- Beranda
- Stories from the Heart
AKHIR PENANTIANKU (JILID IV _ 2.0) [TRUE STORY]
...
TS
dissymmon08
AKHIR PENANTIANKU (JILID IV _ 2.0) [TRUE STORY]
SELAMAT DATANG AGAN SISTA
Halo! 
Selamat berjumpa kembali dengan gue dalam rangka melanjutkan JILID IV kemarin yang gue akhiri di tengah alias Mid-season Finale. Udah berasa kayak cerita series bule The Walking Dead, Nancy Drew, etcyak? Hahaha. Karena berbagai pertimbangan, gue memutuskan untuk menyelesaikan di sana. Hapunten ya agan sista! Semoga agan sista bisa memahaminya...
Ga pernah gue lupa untuk selalu ngucapin terima kasih atas dukungan dan apresiasi agan sista selama ini! Makin hari, makin bikin semangat gue aja untuk terus melanjutkan cerita gue ini yang (kayaknya) masih panjang. Hehehe.
Masih melanjutkan tema cerita di JILID IV gue sebelumnya, insya Alloh di JILID IV 2.0 ini gue akan menjawab bagaimana kondisi ibu gue, bagaimana hubungan gue dengan Bang Firzy, bagaimana pendidikan gue, bagaimana pekerjaan gue, dan banyak puzzle-puzzle lainnya yang belum terjawab. Dengan semangat 'tak boleh ada kentang di antara kita' yang tak hentinya diucapkan oleh agan sista, insya Alloh juga gue akan melanjutkan sampai selesai (semoga tanpa hambatan) di thread gue yang ini.
Kembali lagi gue ingatkan gaya menulis gue yang penuh strong language, absurd-nya hidup gue dan (kayaknya masih akan) beberapa kali nyempil ++-nya, jadi gue masih ga akan melepas rating 18+ di cerita lanjutan gue kali ini. Gue berharap semoga agan sista tetap suka dan betah mantengin thread ane ini sampe selesai!
Dengan segala kerendahan hati gue yang belajar dari thread sebelumnya, kali ini gue memohon agan sista untuk membaca juga peraturan mengenai thread ini yang kayaknya banyak di-skip (karena dinilai ga penting), terutama mengenai kepentingan privasi dan spoiler. Semoga dengan kerja sama semuanya, membuat thread ini semakin bikin nyaman dan betah untuk jadi tempat nongkrong agan sista semuanya

Selamat berjumpa kembali dengan gue dalam rangka melanjutkan JILID IV kemarin yang gue akhiri di tengah alias Mid-season Finale. Udah berasa kayak cerita series bule The Walking Dead, Nancy Drew, etcyak? Hahaha. Karena berbagai pertimbangan, gue memutuskan untuk menyelesaikan di sana. Hapunten ya agan sista! Semoga agan sista bisa memahaminya...
Ga pernah gue lupa untuk selalu ngucapin terima kasih atas dukungan dan apresiasi agan sista selama ini! Makin hari, makin bikin semangat gue aja untuk terus melanjutkan cerita gue ini yang (kayaknya) masih panjang. Hehehe.
Masih melanjutkan tema cerita di JILID IV gue sebelumnya, insya Alloh di JILID IV 2.0 ini gue akan menjawab bagaimana kondisi ibu gue, bagaimana hubungan gue dengan Bang Firzy, bagaimana pendidikan gue, bagaimana pekerjaan gue, dan banyak puzzle-puzzle lainnya yang belum terjawab. Dengan semangat 'tak boleh ada kentang di antara kita' yang tak hentinya diucapkan oleh agan sista, insya Alloh juga gue akan melanjutkan sampai selesai (semoga tanpa hambatan) di thread gue yang ini.
Kembali lagi gue ingatkan gaya menulis gue yang penuh strong language, absurd-nya hidup gue dan (kayaknya masih akan) beberapa kali nyempil ++-nya, jadi gue masih ga akan melepas rating 18+ di cerita lanjutan gue kali ini. Gue berharap semoga agan sista tetap suka dan betah mantengin thread ane ini sampe selesai!

Dengan segala kerendahan hati gue yang belajar dari thread sebelumnya, kali ini gue memohon agan sista untuk membaca juga peraturan mengenai thread ini yang kayaknya banyak di-skip (karena dinilai ga penting), terutama mengenai kepentingan privasi dan spoiler. Semoga dengan kerja sama semuanya, membuat thread ini semakin bikin nyaman dan betah untuk jadi tempat nongkrong agan sista semuanya

![AKHIR PENANTIANKU (JILID IV _ 2.0) [TRUE STORY]](https://s.kaskus.id/images/2019/12/26/10712020_20191226010201.jpg)
Spoiler for AKHIR PENANTIANKU (THE SERIES):
Spoiler for INDEX:
Spoiler for MULUSTRASI:
Spoiler for PERATURAN:
Quote:
Polling
Poll ini sudah ditutup. - 37 suara
Kepikiran untuk mulai post JILID I... Setuju kah?
Boleh juga Mi dicoba.
49%
Nanti aja, Mi.
51%
Diubah oleh dissymmon08 15-09-2020 12:11
padasw dan 90 lainnya memberi reputasi
85
170.8K
2.1K
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52.1KAnggota
Tampilkan semua post
TS
dissymmon08
#306
KISAH TENTANG F: PERJUANGAN BERSAMA (PART 10)
“Pokoknya mulai kita nanti nginjekin kaki di Jawa Tengah, gue ga ngurus apa-apa lagi yak? Lu pokoknya yang ngurus beli makan, nanya arah, atau apapun. Gue ga mau kena tipu cuman gara-gara bahasa gue!” kata gue ketika kami melihat Tugu Perbatasan Jawa Barat dan Jawa Tengah.
Bang Firzy memarkirkan kendaraannya di pinggir jalan. “Kita foto dulu dong baru ngelewatin perbatasan begini…” kata Bang Firzy sambil membuka helmnya. Gue dan Bang Firzy pun jalan ke arah tugu dan gantian foto untuk kenang-kenangan kegilaan kami. Segala hal HARUS diabadikan pokoknya mah! Hahaha.
Setelah puas foto, Bang Firzy ngecek handphone-nya sebentar. “Di depan udah Brebes nih. Nah nanti kita mulai jalan ke jalur tengah. Gue ada rada bingung… Katanya Aki, suruh ambil apaan tau tuh. Jangan ambil apaan. Duuh gue lupa. Sebenernya ga akan nyasar, karena pasti diarahinnya bakalan tetep ke Jawa Tengah selama kita ikutin arah jalan. Tapi di depan ini kalau salah pilih, kita yang harusnya ambil ke jalur tengah bisa balik lagi ke jalur utara atau bahkan kebuang ke jalur selatan.”
