode 26
Episode 27
Episode 28
Episode 29
Episode 30
Episode 31
Episode 32
Episode 33
Episode 34 (Finale)
Episode 35A (Extended)
Episode 35B (Extended)
Diubah oleh beavermoon 27-06-2020 18:27
i4munited dan 31 lainnya memberi reputasi
32
27.1K
Kutip
395
Balasan
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
beavermoon
#9
Spoiler for Episode 2:
Setelah membuka rolling doordan kunci pintu, kami masuk ke dalan ruko dan mulai melakukan tugas kami masing-masing. Disela-sela melakukan tugas kami, aku mendengar pertanyaan yang terlontar dari Ferdi yang selalu sama dari mulai sarapan hingga tiba di sini.
"Eh itu beneran ngga sih endingnya begitu?" Tanya Ferdi untuk yang kesekian kalinya.
Dan memang aku masih tidak menjawab pertanyaan tersebut, aku selalu berpura-pura tidak mendengar pertanyaan darinya namun ia masih saja penasaran.
Pintu terbuka, kami melihat ke arah pintu tersebut. Bukan pelanggan melainkan Bella, karyawan tetap kami yang datang.
"Pagi Bang Fer, Pagi Mas..." katanya sambil berjalan santai dan langkahnya terhenti di hadapan Ferdi, "Bang Ferdi kayaknya lagi bingung banget, kenapa Bang?"
"Eh kamu udah baca updatenya dia?..." tanya Ferdi sambil menunjukku, "mending kamu baca sekarang atau nanti pas closing aja deh jangan di jam-jam tanggung."
"Belum, emangnya kenapa?" Tanya Bella sambil menatapku.
Aku berpura-pura tidak mendengar perkataan mereka, aku langsung berjalan menuju gudang sambil berkata, "Bel, panasin mesin ya."
Di dalam gudang, aku mencatat bahan-bahan apa saja yang perlu dibeli lagi dan bahan-bahan apa saja yang sudah mendekati tanggal kadaluwarsa. Satu persatu ku catat dengan rapih dan teliti, karena berbahaya jika memberikan bahan yang sudah tidak baik kepada pelanggan. Setelah selesai aku memutuskan untuk keluar dari gudang menuju dimana Ferdi berada.
"Nih..." kataku menyerahkan catatan kepadanya, "semuanya aman terkendali, tinggal nunggu kiriman susu aja."
Ferdi mengambil catatan tersebut dan membaca, setelah itu ia mendekatiku yang sedang berada di mesin kopi, "Itu beneran endingnya begitu?"
"Lu kayak ngga ada pertanyaan yang lain aja, bosen gue dengernya." Kataku.
"Ya abisan gimana itu kok jadinya begitu?" Tanyanya lagi.
"Gitu gimana maksudnya?..." Bella mendekat ke arah kami setelah membereskan meja, "kok aku jadi penasaran sih? Kenapa Widya sama Bram?"
"Bel, mending kamu baca deh sekarang daripada kamu makin penasaran." Kata Ferdi.
"Nanti aja, ngga liat tuh..." kataku memberikan isyarat mata ke arah luar dimana sudah ada mobil pelanggan yang parkir, "ayo kerja, kerja, kerja kalo kata Pak Presiden."
Pelanggan mulai berdatangan, satu persatu dan tak terasa pagi ini semua meja telah terisi penuh. Cukup mengherankan karena tidak biasanya Sabtu pagi sudah dipenuhi oleh pelanggan hingga Bella pun berkata kepadaku, "Tumben ya Mas Sabtu pagi udah seramai ini, biasanya kalau Sabtu kan siang ke malemnya."
"Mungkin mereka orang-orang lemburan kali..." kataku sambil menyerahkan cangkir kopi kepadanya, "atau emang mereka pas lagi ke sini aja Sabtu pagi."
Bella masih nampak bingung sambil mengantarkan pesanan ke meja pelanggan. Aku melanjutkan pekerjaanku yang lain, tak lama Ferdi datang dari gudang setelah meletakkan barang-barang yang baru saja datang.
