Kaskus

Story

yanagi92055Avatar border
TS
yanagi92055
Pencarian Belum Usai [TRUE STORY] - SEASON 3
Selamat Datang di Thread Gue 
(私のスレッドへようこそ)


Pencarian Belum Usai [TRUE STORY] - SEASON 3


TERIMA KASIH BANYAK ATAS ATENSI DAN APRESIASI YANG TELAH GANSIS READERBERIKAN DI DUA TRIT GUE SEBELUMNYA. SEMOGA DI TRIT SELANJUTNYA INI, GUE DAPAT MENUNJUKKAN PERFORMA TERBAIK GUE DALAM PENULISAN DAN PACKAGING CERITA AGAR SEMUA READER YANG BERKUNJUNG DISINI SELALU HAPPY DAN TERHIBUR

Spoiler for Season 1 dan Season 2:


Last Season, on Muara Sebuah Pencarian - Season 2 :
Quote:




INFORMASI TERKAIT UPDATE TRIT ATAU KEMUNGKINAN KARYA LAINNYA BISA JUGA DI CEK DI IG: @yanagi92055 SEBAGAI ALTERNATIF JIKA NOTIF KASKUS BERMASALAH


Spoiler for INDEX SEASON 3:


Spoiler for LINK BARU PERATURAN & MULUSTRASI SEASON 3:



Quote:


Quote:

Quote:
Polling
Poll ini sudah ditutup. - 83 suara
Perlukah Seri ini dilanjutkan?
Perlu
99%
Tidak Perlu
1%
Diubah oleh yanagi92055 08-09-2020 10:25
sehat.selamat.Avatar border
JabLai cOYAvatar border
al.galauwiAvatar border
al.galauwi dan 142 lainnya memberi reputasi
133
342.8K
4.9K
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread51.8KAnggota
Tampilkan semua post
yanagi92055Avatar border
TS
yanagi92055
#1530
Kabar Baik juga Buruk
Emi memberi kabar tentang pergerakan kemajuan skripsinya yang lebih lambat dikarenakan ulah dosennya. Dia juga bilang kalau sedang melamar untuk magang sambil menunggu kabar dari para dosennya itu. Gue sangat senang dia mau mulai untuk bergerak keluar dari zona nyaman kampus.

Interview-nya bertempat di daerah Kebon Kacang, Jakarta. Gue pun memberitahukan patokan dan harus naik apa aja untuk mencapai kesana dari kostan Emi. Sekalian gue mau ngetest Emi seberapa tangguh dia ketika gue lepas sendirian untuk mencapai lokasi.

Dulu semua mantan gue mengandalkan gue. Tapi kalau Emi, gue yakin dia pasti bisa sendiri. Bukannya nggak mau nganterin, tapi memang ini untuk kebaikan dirinya sendiri dan nggak bergantung sama siapapun.

Hari berlalu dan waktu interview Emi tiba. Gue cuma bisa berdoa agar Emi bisa keterima di tempat kerja ini. Gue juga berharap dia benar-benar bisa gue percaya untuk mencapai lokasi itu sendiri. Emi udah punya pengalaman jadi navigator perjalanan gue, masa iya sekarang malah kesasar? Gue rasa nggak bakalan.

Benar aja, dia sudah tiba di lokasi sekitar setengah jam sebelum waktu yang ditentukan untuk interview. Bentuk kantornya ini seperti rumah tinggal katanya. Awalnya nggak meyakinkan, tapi setelah gue ingetin kalau kantor gue pun berbentuk rumah tinggal, dia lebih tenang. Dia pun melakukan sesi wawancara selama sekitar setengah jam dan setelahnya memberitahu gue kalau udah selesai.

--

Tiga bulan kemudian, proses skripsi Emi sudah mencapai titik akhir. Tapi seperti kebanyakan mahasiswa tingkat akhir, urusan revisi dan draft ini menjadi momok yang menyusahkan. Kenapa menyusahkan? Karena dosen-dosennya banyak yang sok sibuk dan sulit sekali ditemui. Hal ini juga yang sempat membuat gue sedikit frustasi di masa lalu ketika sedang dalam proses penyelesaian skripsi gue.

Selain itu dia juga memberitahukan kalau kantornya ini sedang melakukan pengurangan pegawai. Gue sih percaya Emi nggak akan menjadi salah satu dari orang yang terkena imbas. Emi harusnya bisa bekerja dengan baik. Menurut cerita-cerita Emi, dia selalu bisa mengikuti arahan. Tapi memang harus diakui passion dia bukan dibagian yang dia dapatkan sekarang. Jadinya entah gimana, dia merasa nggak pernah bisa maksimal.