“Harus banget ke jalur tengah? Kenapa emang?”
Bang Firzy masang ekspresi ‘Are you kidding me?’ ke arah gue. “KATANYA ELU MAU KE YOGYA???”
“Eh iya yak. Hmm. Percaya Mapsaja gimana?”
“Ya boleh aja sih… Tapi gue lebih pengen diarahin ke jalan yang dimaksud Aki tea. Lebih cepet lagi soalnya dan ga mesti ngelewatin Brebes kota.”
“Kalau nanya orang?” tanya gue.
Bang Firzy terdiam sambil mikir. “Kalau udah di jawa begini dan nanya arah, pasti bilangnya Lor Kidul Kulon Wetan. Gue ga apal begituan! Hahaha.”
“Coba nanya Polisi aja gimana?”
Bang Firzy ngeliat motornya dan kembali memastikan segala kelengkapan motornya. “Boleh deh… Biar aman. Gue udah yakin dan Maps juga udah ngasih jalan bener, cuman itu ada merah rada panjang. Gue udah nyetir 4 jam ini sekarang. Lumayan juga capenya… Males kalau macet-macetan lagi. Jadi mending dikasih jalan shortcut gitu maksudnya.”
“Yaudah kita nanya Polisi, lu yang nanya tapi ya.”
“Iya, lu tunggu luar aja.”
Ga begitu jauh dari tugu perbatasan, kami ketemu satu kantor polisi. Duh, gue lupa itu Polsek atau Polres dan udah sampe di daerah mana saat itu. Yang gue inget banget adalah Bang Firzy minta gue nunggu di depan kantor polisinya. Saat itu kondisinya udah menjelang sore, jadi matahari masih cukup panas untuk gue nunggu di depan kantor polisi begitu.
Ga lama, ada salah satu orang berpakaian polisi jalan bersebelahan dengan Bang Firzy keluar dari dalam kantor. Beliau dan Bang Firzy jalan ke arah gue. “Kenapa? Udah tau jalannya?” tanya gue ke arah Bang Firzy.
“Udah tau kok gue. Ini gue diminta parkirin motornya yang bener sambil nanya-nanya sama beliau. Disuruh istirahat dulu di sini dulu. Lu mau ke kamar mandi dulu ga?”
“Boleh deh…”
Sebenernya gue ga pernah masuk ke kantor polisi begini. Apalagi sampe disuruh istirahat dan numpang ke kamar mandi mereka. Gue ga pernah kepikiran mau mampir gitu. Tapi ini, polisinya keluar dari dalam kantor dan mempersilahkan kami untuk istirahat dulu di dalam kantornya! Udah mana polisinya masih muda, kurus, tegap, dan lumayan pulak tampangnya! Jarang-jarang ye kan? Hahaha.
Polisi tersebut mengarahkan ke gue letak kamar mandi. Sedangkan Bang Firzy duduk di sofa yang ada. Di sana ternyata udah ada beberapa pemotor lain yang juga lagi istirahat. Mereka mengisi ulang botol minum mereka dengan air dispenser yang dingin. Dan ada juga pemotor yang memutuskan untuk tidur di sofa. Bang Firzy memutuskan untuk selonjorin kakinya sambil minum kopi yang disediakan sama polisi lainnya.
Ruangan kantor ini ber-AC, ga begitu luas, wangi, dan bersih. Kamar mandinya juga bersih. Padahal gue ga ngeliat ada polisi perempuan di sini. Ya mungkin mereka emang ada kang bersih-bersihnya. Tapi bener-bener ga duga aja gue.
Gue sempetin untuk cuci muka dan numpang beribadah saat itu. Lumayan ada tempat enak dan jaminan aman begini. Soalnya CCTV ada dimana-mana di kantor polisi itu. Dan hampir di tiap ruangan pun ada polisinya. Agak canggung, tapi karena mereka ramah dan ngomong make Bahasa Indonesia walaupun medok logatnya, gue ga bingung jadinya.
Kurang lebih 30 menit kami di kantor polisi itu sampai Bang Firzy ngajak gue untuk melanjutkan perjalanan kembali. Udah hampir sore, sedangkan kami kepengennya udah bisa sampe ke Yogyakarta. Kepengennya gue sih, semua berubah saat Bang Firzy ngomong “Mi, kayaknya kita ga ke Yogya.”
Gue terdiam. Entah ini gue dikerjain lagi apa gimana. Gue ga ngerti. Dan gue ga mau badmood diperjalanan kayak begini. “Kamu lagi becanda?”
“Bisa sih kita paksain ke Yogya, tapi kayaknya sampe sana bakalan sekitar jam 10 atau 11 malem. Gue bisa cape banget pas sampe di Yogya. Gue yakin, lu ga akan mau diem aja di hotel karena gue ga enak badan kan?”
“Terus kita pulang lagi gitu?” Nada bicara gue kedengeran desperate banget.
“Ya ga, kita tetep lanjut lah. Gue udah punya niat mau ketemu kakek nenek gue di kota T soalnya.”
“Hmm. Terus kita kemana kalau ga istirahat di Yogya?”
“Ya kemana kek, pokoknya kita ga ke Yogya…” Bang Firzy diem. Dia ngelirik dari spion. Gue liat dia keliatan serius sama omongannya dan keliatan sedih bin bete banget.
Gue bete, dia juga (keliatan) bete. Entah dia bete apa ga karena rencana ke Yogya-nya dibatalin. Yang pasti gue ngerasain gimana rasanya bete pas ke Gunung Padang dulu dan dia bilang batal ke Bandung. “Terus ini kita ngarah kemana?”
“Gue nargetin kita ke Purwokerto. Kita nginep di Purwokerto dulu satu malem.”
“Purwokerto?” Gue belum pernah banget ke Purwokerto ini. Gue cuman tau kalau temen gue di kampus ada yang tinggal di Purwokerto, sekitar Batu Raden. Tapi entah dia lagi balik ke Purwokerto apa ga. “Lu udah tau mau nginep di daerah mananya?”
“Ya gue juga beloman tau sih mau nginep di daerah mananya… Palingan di tengah kota. Gue belum pernah survey ke daerah Purwokerto soalnya. Nanti coba-coba aja nanya dulu ke hotel yang ada.”