"Eh..."
Belum sempat ia melanjutkan kata-katanya sudah ku potong terlebih dahulu, "Nanya soal update lagi gue colok mata lu!"
"Galak amat..." katanya sambil menghindar, "bukan itu. Ada undangan buat buka booth nih di daerah x, biayanya murah pula."
"Bisa aja kalau lu mau, cuma gue butuh orang buat jadi pendamping di sana." Kataku tanpa melihat ke arahnya.
"Pendamping?..." Ferdi membuka matanya cukup lebar, "akhirnya setelah sekian lama lu ada niatan juga buat nyari jodoh lagi."
"Serius Mas mau nyari jodoh lagi?" Tanya Bella setelah kembali dari meja pelanggan.
Aku memandang ke arah mereka dengan malas, "Bukan itu, maksudnya gue butuh asisten buat di sana kalau emang lu mau ikut acara itu."
Mereka tertawa secara bersamaan, Ferdi menepuk pundakku, "Tapi beneran kok kalau emang lu mau nyari jodoh lagi gue siap buat bantuin sepenuh hati."
"Aku juga bakalan bantuin Mas." Kata Bella.
Aku hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala sambil tersenyum melihat mereka tertawa karena apa yang barusan kami bahas. Mencari jodoh, terlalu klise untuk dibahas karena di satu sisi kita bisa dengan mudah untuk mencarinya. Namun apa yang sudah pernah menjadi pengalaman itu yang membuat terkadang hanya untuk sekedar mencari pun terasa sangat susah. Mungkin akan menjadi sebuah alasan lain jika apa yang pernah aku rasakan membuatku menjadi malas untuk mencari lagi.
Waktu sudah menunjukkan jam dua siang, aku melihat ke arah pelanggan yang sudah sibuk dengan kegiatan mereka masing-masing. Ada meja yang berbincang dengan rekan-rekannya, ada meja yang seorang diri namun sibuk dengan laptopnya, dan ada pula yang hanya dia dan secangkir kopi tanpa kegiatan apapun.
"Eh mending lu istirahat gih..." Ferdi memberikan kotak rokok kepadaku, "mumpung udah pada anteng itu pelanggan."
"Iya Mas..." Bella berjalan masuk dari pintu belakang, "aku udah selesai makan kok."
Aku mengangguk, lalu berjalan menunu pintu belakang. Di balik pintu ini ada halaman belakang kecil, ada beberapa pohon yang sengaja ditanam untuk menyejukkan udara, ada satu bangku panjang yang terbuat dari bambu dan ada satu kursi yang terbuat dari besi dan biasanya hanya diduduki oleh Ferdi. Dengan rokok yang sudah menyala, aku menyandarkan badan pada tembok sambil meluruskan kaki ke depan. Beberapa saat dalam diam, pintu terbuka, Bella datang membawakan segelas air dingin kepadaku.
"Nih aku bawain..." katanya sambil meletakan gelas itu di sampingku, "biar Mas ngga kebayakan minum botolan terus."
"Loh kamu tau darimana aku suka minum botolan?" Tanyaku bingung.
"Bang Ferdi yang cerita..." Bella duduk di sampingku, "katanya Mas suka banget sama minuman botolan itu sampai jarang minum air putih."
"Abis rasanya enak sih mau gimana lagi." Kataku.
"Ya emang enak sih cuma jangan sampai lupa minum air putih Mas." Kata Bella.
"Mulai ketularan kayak Ferdi dia..." aku meneguk gelas berisi air dingin tersebut, "tuh udah diminum."
Bella hanya tersenyum, kemudian ia kembali masuk ke dalam meninggalkan aku sendiri di halaman belakang. Tak butuh waktu lama untuk menghabiskan segelas air dingin dan sebatang rokok, aku kembali masuk ke dalam. Aku melihat Bella sedang memandangi handphone miliknya, begitu juga dengan Ferdi. Tidak ada piring atau gelas kotor, tidak ada pesanan yang datang, aku pun akhirnya ikut memandangi handphone milikku.
