Kaskus

Story

sofiayuanAvatar border
TS
sofiayuan
Ma'had Of Love
Ma'had Of Love


Prolog :

Berubah menjadi lebih baik itu bukanlah hal yang mudah, tak seperti membalik telapak tangan. Banyak rintangan di setiap niat baik.

Rintangan ada untuk dihadapi bukan di ratapi akhirnya berhenti untuk memperbaiki diri. Karena setiap proses pasti akan ada hasil.

Perubahan butuh pengaplikasian dalam rutinitas sehari-hari bukan sekedar teori yang lama-lama akan basi.

Berusaha semaksimal mungkin selebihnya serahkan pada Yang Maha Kuasa. Mohon perlindungan kepada Sang pembolak-balik hati.


GERIMIS DI PAGI HARI

Jengkel, marah, benci menyeruak menjadi satu. Mengalir dalam aliran darah, mencuat dalam dada. Sesak!. Itulah yang saat ini dirasakan oleh Aisyah Putri. Gadis berwajah ayu yang tengah menarik asal kopernya. Bersiap untuk meninggalkan semua kesenangannya. Bergaul dengan segala hal yang tak ia sukai, namun keputusan seorang Ibrahim sudah tak bisa di ganggu gugat. Hari ini adalah keberangkatan Aisyah ke pesantren.

"Sudah siap berangkat?" suara lembut Ayu, Mami Aisyah.

"Hmm." Masih dengan wajah juteknya. Sebenarnya Ayu tak tega untuk melepasnya, di dunia baru yang serba berkebalikan dari kehidupan Aisyah saat ini. Namun kasih sayangnya tak membuat buta akan pentingnya mendidik anaknya secara agamis agar tak lupa dengan sang pemilik kehidupan.

Jika Aisyah pernah mengaji atau shalat itu dulu. Dulu sekali, sebelum dia masuk Sekolah Menengah Kejuruan dan salah pergaulan. Mungkin kini dia sudah lupa bagaimana mengaji dan sholat dengan baik. Itulah yang membuat Ayu yakin bahwa keputusan suaminya adalah hal yang paling baik.
Apapun yang di janjikan oleh Aisyah tak merubah keputusan Papinya. Jika Aisyah anak yang keras kepala, papinya lebih keras lagi. Keputusannya tak dapat ditawar.

"Pi, kenapa harus di pesantren sih!. Aisyah bisa berubah tanpa harus di kirim ke neraka." Suara Aisyah terdengar parau menahan tangis dan kekesalannya. Ingin dia meloncat dari dalam mobil, andai itu bisa membuat hati Papinya luluh.

"Sayang, pesantren itu bukan neraka. Itu adalah taman surga, tempat dimana para penuntut ilmu agama berada. Percayalah saat kau sudah di pesantren, kau tak akan ingin pulang."

KOLOT. Itulah yang di pikirkan Aisyah tentang kedua orang tuanya. Padahal belajar ilmu agama bisa dengan mendengarkan ceramah ustad di youtube, tak perlu repot untuk nyantri. Secara dunia sudah dalam era digital. Kenapa hidupnya harus serumit seperti sekarang.

Akhirnya Aku akan masuk neraka
.

Sesampai di pelataran pesantren, hati Aisyah semakin sakit. Dia merasa diasingkan dan dibuang oleh orang tuanya. Air matanya luruh tanpa di ketahui oleh kedua orang tuanya yang sedang berbincang dengan salah satu santri di dekat tempat parkir. Kedatangan mereka di sambut dengan sangat sopan oleh salah santri tersebut.

"Monggo pinarak. Abah masih ngaos," tuturnya kalem.

Aisyah jenggah melihat perigai santri tersebut. Sok alim pikirnya. Dia memilih mengalihkan pandangannya ke tempat lain. Banyak santri lalu lalang dengan kesibukan mereka masing-masing. Tempat parkir dekat dengan asrama laki-laki, jadi wajar bila yang pertama kali menyambut mereka adalah para santri putra. Ada beberapa santri menyapu halaman, berkomat kamit tak jelas dengan memegang buku kecil (Nadhom). Sampai matanya tertuju pada seorang santri putra yang sedang berbincang dengan santri putri di dekat ndalem (kediaman Kyai).

"Mi, kata mami santri putra dan putri tidak diperbolehkan berduaan! Nah, itu apa?" sambil menunjuk ke arah di mana santri itu berada.

"Sayang! Jangan suudhon. Siapa tahu mereka saudara atau memiliki keperluan," tutur Ayu tetap kalem dengan menurunkan tangan Aisyah yang menunjuk santri yang sedang berbincang.

"Heleeh, paling itu alasan yang mereka buat-buat," kesalnya.