“Semoga masih ada hotel yang kosong deh ya…”
“Makanya gue ngejar kita ga sampe sana sebelum gelap banget kalau bisa.”
“Yaudah ayo deh ke Purwokerto.”
Tepat sebelum Magrib, gue dan Bang Firzy udah sampe di Purwokerto ini. Kami ngelewatin alun-alun Purwokerto yang RAME BANGET BANGET hari itu. Gue liatnya surga banget asli! Buset, ada kang jualan ini itu! Gue liat ada baslok, cilok, cimol, telur gulung, cireng, dan banyak lainnya. Satu yang gue penasaran saat itu karena antriannya super duper rame, ada yang jual sempol. Saat itu gue ga tau, apaan yak itu sempol? Kok digoreng, tapi kok ya kayak dicelup ke panci juga. Kami memutuskan cari hotel dulu baru jajan-jajan cantik. Hahaha.
Setelah pindah beberapa hotel di sana sini karena rata-rata udah penuh, akhirnya kami dapet juga hotel yang emang agak jauh dari alun-alun sih. Tapi ya mau gimana? Semua hotel udah penuh. Itu pun harga hotelnya lumayan juga sampe Rp400.000,- semalem. Kasian Bang Firzy kalau mau dilanjut lagi soalnya. Biar istirahat dengan sempurna dia.
Kami nginep di hotel itu bareng dengan para pemudik lainnya. Ternyata masih ada juga yang mudik walaupun udah H2. Banyak motor dan mobil dengan plat nomor B yang nginep di sana. Gue jadi lebih lega, karena jaminan ini hotel no esek-esek dan fasilitasnya ga mengecewakan. Gue coba baca review-nya di internet dan lumayan juga hotelnya. Harga normalnya dia sekitar Rp300.000,- di weekend. Jadi kayaknya harganya meningkat begini karena lagi hari besar nasional.
Setelah bersih-bersih, gue dan Bang Firzy memutuskan untuk cari makan di sekitaran alun-alun. Makin malem, alun-alun makin penuh pengunjung! Bahkan parkiran motor dan mobil udah penuh sampai dua baris begitu dan jadinya juga diatur sama polisi setempat.
“Zy, makan di tempat masakan jepang itu aja…” kata gue ketika gue ngeliat ada tempat makan ramen dkk yang cukup deket dari alun-alun. Keliatannya ga bakalan ditembak, soalnya rame banget muda mudi dan pemotor yang makan di sana. Hahaha. Kami emang kadang mengidentifikasi tempat makan dari kendaraan pengunjung yang datang ke tempat tersebut. Kalau kebanyakan motor, biasanya harga makanan di tempat makan itu lumayan terjangkau. Dibandingkan banyak pengunjung bermobil dan rada sepi. Membahayakan kesehatan dompet! Hahaha.
“Boleh… Yaudah kesana aja.”
“Lumayan kalau mau ke alun-alun, kita tetep parkir aja di situ.” kata gue ke Bang Firzy.
Dan saat kami masuk, bener-bener penuh banget pengunjung! Sempet kepikiran untuk pindah ke tempat makan lainnya. Tapi pasti di tempat makan lainnya pun udah penuh. Masih mending ada yang buka dan penuh, daripada banyak yang tutup? Kami ga kepengen jalan ke mallsoalnya. Bosen dan pasti sama aja tenant-nya kayak di Jakarta. Sebenernya kami kepengen nyobain makan khas di Purwokerto, tapi karena kondisinya udah malem, kami kelaperan, kami cape, rame orang, dan masih H2 jadi kayaknya makan yang ada aja.
Gue scanning tempat duduk yang sekiranya pengunjungnya udah mau selesai makan. Gue pantau mereka dan langsung lari menghampiri tempat duduknya ketika orangnya udah keluar. Demi dapet duduk. Gue kasian sama Bang Firzy yang udah cape dan kelaperan. Masuk anj*ng nanti anak orang kalau telat makan. Hahaha.
Saat kami duduk di meja yang kami pilih, ada sedikit kekecewaan aja sama kebiasaan orang makan di tempat makan begini. Mulai dari makanan yang dimakan ga dihabisin, mejanya kotor karena mereka makan tumpah-tumpahan, dan peralatan makannya ga ditumpuk untuk mempermudah waiter.
“Mas lama banget kesininya? Ini tolong diangkat dong! Kotor banget ini mejanya!” kata seseorang dari pojok ruangan. Dia melambaikan tangan ke Mas waiter dan masang tampak sok jijik gitu sama bekas makan orang sebelumnya. Udah gitu, saat Mas-nya selesai, sama sekali ga bilang terima kasih. Bahkan dia minta dielap sama elap yang lebih wangi.
Gue dan Bang Firzy merhatiin orang itu. “Mas itu di luar sana ga pernah kepikiran untuk jadi pembantu dia lho… Pekerjaan dia emang waiter, tapi bukan untuk direndahkan begitu. Dia berhak dapet kata ‘maaf, tolong, terima kasih’ dari orang.” gumam gue.
Gue dan Bang Firzy kembali melakukan kebiasaan kami. Kami numpuk bekas makanan yang tersisa di satu piring dan menumpuk rapih piring gelas yang ada. Ga lupa kami elap juga bekas tumpahan orang yang makan sebelumnya itu sebelum kami buang jadi satu dengan sampah lainnya. Ketika Mas tadi dateng ke meja kami, beliau bener-bener ngucap terima kasih berkali-kali karena jadi mempermudah pekerjaan dia. Dan bangganya kami, beliau tetep tersenyum walaupun dia diperlakukan begitu sama pengunjung sebelumnya.
Setelah meja kami bersih, kami berdua dikasih menu oleh dia. Kami jadi dilayani lebih dulu. Kami balik mengucapkan terima kasih ke Mas tersebut dan minta beliau kembali lagi nanti setelah kami cek menu-menu yang ada.
“Bangs*t! Gue beli semua menu yang ada dah!” kata gue ke Bang Firzy saat liat harga makanan di sana.
Coy! Gimana perasaan lu kalau sering makan ramen dengan harga minimal Rp50.000,- mendadak nemuin ramen yang harganya Rp15.000,- lengkap dengan gorengannya? Coba bayangin! Hahaha. Walaupun gue juga yakin sih, mie di ramen itu ga akan sama rasanya kayak ramen yang kami cobain di Jakarta. Tapi lumayan banget-banget! Kami langsung beli 2 paket dan satu kopi panas untuk Bang Firzy. FOYA-FOYA GAES! Hahaha.