Ting! Ada sebuah pesan masuk dari nomor yang tidak aku kenal. Aku coba menela'ah dari tampilan foto yang ada di samping nomor tersebut, dan aku memutuskan untuk tidak membalas pesan dari orang tersebut. Ada alasan yang sangat kuat, yang membuat diriku tidak akan pernah mau menghubungi atau bertemu dengan dia lagi. Meskipun kejadian itu sudah cukup lama namun apa yang pernah aku rasakan saat itu cukup membuatku merasa malas untuk menjalin sebuah hubungan.
"Ice Americano Double Shot..." lamunanku buyar begitu saja, "Vanila Syrup 3 pumps."
Lebih baik tidak usah dipikiran lagi.
*
Tepat jam 11 malam, sudah tidak ada lagi pelanggan di ruangan ini. Sesekali terdengar benturan antara gelas kaca yang di susun di dalam lemari, sesekali terdengar bangku yang beradu dengan meja. Kegiatan pun berakhir, kami bertiga memutuskan untuk beristirahat di halaman depan ruko.
"Oke, besok waktunya kita istirahat seperti biasa. Hari senin udah harus fit lagi terima orderan dari pelanggan." Kata Ferdi.
"Ngomong-ngomong..." aku menyalakan sebatang rokok, "ini udah jalan setahun, tapi kenapa lu ngga mau buka hari Minggu? Padahal kan kalau nambah satu karyawan lagi bisa aja."
"Iya Bang Fer kenapa ngga buka hari minggu? Banyak tau pelanggan yang nanyain." Kata Bella tanpa berpaling dari layar handphone.
"Jawaban sederhananya sih hari Minggu waktunya buat keluarga..." ia bangun dari duduknya lalu berdiri menghadap ke arah kami, "mau hari minggu pemasukannya lebih gokil dari hari biasa, gue tetep mau sisain satu hari buat keluarga. Ngga secara spesifik, bisa keluarga, bisa temen, bisa pacar atau siapapun. Cuma semua itu gue cakup atas nama keluarga."
"Jadi itu alesannya kenapa di rolling door lu nyuruh gue bikin tulisan itu?" Tanyaku sambil menujuk ke arah rolling door.
"Tepat sekali..." Ferdi pun ikut menatap ke arah rolling door, "Hari Minggu Untuk Keluarga."
Kali ini aku setuju dengan apa yang Ferdi katakan. Terkadang kita terlalu asik dengan apa yang sudah kita dapat hingga membuat orang-orang terdekat hanya sebagai tempat singgah sementara. Memang tidak ada salahnya, namun kita tidak tau bagaimana orang-orang yang hanya dijadikan peristirahatan sementara bagi kita.
"Laper nih..." Ferdi mengusap-usap perutnya, "nasi goreng ngga?"
"Ayo deh Bang aku juga laper." Kata Bella masih menatap handphone miliknya.
Kami bertiga berjalan menyeberangi jalan yang sudah cukup sepi ke arah sebuah gerobak yang menjual nasi goreng. Setelah memesan kami duduk dan sibuk dengan handphone kami masing-masing, beberapa menit hingga akhirnya pesanan kami tiba.
"Mas..." Bella menatapku dengan heran, "endingnya beneran gini?"
Uhuk! Uhuk! Aku tersedak nasi goreng yang sedang ku makan, dengan cepat Bella memberikan gelas berisi air putih kepadaku sedangkan Ferdi hanya tertawa. Segelas air putih gelas kecil sudah habis ku minum, Bella menepuk-nepuk pundakku dan berkata, "Mas nggapapa Mas?"
"Nggapapa..." sesekali aku batuk, "udah nggapapa."
"Beneran Mas udah nggapapa?" Tanya Bella lagi.
"Iya udah nggapapa." Kataku sambil menepuk dada.
"Sukurin! Lu sih bikin cerita endingnya begitu siapa yang ngga penasaran coba." Kata Ferdi.
"Jadi kamu daritadi mantengin handphone tuh baca cerita?" Tanyaku pada Bella.
