- Beranda
- Stories from the Heart
Pencarian Belum Usai [TRUE STORY] - SEASON 3
...
TS
yanagi92055
Pencarian Belum Usai [TRUE STORY] - SEASON 3
Selamat Datang di Thread Gue
(私のスレッドへようこそ)
(私のスレッドへようこそ)
TERIMA KASIH BANYAK ATAS ATENSI DAN APRESIASI YANG TELAH GANSIS READERBERIKAN DI DUA TRIT GUE SEBELUMNYA. SEMOGA DI TRIT SELANJUTNYA INI, GUE DAPAT MENUNJUKKAN PERFORMA TERBAIK GUE DALAM PENULISAN DAN PACKAGING CERITA AGAR SEMUA READER YANG BERKUNJUNG DISINI SELALU HAPPY DAN TERHIBUR
Spoiler for Season 1 dan Season 2:
Last Season, on Muara Sebuah Pencarian - Season 2 :
Quote:
INFORMASI TERKAIT UPDATE TRIT ATAU KEMUNGKINAN KARYA LAINNYA BISA JUGA DI CEK DI IG: @yanagi92055 SEBAGAI ALTERNATIF JIKA NOTIF KASKUS BERMASALAH
Spoiler for INDEX SEASON 3:
Spoiler for LINK BARU PERATURAN & MULUSTRASI SEASON 3:
Quote:
Quote:
Quote:
Polling
Poll ini sudah ditutup. - 83 suara
Perlukah Seri ini dilanjutkan?
Perlu
99%
Tidak Perlu
1%
Diubah oleh yanagi92055 08-09-2020 10:25
al.galauwi dan 142 lainnya memberi reputasi
133
342.8K
4.9K
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•51.8KAnggota
Tampilkan semua post
TS
yanagi92055
#1476
Mari Bercerita
Cuaca wilayah Cibitung siang itu sangat panas. Saat itu gue sedang melakukan pekerjaan gue dilapang plus meeting dengan beberapa direktur dari perusahaan tersebut. Gue memilih untuk naik motor. Jarak yang sangat jauh dan juga melelahkan tentunya.
Waktu masih menunjukkan pukul 12.00 siang, tapi pekerjaan gue sudah diselesaikan dengan baik. Awalnya gue mau balik kekantor. Tapi akhirnya gue berpikir untuk ketemu Emi aja. gue mau minta maaf karena terlalu kasar sama dia untuk urusan yang sebenarnya sangat sepele.
Gue berkaca dengan diri sendiri apa aja yang dulu pernah gue lakukan. Gue melakukan hal yang lebih gila dari Emi. Karena ini pulalah niat gue untuk meminta maaf langsung ke Emi semakin besar. Gue langsung chat Emi dan gue memberitahu ada dimana sekarang, lalu gue menyuruh Emi menunggu.
Perjalanan panjang gue dimulai siang itu. Gue sempat berhenti dulu untuk makan siang dan menunaikan ibadah. Setelahnya gue melanjutkan perjalanan. Perjalanan panjang ini gue lewati dengan berbagai jenis cuaca. Dari mulai panas terik banget di daerah awal sampai jelang kota asal gue itu sudah mulai hujan.
Gue sempat meminggirkan motor dan mulai memakai jas hujan. Sayang jas hujan gue waktu itu nggak bagus jadi tetap merembes kedalam tas. Untungnya gue nggak bawa laptop waktu itu. Kalau bawa, udah error kali karena kemasukan air.
Makin dekat kearah kampus, hujan semakin deras. Gue pun mulai nggak fokus. Apalagi gue melewati jalan yang nggak biasa gue lewati. Gue juga nggak bisa mengandalkan HP gue dengan google mapsnya karena HP gue waktu itu nggak tahan air seperti sekarang.
Gue juga ngerasa kayaknya tas gue udah mulai kemasukan air karena makin berat berasanya dipunggung. Gue hajar aja dulu deh, udah kepalang tanggung basah. Gue terus menyusuri jalan yang basah dan terhalang oleh hujan yang makin lama makin lebat itu.
Nggak kerasa dengan bantuan feeling serta penunjuk jalan, gue sudah mencapai daerah yang sangat familiar. Memang tembusannya ini baru pertama kali gue lewati, tapi syukurlah gue sudah sampai tempat yang sudah gue kuasai selama ini. Ini memudahkan gue untuk memacu motor lebih cepat walaupun masih dalam keadaan hujan lebat.
Gue sudah sampai di gerbang kampus bagian belakang. Gue nggak melihat jam karena jam tangan gue simpan didalam tas. Tapi gue menebak ini sudah enam jam lebih perjalanan gue. badan gue udah sakit nggak karuan plus kedinginan.