Seperti biasa, kami menikmati makan malam kami sambil coba ngegosipin sekitar kami. Banyak anak gaul Purwokerto yang gayanya udah AGJ (Anak Gaol Jekardah) banget dah. Make hotpants, make tanktop, bahkan ada yang make KACAMATA ITEM malem-malem.
B*tch, please.
LU MAU LIAT APAAN BANGS*T???
Tanpa terasa, ternyata kami ngabisin waktu kami sepanjang malam di tempat makan itu. Udah hampir jam 10 malem, tempat makan itu udah hampir tutup. Beberapa bangku udah dirapihkan bahkan. Gue dan Bang Firzy kalau udah ngegosip emang suka lupa waktu bangkek! Hahaha.
“Besok aja muter-muter Purwokerto-nya… Kita istirahat dulu malem ini. Jangan ngew* yak. TIDUR!” kata gue.
“Elah, kalau ngew* itu bikin seger kali. Ga bikin cape.”
“Udah tua ga usah banyak bacot!”
“Bangs*t.”
Paginya, setelah sarapan di hotel. Kami ga langsung mandi. Kami langsung turun untuk ambil motor kami. Kami mau muterin kota Purwokerto untuk nikmatin kotanya sampai jam check-outkami nanti. Hotelnya mahal soalnya, sayang kalau check-out pagi-pagi. Hahaha. Padahal pemudik lainnya udah banyak yang melanjutkan perjalanan kembali. Kami mah santuy banget. Namanya juga ga dikejar waktu.
Gue udah ngerancang mau kemana aja. Ga jauh sih, cuman mau foto-foto aja untuk kenang-kenangan nanti pulang dari mudik gue pamerin ke orang-orang. Hahaha. Pertama gue arahin Bang Firzy ke Stasiun Purwokerto!
“Kenapa ke stasiun? Emang ada apaan di sana?”
Ya ga ada apa-apa. Namanya juga cuman mau foto-foto buat kenang-kenangan. Sama pertanyaannya akan gue lontarkan ke cewek-cewek atau cowok-cowok metroseksual yang kerjaannya selfie atau ngerekam dirinya sendiri sampe ngabisin memori banyak. Emang ada yang beda dimukanya sampe harus foto banyak? Toh mukanya sama dan ekspresinya sama aja kan? Mereka pasti jawab ya suka aja, namanya juga buat disimpen kenang-kenangan. Jawabannya setipe kayak gitu lah. Intinya mah pamer. Hahaha.
Kapan lagi gue bakalan mampir ke Purwokerto bukan? Belum karuan 1 atau 2 tahun lagi. Atau bahkan belum karuan gue bakalan kesini lagi karena bisa aja gue dapet pasangan nanti orang pulau seberang bukan? Ga pernah ada yang tau masa depan.
Setelah foto di depan Stasiun Purwokerto, kami melanjutkan perjalanan ke suatu tempat yang selalu kami incer kalau kami ke luar kota. Apa coba hayooo? Kami datengin Perguruan Tinggi Negeri setempat! Kami dateng ke Universitas Jenderal Soedirman! Hehehe. Ya walaupun cuman bisa foto di depannya aja sih, seenggaknya kami ada kenang-kenangan foto di depan Universitas Jenderal Soedirman ini.
Kami yang foto-foto di depan doangan ini mendadak jadi sedikit pusat perhatian dari penduduk yang lewat sih. Soalnya mungkin agak aneh foto sama logo Unsoed berduaan gitu. Ya namanya juga kenang-kenangan aja. Kami ga tau bisa dibolehin masuk apa ga soalnya. Namanya lagi libur lebaran kan.
Setelah puas, kami memutuskan untuk pergi ke alun-alun dulu untuk jajan jajanan SD buat gue baru balik ke hotel. Dimana ada jajanan SD, gue wajib mampir! MECIN IS LAIF!!! Hahaha.
Gue dan Bang Firzy melanjutkan perjalanan kami lagi setelah ba’da Dzuhur. Kami sengaja beli jajanan yang banyak untuk mengisi perut sebelum berangkat. “Kayaknya kita jadinya ke Wonogiri deh…”
“Wonogiri? Kang Bakso?”
“Harus ya lu sambungin ke makanan mulu?”
“Ya gue taunya kalau Wonogiri kan Bakso Khas Wonogiri sama Bakso Khas Solo. Selain itu gue belum pernah ke tempat-tempat itu, Zy. Hahaha.”
“Iya, di sana banyak banget kang bakso. Udah gitu tempat makan baksonya pada narsis.”
“Hah? Narssis?”
“Iya, pada narsis entah namanya Bakso Pak ini atau Bakso Bu itu. Pokoknya pake nama asli semua. Hahaha. Nanti lu liat sendiri dah. Hahaha.”
“Menarik!” kata gue. Tapi gue agak penasaran sama sesuatu. “Kita beneran ga ke Yogya?”
Bang Firzy langsung diem dengan pertanyaan gue. “Kita lebih deketin ke rumah kakek nenek gue aja ya, Mi? Ga usah ke Yogya?”
Gue diem juga. Gue ngerti kok, ini kan mudik. Bukan mau jalan-jalan doangan. Pasti Bang Firzy juga mau ketemu kakek neneknya segera, ga mampir-mampir doangan. Gue ga boleh egois. Udah syukur mau dianterin ke rumah kakek nenek gue dulu, terus diajak jalan-jalan keliling Pulau Jawa, eh masih ada maunya maksa kesana sini. Ga tau diuntung amat gue.
“Oh yaudah kalau gitu… Gapapa.” Gue berusaha banget ga nunjukin kekecewaan gue. Tapi entah kenapa gue jadinya pengen diem aja sepanjang jalan. Kapan lagi gue ke Yogya sama Bang Firzy kan?
Mendadak Bang Firzy berenti di antah berantah. Kami berenti di jalan lurus yang banyak sawah-sawah hijau gitu. “Zy, mau ngapain?”
“Lu pasti belum pernah nyobain dawet ireng kan?” tanya Bang Firzy.
“Cendol?”
“IRENG MI! IRENG! IRENG ITU ITEM BUSET! CENDOL MAH HEJO!”
“MANA GUE TAU IRENG ITU ITEM, ZY! YANG ITEM ITU ARENG SETAU GUE! BANGS*T!”
“Hahaha. Yaudah, makanya yuk kita cobain?”