"Iya Mas kan tadi pagi keburu ada pelanggan..." Bella membersihkan bibirnya dengan tisu, "makanya aku baru sempet baca pas tutup tadi, baru kelar sekarang. Tapi itu beneran endingnya begitu Mas?"
"Iya beneran kayak gitu" Jawabku.
"Seriusan kayak gitu?" tanya Ferdi dengan ekspresi wajahnya yang cukup kaget, "jadi selama ini..."
"Iya..." kataku memotong pertanyaan Ferdi, "sebenernya tokoh utama di cerita itu udah lama meninggal."
"Bram beneran meninggal?" Tanya Ferdi dengan nada yang cukup tinggi.
"Ngga pake teriak bisa dong..." kataku sambil melihat ke arah sekeliling, "iya, dia udah meninggal. Semalem gue coba kontak saudara gue yang dulu ngenalin gue ke salah satu narasumbernya, dan dia minta untuk selesaiin aja cerita yang lagi gue buat untuk kebaikan semua pihak."
Ferdi dan Bella masih menatapku dengan serius, seraya mereka memberikan isyarat untuk menjelaskan semuanya lebih jelas lagi. Ku nyalakan sebatang rokok lalu menghembuskan asapnya ke arah lampu yang menggantung di atas.
"Penjelasan gue di tiga update terakhir kayaknya udah cukup buat jelasin apa yang sebenernya terjadi dan apa yang seharusnya pembaca ngga tau. Gue butuh alasan kuat buat bikin cerita ini selesai sebelum waktunya, dan gue rasa ini cukup." Kataku.
"Jadi..." Bella menegakkan posisi duduknya, "Buku Harian Airin itu kisah nyata. Aku, Kamu, dan Lemon itu hanya isi dari buku harian yang ditulis Bram tentang apa yang bikin dia takut hingga akhirnya masuk Rumah Sakit Jiwa dan akhirnya dia..."
Aku mengangguk sebelum Bella menyelesaikan perkataannya yang membuat ia pun terhenti untuk bicara. Ferdi nampak masih penasaran hingga bertanya, "Terus rencana trilogi cerita ini gimana?"
Aku berjalan menuju penjual nasi goreng untuk membayar pesanan kami, setelah itu aku kembali ke meja dimana mereka berada.
"I stop the show..."
***
"Eh itu beneran ngga sih endingnya begitu?" Tanya Ferdi untuk yang kesekian kalinya.
Dan memang aku masih tidak menjawab pertanyaan tersebut, aku selalu berpura-pura tidak mendengar pertanyaan darinya namun ia masih saja penasaran.
Pintu terbuka, kami melihat ke arah pintu tersebut. Bukan pelanggan melainkan Bella, karyawan tetap kami yang datang.
"Pagi Bang Fer, Pagi Mas..." katanya sambil berjalan santai dan langkahnya terhenti di hadapan Ferdi, "Bang Ferdi kayaknya lagi bingung banget, kenapa Bang?"
"Eh kamu udah baca updatenya dia?..." tanya Ferdi sambil menunjukku, "mending kamu baca sekarang atau nanti pas closing aja deh jangan di jam-jam tanggung."
"Belum, emangnya kenapa?" Tanya Bella sambil menatapku.
Aku berpura-pura tidak mendengar perkataan mereka, aku langsung berjalan menuju gudang sambil berkata, "Bel, panasin mesin ya."
Di dalam gudang, aku mencatat bahan-bahan apa saja yang perlu dibeli lagi dan bahan-bahan apa saja yang sudah mendekati tanggal kadaluwarsa. Satu persatu ku catat dengan rapih dan teliti, karena berbahaya jika memberikan bahan yang sudah tidak baik kepada pelanggan. Setelah selesai aku memutuskan untuk keluar dari gudang menuju dimana Ferdi berada.
"Nih..." kataku menyerahkan catatan kepadanya, "semuanya aman terkendali, tinggal nunggu kiriman susu aja."