Menurut chat yang Emi balas, dia menunggu dibagian depan perpustakaan kampus. gue langsung menuju kesana. Akhirnya gue benar-benar melihat Emi. Gue senang banget bisa sampai disini dan melihat Emi. segala usaha gue sepanjang perjalanan tadi seperti nggak sia-sia.
“Mi.” panggil gue.
Emi seperti celingukan mencari sumber suara. Mungkin karena matanya yang minus dan penerangan diteras luar perpustakaan yang remang-remang, dia jadi agak kebingungan sebelum akhirnya menemukan dimana gue berdiri.
“Kamu gila yak? Kenapa malah ujan-ujanan sih?” katanya cemas.
“Apa untungnya aku neduh kalo semua baju, badan, sama tas aku udah kuyup begini?” balas gue.
“Ya kan nanti kalo terus-terusan keujanan kamu bisa sakit.”
“Nggak apa-apa aku sakit. Asal aku nggak kehilangan kamu.”
Lalu gue memeluk Emi dengan erat. Biarin aja dia kebasahan juga. Dalam pikiran gue saat itu gue hanya mau didekat dia.
“Maafin aku. Aku kemaren marah sama kamu cuman karena hal sepele. Maafin aku kalo aku berlebihan sama kamu. Tapi jujur, hati aku sakit pas tau fakta begitu. Aku sayang banget sama kamu, Mi. Aku selalu mau jadi yang pertama di hidup kamu. Makanya aku nggak suka dan marah banget kemaren. Aku mau jadi satu-satunya cowok di hidup kamu. Maafin aku. Jangan pergi ninggalin aku, Mi.” kata gue pelan.
Dia melepaskan sedikit pelukan gue, “Hei, siapa yang mau pergi ninggalin kamu sih? Liat buktinya? Walaupun kamu tanpa kabar, aku tetep disini nungguin kamu 6 jam loh. Padahal kamu cuman sms aku ‘Tunggu aku’. Aku nungguin kamu dari perpus rame sampai semua orang di sini udah pulang dan lampu remang-remang begini cuman buat nungguin kamu. Masa aku mau ninggalin kamu?” katanya sambil tersenyum manis.
“Maafin aku kemaren marah-marah nggak jelas sama kamu. Maafin aku yang nggak bijak nerima fakta yang baru aku tau. Jujur, aku emang MASIH NGGAK SUKA sama fakta itu. Tapi aku nggak mau kehilangan kamu. Makanya aku rela ngejar kamu balik dari Cibitung kesini. Aku takut kalau kamu udah di rumah, kamu malah abis-abisan nggak mau nemuin aku.” Lanjut gue.
“Aku nggak akan begitu ke kamu, Zy. Aku tipenya kan mendingan selesein masalah daripada ngehindar dari masalah. Kalau bisa diomongin, kenapa harus ambek-ambekan? Hehehe. Kecuali, emang udah nggak ada yang bisa diomongin lagi.” katanya.
Gue melepas pelukan lagi dan mengelus pipi Emi lembut.
“Aku sempet mikir kamu bakalan pergi nggak nungguin aku.” Kata gue.
“Asal kamu bilang ‘tunggu’, aku bakalan setia nungguin kamu di sini, Zy. Ya mungkin beg* banget mau percaya gitu aja sama cowok kayak kamu. Tapi itu buat buktiin rasa sayang aku ke kamu, kenapa nggak? Soalnya, aku sayang banget sama kamu.” Sahut dia sambil tersenyum lagi.
Gue sempat membuka isi tas gue dulu. Benar aja ada yang harus dikorbankan dari perjalanan ini. Untuk berkas dokumen pekerjaan gue aman karena disimpan di map plastik. Sedangkan pocket cam gue yang biasa gue pakai untuk memfoto objek ketika sedang berada dilapangan nggak selamat. Mati total.
Gue berusaha untuk menyalakan setelah agak kering, tapi ternyata displaynya rusak, hanya setengah aja yang bisa terlihat, sisanya hitam seperti ada penyakit.
Setelah bersih-bersih dikostan Emi, gue duduk santai dulu. Gue ingat mau kasih lagu ke Emi. lagu ini kemarin nggak sengaja kesetel diplaylist gue. Gue sadar kalau Emi memang yang selama ini gue cari.
Susah payah untuk gue temukan dan kemudian perjuangkan. Masa cuma gara-gara urusan sepele gitu aja gue mau ninggalin dia. Nggak mungkin lah.
Sesaat setelah Emi keluar dari kamar mandi, masih memakai handuk, gue langsung menyanyikan lagu ini untuk dia. Ya mungkin suara gue nggak sebagus penyanyi aslinya.