“Boleh…”
Kami berenti di pinggir jalan bersama para pemotor lainnya. Ada juga sih pemudik mobil yang berenti di pinggir jalan untuk nyobain dawet ireng ini. Sepanjang jalan di daerah Sumpiuh ini kalian bisa nemuin banyaaaak banget penjual dawet ireng! Tinggal milih yang mana karena harganya pun sama, ga sampe Rp10.000,- dan rasanya pun sama kayaknya. Soalnya tinggal pilih mana yang ga ngantri aja. Hahaha. Kayaknya lho ya!
Nikmat banget buat kami minum dawet ireng di pinggir jalan, siang-siang, sambil duduk menghadap ke sawah, dan duduknya di bawah pohon. Beuh, niqmat! Kalian bisa ngebayangin kan gimana segernya saat itu? Kami yang tadinya pesen satu doang aja sampe nambah lho saking doyannya! Hahaha. Seger banget soalnya. Asli deh! Wajib cobain kalau mampir lewat Sumpiuh sini ya. Gue lupa nama jalannya apa.
Kami melanjutkan kembali perjalanan ini. Sepanjang daerah Sumpiuh, gue dan Bang Firzy kebawa norak banget. Mungkin otak kami udah konslet karena kebanyakan menghirup debu jalanan dan banyak debu aspal yang menghambat kewarasan kami, jadinya ngeliat tulisan nyemek sepanjang jalan malah yang ada cengengesan aja.
Apalagi pas gue yang tadinya lagi diem aja mendadak nanya ke Bang Firzy “Hah? Apaan barusan? Bakmi Mem*k? Apaan itu? J*mbut?” Bang Firzy auto ngakak denger pertanyaan gue itu.
“NYEMEK BANGS*T! BAKMI NYEMEK ANJ*NG! HAHAHA. KENAPE JADI J*MBUT??? HAHAHA.”
Gue jadi ikutan ketawa dengan ketololan yang mendasar dari gue itu. Fix, gue selama ini liburan kurang jauh sampe gue ga tau ada makanan yang kalau salah sebut bisa mengarah ke selangkangan gitu. Udah mana tulisan posternya segede dosa gue kan. Gede bener! Hahaha.
Sayang, kami ga sempet nyobain makan bakmi nyemek itu karena kebanyakan tempat makan udah penuh dan Bang Firzy kepengen lanjut dulu. Mungkin lain kali nyobain makanan khas Sumpiuh ini. “Mungkin lain kali. Kalau masih jadian. Hehehe.” kata gue dalem hati.
“WONOGIRI! HERE WE COME!” teriak Bang Firzy penuh semangat.
“Yay.” kata gue tanpa semangat dan cenderung tersenyum paksa. "Bye bye Yogya."
Bang Firzy memarkirkan kendaraannya di pinggir jalan. “Kita foto dulu dong baru ngelewatin perbatasan begini…” kata Bang Firzy sambil membuka helmnya. Gue dan Bang Firzy pun jalan ke arah tugu dan gantian foto untuk kenang-kenangan kegilaan kami. Segala hal HARUS diabadikan pokoknya mah! Hahaha.
Setelah puas foto, Bang Firzy ngecek handphone-nya sebentar. “Di depan udah Brebes nih. Nah nanti kita mulai jalan ke jalur tengah. Gue ada rada bingung… Katanya Aki, suruh ambil apaan tau tuh. Jangan ambil apaan. Duuh gue lupa. Sebenernya ga akan nyasar, karena pasti diarahinnya bakalan tetep ke Jawa Tengah selama kita ikutin arah jalan. Tapi di depan ini kalau salah pilih, kita yang harusnya ambil ke jalur tengah bisa balik lagi ke jalur utara atau bahkan kebuang ke jalur selatan.”
“Harus banget ke jalur tengah? Kenapa emang?”
Bang Firzy masang ekspresi ‘Are you kidding me?’ ke arah gue. “KATANYA ELU MAU KE YOGYA???”
“Eh iya yak. Hmm. Percaya Mapsaja gimana?”
“Ya boleh aja sih… Tapi gue lebih pengen diarahin ke jalan yang dimaksud Aki tea. Lebih cepet lagi soalnya dan ga mesti ngelewatin Brebes kota.”
“Kalau nanya orang?” tanya gue.
Bang Firzy terdiam sambil mikir. “Kalau udah di jawa begini dan nanya arah, pasti bilangnya Lor Kidul Kulon Wetan. Gue ga apal begituan! Hahaha.”
“Coba nanya Polisi aja gimana?”
Bang Firzy ngeliat motornya dan kembali memastikan segala kelengkapan motornya. “Boleh deh… Biar aman. Gue udah yakin dan Maps juga udah ngasih jalan bener, cuman itu ada merah rada panjang. Gue udah nyetir 4 jam ini sekarang. Lumayan juga capenya… Males kalau macet-macetan lagi. Jadi mending dikasih jalan shortcut gitu maksudnya.”
“Yaudah kita nanya Polisi, lu yang nanya tapi ya.”
“Iya, lu tunggu luar aja.”
Ga begitu jauh dari tugu perbatasan, kami ketemu satu kantor polisi. Duh, gue lupa itu Polsek atau Polres dan udah sampe di daerah mana saat itu. Yang gue inget banget adalah Bang Firzy minta gue nunggu di depan kantor polisinya. Saat itu kondisinya udah menjelang sore, jadi matahari masih cukup panas untuk gue nunggu di depan kantor polisi begitu.
Ga lama, ada salah satu orang berpakaian polisi jalan bersebelahan dengan Bang Firzy keluar dari dalam kantor. Beliau dan Bang Firzy jalan ke arah gue. “Kenapa? Udah tau jalannya?” tanya gue ke arah Bang Firzy.
“Udah tau kok gue. Ini gue diminta parkirin motornya yang bener sambil nanya-nanya sama beliau. Disuruh istirahat dulu di sini dulu. Lu mau ke kamar mandi dulu ga?”
“Boleh deh…”
Sebenernya gue ga pernah masuk ke kantor polisi begini. Apalagi sampe disuruh istirahat dan numpang ke kamar mandi mereka. Gue ga pernah kepikiran mau mampir gitu. Tapi ini, polisinya keluar dari dalam kantor dan mempersilahkan kami untuk istirahat dulu di dalam kantornya! Udah mana polisinya masih muda, kurus, tegap, dan lumayan pulak tampangnya! Jarang-jarang ye kan? Hahaha.