"Tujuan Kamu ke sini bukan untuk mengoreksi kesalahan orang lain Aisyah. Betulkan sendiri sikapmu yang selalu membuat Papi naik darah," tegas Ibrahim.

Aisyah melengos dengan kepalan tangan serta gigi yang mengertak. jika yang berbicara itu bukan orang tuanya, pasti Aisyah sudah melayangkan tinjuan ke mukanya.
"Papi." Ayu memberi isyarat pada Ibrahim agar tak meneruskan ucapannya.

Terdengar derup langkah kaki serta deheman dari arah ruang tengah. Nampak sosok Kyai menyibak tirai. Pembawaannya yang berwibawa dan teduh membuat hati tenang.

"Assalamualaikum, ada tamu jauh rupanya," ucap Kyai tersebut lalu duduk di dekat Papi.
"Apa kabar Ayu, Him?" Sapaan beliau terdengar begitu akrab terhadap kedua orang tua Aisyah.

Ibrahim menyampaikan tujuannya ke pesantren tersebut. Aisyah hanya dapat meremas gamis yang dikenakannya. Bagiamana tidak, Papinya menceritakan semua aibnya pada Kyai tersebut. Kyai itu hanya manggut-manggut dengan senyum yang tak lepas sejak keluar menemui keluarga Aisyah. Kyai Dahlan memanggil abdi ndalem untuk mengantar Aisyah ke asrama putri.

"Nduk, ternoh cah iki nang asrama (antarkan anak ini ke asrama)." Tanpa basa basi wanita sebaya dengan Aisyah itu mengajaknya masuk.

Bersambung

Sumber gambar : Dokpri

Back Indeks
Diubah oleh sofiayuan 23-10-2020 14:42
bukhoriganAvatar border
inginmenghilangAvatar border
imamarbaiAvatar border
imamarbai dan 64 lainnya memberi reputasi
65
11.9K
382
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread52KAnggota
Tampilkan semua post
sofiayuanAvatar border
TS
sofiayuan
#43
Hari Yang Buruk

kaskus-image


Qola muhammadun huwa ibnu maliki, Ahamdu rabbillaha ghaira maliki….” Terdengar sayup-sayup suara santri putri sedang lalaran nadham Alfiyah di kelas masing-masing. Ini merupuakan tradisi pesantren tiap pagi, setelah berjamaah subuh. Tak ada acara bangun siang lagi bagi seorang Aisyah. Namun, itu juga bukanlah hal yang mudah. Kepalanya sangat pusing karena tak terbiasa bangun pagi. Pukul 03.00 WIB para santri sudah harus bangun untuk jamaah shalat tahajud dan pembacaan wirid. Pukul setengah empat pagi wirid selesai dan para santri kembali ke asrama. Aisyah memanfaatkannya untuk tidur.

“Ais … Aisyah.” Suara siapa lagi jika bukan Ifa sang ketua kamar yang terasa menjadi penguntit bagi Aisyah.

"Ayo ikut baca nadhom. Udah jam 5 lebih tuh. Jangan bilang Kamu ndak ikut jamaah subuh tadi." Perkataan Ifa seketika menghilangkan kantuk Aisyah. Dia ingat bahwa dia belum shalat. Hal yang membuatnya paling takut bukan karena belum shalat subuh melainkan takzir. Zaenab sudah bercerita banyak hal mengenai aturan pesantren saat menemaninya berkeliling asrama putri kemarin. Belum genap 24 jam berada di pesantren harus menghadapi takzir.

OMG. Gak mungkiiiin.

Dan di sinilah sekarang Aisyah membersihkan selokan. Ifa benar-benar tak memberinya toleransi meski Aisyah adalah anak baru. Ya, bisa dibanyangkan membersihkan selokan rasanya sangat menjijikkan. Tapi apa boleh buat, Aisyah harus menerima resiko dari perbuatan yang dilakukan pada pagi pertamanya di pesantren.

Selesai membersihkan selokan Aisyah berlari ke kamar mandi. Bau air selokan yang menyengat membuat perutnya mual, padahal dia belum sarapan. Dia berjanji pada dirinya sendiri tak akan menyentuh selokan itu lagi, yang artinya dia harus rajin berjamaah subuh.

Jam menunjukkan 07.15 WIB dan lima belas menit lagi pengaosan akan di mulai. Aisyah bergegas menuju kelas. Kelasnya yang berada di lantai dasar sedang kamar khadijah berada di lantai dua pojok, membuatnya semakin terburu-buru.

Bruk. Semua kitab yang di bawah keduanya berantakan. Berserakan di lantai. Aisyah merasa kesal tetapi dirinya juga salah karena tak memperhatikan jalan. Niatnya untuk memarahi orang di depannya dia urungkan dan fokus membereskan kitabnya.