Oh iya, selama Emi bekerja di ibukota, dia tinggal dikostan gue. Untuk menghemat pengeluaran sekalian nemenin gue biar nggak sepi. Emi selalu sukses membuat hari-hari gue menjadi berwarna dengan cerita-cerita dia sehingga membuat gue seperti selalu mewajibkan Emi untuk selalu bercerita. Apalagi dengan kondisi kantor gue yang mulai nggak menentu ini, gue pun galau menentukan masa depan gue. Usaha gue dengan teman-teman pun sedang mengalami penurunan drastis sehingga bulan kemarin tidak menghasilkan keuntungan sama sekali, tapi juga tidak rugi. Break even point.

“Hah? Dipecat? Kok bisa yank?” tanya gue nggak percaya dengan berita ini.

“Iya soalnya presensi aku yang bikin mereka menghitung aku jadi nggak disiplin. Aku kebanyakan izin untuk mengurus skripsi aku kan kemarin-kemarin ini.” Jawab Emi lirih dan bergetar.

“Ya tapi kan alasannya jelas dan nggak dibuat-buat itu.”

“Iya makanya. Aku juga udah jelasin tapi keputusannya udah bulat.”

“Ah gila ini mah kayaknya kantornya aja yang mau colaps kali. Makanya jadi ada pengurangan karyawan, bukan masalah presensi. Apalagi kinerja.”

“Nggak tau aku Zy. Aku jadi ngerasa nggak bisa kerja sama sekali.”

“Itu bukan sepenuhnya salah kamu kok. udahlah, kalau gitu kamu nggak usah maksimal di sisa waktu kamu disana.”

“Nggak bisa gitu dong Zy. Kan harus tetap profesional.”

“Ngebikin kamu kayak gini emang bisa dikata profesional?”

“Nggak tau. Aku bingung. Tapi yang jelas mungkin emang akunya aja yang nggak becus.”

“Kamu tuh ya, kebiasaan banget minder sama diri sendiri. Kamu itu punya banyak bakat, pasti nanti orang kayak kamu mah nggak akan lama untuk dapat kerjaan baru. Percaya sama aku. Beda sama aku sekarang kondisinya. Aku jadi kayak ngerasa kejebak di dunia kerja profesional ini. Bidang kerja aku kan spesifik. Jadi kalaupun nanti pindah, pasti nggak akan jauh, bidangnya bakal tetep sama, Mi.”

“Mudah-mudahan kita dapat yang terbaik ya Zy buat kedepannya.”

“Amiiin. Kamu semangat terus ya sayang. Nggak boleh nyerah dan patah semangat. Kamu bukan orang bodoh yang nggak bisa kerja kok. kamu itu hanya belum beruntung. Mungkin rejeki kamu ditempat yang lebih besar dari perusahaan ini nantinya Mi.”

“Amin. Mudah-mudahan ya Zy.”

Malam itu adalah malam haru kami. Kondisi nggak jelas sedang melanda kami. Tapi yang kami tau, kami bisa saling menguatkan.

--

Pengumuman yang nggak mengenakkan harus datang dari kantor gue. Ya, kantor gue, seperti yang sudah diprediksi banyak karyawannnya, akan kolaps. Dan itu artinya, gue harus kehilangan pekerjaan. Saat itu adalah saat yang sangat berat. Apalagi kantor ini dihancurkan oleh kerabat petinggi kantornya sendiri. Sungguh kenyataan yang sangat ironis.

Banyak orang yang akhirnya harus dikorbankan karena ulah satu orang dan tindakan bodoh serta tidak bijak pemimpin. Mengedepankan nepotisme diatas profesionalisme terbuka membawa petaka yang nyata. Itulah sebabnya Papa tidak pernah mendidik gue untuk langsung enak kalau jadi orang. Berjuang dulu dari bawah biar bisa ngerasain susah, sampai akhirnya benar-benar merasakan keberhasilan atas usaha sendiri.

Papa yang berprinsip seperti itu aja ternyata dihabisi oleh orang-orang yang dulu ditolongnya. Segitunya nggak ada hubungan keluarga sama sekali. Nah ini yang ada hubungan keluarga bukannya bantu perusahaan biar jadi lebih baik malahan jadi duri dalam daging yang akhirnya menggerogoti perusahaan dari dalam. Ujung-ujungnya, banyak kepala keluarga yang harus kehilangan pekerjaan.

