- Beranda
- Stories from the Heart
Pencarian Belum Usai [TRUE STORY] - SEASON 3
...
TS
yanagi92055
Pencarian Belum Usai [TRUE STORY] - SEASON 3
Selamat Datang di Thread Gue
(私のスレッドへようこそ)
(私のスレッドへようこそ)
TERIMA KASIH BANYAK ATAS ATENSI DAN APRESIASI YANG TELAH GANSIS READERBERIKAN DI DUA TRIT GUE SEBELUMNYA. SEMOGA DI TRIT SELANJUTNYA INI, GUE DAPAT MENUNJUKKAN PERFORMA TERBAIK GUE DALAM PENULISAN DAN PACKAGING CERITA AGAR SEMUA READER YANG BERKUNJUNG DISINI SELALU HAPPY DAN TERHIBUR
Spoiler for Season 1 dan Season 2:
Last Season, on Muara Sebuah Pencarian - Season 2 :
Quote:
INFORMASI TERKAIT UPDATE TRIT ATAU KEMUNGKINAN KARYA LAINNYA BISA JUGA DI CEK DI IG: @yanagi92055 SEBAGAI ALTERNATIF JIKA NOTIF KASKUS BERMASALAH
Spoiler for INDEX SEASON 3:
Spoiler for LINK BARU PERATURAN & MULUSTRASI SEASON 3:
Quote:
Quote:
Quote:
Polling
Poll ini sudah ditutup. - 83 suara
Perlukah Seri ini dilanjutkan?
Perlu
99%
Tidak Perlu
1%
Diubah oleh yanagi92055 08-09-2020 10:25
al.galauwi dan 142 lainnya memberi reputasi
133
342.8K
4.9K
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•51.8KAnggota
Tampilkan semua post
TS
yanagi92055
#1469
Ilmu Baru di Perjalanan
Malam itu kami habiskan di pinggir pantai yang sepi pengunjung. Disana juga gue dan Emi banyak ngobrol banyak hal, dan utamanya, sempat terjadi blow-blowan disana. Cukup menegangkan sih, tapi asyik juga kalau dijalanin dengan santai dan bersikap biasa aja. orang-orang kan juga pada nggak curiga jadinya. Hahaha.
Saat itu juga Emi banyak menerangkan tentang urusan seksualitas dilihat dari sisi ilmiahnya. Dari mulai proses pembuatan, pengeluaran, apa aja yang dihasilkan dan protein apa yang ada didalamnya, serta berbagai macam hal ilmiah yang berkaitan dengan urusan rocky. Haha. Gila ini anak kok bisa tau ya.
Setelah gue banyak bertanya dan Emi menjelaskan, Emi juga mengemukakan alasan kenapa dia bisa begitu mengerti soal beginian. Dia tidak hanya menjadi penikmat, tapi juga menjadi peneliti kenapa harus terjadi yang seperti ini untuk mengembangkan peradaban dan menjadi penerus bangsa dimasa depan. Semuanya di jabarkan dengan detail oleh Emi. Luar Biasa.
Orang secerdas dan sepintar dia masih mau belajar soal yang banyak dianggap orang itu tabu menurut gue sangat out of the box. Ketika banyak orang pintar, terutama yang ada dikampus kami, lebih banyak terpapar ajaran agama yang cukup fanatik sehingga mengenyampingkan logika berpikir, Emi malah belajar segala sesuatu yang ‘dilarang’ dari sisi logikanya dulu. Hal ini pula yang jadi dasar akhirnya dia mempelajari biologi reproduksi ini lebih mendalam.
Tujuan dia mempelajari ini adalah murni mau melihat segala sesuatu dari sisi ilmu pengetahuan. Hubungan sebab akibat yang terjadi secara natural ini seharusnya diberikan materinya secara khusus dan bukannya malah dilarang nggak jelas dengan alasan-alasan berbalut moral atau agama.
Berangkat dari sebagian masa lalu Emi yang dilarang tanpa sebab oleh orangtuanya ketika nggak boleh sama sekali mengakses pornografi, dia jadi semakin penasaran kenapa kok nggak dibolehin sama sekali? sedangkan untuk melanjutkan peradaban dimuka bumi ini, proses pertama yang harus dan wajib dilakukan adalah urusan hohohihe ini.
Dari situlah dia semakin mengulik lebih dalam tentang hal yang berkaitan dengan urusan ‘bawah perut’ ini. Selain dari sisi ilmu pengetahuan, tentunya ada rasa pemuas diri juga sih. Ya hitung-hitung sambil menyelam minum air ya kan? Hahaha.