Ferdi mengambil catatan tersebut dan membaca, setelah itu ia mendekatiku yang sedang berada di mesin kopi, "Itu beneran endingnya begitu?"
"Lu kayak ngga ada pertanyaan yang lain aja, bosen gue dengernya." Kataku.
"Ya abisan gimana itu kok jadinya begitu?" Tanyanya lagi.
"Gitu gimana maksudnya?..." Bella mendekat ke arah kami setelah membereskan meja, "kok aku jadi penasaran sih? Kenapa Widya sama Bram?"
"Bel, mending kamu baca deh sekarang daripada kamu makin penasaran." Kata Ferdi.
"Nanti aja, ngga liat tuh..." kataku memberikan isyarat mata ke arah luar dimana sudah ada mobil pelanggan yang parkir, "ayo kerja, kerja, kerja kalo kata Pak Presiden."
Pelanggan mulai berdatangan, satu persatu dan tak terasa pagi ini semua meja telah terisi penuh. Cukup mengherankan karena tidak biasanya Sabtu pagi sudah dipenuhi oleh pelanggan hingga Bella pun berkata kepadaku, "Tumben ya Mas Sabtu pagi udah seramai ini, biasanya kalau Sabtu kan siang ke malemnya."
"Mungkin mereka orang-orang lemburan kali..." kataku sambil menyerahkan cangkir kopi kepadanya, "atau emang mereka pas lagi ke sini aja Sabtu pagi."
Bella masih nampak bingung sambil mengantarkan pesanan ke meja pelanggan. Aku melanjutkan pekerjaanku yang lain, tak lama Ferdi datang dari gudang setelah meletakkan barang-barang yang baru saja datang.
"Eh..."
Belum sempat ia melanjutkan kata-katanya sudah ku potong terlebih dahulu, "Nanya soal update lagi gue colok mata lu!"
"Galak amat..." katanya sambil menghindar, "bukan itu. Ada undangan buat buka booth nih di daerah x, biayanya murah pula."
"Bisa aja kalau lu mau, cuma gue butuh orang buat jadi pendamping di sana." Kataku tanpa melihat ke arahnya.
"Pendamping?..." Ferdi membuka matanya cukup lebar, "akhirnya setelah sekian lama lu ada niatan juga buat nyari jodoh lagi."
"Serius Mas mau nyari jodoh lagi?" Tanya Bella setelah kembali dari meja pelanggan.
Aku memandang ke arah mereka dengan malas, "Bukan itu, maksudnya gue butuh asisten buat di sana kalau emang lu mau ikut acara itu."
Mereka tertawa secara bersamaan, Ferdi menepuk pundakku, "Tapi beneran kok kalau emang lu mau nyari jodoh lagi gue siap buat bantuin sepenuh hati."
"Aku juga bakalan bantuin Mas." Kata Bella.
Aku hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala sambil tersenyum melihat mereka tertawa karena apa yang barusan kami bahas. Mencari jodoh, terlalu klise untuk dibahas karena di satu sisi kita bisa dengan mudah untuk mencarinya. Namun apa yang sudah pernah menjadi pengalaman itu yang membuat terkadang hanya untuk sekedar mencari pun terasa sangat susah. Mungkin akan menjadi sebuah alasan lain jika apa yang pernah aku rasakan membuatku menjadi malas untuk mencari lagi.
Waktu sudah menunjukkan jam dua siang, aku melihat ke arah pelanggan yang sudah sibuk dengan kegiatan mereka masing-masing. Ada meja yang berbincang dengan rekan-rekannya, ada meja yang seorang diri namun sibuk dengan laptopnya, dan ada pula yang hanya dia dan secangkir kopi tanpa kegiatan apapun.
"Eh mending lu istirahat gih..." Ferdi memberikan kotak rokok kepadaku, "mumpung udah pada anteng itu pelanggan."
"Iya Mas..." Bella berjalan masuk dari pintu belakang, "aku udah selesai makan kok."