Setidaknya gue berusaha untuk menunjukkan keseriusan gue. Dan gue nggak berbohong sama dia untuk urusan hati ini. Emi tersenyum dan terlihat haru sambil menutup mulutnya dengan tangan kirinya.
--
“Aku pernah berhubungan serius dengan beberapa orang cewek dulu yank. Banyakan sih produk lokal, alias satu jurusan. Haha. Jadinya mereka semua itu adalah kakak kelas kamu sebenernya. Aku sempat ngebayangin kalau misalnya nanti ada reuni jurusan bakalan seru tuh. Hahaha.” Kata gue mulai bercerita.
“Haha. Iya aku udah pernah denger selentingan tentang masa lalu kamu.” Kata Emi.
“Hah? Oh iya? Kamu denger dari siapa emang?”
“Dari banyak temen aku. Bahkan mereka lebih tau seluk beluk kamu loh daripada aku yang pacar kamu. Gila kan? Suseh deh emang kalau pacaran sama orang yang dulunya sangat populer dijurusan. Apalagi kebanyakan anak-anaknya cupu-cupu gitu. Jadinya gampang banget diinget. Hahaha.”
“Mereka kan nggak kenal aku? Tau dari mana ya mereka tentang masa lalu aku? Tapi pasti nggak tau detail dong? Buktinya mereka malah bikin fitnah dulu kan? Hahaha.”
“Nah iya bener. Kebanyakan ngekhayal kayaknya deh yang bikin cerita itu dulu. Kayaknya desperate banget mau milikin kamu, Zy.”
“Yah mau gimana lagi. Namanya populer. Hahaha.”
“Yeee. Serius ih..”
“Oke. Gini. Aku dulu punya mantan namanya Zalina. Dari jurusan AF tapi jurusan itu udah dilebur sama jurusan yang ada di fakultas A. lumayan lama lah sama dia. Terus putus, ganti sama Keket. Keket ini angkatan atas aku. Tapi sebenernya seumur aku, karena dia juga kelas percepatan sama kayak kamu yank. Hehe. Terus sempet ada selingan juga sih, namanya Harmi, angkatan bawah aku. Tapi nggak dipacarin. TTMan gitu lah. Ada lagi namanya Anin. Yang ini sempet jadi musuh tapi terusnya jadi deket, deket banget malah, pas aku udah mulai kerja. Anin dari fakultas tetangga tuh. Haha. Selama itu juga dari SMA aku selalu berhubungan sama Ara. Kamu tau, mantan manajer aku. Dia juga mau jadi manajer karena selalu pingin sama-sama aku. Selain itu selama sama Keket ada juga Citra, ketemu di kompetisi antar universitas dulu. Pas ke Perancis juga bareng sama dia. Aku sempet pacaran juga sama Sofi, temen sekelas Keket sebelum resmi jadian sama keket. hehe. lalu tragedi terjadi dan aku putus sama Keket. sempet deket sama Fenita temen kantor sebelum jadian sama Dee. Ketika jadian sama Dee aku juga sempet deket lagi sama Nurul, junior paskib, kalo umur dia seangkatan kamu. Dee juga punya temen namanya Anis, sama, dia juga sempet nyantol sama aku. Hehehe. Lanjut lagi selama sama Dee aku ketemu dan deket dengan Dwina, Rinda dan Mirna. Ketiganya temen satu kostan yang berawal dari Mirna yang udah suka aku dari lama. Eh, ternyata si Mirna ini diledekin sama Rinda dan Dwina. Ujung-ujungnya yang ngeledekin ini malah rebutan aku. Hahaha. Koplak ya. Dan yang terakhir yang juga kamu kenal. Ada Dinar, temen kamu. Itu dia ketemu di komunitas band jaman dulu. Aku aja ngerasa lucu ternyata kita punya teman yang sama. hehehe.”
NB:Untuk cerita lengkapnya pengalaman gue ini, silakan dibaca dari season 1, kemudian lanjut season 2 ya.
“Dan semuanya dihabisin?” tanya Emi.
“Hmm. Nggak semuanya yank," gue terdiam sesaat, "Aku minta maaf. Aku nggak sesuai harapan kamu selama ini ya.”
“Nggak apa-apa. Sakit sih dengernya. Tapi itu masa lalu. Aku pun juga punya masa lalu kan. Aku juga dulu sempet suka-sukaan sama yang namanya Radit. Terus jadian sama Fani yang dua-duanya ternyata sahabatan. Terus aku juga punya mantan namanya Fandi. Dan yang terakhir tapi nggak jadian itu sama Bowo, anak fakultas G.”
“Ngapain aja yank?”