Polisi tersebut mengarahkan ke gue letak kamar mandi. Sedangkan Bang Firzy duduk di sofa yang ada. Di sana ternyata udah ada beberapa pemotor lain yang juga lagi istirahat. Mereka mengisi ulang botol minum mereka dengan air dispenser yang dingin. Dan ada juga pemotor yang memutuskan untuk tidur di sofa. Bang Firzy memutuskan untuk selonjorin kakinya sambil minum kopi yang disediakan sama polisi lainnya.
Ruangan kantor ini ber-AC, ga begitu luas, wangi, dan bersih. Kamar mandinya juga bersih. Padahal gue ga ngeliat ada polisi perempuan di sini. Ya mungkin mereka emang ada kang bersih-bersihnya. Tapi bener-bener ga duga aja gue.
Gue sempetin untuk cuci muka dan numpang beribadah saat itu. Lumayan ada tempat enak dan jaminan aman begini. Soalnya CCTV ada dimana-mana di kantor polisi itu. Dan hampir di tiap ruangan pun ada polisinya. Agak canggung, tapi karena mereka ramah dan ngomong make Bahasa Indonesia walaupun medok logatnya, gue ga bingung jadinya.
Kurang lebih 30 menit kami di kantor polisi itu sampai Bang Firzy ngajak gue untuk melanjutkan perjalanan kembali. Udah hampir sore, sedangkan kami kepengennya udah bisa sampe ke Yogyakarta. Kepengennya gue sih, semua berubah saat Bang Firzy ngomong “Mi, kayaknya kita ga ke Yogya.”
Gue terdiam. Entah ini gue dikerjain lagi apa gimana. Gue ga ngerti. Dan gue ga mau badmood diperjalanan kayak begini. “Kamu lagi becanda?”
“Bisa sih kita paksain ke Yogya, tapi kayaknya sampe sana bakalan sekitar jam 10 atau 11 malem. Gue bisa cape banget pas sampe di Yogya. Gue yakin, lu ga akan mau diem aja di hotel karena gue ga enak badan kan?”
“Terus kita pulang lagi gitu?” Nada bicara gue kedengeran desperate banget.
“Ya ga, kita tetep lanjut lah. Gue udah punya niat mau ketemu kakek nenek gue di kota T soalnya.”
“Hmm. Terus kita kemana kalau ga istirahat di Yogya?”
“Ya kemana kek, pokoknya kita ga ke Yogya…” Bang Firzy diem. Dia ngelirik dari spion. Gue liat dia keliatan serius sama omongannya dan keliatan sedih bin bete banget.
Gue bete, dia juga (keliatan) bete. Entah dia bete apa ga karena rencana ke Yogya-nya dibatalin. Yang pasti gue ngerasain gimana rasanya bete pas ke Gunung Padang dulu dan dia bilang batal ke Bandung. “Terus ini kita ngarah kemana?”
“Gue nargetin kita ke Purwokerto. Kita nginep di Purwokerto dulu satu malem.”
“Purwokerto?” Gue belum pernah banget ke Purwokerto ini. Gue cuman tau kalau temen gue di kampus ada yang tinggal di Purwokerto, sekitar Batu Raden. Tapi entah dia lagi balik ke Purwokerto apa ga. “Lu udah tau mau nginep di daerah mananya?”
“Ya gue juga beloman tau sih mau nginep di daerah mananya… Palingan di tengah kota. Gue belum pernah survey ke daerah Purwokerto soalnya. Nanti coba-coba aja nanya dulu ke hotel yang ada.”
“Semoga masih ada hotel yang kosong deh ya…”
“Makanya gue ngejar kita ga sampe sana sebelum gelap banget kalau bisa.”
“Yaudah ayo deh ke Purwokerto.”
XOXOXO
Tepat sebelum Magrib, gue dan Bang Firzy udah sampe di Purwokerto ini. Kami ngelewatin alun-alun Purwokerto yang RAME BANGET BANGET hari itu. Gue liatnya surga banget asli! Buset, ada kang jualan ini itu! Gue liat ada baslok, cilok, cimol, telur gulung, cireng, dan banyak lainnya. Satu yang gue penasaran saat itu karena antriannya super duper rame, ada yang jual sempol. Saat itu gue ga tau, apaan yak itu sempol? Kok digoreng, tapi kok ya kayak dicelup ke panci juga. Kami memutuskan cari hotel dulu baru jajan-jajan cantik. Hahaha.
Setelah pindah beberapa hotel di sana sini karena rata-rata udah penuh, akhirnya kami dapet juga hotel yang emang agak jauh dari alun-alun sih. Tapi ya mau gimana? Semua hotel udah penuh. Itu pun harga hotelnya lumayan juga sampe Rp400.000,- semalem. Kasian Bang Firzy kalau mau dilanjut lagi soalnya. Biar istirahat dengan sempurna dia.
Kami nginep di hotel itu bareng dengan para pemudik lainnya. Ternyata masih ada juga yang mudik walaupun udah H2. Banyak motor dan mobil dengan plat nomor B yang nginep di sana. Gue jadi lebih lega, karena jaminan ini hotel no esek-esek dan fasilitasnya ga mengecewakan. Gue coba baca review-nya di internet dan lumayan juga hotelnya. Harga normalnya dia sekitar Rp300.000,- di weekend. Jadi kayaknya harganya meningkat begini karena lagi hari besar nasional.
Setelah bersih-bersih, gue dan Bang Firzy memutuskan untuk cari makan di sekitaran alun-alun. Makin malem, alun-alun makin penuh pengunjung! Bahkan parkiran motor dan mobil udah penuh sampai dua baris begitu dan jadinya juga diatur sama polisi setempat.
“Zy, makan di tempat masakan jepang itu aja…” kata gue ketika gue ngeliat ada tempat makan ramen dkk yang cukup deket dari alun-alun. Keliatannya ga bakalan ditembak, soalnya rame banget muda mudi dan pemotor yang makan di sana. Hahaha. Kami emang kadang mengidentifikasi tempat makan dari kendaraan pengunjung yang datang ke tempat tersebut. Kalau kebanyakan motor, biasanya harga makanan di tempat makan itu lumayan terjangkau. Dibandingkan banyak pengunjung bermobil dan rada sepi. Membahayakan kesehatan dompet! Hahaha.
“Boleh… Yaudah kesana aja.”
“Lumayan kalau mau ke alun-alun, kita tetep parkir aja di situ.” kata gue ke Bang Firzy.