--
Siang hari kami merencanakan untuk mengunjungi kawasan konservasi penyu Pantai Pangumbahan. Mungkin bagi sebagian orang, kegiatan mengisi liburan kami ini sangatlah membosankan. Tapi berbeda dengan pemikiran kami yang selalu haus akan ilmu pengetahuan baru. Segala sesuatu yang bisa dipelajari layak untuk dikunjungi dan dicari tahu lebih dalam.
Jarak tempuh dari hotel kami menuju ke kawasan ini sekitar 3 kilometer. Perjalanan kami tempuh menyusuri pinggir pantai. Ada disatu titik beberapa mobil jeep yang biasa offroad terjebak diantara lumpur dan pasir pantai yang melegok kedalam sehingga posisi mobil jeep tersebut seperti terperosok kedalam sebuah cekungan.
Gue sangat berhati-hati dalam melewati medan jalan seperti ini. Ditambah lagi gue nggak mau sembarangan lewat pasir pantai karena itu bukan jalan dan dapat merusak lingkungan. Parahnya nanti akan berimbas pada rusaknya siklus kehidupan alami dikawasan tersebut.
Kami sampai di Kawasan Konservasi penyu ini akhirnya setelah melewati medan jalan yang cukup sulit. Disepanjang jalan sebenarnya ada beberapa kios dagang atau penginapan kecil. Tapi gue tetap curiga mereka ini nggak punya izin usaha. Mungkin juga bangunan yang mereka dirikan ini nggak memiliki IMB sama sekali.
Pemandangan yang sangat kami tunggu akhirnya terlihat didepan kami. Sebuah pagar besi yang tingginya sekitar 4 meter dan didalamnya terdapat gedung yang berbentuk penyu dengan kepala menjulur keluar sangat membuat kami kegirangan.
“Gila akhirnya kita bisa sampe ya. naik motor loh ini. Hahahah.” Ujar gue sumringah.
“Alhamdulillah ya Zy. Akhirnya sampe juga. Dulu kita sempat kesini sama angkatan masing-masing, sekarang kita ke desa ini lagi berdua. Hahaha. Yuk masuk.” Kata Emi, nggak kalah sumringah.
Gue berjalan menuju loket pembayaran tiket masuk yang menurut gue tergolong sangat murah. Gue belum tau terlalu banyak mengenai kawasan ini. Tapi berdasarkan dari tata kelola serta penampakan kawasan yang kurang begitu terawat, gue sangat yakin kawasan ini butuh bantuan dana yang nggak sedikit untuk bertahan.
“Kemana pemerintah daerah? Gila kawasan konservasi kayak gini nggak kerawat dengan baik. Kebanyakan dimaling kali ni duitnya ya.” kata gue yang langsung emosi ketika melihat keadaan didalam kawasan.
“Hush! Jangan suudzon. Mungkin aja bantuan pemerintah belum turun Zy.” Kata Emi menenangkan gue.
“Belum turun? Emang dikata APBD turunnya seribu taun sekali? ya nggak gitu lah cara mainnya. Kalau begini caranya, bisa-bisa ditutup nih kawasan gara-gara nggak ada dana buat ngelolanya. Sakit ini orang-orang yang korupsi dananya.”
“Udah. Sekarang kamu kesini mau ngapain? Mau nikmatin atraksi wisata disini apa mau marah-marah?”
“Ya.ya.ya. oke. Aku kesini mau senang-senang. Cuma aku agak nggak senang dengan cara mereka memperlakukan kawasan ini. Spesies penyu di Indonesia itu udah langka loh. Kamu tau kan ngelepas tukik (anakan penyu) dari darat misalnya 100 ekor, yang balik jadi penyu dewasa cuma bisa 1 ekor doang?”
“Iya sih. Tapi mau gimana. Kepeduliaan pemerintah dan mungkin warga sekitar juga kurang kali. Makanya jadinya memprihatinkan kayak gini.”
“Ya udah pasti lah. Kalau mereka bener-bener peduli, kawasan konservasi ini udah jadi kawasan ekowisata kelas dunia kali. Liat aja sumber daya yang ada. Pemandangan pantai sama penyu yang mendarat dikawasan sini itu udah jadi ciri khas dan poin plus yang nggak bisa ditemuin disembarang tempat loh.”
“Kok ekowisata?”