Mereka-mereka yang sudah lebih berumur dari gue lebih sulit untuk menemukan pekerjaan, karena faktor umur dan juga kinerja. Pekerjaan gue yang seringkali harus turun lapang dibutuhkan fisik yang prima dan juga kemampuan otak yang fresh terus.

Itu sebabnya teman-teman yang sudah lebih senior dari gue kesulitan. Sementara gue yang memutuskan untuk menjadi freelance disana sini, masih lebih baik nasibnya, walaupun nggak baik-baik banget juga.

“Ini beneran begini banget keadaannya?” tanya gue ke Mas Sigit.

“Iya bener Ja. Gila banget.” jawab Mas Sigit sambil geleng-geleng kepala.

“Gini nih kalau misalnya kebanyakan nepotisme. Orang-orang yang masih baru dipaksain suruh nanganin proyek. Hasilnya kacau, di mark up, dan ujungnya malah kita kena blacklist karena dianggap curang.”

“Ya gitulah kalau ada kuasa yang nggak kasat mata. Profesionalisme digadein demi kepentingan segelintir orang, dan yang nanggung akibatnya orang banyak. Gue bingung aja ini sama teman-teman yang udah berkeluarga apalagi yang udah punya anak. Dulu waktu kantor bapak lo di shut down kan banyak banget yang akhirnya luntang lantung nggak jelas karena umurnya, dan kalah sama pesaing-pesaing yang lebih muda dan fresh.”

“Makanya itu. Tapi disini gue juga ngerasa bersalah sih Mas. Gue punya power tapi gue nggak bisa berbuat apa-apa.”

“Power lo akan mentah kalau diadu sama hubungan darah sih Ja.”

“Hahaha dulu untuk bapak gue nggak pernah ngajarin kayak gitu. Dia selalu bilang nggak apa-apa miskin asal jujur dan berintegritas, daripada nggak jujur ujungnya malah menyusahkan orang banyak.”

“Iya, itu yang selalu ditekankan sama bapak lo dan Om lo. Itu juga salah satu sebab gue selalu loyal.”

“Gitu deh Mas. Gue nggak ngerti lagi. Udah jelas banget ini nggak bisa dipaksain, malah dipaksa nggak karuan. Fatal akhirnya akibatnya.”

“Serakah itu cuma membawa lo jurang kehancuran Ja. mau instan, ya jadinya bukannya untung malah buntung Ja, kayak nasib kantor ini.”

“Iya ya mas.”

“Gue udah antisipasi Ja. Teman gue ada yang kebetulan butuh tenaga ahli kayak kita. Kita bisa jadi subcon disana. Freelance aja. jadi selain disana pun kita bisa cari proyek dimanapun. Nggak terikat jam kerja juga. Cuma ya itu, kita harus ngakalin keuangan kita karena nggak setiap bulan rutin dapet duit kan.”

“Iya mas gue ngerti. Makasih ya Mas. Boleh dong gue dikenalin sama orang-orang disana.”

“Nanti minggu depan palingan ya Ja. Gue juga lagi ngakalin gimana caranya biar mereka mau pindah dikantor lama bapak lo ini Ja. daripada kosong kan.”

“Hmmm. Iya juga ya mas. Haha. Boleh deh, nanti biar gue yang urus masalah administrasinya. Yang penting gue kenal dulu sama timnya.”

“Gampang udah.”

Saat itu gue langsung berangkat ke kostan Emi. hanya Emi yang bisa menenangkan pikiran gue. dia pasti curiga sih kok gue sore-sore udah datang kekostannya. Nanti gue disana akan ceritakan semuanya. Sementara untuk menghabiskan waktu, gue membereskan beberapa berkas yang ada. Gue berharap sih nggak pindah dari kantor ini. Biar tim temannya Mas Sigit itu yang datang kesini dan sekalian menyewa rumah tinggal ini untuk dijadikan kantor.

--

Emi bilang kalau ternyata dia dapat panggilan kerja. Panggilan kerja di Perusahaan yang masih sangat hijau saat itu. Gue bilang coba aja dulu. Kalaupun ini kantor masih baru, Emi jadi lebih bisa mengekspresikan kinerjanya yang maksimal karena masih sedikit karyawannya. Dan bisa juga memberikan ide-ide baru untuk mengembangkan kantornya. Sesuatu yang selalu menjadi impian gue juga.