“Nggak sampe kayak kamu. Gila amat itu mah. Haha. Tapi aku juga harus akui aku nggak sesuci itu. Aku ngelakuin semuanya kecuali sampe masuk. Nggak ada.”
“Heemm.. semuanya ya? sampe blow? Radit dan Bowo juga?”
“Iya semuanya. Kecuali satu itu. Aku ngelakuin pertama sama kamu inget? Sampe berdarah-darah nggak karuan gitu. Hehehe. Bowo doang, kalo Radit ciuman mesra aja yank.”
“Iya yank. Okelah aku bisa terima kok, karena aku juga begitu. mungkin emang kita ditakdirin bareng ya. karena kita bukan orang bener. Itu sisi negatif kita disamping banyak sisi positif lainnya ya.”
“Iya. Maafin aku juga ya Zy. Aku baru cerita semua sekarang. Dan aku harap kita bisa saling nerima Zy dengan segala kekurangan, juga masa lalu kita yang kayak gitu.”
“Aku nerima kamu apa adanya kok Mi. Aku sadar aku bukan orang baik. Aku aja sebenarnya ragu apa ketika kamu tau cerita lengkap aku kayak gimana, bakalan mau tetap menerima aku apa nggak.”
“Semua orang punya masa lalu. Yang aku temuin itu Firzy yang sekarang. Bukan yang dulu. Dan semoga itu nggak ada lagi ya Zy. Selingan-selingan kayak gitu.”
“Iya Mi. aku udah susah payah merjuangin kamu. Jadinya semua bakal aku lakuin asal selalu sama-sama kamu.”
Gue memeluk Emi dengan hangat dan Emi membalasnya. Didalam pelukan, gue merasakan Emi menangis. Gue pun sama. memang berat harus bercerita seperti ini. Tapi mau gimana, semua harus terang benderang dulu. Biar semakin tau satu sama lain.
Bukankah hubungan yang baik dan langgeng itu salah satu syaratnya harus kayak gini? Semuanya nggak ada yang dirahasiakan. Gue dan Emi bercerita detail tentang masa lalu kami masing-masing.
Setelahnya gue sempat sangat nggak nyaman dengan hubungan Emi dengan Bowo. Harusnya nggak boleh gitu, karena bahkan gue aja dengan Harmi atau Anin dan Anis contohnya, kami nggak pacaran tapi melangkah sangat jauh. Emi cuma blow doang tapi bikin ada ganjalan di hati gue.
Mungkin memang guenya aja yang sudah terlanjur sangat sayang dengan Emi, jadi apapun jadi bikin gue kebawa perasaan.
Jujur aja mendengar keadaan kayak yang diceritain Emi emang nggak enak, tapi kemudian gue sadar juga kalau gue kayak gitu.
Emi terasa begitu spesial buat gue. jadinya ya perasaan gue sangat nggak menentu saat itu. Gue belum pernah jatuh cinta sampai kayak gini banget.
Apa karena dia yang benar-benar melengkapi kekurangan gue? apa dia juga satu-satunya yang bisa memenuhi kriteria gue?
Apalagi ditambah dengan bonus hobi yang sama dan pola pikir yang mirip itu amat sangat berharga buat gue dan gue yakin nggak mudah untuk mencari orang seperti ini lagi.
Gue nggak pernah merasakan hal yang sama ketika bersama Zalina. Selalu ada yang kurang. Apalagi diakhir hubungan gue dengan dia itu sangat-sangat nggak ngenakin. Begitu juga dengan Keket.
Dia yang paling mendekati sejauh ini. Tapi yaitu tadi selalu ada lubang yang belum tertambal. Dee nggak lebih baik dari Keket sebenernya. Apalagi dia sekarang malah ngerecokin nggak jelas. Tapi entah kenapa gue bisa bertahan sangat lama dengan Dee dulu.
Hadirnya mereka semua sebenarnya telah membentuk pribadi gue dengan lebih baik sih secara langsung maupun nggak langsung. Gue banyak belajar dari kesalahan-kesalahan yang gue dan mereka perbuat dimasa lalu.
Belum lagi selingan-selingan hebat kayak Ara, Harmi dan Anin. Mereka semua seperti membekali gue untuk menemukan sosok yang benar-benar tepat.
Sosok itu akhirnya secara susah payah, plus banyak drama yang nggak penting, gue temukan di diri Emi. Semua hal positif yang gue mau dan nggak gue temui di semua cewek yang pernah kenal dan dekat dengan gue, ada di Emi.