“Iya lah. Kalau disini jadi kawasan wisata biasa, adanya nanti hancur berantakan ekosistemnya. Pengaturan wisatawan itu bukan perkara gampang Mi. Apalagi kamu tau sendiri kalau wisatawan yang berpendidikan tinggi itu jumlah nggak lebih banyak daripada yang berpendidikan rendah, apalagi yang kurang berpendidikan. Yang berpendidikan tinggi aja awarenessnya terhadap lingkungan banyak juga yang masih ngaco, seringkali kalah sama yang nggak sekolah malahan. Kesadaran akan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan itu masih minim banget Mi. kurikulum negeri ini nggak concern kesana. Concernnya gimana caranya anak-anak bisa ngikutin pelajaran MIPA biar dikata pinter.”
“Iya bener Zy. Aku setuju banget. pendidikan non akademik macem kayak gitu belum bener-bener diterapin merata disini. Makanya jadi banyak yang ngaco aja soal kepedulian terhadap lingkungan sekitar. Dan aku juga setuju pendapat kamu tentang belajr MIPA itu. Hahaha. Nggak jago MIPA dianggep beg* ya. hahaha.”
“Nah itu kamu tau Mi. MIPA itu sebenernya juga nggak kepake secara global kan kecuali emang yang mendalaminya secara serius macem peneliti yang emang konsentrasinya dibidang sains. Ngapain juga semua orang harus mendalam melajarin itu. Toh selama ini juga banyak saintis yang nggak dididik budi pekertinya dengan baik dan nggak diajari untuk peduli lingkungan sekitar, otak pinternya malah korup dan jadinya bikin penemuan yang ngerusak lingkungan. Padahal otak mereka itu harusnya dipakai untuk melestarikan bukan malah menghancurkan. Ya kan?”
“Kayak dosen-dosen yang ngejual idealismenya demi urusan ekonomi kan Zy maksud kamu? Hehehe.”
“Iya bener. Itu salah satunya. Oknum-oknum dosen gini yang bahaya. Mereka kan saintis yang sebenarnya, harusnya ya jadi agen perubahan dan penjaga keberlangsungan lingkungan dengan ilmu yang mereka punya dong, bukannya malah ngejual ide buat ngakalin lingkunga biar tetap lestari, tapi narik keuntungan ekonomi dari prosesnya. Lestarinya jadi bersifat temporer, karena ujung-ujungnya tetep aja rusak. Hahaha. Gobl*k.”
“Udah, yang penting kita tau dimana kesalahannya dan kita harus mastiin kita bukan bagian dari orang-orang yang jahat kayak gitu. Ya Zy?”
“Iya dong pastinya. Semoga kita selalu diberikan mental yang baja buat ngehadapin masa depan yang belum jelas ya. Biar semuanya jadi nggak hancur berantakan karena ulah segelintir orang.”
“Gitu dong. Baru pacar kesayangan aku…..”
“Yaudah cium dulu kalo gitu ya.” kata gue sembari senyum menggoda.
“Yeee, sono cium aja penyu yang ada di penangkaran. Hahaha.” Kata Emi seraya berlari meninggalkan gue.
“Ye, sibangs*t malah ngeledek lagi. Ahahaha.”
“Biarin. Hehehe.”
Obrolan kami berlanjut dan kebanyakan mencoba membahas dari sisi ilmiahnya. Nggak lupa kami juga sesekali browsing tentang istilah-istilah baru disana. Baterai HP gue sudah mau habis karena susahnya sinyal dikawasan ini. Gue dan Emi membiasakan untuk bergantian memakai HP ketika dalam keadaan pergi jauh seperti ini. Salah satu HP kami pasti di airplane mode dulu biar hemat ketika HP satunya sudah mulai habis daya.
Kami berkeliling disekitar kawasan tersebut. Dari mulai kolam bertelur sampai dengan tempat tukik yang siap dilepaskan kami lihat. Disana juga ada beberapa wisatawan lain yang datang. Kebanyakan yang datang ini rombongan. Uniknya, rombongan ini bukan datang dari Indonesia, melainkan dari mancanegara. Kalau dari logatnya sepertinya mereka ini datang dari Perancis karena aksennya yang kayak orang keselek biji salak. Hahaha.
Sekitar tiga jam kami disana untuk melihat-lihat dan juga banyak bertanya kepada petugas disana. Nggak lupa kami juga mencatat dan mengabadikan momen ketika berada disana. Suatu hal yang menurut gue sangat menyenangkan, bisa jalan-jalan sama orang yang sangat disayang, bisa tukar pikiran juga, dan sama-sama menikmati perjalanan wisata edukatif kayak gini.