Dibalik kegembiraan Emi, gue akhirnya berbicara tentang kenyataan yang sedang gue alami.

“Mungkin jalan aku mesti begini.” kata gue, lalu merebahkan diri kekasur dan menutup muka dengan guling.

“Sayang,” kata Emi yang duduk disamping gue, “namanya kehidupan itu kadang ada diatas, dan kadang ada dibawah. Kemarin emang kamu masih ada diatas dan saat ini kamu dikasih kesempatan sama Tuhan buat ngerasain perjuangannya mereka yang ada dibawah. Itu buktinya apa? Tuhan sayang sama kamu. Tuhan ingetin kamu buat bersyukur dan jangan pernah berhenti buat improvisasi di diri kamu. Kalau kamu ngerasa diatas melulu, lama-lama kamu bakalan lupa sama segalanya. Cobaan saat kita berada diatas itu jauh lebih sulit daripada saat kita berada di bawah. Bawannya enak mulu bikin kita lupa segalanya, bahkan lupa bersyukur. Kita udah ngerasa superior, nggak ingat buat membantu orang, bahkan merasa diri udah paling hebat aja. Nanti, kalo suatu saat kita nggak siap, roda kehidupan tetap berputar, dan kita berada dibawah, kita bakalan kelabakan. Kita nggak tau harus gimana, kita bingung mau ngapain, kita malah nyalahin keadaan tanpa usaha apapun lagi untuk menggaet hati Tuhan kembali biar mau memutar si roda kehidupan agar kita kembali ke atas.”

“Ya, aku orang yang gagal itu.”

Bibir gue dipukul sama Emi.

“Kamu bukan orang gagal. Aku nggak pernah liat kamu sebagai orang yang gagal. Nggak pernah. Emang aku nggak pernah ngerasain mendampingin kamu pas dulu kamu awal mulai kerja, soalnya dulu kamu masih sama Kak Dee. Aku udah enak banget, dapetin kamu pas kamu lagi jaya-jayanya. Tapi bukan berarti aku mau terus nuntut kamu buat ngebahagiain aku dengan harta terus. Mending kamu nyewa perek aja daripada pacaran sama aku. Enak, nggak ada drama. Tinggal crat crot aja. Tapi aku ngerasa ini kesempatan aku buat ngedampingin kamu kembali, dari nol. Zy, semangat ya. Jangan pernah nyerah. Aku yakin, kamu pasti bisa kok ngejalanin cobaan ini. Kamu pasti bisa kembali bangkit. Jangan takut. Kamu nggak akan sendiri, aku bakalan ada disamping kamu buat nemenin kamu saat kamu lelah. Aku bakalan ada dibelakang kamu buat ngedorong kamu saat kamu berpikir buat berenti. Aku bakalan ada didepan kamu saat kamu butuh tarikan. Oke?”

“Tapi aku freelancer doangan, Mi. Aku cuman punya uang di tabungan doang. Entah kapan lagi aku dapet uang.”

“Ya nggak apa-apa, emang tugas kamu doangan nyari uang? Aku juga bisa kok nyari uang. Aku kan nggak segitu pengeretannya sampai harus terus dibiayain sama kamu.”

“Aku nggak pernah maksa kamu buat buru-buru kerja lagi kali. Santai aja. Kamu bisa sambil fokus buat ngejar urusan di Kampus kampret itu. Nyusahin kamu doangan buat lulus. Bikin susah cari kerja. Maafin aku.”

“Jangan pernah minta maaf karena keadaan begini bukan salah kamu. Emang jalannya harus begini biar kita makin kuat dan jadi pribadi lebih baik. Ingat, Tuhan nggak akan pernah kasih cobaan melebihi kemampuan hamba-Nya. Kalau Tuhan kasih cobaan begini, berarti Dia yakin kalo kamu pasti bisa ngelewatin semua ini, Oke?”

“Iya. Semangat ya buat kita. Kita pasti bisa, iya kan?”

“Pasti, Zy. Pasti.”

Bersyukur banget gue punya Emi yang bisa menenangkan sekaligus memperbaiki kondisi mental gue yang sedang berantakan saat itu.

Diubah oleh yanagi92055 02-02-2020 00:02
annisasutarn967
trikarna
itkgid
itkgid dan 29 lainnya memberi reputasi
30
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.