Di sisi lain, kadang timbul perasaan bersalah pernah melalui masa lalu yang ajaib kayak gitu. Memang hal tersebut pasti akan melukai siapapun pendamping gue dimasa depan. Tapi ya inilah gue dengan segala kekurangan dan sisi negatif yang gue bawa dari masa lalu.
Semua orang pastilah ingin dapat yang lebih baik bukan? Dan setelah semuanya didapatkan, pasti akan dipertahankan bukan? Nah ini tugas berat yang gue harus jalankan. Drama dari Dee belum juga usai. Drama dari teman-teman Emi juga belum benar-benar berhenti dan ini cukup menguras emosi dan pikiran gue.
Gue mencoba melihat dari sisi lain. Mungkin ini yang harus gue jalankan untuk mendapatkan mutiara yang tepat. Perjuangan. Sekaligus penebusan dari segala hal negatif yang gue lakukan di masa lalu.
Perjalanan gue dan Emi nggak pernah benar-benar mulus. Tapi kalau mau happy ending mestinya emang harus merasakan kesedihan dulu kan sebagai parameternya? Gimana mau happykalau nggak ada sad-nya?
Waktu masih menunjukkan pukul 12.00 siang, tapi pekerjaan gue sudah diselesaikan dengan baik. Awalnya gue mau balik kekantor. Tapi akhirnya gue berpikir untuk ketemu Emi aja. gue mau minta maaf karena terlalu kasar sama dia untuk urusan yang sebenarnya sangat sepele.
Gue berkaca dengan diri sendiri apa aja yang dulu pernah gue lakukan. Gue melakukan hal yang lebih gila dari Emi. Karena ini pulalah niat gue untuk meminta maaf langsung ke Emi semakin besar. Gue langsung chat Emi dan gue memberitahu ada dimana sekarang, lalu gue menyuruh Emi menunggu.
Perjalanan panjang gue dimulai siang itu. Gue sempat berhenti dulu untuk makan siang dan menunaikan ibadah. Setelahnya gue melanjutkan perjalanan. Perjalanan panjang ini gue lewati dengan berbagai jenis cuaca. Dari mulai panas terik banget di daerah awal sampai jelang kota asal gue itu sudah mulai hujan.
Gue sempat meminggirkan motor dan mulai memakai jas hujan. Sayang jas hujan gue waktu itu nggak bagus jadi tetap merembes kedalam tas. Untungnya gue nggak bawa laptop waktu itu. Kalau bawa, udah error kali karena kemasukan air.
Makin dekat kearah kampus, hujan semakin deras. Gue pun mulai nggak fokus. Apalagi gue melewati jalan yang nggak biasa gue lewati. Gue juga nggak bisa mengandalkan HP gue dengan google mapsnya karena HP gue waktu itu nggak tahan air seperti sekarang.
Gue juga ngerasa kayaknya tas gue udah mulai kemasukan air karena makin berat berasanya dipunggung. Gue hajar aja dulu deh, udah kepalang tanggung basah. Gue terus menyusuri jalan yang basah dan terhalang oleh hujan yang makin lama makin lebat itu.
Nggak kerasa dengan bantuan feeling serta penunjuk jalan, gue sudah mencapai daerah yang sangat familiar. Memang tembusannya ini baru pertama kali gue lewati, tapi syukurlah gue sudah sampai tempat yang sudah gue kuasai selama ini. Ini memudahkan gue untuk memacu motor lebih cepat walaupun masih dalam keadaan hujan lebat.
Gue sudah sampai di gerbang kampus bagian belakang. Gue nggak melihat jam karena jam tangan gue simpan didalam tas. Tapi gue menebak ini sudah enam jam lebih perjalanan gue. badan gue udah sakit nggak karuan plus kedinginan.
Menurut chat yang Emi balas, dia menunggu dibagian depan perpustakaan kampus. gue langsung menuju kesana. Akhirnya gue benar-benar melihat Emi. Gue senang banget bisa sampai disini dan melihat Emi. segala usaha gue sepanjang perjalanan tadi seperti nggak sia-sia.
“Mi.” panggil gue.
Emi seperti celingukan mencari sumber suara. Mungkin karena matanya yang minus dan penerangan diteras luar perpustakaan yang remang-remang, dia jadi agak kebingungan sebelum akhirnya menemukan dimana gue berdiri.
“Kamu gila yak? Kenapa malah ujan-ujanan sih?” katanya cemas.
“Apa untungnya aku neduh kalo semua baju, badan, sama tas aku udah kuyup begini?” balas gue.
“Ya kan nanti kalo terus-terusan keujanan kamu bisa sakit.”
“Nggak apa-apa aku sakit. Asal aku nggak kehilangan kamu.”
Lalu gue memeluk Emi dengan erat. Biarin aja dia kebasahan juga. Dalam pikiran gue saat itu gue hanya mau didekat dia.