Aku mengangguk, lalu berjalan menunu pintu belakang. Di balik pintu ini ada halaman belakang kecil, ada beberapa pohon yang sengaja ditanam untuk menyejukkan udara, ada satu bangku panjang yang terbuat dari bambu dan ada satu kursi yang terbuat dari besi dan biasanya hanya diduduki oleh Ferdi. Dengan rokok yang sudah menyala, aku menyandarkan badan pada tembok sambil meluruskan kaki ke depan. Beberapa saat dalam diam, pintu terbuka, Bella datang membawakan segelas air dingin kepadaku.
"Nih aku bawain..." katanya sambil meletakan gelas itu di sampingku, "biar Mas ngga kebayakan minum botolan terus."
"Loh kamu tau darimana aku suka minum botolan?" Tanyaku bingung.
"Bang Ferdi yang cerita..." Bella duduk di sampingku, "katanya Mas suka banget sama minuman botolan itu sampai jarang minum air putih."
"Abis rasanya enak sih mau gimana lagi." Kataku.
"Ya emang enak sih cuma jangan sampai lupa minum air putih Mas." Kata Bella.
"Mulai ketularan kayak Ferdi dia..." aku meneguk gelas berisi air dingin tersebut, "tuh udah diminum."
Bella hanya tersenyum, kemudian ia kembali masuk ke dalam meninggalkan aku sendiri di halaman belakang. Tak butuh waktu lama untuk menghabiskan segelas air dingin dan sebatang rokok, aku kembali masuk ke dalam. Aku melihat Bella sedang memandangi handphone miliknya, begitu juga dengan Ferdi. Tidak ada piring atau gelas kotor, tidak ada pesanan yang datang, aku pun akhirnya ikut memandangi handphone milikku.
Ting! Ada sebuah pesan masuk dari nomor yang tidak aku kenal. Aku coba menela'ah dari tampilan foto yang ada di samping nomor tersebut, dan aku memutuskan untuk tidak membalas pesan dari orang tersebut. Ada alasan yang sangat kuat, yang membuat diriku tidak akan pernah mau menghubungi atau bertemu dengan dia lagi. Meskipun kejadian itu sudah cukup lama namun apa yang pernah aku rasakan saat itu cukup membuatku merasa malas untuk menjalin sebuah hubungan.
"Ice Americano Double Shot..." lamunanku buyar begitu saja, "Vanila Syrup 3 pumps."
Lebih baik tidak usah dipikiran lagi.
*
Tepat jam 11 malam, sudah tidak ada lagi pelanggan di ruangan ini. Sesekali terdengar benturan antara gelas kaca yang di susun di dalam lemari, sesekali terdengar bangku yang beradu dengan meja. Kegiatan pun berakhir, kami bertiga memutuskan untuk beristirahat di halaman depan ruko.
"Oke, besok waktunya kita istirahat seperti biasa. Hari senin udah harus fit lagi terima orderan dari pelanggan." Kata Ferdi.
"Ngomong-ngomong..." aku menyalakan sebatang rokok, "ini udah jalan setahun, tapi kenapa lu ngga mau buka hari Minggu? Padahal kan kalau nambah satu karyawan lagi bisa aja."
"Iya Bang Fer kenapa ngga buka hari minggu? Banyak tau pelanggan yang nanyain." Kata Bella tanpa berpaling dari layar handphone.
"Jawaban sederhananya sih hari Minggu waktunya buat keluarga..." ia bangun dari duduknya lalu berdiri menghadap ke arah kami, "mau hari minggu pemasukannya lebih gokil dari hari biasa, gue tetep mau sisain satu hari buat keluarga. Ngga secara spesifik, bisa keluarga, bisa temen, bisa pacar atau siapapun. Cuma semua itu gue cakup atas nama keluarga."
"Jadi itu alesannya kenapa di rolling door lu nyuruh gue bikin tulisan itu?" Tanyaku sambil menujuk ke arah rolling door.
"Tepat sekali..." Ferdi pun ikut menatap ke arah rolling door, "Hari Minggu Untuk Keluarga."