Banyak orang melihat wisata itu adalah suatu hal yang harus dibuat senang dan tidak usah dibuat ribet apalagi mikir ini itu. Tapi kalau gue dan Emi lain, semakin ada sesuatu yang baru, kami pasti akan coba mendiskusikannya. Syukur-syukur dapat kesempatan untuk langsung mengunjungi tempat yang dimaksud. Seperti yang sedang kami lakukan ini di kawasan konservasi penyu Pantai Pangumbahan, Sukabumi.
Waktu untuk atraksi wisata utama kawasan ini pun tiba. Pelepasan ratusan tukik ke laut. Pelepasan tukik ini terjadi setiap harinya di kawasan ini, baik ketika ada wisatawan maupun tidak ada. Karena memang ini adalah bagian dari salah satu upaya pelestarian spesies penyu yang semakin sedikit di muka bumi ini. Kebanyakan penyu yang ditangkarkan dikawasan ini adalah dari jenis penyu hijau (Chelonia mydas).
Penyu Hijau (Chelonia mydas) Sumber
Atraksi ini adalah atraksi andalan yang paling ditunggu para wisatawan disini. Sesi pelepasannya pun biasanya dipandu oleh para ahli yang bekerja di Balai konservasi ini. Keseruan bisa dilihat dari proses perjalanan tukik yang dilepaskan. Awal mulanya tukik dikumpulkan disatu ember besar, kemudian dikeluarkan semuanya di pantai. Jarak dari muka air laut sekitar 50 meter. Jadi si tukik dibiarkan untuk mencari jalannya sendiri ke laut kurang lebih sampai 50 meter.
Mungkin karena minimnya informasi dan juga pengetahuan, seringnya sih banyak yang nggak baca detail, para wisatawan malah menghalangi jalan para tukik ini menuju ke laut. Alasannya karena seru dan harus diabadikan. Disamping itu banyak pula yang kelewat senang dengan pemandangan yang super langka ini.
Nggak bakalan ada ditemukan dikota pelepasan tukik seperti ini. Ditambah lagi jaraknya yang super jauh ini membuat para wisatawan berpikir untuk memaksimalkan momen yang ada, dan akhirnya mengabaikan berbagai macam peringatan yang sudah ditentukan.
Akibat dari lalainya para wisatawan yang juga disebabkan oleh minimnya petugas yang bekerja disana, membuat para tukik ini seperti kehilangan orientasi. Mereka terlihat bingung menentukan arah laut itu kemana. Juga gerakan tukik yang lambat membuat beberapa wisatawan nggak sabar untuk menyaksikan mereka berenang dilaut dan tersapu ombak, malah membantu tukik ini untuk sampai dilaut.
Itu adalah kesalahan besar menurut informasi yang kami baca dan pelajari, karena dengan adanya bantuan tersebut, usahanya menjadi tidak alamiah, sehingga mereka dilaut nanti nggak akan selamat dan gagal menjadi tukik dewasa. Biasanya dimakan oleh predator laut yang ukurannya jauh lebih besar.
“Gila ini orang-orang pada nggak tau aturan apa ya. padahal tadi petugasnya udah ngasih tau loh semuanya aturan-aturannya. Tetep aja dilanggar. Edan.” Kata gue sambil menggelengkan kepala.
“Yah inilah yang mesti diubah. Mindset suka-sukanya ini yang harus diubah kalau bangsa ini mau maju, bener nggak Zy?” kata Emi menambahkan.
“Ya emang itu dia yang harus dibenahin. Pendidikan dasar kita sih yang bikin mereka-mereka ini jadi kayak gini. Padahal mereka ini orang-orang mampu loh. Artinya mereka bukan orang yang nggak berpendidikan. Tapi ya itu, pendidikan budi pekertinya nggak ada sama sekali, makanya empati terhadap lingkungan sekitar dan entitas didalamnya jadi nggak ada.”
“Bersyukur ya Zy. Kita dikasih kesempatan buat merasakan pendidikan yang bener. Nggak cuma sains tapi juga diajarin berempati sama lingkungan sekitar dan semua yang ada didalamnya.”
“Iya Mi. alhamdulillah. Kalau aja kita bisa bikin atau berbuat sesuatu ya buat kawasan-kawasan konservasi kayak gini, kayaknya bakalan keren gitu. Hehehe.”