“Maafin aku. Aku kemaren marah sama kamu cuman karena hal sepele. Maafin aku kalo aku berlebihan sama kamu. Tapi jujur, hati aku sakit pas tau fakta begitu. Aku sayang banget sama kamu, Mi. Aku selalu mau jadi yang pertama di hidup kamu. Makanya aku nggak suka dan marah banget kemaren. Aku mau jadi satu-satunya cowok di hidup kamu. Maafin aku. Jangan pergi ninggalin aku, Mi.” kata gue pelan.
Dia melepaskan sedikit pelukan gue, “Hei, siapa yang mau pergi ninggalin kamu sih? Liat buktinya? Walaupun kamu tanpa kabar, aku tetep disini nungguin kamu 6 jam loh. Padahal kamu cuman sms aku ‘Tunggu aku’. Aku nungguin kamu dari perpus rame sampai semua orang di sini udah pulang dan lampu remang-remang begini cuman buat nungguin kamu. Masa aku mau ninggalin kamu?” katanya sambil tersenyum manis.
“Maafin aku kemaren marah-marah nggak jelas sama kamu. Maafin aku yang nggak bijak nerima fakta yang baru aku tau. Jujur, aku emang MASIH NGGAK SUKA sama fakta itu. Tapi aku nggak mau kehilangan kamu. Makanya aku rela ngejar kamu balik dari Cibitung kesini. Aku takut kalau kamu udah di rumah, kamu malah abis-abisan nggak mau nemuin aku.” Lanjut gue.
“Aku nggak akan begitu ke kamu, Zy. Aku tipenya kan mendingan selesein masalah daripada ngehindar dari masalah. Kalau bisa diomongin, kenapa harus ambek-ambekan? Hehehe. Kecuali, emang udah nggak ada yang bisa diomongin lagi.” katanya.
Gue melepas pelukan lagi dan mengelus pipi Emi lembut.
“Aku sempet mikir kamu bakalan pergi nggak nungguin aku.” Kata gue.
“Asal kamu bilang ‘tunggu’, aku bakalan setia nungguin kamu di sini, Zy. Ya mungkin beg* banget mau percaya gitu aja sama cowok kayak kamu. Tapi itu buat buktiin rasa sayang aku ke kamu, kenapa nggak? Soalnya, aku sayang banget sama kamu.” Sahut dia sambil tersenyum lagi.
Gue sempat membuka isi tas gue dulu. Benar aja ada yang harus dikorbankan dari perjalanan ini. Untuk berkas dokumen pekerjaan gue aman karena disimpan di map plastik. Sedangkan pocket cam gue yang biasa gue pakai untuk memfoto objek ketika sedang berada dilapangan nggak selamat. Mati total.
Gue berusaha untuk menyalakan setelah agak kering, tapi ternyata displaynya rusak, hanya setengah aja yang bisa terlihat, sisanya hitam seperti ada penyakit.
Setelah bersih-bersih dikostan Emi, gue duduk santai dulu. Gue ingat mau kasih lagu ke Emi. lagu ini kemarin nggak sengaja kesetel diplaylist gue. Gue sadar kalau Emi memang yang selama ini gue cari.
Susah payah untuk gue temukan dan kemudian perjuangkan. Masa cuma gara-gara urusan sepele gitu aja gue mau ninggalin dia. Nggak mungkin lah.
Sesaat setelah Emi keluar dari kamar mandi, masih memakai handuk, gue langsung menyanyikan lagu ini untuk dia. Ya mungkin suara gue nggak sebagus penyanyi aslinya.
Setidaknya gue berusaha untuk menunjukkan keseriusan gue. Dan gue nggak berbohong sama dia untuk urusan hati ini. Emi tersenyum dan terlihat haru sambil menutup mulutnya dengan tangan kirinya.
--
“Aku pernah berhubungan serius dengan beberapa orang cewek dulu yank. Banyakan sih produk lokal, alias satu jurusan. Haha. Jadinya mereka semua itu adalah kakak kelas kamu sebenernya. Aku sempat ngebayangin kalau misalnya nanti ada reuni jurusan bakalan seru tuh. Hahaha.” Kata gue mulai bercerita.
“Haha. Iya aku udah pernah denger selentingan tentang masa lalu kamu.” Kata Emi.
“Hah? Oh iya? Kamu denger dari siapa emang?”
“Dari banyak temen aku. Bahkan mereka lebih tau seluk beluk kamu loh daripada aku yang pacar kamu. Gila kan? Suseh deh emang kalau pacaran sama orang yang dulunya sangat populer dijurusan. Apalagi kebanyakan anak-anaknya cupu-cupu gitu. Jadinya gampang banget diinget. Hahaha.”