"Afwan, saya tidak sengaja."
"Ok. Gak masalah, Gue juga salah
," jawab Aisyah dan berlalu tanpa memperhatikan pemilik suara.

Pelajaran hari pertama Aisyah di pesantren di mulai. Mendengarkan ustad membacakan kitab yang belum pernah dia mengerti sebelumnya membuatnya benar-benar jenuh. Aisyah bukan gadis bodoh, hanya saja dia masih sangat awam dengan bahasa arab.

Wajah Aisyah sangat pucat. Perutnya serasa di peras. Dia memang tak sempat untuk sarapan. Alhasil maagnya kambuh. Aisyah jatuh pingsan. Semua yang berada di dalam kelas panik.

Aisyah di bawah ke klinik pesantren. Zaenab bergegas menjenguknya setelah mengisi ngaji di kelas. Selain abdi ndalem Zaenab adalah seorang ustadzah.

"Aissalamualaikum, Aisyah. Bagaimana keadaanmu?" sapanya dengan kalem.

"Waalaikumsalam, Mbak. Alhamdulillah udah mendingan. Tadi pagi Aku dapat takzir dan belum sempat sarapan. Jadi, maagku kambuh. Maaf merepotkan," jelas Aisyah.

Aisyah memang merasa nyaman berada di dekat Zaenab walau baru mengenalnya. Selain pembawaannya yang kalem, Zaenab baik hati. Tiap kali dekat dengan Zaenab, Aisyah merasa memiliki seorang kakak.

"Ini ada titipan buat Kamu." Zaenab memberikan kantung plastik padanya. Berisi roti, susu dan beberapa cemilan.

"Ya sudah Kamu istirahat dulu. Jangan sampai kena takzir lagi dan jangan telat makan, Aisyah." pesan Zaenab sebelum keluar ruangan.

Aisyah membuka kantung plastik yang baru saja di berikan Zaenab. Terdapat tulisan dalam secarik kertas.

Syafakillah, jaga diri anti baik-baik.

Aisyah mengerutkan kening. Heran. Karena Zaenab memberikan note seperti itu. Padahal dirinya baru saja menjenguk Aisyah.

Ah, mungkin saja mbak Zaenab sungkan mau ngomong langsung.

***


Menit demi menit, hari demi hari di jalani Aisyah dengan banyaknya takzir. Semakin berusaha menjadi lebih baik, selalu ada saja hukuman yang menghampiri. Membaca nadhom di depan kelas, membersihkan halaman asrama putri, membersihkan kamar mandi. Padahal dirinya baru satu minggu di pesantren, tetapi takzir sudah sangat bersahabat dengannya.

"Mamiiii ... Aisyah pingin pulaang." linangan air mata tak dapat di sembunyikan. Dia tak betah dengan keadaannya. Jika pelajaran Aisyah merasa mampu mengejar. Tetapi, hukuman demi hukuman serta teman yang mengunjingnya membuat dirinya merasa terhimpit.

"Baru seminggu sih, tapi namanya tak pernah absen dari daftar takzir."

"Ala, paling juga cari sensasi, biar di perhatikan ustadzah Zaenab. Ataaau ...."

"Aku heran sama kalian. Emang Aku pernah menganggu hari kalian!. Atau aku pernah meminta uang kalian!. Enggakkan!. Lalu kenapa kalian selalu menghinaku?. Di sini bukan tempat untuk saling mengoreksi tetapi untuk berbenah diri. Apa kalian merasa lebih baik dariku? dengan mulut kalian yang tak pernah di jaga." Setelah puas meluapkan emosi yang di tahan, Aisyah berlalu meninggalkan teman-temannya.

Aisyah menuju kamar para ustadzah. Mencari keberadaan Zaenab. Paling tidak dia bisa merasa lebih tenang dengan bercerita padanya. Sayang, Zaenab sedang sibuk di kediaman pengasuh. Dia memilih menenangkan diri. Berada di atap pesantren membuatnya sedikit lega. Tanpa suara yang menganggu pendengarannya. Dia menangis sejadi-jadinya.

"Kenapa ... Kenapa sulit sekali ingin menjadi orang baik. Kenap Papi tidak mengerti kondisiku. Kenapa Papi membiarkan Aku seperti ini. Kenapa ... Hiks ... Hiks."

Kecewa dengan dirinya sendiri, orang tua serta lingkungan, membuatnya semakin tengelam dalam kesedihan. Tanpa dia sadari terdapat sepasang mata tengah memperhatikannya dari kejauhan.

Happy reading. emoticon-Pelukemoticon-Rate 5 Star

To be continue...
back INDEKS

Jangan lupa bahagia dan Belajar bersama bisa:terimakasih


Diubah oleh sofiayuan 11-09-2020 14:30
detyry
rainydwi
trifatoyah
trifatoyah dan 16 lainnya memberi reputasi
17
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.