“Iya, minimal kamu udah bikin sesuatu di skripsi kamu dulu. Dan mungkin sekarang udah diimplementasiin di wilayah sana.”
“Haha nggak tau sih, aku belum pernah kesana lagi. Tapi harusnya usulan yang aku bikin di skripsi aku bisa dilaksanain dengan baik.”
“Iya mudah-mudahan ya.”
Kami kembali ke hotel malam harinya dan mempersiapkan barang-barang untuk perjalanan pulang kami besok siang. Sebuah perjalanan sederhana tapi menurut gue banyak maknanya. Semoga aja kedepannya bakalan ada jalan-jalan kayak gini lagi bareng Emi. Emi bener-bener membantu gue soalnya.
Otak dia juga jalan ketika diperlukan diberbagai macam situasi. Nggak cuma duduk, diem, main HP, terus ketiduran sementara gue berjuang sendirian mengendarai kendaraan sampai kebingungan sendiri mencari jalan. Dengan Emi, semua bisa teratasi. Gue yakin bisa jadi tim yang solid bareng Emi dipetualangan-petualangan kami berikutnya.
Saat itu juga Emi banyak menerangkan tentang urusan seksualitas dilihat dari sisi ilmiahnya. Dari mulai proses pembuatan, pengeluaran, apa aja yang dihasilkan dan protein apa yang ada didalamnya, serta berbagai macam hal ilmiah yang berkaitan dengan urusan rocky. Haha. Gila ini anak kok bisa tau ya.
Setelah gue banyak bertanya dan Emi menjelaskan, Emi juga mengemukakan alasan kenapa dia bisa begitu mengerti soal beginian. Dia tidak hanya menjadi penikmat, tapi juga menjadi peneliti kenapa harus terjadi yang seperti ini untuk mengembangkan peradaban dan menjadi penerus bangsa dimasa depan. Semuanya di jabarkan dengan detail oleh Emi. Luar Biasa.
Orang secerdas dan sepintar dia masih mau belajar soal yang banyak dianggap orang itu tabu menurut gue sangat out of the box. Ketika banyak orang pintar, terutama yang ada dikampus kami, lebih banyak terpapar ajaran agama yang cukup fanatik sehingga mengenyampingkan logika berpikir, Emi malah belajar segala sesuatu yang ‘dilarang’ dari sisi logikanya dulu. Hal ini pula yang jadi dasar akhirnya dia mempelajari biologi reproduksi ini lebih mendalam.
Tujuan dia mempelajari ini adalah murni mau melihat segala sesuatu dari sisi ilmu pengetahuan. Hubungan sebab akibat yang terjadi secara natural ini seharusnya diberikan materinya secara khusus dan bukannya malah dilarang nggak jelas dengan alasan-alasan berbalut moral atau agama.
Berangkat dari sebagian masa lalu Emi yang dilarang tanpa sebab oleh orangtuanya ketika nggak boleh sama sekali mengakses pornografi, dia jadi semakin penasaran kenapa kok nggak dibolehin sama sekali? sedangkan untuk melanjutkan peradaban dimuka bumi ini, proses pertama yang harus dan wajib dilakukan adalah urusan hohohihe ini.
Dari situlah dia semakin mengulik lebih dalam tentang hal yang berkaitan dengan urusan ‘bawah perut’ ini. Selain dari sisi ilmu pengetahuan, tentunya ada rasa pemuas diri juga sih. Ya hitung-hitung sambil menyelam minum air ya kan? Hahaha.
--
Siang hari kami merencanakan untuk mengunjungi kawasan konservasi penyu Pantai Pangumbahan. Mungkin bagi sebagian orang, kegiatan mengisi liburan kami ini sangatlah membosankan. Tapi berbeda dengan pemikiran kami yang selalu haus akan ilmu pengetahuan baru. Segala sesuatu yang bisa dipelajari layak untuk dikunjungi dan dicari tahu lebih dalam.
Jarak tempuh dari hotel kami menuju ke kawasan ini sekitar 3 kilometer. Perjalanan kami tempuh menyusuri pinggir pantai. Ada disatu titik beberapa mobil jeep yang biasa offroad terjebak diantara lumpur dan pasir pantai yang melegok kedalam sehingga posisi mobil jeep tersebut seperti terperosok kedalam sebuah cekungan.
Gue sangat berhati-hati dalam melewati medan jalan seperti ini. Ditambah lagi gue nggak mau sembarangan lewat pasir pantai karena itu bukan jalan dan dapat merusak lingkungan. Parahnya nanti akan berimbas pada rusaknya siklus kehidupan alami dikawasan tersebut.