“Mereka kan nggak kenal aku? Tau dari mana ya mereka tentang masa lalu aku? Tapi pasti nggak tau detail dong? Buktinya mereka malah bikin fitnah dulu kan? Hahaha.”
“Nah iya bener. Kebanyakan ngekhayal kayaknya deh yang bikin cerita itu dulu. Kayaknya desperate banget mau milikin kamu, Zy.”
“Yah mau gimana lagi. Namanya populer. Hahaha.”
“Yeee. Serius ih..”
“Oke. Gini. Aku dulu punya mantan namanya Zalina. Dari jurusan AF tapi jurusan itu udah dilebur sama jurusan yang ada di fakultas A. lumayan lama lah sama dia. Terus putus, ganti sama Keket. Keket ini angkatan atas aku. Tapi sebenernya seumur aku, karena dia juga kelas percepatan sama kayak kamu yank. Hehe. Terus sempet ada selingan juga sih, namanya Harmi, angkatan bawah aku. Tapi nggak dipacarin. TTMan gitu lah. Ada lagi namanya Anin. Yang ini sempet jadi musuh tapi terusnya jadi deket, deket banget malah, pas aku udah mulai kerja. Anin dari fakultas tetangga tuh. Haha. Selama itu juga dari SMA aku selalu berhubungan sama Ara. Kamu tau, mantan manajer aku. Dia juga mau jadi manajer karena selalu pingin sama-sama aku. Selain itu selama sama Keket ada juga Citra, ketemu di kompetisi antar universitas dulu. Pas ke Perancis juga bareng sama dia. Aku sempet pacaran juga sama Sofi, temen sekelas Keket sebelum resmi jadian sama keket. hehe. lalu tragedi terjadi dan aku putus sama Keket. sempet deket sama Fenita temen kantor sebelum jadian sama Dee. Ketika jadian sama Dee aku juga sempet deket lagi sama Nurul, junior paskib, kalo umur dia seangkatan kamu. Dee juga punya temen namanya Anis, sama, dia juga sempet nyantol sama aku. Hehehe. Lanjut lagi selama sama Dee aku ketemu dan deket dengan Dwina, Rinda dan Mirna. Ketiganya temen satu kostan yang berawal dari Mirna yang udah suka aku dari lama. Eh, ternyata si Mirna ini diledekin sama Rinda dan Dwina. Ujung-ujungnya yang ngeledekin ini malah rebutan aku. Hahaha. Koplak ya. Dan yang terakhir yang juga kamu kenal. Ada Dinar, temen kamu. Itu dia ketemu di komunitas band jaman dulu. Aku aja ngerasa lucu ternyata kita punya teman yang sama. hehehe.”
NB:Untuk cerita lengkapnya pengalaman gue ini, silakan dibaca dari season 1, kemudian lanjut season 2 ya.
“Dan semuanya dihabisin?” tanya Emi.
“Hmm. Nggak semuanya yank," gue terdiam sesaat, "Aku minta maaf. Aku nggak sesuai harapan kamu selama ini ya.”
“Nggak apa-apa. Sakit sih dengernya. Tapi itu masa lalu. Aku pun juga punya masa lalu kan. Aku juga dulu sempet suka-sukaan sama yang namanya Radit. Terus jadian sama Fani yang dua-duanya ternyata sahabatan. Terus aku juga punya mantan namanya Fandi. Dan yang terakhir tapi nggak jadian itu sama Bowo, anak fakultas G.”
“Ngapain aja yank?”
“Nggak sampe kayak kamu. Gila amat itu mah. Haha. Tapi aku juga harus akui aku nggak sesuci itu. Aku ngelakuin semuanya kecuali sampe masuk. Nggak ada.”
“Heemm.. semuanya ya? sampe blow? Radit dan Bowo juga?”
“Iya semuanya. Kecuali satu itu. Aku ngelakuin pertama sama kamu inget? Sampe berdarah-darah nggak karuan gitu. Hehehe. Bowo doang, kalo Radit ciuman mesra aja yank.”
“Iya yank. Okelah aku bisa terima kok, karena aku juga begitu. mungkin emang kita ditakdirin bareng ya. karena kita bukan orang bener. Itu sisi negatif kita disamping banyak sisi positif lainnya ya.”
“Iya. Maafin aku juga ya Zy. Aku baru cerita semua sekarang. Dan aku harap kita bisa saling nerima Zy dengan segala kekurangan, juga masa lalu kita yang kayak gitu.”