Kali ini aku setuju dengan apa yang Ferdi katakan. Terkadang kita terlalu asik dengan apa yang sudah kita dapat hingga membuat orang-orang terdekat hanya sebagai tempat singgah sementara. Memang tidak ada salahnya, namun kita tidak tau bagaimana orang-orang yang hanya dijadikan peristirahatan sementara bagi kita.
"Laper nih..." Ferdi mengusap-usap perutnya, "nasi goreng ngga?"
"Ayo deh Bang aku juga laper." Kata Bella masih menatap handphone miliknya.
Kami bertiga berjalan menyeberangi jalan yang sudah cukup sepi ke arah sebuah gerobak yang menjual nasi goreng. Setelah memesan kami duduk dan sibuk dengan handphone kami masing-masing, beberapa menit hingga akhirnya pesanan kami tiba.
"Mas..." Bella menatapku dengan heran, "endingnya beneran gini?"
Uhuk! Uhuk! Aku tersedak nasi goreng yang sedang ku makan, dengan cepat Bella memberikan gelas berisi air putih kepadaku sedangkan Ferdi hanya tertawa. Segelas air putih gelas kecil sudah habis ku minum, Bella menepuk-nepuk pundakku dan berkata, "Mas nggapapa Mas?"
"Nggapapa..." sesekali aku batuk, "udah nggapapa."
"Beneran Mas udah nggapapa?" Tanya Bella lagi.
"Iya udah nggapapa." Kataku sambil menepuk dada.
"Sukurin! Lu sih bikin cerita endingnya begitu siapa yang ngga penasaran coba." Kata Ferdi.
"Jadi kamu daritadi mantengin handphone tuh baca cerita?" Tanyaku pada Bella.
"Iya Mas kan tadi pagi keburu ada pelanggan..." Bella membersihkan bibirnya dengan tisu, "makanya aku baru sempet baca pas tutup tadi, baru kelar sekarang. Tapi itu beneran endingnya begitu Mas?"
"Iya beneran kayak gitu" Jawabku.
"Seriusan kayak gitu?" tanya Ferdi dengan ekspresi wajahnya yang cukup kaget, "jadi selama ini..."
"Iya..." kataku memotong pertanyaan Ferdi, "sebenernya tokoh utama di cerita itu udah lama meninggal."
"Bram beneran meninggal?" Tanya Ferdi dengan nada yang cukup tinggi.
"Ngga pake teriak bisa dong..." kataku sambil melihat ke arah sekeliling, "iya, dia udah meninggal. Semalem gue coba kontak saudara gue yang dulu ngenalin gue ke salah satu narasumbernya, dan dia minta untuk selesaiin aja cerita yang lagi gue buat untuk kebaikan semua pihak."
Ferdi dan Bella masih menatapku dengan serius, seraya mereka memberikan isyarat untuk menjelaskan semuanya lebih jelas lagi. Ku nyalakan sebatang rokok lalu menghembuskan asapnya ke arah lampu yang menggantung di atas.
"Penjelasan gue di tiga update terakhir kayaknya udah cukup buat jelasin apa yang sebenernya terjadi dan apa yang seharusnya pembaca ngga tau. Gue butuh alasan kuat buat bikin cerita ini selesai sebelum waktunya, dan gue rasa ini cukup." Kataku.
"Jadi..." Bella menegakkan posisi duduknya, "Buku Harian Airin itu kisah nyata. Aku, Kamu, dan Lemon itu hanya isi dari buku harian yang ditulis Bram tentang apa yang bikin dia takut hingga akhirnya masuk Rumah Sakit Jiwa dan akhirnya dia..."
Aku mengangguk sebelum Bella menyelesaikan perkataannya yang membuat ia pun terhenti untuk bicara. Ferdi nampak masih penasaran hingga bertanya, "Terus rencana trilogi cerita ini gimana?"
Aku berjalan menuju penjual nasi goreng untuk membayar pesanan kami, setelah itu aku kembali ke meja dimana mereka berada.
"I stop the show..."
***
Diubah oleh beavermoon 05-02-2020 11:16
oktavp dan 5 lainnya memberi reputasi
6
Kutip
Balas