Kami sampai di Kawasan Konservasi penyu ini akhirnya setelah melewati medan jalan yang cukup sulit. Disepanjang jalan sebenarnya ada beberapa kios dagang atau penginapan kecil. Tapi gue tetap curiga mereka ini nggak punya izin usaha. Mungkin juga bangunan yang mereka dirikan ini nggak memiliki IMB sama sekali.
Pemandangan yang sangat kami tunggu akhirnya terlihat didepan kami. Sebuah pagar besi yang tingginya sekitar 4 meter dan didalamnya terdapat gedung yang berbentuk penyu dengan kepala menjulur keluar sangat membuat kami kegirangan.
“Gila akhirnya kita bisa sampe ya. naik motor loh ini. Hahahah.” Ujar gue sumringah.
“Alhamdulillah ya Zy. Akhirnya sampe juga. Dulu kita sempat kesini sama angkatan masing-masing, sekarang kita ke desa ini lagi berdua. Hahaha. Yuk masuk.” Kata Emi, nggak kalah sumringah.
Gue berjalan menuju loket pembayaran tiket masuk yang menurut gue tergolong sangat murah. Gue belum tau terlalu banyak mengenai kawasan ini. Tapi berdasarkan dari tata kelola serta penampakan kawasan yang kurang begitu terawat, gue sangat yakin kawasan ini butuh bantuan dana yang nggak sedikit untuk bertahan.
“Kemana pemerintah daerah? Gila kawasan konservasi kayak gini nggak kerawat dengan baik. Kebanyakan dimaling kali ni duitnya ya.” kata gue yang langsung emosi ketika melihat keadaan didalam kawasan.
“Hush! Jangan suudzon. Mungkin aja bantuan pemerintah belum turun Zy.” Kata Emi menenangkan gue.
“Belum turun? Emang dikata APBD turunnya seribu taun sekali? ya nggak gitu lah cara mainnya. Kalau begini caranya, bisa-bisa ditutup nih kawasan gara-gara nggak ada dana buat ngelolanya. Sakit ini orang-orang yang korupsi dananya.”
“Udah. Sekarang kamu kesini mau ngapain? Mau nikmatin atraksi wisata disini apa mau marah-marah?”
“Ya.ya.ya. oke. Aku kesini mau senang-senang. Cuma aku agak nggak senang dengan cara mereka memperlakukan kawasan ini. Spesies penyu di Indonesia itu udah langka loh. Kamu tau kan ngelepas tukik (anakan penyu) dari darat misalnya 100 ekor, yang balik jadi penyu dewasa cuma bisa 1 ekor doang?”
“Iya sih. Tapi mau gimana. Kepeduliaan pemerintah dan mungkin warga sekitar juga kurang kali. Makanya jadinya memprihatinkan kayak gini.”
“Ya udah pasti lah. Kalau mereka bener-bener peduli, kawasan konservasi ini udah jadi kawasan ekowisata kelas dunia kali. Liat aja sumber daya yang ada. Pemandangan pantai sama penyu yang mendarat dikawasan sini itu udah jadi ciri khas dan poin plus yang nggak bisa ditemuin disembarang tempat loh.”
“Kok ekowisata?”
“Iya lah. Kalau disini jadi kawasan wisata biasa, adanya nanti hancur berantakan ekosistemnya. Pengaturan wisatawan itu bukan perkara gampang Mi. Apalagi kamu tau sendiri kalau wisatawan yang berpendidikan tinggi itu jumlah nggak lebih banyak daripada yang berpendidikan rendah, apalagi yang kurang berpendidikan. Yang berpendidikan tinggi aja awarenessnya terhadap lingkungan banyak juga yang masih ngaco, seringkali kalah sama yang nggak sekolah malahan. Kesadaran akan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan itu masih minim banget Mi. kurikulum negeri ini nggak concern kesana. Concernnya gimana caranya anak-anak bisa ngikutin pelajaran MIPA biar dikata pinter.”
“Iya bener Zy. Aku setuju banget. pendidikan non akademik macem kayak gitu belum bener-bener diterapin merata disini. Makanya jadi banyak yang ngaco aja soal kepedulian terhadap lingkungan sekitar. Dan aku juga setuju pendapat kamu tentang belajr MIPA itu. Hahaha. Nggak jago MIPA dianggep beg* ya. hahaha.”
