Gw ga janjiin apapun ke Baboon. Minggu ini aja agenda gw padat merayap. Meeting, seleksi berkas, terjemahan, ngajar...gimana gw bisa terpikir untuk ijin. Dia agak kecewa sih, tapi gw sungguh ga bisa terus jadi body guardnya. Apakah kalau dia keterima, gw pun harus antar dia gawe tiap paginya?

Banyak berkas yang masuk. Positif gw ga bisa nemani Baboon, karena wayah dia tes berbarengan dengan proses seleksi awal. Dan gw person in charge karena gw yang kawal tesnya. Untuk tahun pertama kami buka untuk kelas tahun pertama saja. Targetnya juga hanya dua sampai tiga kelas yang isinya dua puluh orang. Dua homeroom teachers akan menghandle satu kelas. Jadi, cuma cari enam orang donk, La? Ya gak lah. Kan guru mapel juga dibutuhkan.

Balik gawe, gw sampaikan ke Baboon kalau gw ga bisa nemani dia. Tapi gw tetap support dan doakan yang terbaik untuk dia. Mukanya kecewa parah, tapi apa boleh buat?

Ini malam Minggu, kami nonton di rumah waktu itu. Film Drew Barrymore dan Adam Sandler, 50 First Date. Baboon lebih banyak cerita soal Homestaynya. Prosesnya kepemilikannya udah nyaris beres. Sekarang dia lagi rajin ngobrol dengan sepupu arsiteknya, untuk planning renovasi. Jadi rencananya dua kamar mau dia buat dormitory rooms dengan delapan bed bertingkat dan kamar mandi dalam. Tiga kamar sisanya dibuat private. Karena yang disasar bule, bakal ada mini bar and live music kafe. Pondok mungil itu kayanya bakal jadi ramai ke depannya. Alih-alih bingung dengan proses perencanaannya,dia lebih bingung mikiri namanya. Kami sama-sama cari ide. Dan saat mata kami sama-sama memandang adegan Drew dan Adam yang berulang kali kencan dan dilupakan keesokannya...sepertinya otak kami sama-sama ke satu nama. Kafe tempat Drew dan Adam bertemu namanya Hukilau. Iya..kami sepakat menamai "bayi" kami Hukilau Inn. Dalam bahasa Hawaii,Hukilau artinya terlihat. Dalam bahasa Baboon, Hukilau maknanya Hubungan Kita Selamanya Utuh. Hahahaha...

All was good that night. Gw wanti-wanti untuk siapkan diri buat tes di hari Senin. Dia hanya cengengesan. Minggu pagi dia berangkat, tanpa gw.

Monday morning. Gw sudah rapi di kantor baru. Mungkin yang tes bingung melihat yang berwenang kok seusia mereka. Hahaha. Apalagi potongan gw mini banget, kalau kata orang-orang pakai seragam SMP pun masih layak. Yang ikut tes sekitar 120 orang, baik untuk posisi guru maupun karyawan. Karena standardnya national plus, ya semua karyawan diharap bisa berbahasa Inggris. Jadilah tes tertulis ini untuk mengetahui kemampuan mereka baik dalam bidang yang mereka ampu maupun kemampuan ToEFLnya. Gw sih cuma duduk ngawasi di salah satu ruang yang isinya 30 orang.

Tes beres tengah hari. Hasilnya diumumkan via telpon seminggu lagi. Tugas gw selanjutnya adalah koreksi. Dari seluruh calon guru, di rank diambil separuh saja untuk tes selanjutnya. Ga butuh seminggu sebenarnya. Sore hari gw ngajar kaya biasa. Kelas harus mulai gw kurangi, karena gw bakal habiskan nyaris seluruh waktu kerja di sekolah baru ini. Tapi siswa gw payah. Mereka banyak protes bahkan kalau gw ga hadir dan kudu digantikan guru pengganti. Entah pelet gw kelewat kuat kali ya...jadi mereka maunya ya sama gw. Urusan management deh ini nanti. Balik gawe gw kaget, ada Katana itu di tempat parkir. Harusnya dia tes...harusnya dia ga ada disini. Gw cek nomor platnya... Ini mobilnya. Apa Nira yang kemari? Ga lama sosoknya hadir dari arah kantin. Itu dia...

"Apa-apaan lu kok disini?," gw bingung dan heran. Dia hanya cengengesan.
"Naik apa lu bisa balik secepat ini?," tanya gw lagi.
"gw ga berangkat," jawabnya. What??
"Apa??kenapa?," tanya gw.
"Ya karena lu ga nemani gw," jawabnya enteng.
"coba ulangi...gw g salah dengar kan?", tanya gw. Kami masih di parkiran saat itu.
"Iya...gw ga berangkat. Karena lu ga nemani gw.", jawabnya santai.
"Wait...never blame me for all stupid matters you made. Oh my dear Lord...lu bego ga ketulungan ya,Dit," kata gw marah. Dia kaget dengan respon gw. Dengan isyarat disuruhnya gw masuk ke mobilnya, karena dia sadar marah gw bisa kaya bom atom Horoshima. Gw ga bergeming. Dibukanya pintu dari arah pengemudi, menyuruh gw masuk. Gw banting pintu itu sekuat gw bisa dan gw pergi menjauh, segera naik angkot terdekat yang berhenti.

Oooh that holly shit Baboon with his moronic brain. Kepala gw auto berdenyut. Sakit ga ketulungan. Tapi gw ga peduli. Sudut mata gw melirik mobilnya membuntuti. Hape gw beberapa kali berdering, gw pun ga peduli.

Dia buat gw patah hati dengan kebodohan akutnya...

Sampai di rumah, dia sudah menunggu di teras. Asap nikotin jadi teman setianya. Wajahnya angker.

"Apa-apaan tadi?," tanyanya galak. Gw ga kalah galak.
"Apa?," tantang gw.
"Gw ga suka lu betingkah kaya tadi," katanya lagi, diinjaknya rokok yang tadi dihisapnya.
"Like i care," jawab gw pendek.
"Lu kenapa sih,La? Ga suka gw ga berangkat tes?," tanyanya bloon.
"retoris banget pertanyaannya ya," kata gw.
"Gw sudah bilang, ga ada gunanya gw tes ga sama lu. Udah jelas hasilnya apa," katanya melunak.
"stop this fucking stupid dialogue. You decide, you didn't put me in, you suddenly blame me. Fair for me?," tanya gw..masih emosi.
"nah ini hasilnya kalau gw bilang lu. Ribut kita," jawabnya ngeyel.
"Selama lu ga grow up...selama lu ga jadi manusia normal...selama lu masih main peran jadi robot...stop seeing me," kata gw sembari masuk ke rumah dan mengunci rapat pintunya.

We walked on contrastive sides, brought similar pain inside...