“Aku nerima kamu apa adanya kok Mi. Aku sadar aku bukan orang baik. Aku aja sebenarnya ragu apa ketika kamu tau cerita lengkap aku kayak gimana, bakalan mau tetap menerima aku apa nggak.”
“Semua orang punya masa lalu. Yang aku temuin itu Firzy yang sekarang. Bukan yang dulu. Dan semoga itu nggak ada lagi ya Zy. Selingan-selingan kayak gitu.”
“Iya Mi. aku udah susah payah merjuangin kamu. Jadinya semua bakal aku lakuin asal selalu sama-sama kamu.”
Gue memeluk Emi dengan hangat dan Emi membalasnya. Didalam pelukan, gue merasakan Emi menangis. Gue pun sama. memang berat harus bercerita seperti ini. Tapi mau gimana, semua harus terang benderang dulu. Biar semakin tau satu sama lain.
Bukankah hubungan yang baik dan langgeng itu salah satu syaratnya harus kayak gini? Semuanya nggak ada yang dirahasiakan. Gue dan Emi bercerita detail tentang masa lalu kami masing-masing.
Setelahnya gue sempat sangat nggak nyaman dengan hubungan Emi dengan Bowo. Harusnya nggak boleh gitu, karena bahkan gue aja dengan Harmi atau Anin dan Anis contohnya, kami nggak pacaran tapi melangkah sangat jauh. Emi cuma blow doang tapi bikin ada ganjalan di hati gue.
Mungkin memang guenya aja yang sudah terlanjur sangat sayang dengan Emi, jadi apapun jadi bikin gue kebawa perasaan.
Jujur aja mendengar keadaan kayak yang diceritain Emi emang nggak enak, tapi kemudian gue sadar juga kalau gue kayak gitu.
Emi terasa begitu spesial buat gue. jadinya ya perasaan gue sangat nggak menentu saat itu. Gue belum pernah jatuh cinta sampai kayak gini banget.
Apa karena dia yang benar-benar melengkapi kekurangan gue? apa dia juga satu-satunya yang bisa memenuhi kriteria gue?
Apalagi ditambah dengan bonus hobi yang sama dan pola pikir yang mirip itu amat sangat berharga buat gue dan gue yakin nggak mudah untuk mencari orang seperti ini lagi.
Gue nggak pernah merasakan hal yang sama ketika bersama Zalina. Selalu ada yang kurang. Apalagi diakhir hubungan gue dengan dia itu sangat-sangat nggak ngenakin. Begitu juga dengan Keket.
Dia yang paling mendekati sejauh ini. Tapi yaitu tadi selalu ada lubang yang belum tertambal. Dee nggak lebih baik dari Keket sebenernya. Apalagi dia sekarang malah ngerecokin nggak jelas. Tapi entah kenapa gue bisa bertahan sangat lama dengan Dee dulu.
Hadirnya mereka semua sebenarnya telah membentuk pribadi gue dengan lebih baik sih secara langsung maupun nggak langsung. Gue banyak belajar dari kesalahan-kesalahan yang gue dan mereka perbuat dimasa lalu.
Belum lagi selingan-selingan hebat kayak Ara, Harmi dan Anin. Mereka semua seperti membekali gue untuk menemukan sosok yang benar-benar tepat.
Sosok itu akhirnya secara susah payah, plus banyak drama yang nggak penting, gue temukan di diri Emi. Semua hal positif yang gue mau dan nggak gue temui di semua cewek yang pernah kenal dan dekat dengan gue, ada di Emi.
Di sisi lain, kadang timbul perasaan bersalah pernah melalui masa lalu yang ajaib kayak gitu. Memang hal tersebut pasti akan melukai siapapun pendamping gue dimasa depan. Tapi ya inilah gue dengan segala kekurangan dan sisi negatif yang gue bawa dari masa lalu.
Semua orang pastilah ingin dapat yang lebih baik bukan? Dan setelah semuanya didapatkan, pasti akan dipertahankan bukan? Nah ini tugas berat yang gue harus jalankan. Drama dari Dee belum juga usai. Drama dari teman-teman Emi juga belum benar-benar berhenti dan ini cukup menguras emosi dan pikiran gue.
Gue mencoba melihat dari sisi lain. Mungkin ini yang harus gue jalankan untuk mendapatkan mutiara yang tepat. Perjuangan. Sekaligus penebusan dari segala hal negatif yang gue lakukan di masa lalu.
Perjalanan gue dan Emi nggak pernah benar-benar mulus. Tapi kalau mau happy ending mestinya emang harus merasakan kesedihan dulu kan sebagai parameternya? Gimana mau happykalau nggak ada sad-nya?
Diubah oleh yanagi92055 29-01-2020 13:53
itkgid dan 29 lainnya memberi reputasi
30