“Nah itu kamu tau Mi. MIPA itu sebenernya juga nggak kepake secara global kan kecuali emang yang mendalaminya secara serius macem peneliti yang emang konsentrasinya dibidang sains. Ngapain juga semua orang harus mendalam melajarin itu. Toh selama ini juga banyak saintis yang nggak dididik budi pekertinya dengan baik dan nggak diajari untuk peduli lingkungan sekitar, otak pinternya malah korup dan jadinya bikin penemuan yang ngerusak lingkungan. Padahal otak mereka itu harusnya dipakai untuk melestarikan bukan malah menghancurkan. Ya kan?”
“Kayak dosen-dosen yang ngejual idealismenya demi urusan ekonomi kan Zy maksud kamu? Hehehe.”
“Iya bener. Itu salah satunya. Oknum-oknum dosen gini yang bahaya. Mereka kan saintis yang sebenarnya, harusnya ya jadi agen perubahan dan penjaga keberlangsungan lingkungan dengan ilmu yang mereka punya dong, bukannya malah ngejual ide buat ngakalin lingkunga biar tetap lestari, tapi narik keuntungan ekonomi dari prosesnya. Lestarinya jadi bersifat temporer, karena ujung-ujungnya tetep aja rusak. Hahaha. Gobl*k.”
“Udah, yang penting kita tau dimana kesalahannya dan kita harus mastiin kita bukan bagian dari orang-orang yang jahat kayak gitu. Ya Zy?”
“Iya dong pastinya. Semoga kita selalu diberikan mental yang baja buat ngehadapin masa depan yang belum jelas ya. Biar semuanya jadi nggak hancur berantakan karena ulah segelintir orang.”
“Gitu dong. Baru pacar kesayangan aku…..”
“Yaudah cium dulu kalo gitu ya.” kata gue sembari senyum menggoda.
“Yeee, sono cium aja penyu yang ada di penangkaran. Hahaha.” Kata Emi seraya berlari meninggalkan gue.
“Ye, sibangs*t malah ngeledek lagi. Ahahaha.”
“Biarin. Hehehe.”
Obrolan kami berlanjut dan kebanyakan mencoba membahas dari sisi ilmiahnya. Nggak lupa kami juga sesekali browsing tentang istilah-istilah baru disana. Baterai HP gue sudah mau habis karena susahnya sinyal dikawasan ini. Gue dan Emi membiasakan untuk bergantian memakai HP ketika dalam keadaan pergi jauh seperti ini. Salah satu HP kami pasti di airplane mode dulu biar hemat ketika HP satunya sudah mulai habis daya.
Kami berkeliling disekitar kawasan tersebut. Dari mulai kolam bertelur sampai dengan tempat tukik yang siap dilepaskan kami lihat. Disana juga ada beberapa wisatawan lain yang datang. Kebanyakan yang datang ini rombongan. Uniknya, rombongan ini bukan datang dari Indonesia, melainkan dari mancanegara. Kalau dari logatnya sepertinya mereka ini datang dari Perancis karena aksennya yang kayak orang keselek biji salak. Hahaha.
Sekitar tiga jam kami disana untuk melihat-lihat dan juga banyak bertanya kepada petugas disana. Nggak lupa kami juga mencatat dan mengabadikan momen ketika berada disana. Suatu hal yang menurut gue sangat menyenangkan, bisa jalan-jalan sama orang yang sangat disayang, bisa tukar pikiran juga, dan sama-sama menikmati perjalanan wisata edukatif kayak gini.
Banyak orang melihat wisata itu adalah suatu hal yang harus dibuat senang dan tidak usah dibuat ribet apalagi mikir ini itu. Tapi kalau gue dan Emi lain, semakin ada sesuatu yang baru, kami pasti akan coba mendiskusikannya. Syukur-syukur dapat kesempatan untuk langsung mengunjungi tempat yang dimaksud. Seperti yang sedang kami lakukan ini di kawasan konservasi penyu Pantai Pangumbahan, Sukabumi.
Waktu untuk atraksi wisata utama kawasan ini pun tiba. Pelepasan ratusan tukik ke laut. Pelepasan tukik ini terjadi setiap harinya di kawasan ini, baik ketika ada wisatawan maupun tidak ada. Karena memang ini adalah bagian dari salah satu upaya pelestarian spesies penyu yang semakin sedikit di muka bumi ini. Kebanyakan penyu yang ditangkarkan dikawasan ini adalah dari jenis penyu hijau (Chelonia mydas).