Dan saat kami masuk, bener-bener penuh banget pengunjung! Sempet kepikiran untuk pindah ke tempat makan lainnya. Tapi pasti di tempat makan lainnya pun udah penuh. Masih mending ada yang buka dan penuh, daripada banyak yang tutup? Kami ga kepengen jalan ke mallsoalnya. Bosen dan pasti sama aja tenant-nya kayak di Jakarta. Sebenernya kami kepengen nyobain makan khas di Purwokerto, tapi karena kondisinya udah malem, kami kelaperan, kami cape, rame orang, dan masih H2 jadi kayaknya makan yang ada aja.
Gue scanning tempat duduk yang sekiranya pengunjungnya udah mau selesai makan. Gue pantau mereka dan langsung lari menghampiri tempat duduknya ketika orangnya udah keluar. Demi dapet duduk. Gue kasian sama Bang Firzy yang udah cape dan kelaperan. Masuk anj*ng nanti anak orang kalau telat makan. Hahaha.
Saat kami duduk di meja yang kami pilih, ada sedikit kekecewaan aja sama kebiasaan orang makan di tempat makan begini. Mulai dari makanan yang dimakan ga dihabisin, mejanya kotor karena mereka makan tumpah-tumpahan, dan peralatan makannya ga ditumpuk untuk mempermudah waiter.
“Mas lama banget kesininya? Ini tolong diangkat dong! Kotor banget ini mejanya!” kata seseorang dari pojok ruangan. Dia melambaikan tangan ke Mas waiter dan masang tampak sok jijik gitu sama bekas makan orang sebelumnya. Udah gitu, saat Mas-nya selesai, sama sekali ga bilang terima kasih. Bahkan dia minta dielap sama elap yang lebih wangi.
Gue dan Bang Firzy merhatiin orang itu. “Mas itu di luar sana ga pernah kepikiran untuk jadi pembantu dia lho… Pekerjaan dia emang waiter, tapi bukan untuk direndahkan begitu. Dia berhak dapet kata ‘maaf, tolong, terima kasih’ dari orang.” gumam gue.
Gue dan Bang Firzy kembali melakukan kebiasaan kami. Kami numpuk bekas makanan yang tersisa di satu piring dan menumpuk rapih piring gelas yang ada. Ga lupa kami elap juga bekas tumpahan orang yang makan sebelumnya itu sebelum kami buang jadi satu dengan sampah lainnya. Ketika Mas tadi dateng ke meja kami, beliau bener-bener ngucap terima kasih berkali-kali karena jadi mempermudah pekerjaan dia. Dan bangganya kami, beliau tetep tersenyum walaupun dia diperlakukan begitu sama pengunjung sebelumnya.
Setelah meja kami bersih, kami berdua dikasih menu oleh dia. Kami jadi dilayani lebih dulu. Kami balik mengucapkan terima kasih ke Mas tersebut dan minta beliau kembali lagi nanti setelah kami cek menu-menu yang ada.
“Bangs*t! Gue beli semua menu yang ada dah!” kata gue ke Bang Firzy saat liat harga makanan di sana.
Coy! Gimana perasaan lu kalau sering makan ramen dengan harga minimal Rp50.000,- mendadak nemuin ramen yang harganya Rp15.000,- lengkap dengan gorengannya? Coba bayangin! Hahaha. Walaupun gue juga yakin sih, mie di ramen itu ga akan sama rasanya kayak ramen yang kami cobain di Jakarta. Tapi lumayan banget-banget! Kami langsung beli 2 paket dan satu kopi panas untuk Bang Firzy. FOYA-FOYA GAES! Hahaha.
Seperti biasa, kami menikmati makan malam kami sambil coba ngegosipin sekitar kami. Banyak anak gaul Purwokerto yang gayanya udah AGJ (Anak Gaol Jekardah) banget dah. Make hotpants, make tanktop, bahkan ada yang make KACAMATA ITEM malem-malem.
B*tch, please.
LU MAU LIAT APAAN BANGS*T???
Tanpa terasa, ternyata kami ngabisin waktu kami sepanjang malam di tempat makan itu. Udah hampir jam 10 malem, tempat makan itu udah hampir tutup. Beberapa bangku udah dirapihkan bahkan. Gue dan Bang Firzy kalau udah ngegosip emang suka lupa waktu bangkek! Hahaha.
“Besok aja muter-muter Purwokerto-nya… Kita istirahat dulu malem ini. Jangan ngew* yak. TIDUR!” kata gue.
“Elah, kalau ngew* itu bikin seger kali. Ga bikin cape.”
“Udah tua ga usah banyak bacot!”
“Bangs*t.”
XOXOXO
Paginya, setelah sarapan di hotel. Kami ga langsung mandi. Kami langsung turun untuk ambil motor kami. Kami mau muterin kota Purwokerto untuk nikmatin kotanya sampai jam check-outkami nanti. Hotelnya mahal soalnya, sayang kalau check-out pagi-pagi. Hahaha. Padahal pemudik lainnya udah banyak yang melanjutkan perjalanan kembali. Kami mah santuy banget. Namanya juga ga dikejar waktu.
Gue udah ngerancang mau kemana aja. Ga jauh sih, cuman mau foto-foto aja untuk kenang-kenangan nanti pulang dari mudik gue pamerin ke orang-orang. Hahaha. Pertama gue arahin Bang Firzy ke Stasiun Purwokerto!
“Kenapa ke stasiun? Emang ada apaan di sana?”
Ya ga ada apa-apa. Namanya juga cuman mau foto-foto buat kenang-kenangan. Sama pertanyaannya akan gue lontarkan ke cewek-cewek atau cowok-cowok metroseksual yang kerjaannya selfie atau ngerekam dirinya sendiri sampe ngabisin memori banyak. Emang ada yang beda dimukanya sampe harus foto banyak? Toh mukanya sama dan ekspresinya sama aja kan? Mereka pasti jawab ya suka aja, namanya juga buat disimpen kenang-kenangan. Jawabannya setipe kayak gitu lah. Intinya mah pamer. Hahaha.
Kapan lagi gue bakalan mampir ke Purwokerto bukan? Belum karuan 1 atau 2 tahun lagi. Atau bahkan belum karuan gue bakalan kesini lagi karena bisa aja gue dapet pasangan nanti orang pulau seberang bukan? Ga pernah ada yang tau masa depan.