Penyu Hijau (Chelonia mydas) Sumber Atraksi ini adalah atraksi andalan yang paling ditunggu para wisatawan disini. Sesi pelepasannya pun biasanya dipandu oleh para ahli yang bekerja di Balai konservasi ini. Keseruan bisa dilihat dari proses perjalanan tukik yang dilepaskan. Awal mulanya tukik dikumpulkan disatu ember besar, kemudian dikeluarkan semuanya di pantai. Jarak dari muka air laut sekitar 50 meter. Jadi si tukik dibiarkan untuk mencari jalannya sendiri ke laut kurang lebih sampai 50 meter.
Mungkin karena minimnya informasi dan juga pengetahuan, seringnya sih banyak yang nggak baca detail, para wisatawan malah menghalangi jalan para tukik ini menuju ke laut. Alasannya karena seru dan harus diabadikan. Disamping itu banyak pula yang kelewat senang dengan pemandangan yang super langka ini.
Nggak bakalan ada ditemukan dikota pelepasan tukik seperti ini. Ditambah lagi jaraknya yang super jauh ini membuat para wisatawan berpikir untuk memaksimalkan momen yang ada, dan akhirnya mengabaikan berbagai macam peringatan yang sudah ditentukan.
Akibat dari lalainya para wisatawan yang juga disebabkan oleh minimnya petugas yang bekerja disana, membuat para tukik ini seperti kehilangan orientasi. Mereka terlihat bingung menentukan arah laut itu kemana. Juga gerakan tukik yang lambat membuat beberapa wisatawan nggak sabar untuk menyaksikan mereka berenang dilaut dan tersapu ombak, malah membantu tukik ini untuk sampai dilaut.
Itu adalah kesalahan besar menurut informasi yang kami baca dan pelajari, karena dengan adanya bantuan tersebut, usahanya menjadi tidak alamiah, sehingga mereka dilaut nanti nggak akan selamat dan gagal menjadi tukik dewasa. Biasanya dimakan oleh predator laut yang ukurannya jauh lebih besar.
“Gila ini orang-orang pada nggak tau aturan apa ya. padahal tadi petugasnya udah ngasih tau loh semuanya aturan-aturannya. Tetep aja dilanggar. Edan.” Kata gue sambil menggelengkan kepala.
“Yah inilah yang mesti diubah. Mindset suka-sukanya ini yang harus diubah kalau bangsa ini mau maju, bener nggak Zy?” kata Emi menambahkan.
“Ya emang itu dia yang harus dibenahin. Pendidikan dasar kita sih yang bikin mereka-mereka ini jadi kayak gini. Padahal mereka ini orang-orang mampu loh. Artinya mereka bukan orang yang nggak berpendidikan. Tapi ya itu, pendidikan budi pekertinya nggak ada sama sekali, makanya empati terhadap lingkungan sekitar dan entitas didalamnya jadi nggak ada.”
“Bersyukur ya Zy. Kita dikasih kesempatan buat merasakan pendidikan yang bener. Nggak cuma sains tapi juga diajarin berempati sama lingkungan sekitar dan semua yang ada didalamnya.”
“Iya Mi. alhamdulillah. Kalau aja kita bisa bikin atau berbuat sesuatu ya buat kawasan-kawasan konservasi kayak gini, kayaknya bakalan keren gitu. Hehehe.”
“Iya, minimal kamu udah bikin sesuatu di skripsi kamu dulu. Dan mungkin sekarang udah diimplementasiin di wilayah sana.”
“Haha nggak tau sih, aku belum pernah kesana lagi. Tapi harusnya usulan yang aku bikin di skripsi aku bisa dilaksanain dengan baik.”
“Iya mudah-mudahan ya.”
Kami kembali ke hotel malam harinya dan mempersiapkan barang-barang untuk perjalanan pulang kami besok siang. Sebuah perjalanan sederhana tapi menurut gue banyak maknanya. Semoga aja kedepannya bakalan ada jalan-jalan kayak gini lagi bareng Emi. Emi bener-bener membantu gue soalnya.
Otak dia juga jalan ketika diperlukan diberbagai macam situasi. Nggak cuma duduk, diem, main HP, terus ketiduran sementara gue berjuang sendirian mengendarai kendaraan sampai kebingungan sendiri mencari jalan. Dengan Emi, semua bisa teratasi. Gue yakin bisa jadi tim yang solid bareng Emi dipetualangan-petualangan kami berikutnya.
itkgid dan 26 lainnya memberi reputasi
27
Tutup