Setelah foto di depan Stasiun Purwokerto, kami melanjutkan perjalanan ke suatu tempat yang selalu kami incer kalau kami ke luar kota. Apa coba hayooo? Kami datengin Perguruan Tinggi Negeri setempat! Kami dateng ke Universitas Jenderal Soedirman! Hehehe. Ya walaupun cuman bisa foto di depannya aja sih, seenggaknya kami ada kenang-kenangan foto di depan Universitas Jenderal Soedirman ini.
Kami yang foto-foto di depan doangan ini mendadak jadi sedikit pusat perhatian dari penduduk yang lewat sih. Soalnya mungkin agak aneh foto sama logo Unsoed berduaan gitu. Ya namanya juga kenang-kenangan aja. Kami ga tau bisa dibolehin masuk apa ga soalnya. Namanya lagi libur lebaran kan.
Setelah puas, kami memutuskan untuk pergi ke alun-alun dulu untuk jajan jajanan SD buat gue baru balik ke hotel. Dimana ada jajanan SD, gue wajib mampir! MECIN IS LAIF!!! Hahaha.
XOXOXO
Gue dan Bang Firzy melanjutkan perjalanan kami lagi setelah ba’da Dzuhur. Kami sengaja beli jajanan yang banyak untuk mengisi perut sebelum berangkat. “Kayaknya kita jadinya ke Wonogiri deh…”
“Wonogiri? Kang Bakso?”
“Harus ya lu sambungin ke makanan mulu?”
“Ya gue taunya kalau Wonogiri kan Bakso Khas Wonogiri sama Bakso Khas Solo. Selain itu gue belum pernah ke tempat-tempat itu, Zy. Hahaha.”
“Iya, di sana banyak banget kang bakso. Udah gitu tempat makan baksonya pada narsis.”
“Hah? Narssis?”
“Iya, pada narsis entah namanya Bakso Pak ini atau Bakso Bu itu. Pokoknya pake nama asli semua. Hahaha. Nanti lu liat sendiri dah. Hahaha.”
“Menarik!” kata gue. Tapi gue agak penasaran sama sesuatu. “Kita beneran ga ke Yogya?”
Bang Firzy langsung diem dengan pertanyaan gue. “Kita lebih deketin ke rumah kakek nenek gue aja ya, Mi? Ga usah ke Yogya?”
Gue diem juga. Gue ngerti kok, ini kan mudik. Bukan mau jalan-jalan doangan. Pasti Bang Firzy juga mau ketemu kakek neneknya segera, ga mampir-mampir doangan. Gue ga boleh egois. Udah syukur mau dianterin ke rumah kakek nenek gue dulu, terus diajak jalan-jalan keliling Pulau Jawa, eh masih ada maunya maksa kesana sini. Ga tau diuntung amat gue.
“Oh yaudah kalau gitu… Gapapa.” Gue berusaha banget ga nunjukin kekecewaan gue. Tapi entah kenapa gue jadinya pengen diem aja sepanjang jalan. Kapan lagi gue ke Yogya sama Bang Firzy kan?
Mendadak Bang Firzy berenti di antah berantah. Kami berenti di jalan lurus yang banyak sawah-sawah hijau gitu. “Zy, mau ngapain?”
“Lu pasti belum pernah nyobain dawet ireng kan?” tanya Bang Firzy.
“Cendol?”
“IRENG MI! IRENG! IRENG ITU ITEM BUSET! CENDOL MAH HEJO!”
“MANA GUE TAU IRENG ITU ITEM, ZY! YANG ITEM ITU ARENG SETAU GUE! BANGS*T!”
“Hahaha. Yaudah, makanya yuk kita cobain?”
“Boleh…”
Kami berenti di pinggir jalan bersama para pemotor lainnya. Ada juga sih pemudik mobil yang berenti di pinggir jalan untuk nyobain dawet ireng ini. Sepanjang jalan di daerah Sumpiuh ini kalian bisa nemuin banyaaaak banget penjual dawet ireng! Tinggal milih yang mana karena harganya pun sama, ga sampe Rp10.000,- dan rasanya pun sama kayaknya. Soalnya tinggal pilih mana yang ga ngantri aja. Hahaha. Kayaknya lho ya!
Nikmat banget buat kami minum dawet ireng di pinggir jalan, siang-siang, sambil duduk menghadap ke sawah, dan duduknya di bawah pohon. Beuh, niqmat! Kalian bisa ngebayangin kan gimana segernya saat itu? Kami yang tadinya pesen satu doang aja sampe nambah lho saking doyannya! Hahaha. Seger banget soalnya. Asli deh! Wajib cobain kalau mampir lewat Sumpiuh sini ya. Gue lupa nama jalannya apa.
Kami melanjutkan kembali perjalanan ini. Sepanjang daerah Sumpiuh, gue dan Bang Firzy kebawa norak banget. Mungkin otak kami udah konslet karena kebanyakan menghirup debu jalanan dan banyak debu aspal yang menghambat kewarasan kami, jadinya ngeliat tulisan nyemek sepanjang jalan malah yang ada cengengesan aja.
Apalagi pas gue yang tadinya lagi diem aja mendadak nanya ke Bang Firzy “Hah? Apaan barusan? Bakmi Mem*k? Apaan itu? J*mbut?” Bang Firzy auto ngakak denger pertanyaan gue itu.
“NYEMEK BANGS*T! BAKMI NYEMEK ANJ*NG! HAHAHA. KENAPE JADI J*MBUT??? HAHAHA.”
Gue jadi ikutan ketawa dengan ketololan yang mendasar dari gue itu. Fix, gue selama ini liburan kurang jauh sampe gue ga tau ada makanan yang kalau salah sebut bisa mengarah ke selangkangan gitu. Udah mana tulisan posternya segede dosa gue kan. Gede bener! Hahaha.
Sayang, kami ga sempet nyobain makan bakmi nyemek itu karena kebanyakan tempat makan udah penuh dan Bang Firzy kepengen lanjut dulu. Mungkin lain kali nyobain makanan khas Sumpiuh ini. “Mungkin lain kali. Kalau masih jadian. Hehehe.” kata gue dalem hati.
“WONOGIRI! HERE WE COME!” teriak Bang Firzy penuh semangat.
“Yay.” kata gue tanpa semangat dan cenderung tersenyum paksa. "Bye bye Yogya."
itkgid dan 25 lainnya memberi reputasi
26
Tutup
![AKHIR PENANTIANKU (JILID IV _ 2.0) [TRUE STORY]](https://s.kaskus.id/images/2019/10/10/10712020_20191010014133.jpg)

dan 
