- Beranda
- Stories from the Heart
Pencarian Belum Usai [TRUE STORY] - SEASON 3
...
TS
yanagi92055
Pencarian Belum Usai [TRUE STORY] - SEASON 3
Selamat Datang di Thread Gue
(私のスレッドへようこそ)
(私のスレッドへようこそ)
TERIMA KASIH BANYAK ATAS ATENSI DAN APRESIASI YANG TELAH GANSIS READERBERIKAN DI DUA TRIT GUE SEBELUMNYA. SEMOGA DI TRIT SELANJUTNYA INI, GUE DAPAT MENUNJUKKAN PERFORMA TERBAIK GUE DALAM PENULISAN DAN PACKAGING CERITA AGAR SEMUA READER YANG BERKUNJUNG DISINI SELALU HAPPY DAN TERHIBUR
Spoiler for Season 1 dan Season 2:
Last Season, on Muara Sebuah Pencarian - Season 2 :
Quote:
INFORMASI TERKAIT UPDATE TRIT ATAU KEMUNGKINAN KARYA LAINNYA BISA JUGA DI CEK DI IG: @yanagi92055 SEBAGAI ALTERNATIF JIKA NOTIF KASKUS BERMASALAH
Spoiler for INDEX SEASON 3:
Spoiler for LINK BARU PERATURAN & MULUSTRASI SEASON 3:
Quote:
Quote:
Quote:
Polling
Poll ini sudah ditutup. - 83 suara
Perlukah Seri ini dilanjutkan?
Perlu
99%
Tidak Perlu
1%
Diubah oleh yanagi92055 08-09-2020 10:25
al.galauwi dan 142 lainnya memberi reputasi
133
342.8K
4.9K
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•51.8KAnggota
Tampilkan semua post
TS
yanagi92055
#1381
Fitnah Berikutnya
Hari kepulangan gue sudah tiba dan gue baru menyadari kalau topi kesayangan gue nggak ada. Gue udah berada diruang tunggu bandara. Gue sempat mengkonfirmasi kepada pemilik mobil sewaan gue apakah ada topi gue tertinggal dimobil. Mereka bilang tidak ada. Tapi gue yakin tertinggal dimobil itu.
Gue harus benar-benar merelakan topi kesayangan gue. Gue sangat kesal sebenarnya. Tapi mau bagaimana lagi, topi tersebut nggak ditemukan dimana-mana. Perasaan kesal dan menyesal bercampur aduk saat itu.
Pesawat gue agak delay. Tetapi nggak terlalu lama. Gue pun berencana untuk langsung pulang aja kekostan gue tanpa kerumah orang tua gue. Gue mau full istirahat dulu semalaman.
Gue chat Emi. Ketika dia membalas, sepertinya ada yang lagi nggak beres dengan dia. Gue yakin banget teman-teman toxicnya itu sedang mempengaruhi pikiran Emi. Entah apalagi ini yang diomongin. Yang jelas, gue sudah mengkonfirmasi ke Dee kalau dia nggak pernah berhubungan dengan Ratu atau teman-teman Emi lainnya.
Perjalanan pulang saat itu sungguh terasa cepat. Nggak kerasa udah sampai aja gue dikostan. Gue langsung menyalakan AC dan segera mandi. tentunya mandi dengan air hangat ya. setelah selesai mandi gue mengabari Mama kalau gue udah sampai dikostan. Mama menanyakan kenapa nggak pulang kerumah. Gue hanya menjawab besok udah ada pekerjaan lagi pagi-pagi mau ke lapang.
Emi gue chat juga dan dia sepertinya senang dengan kabar gue udah sampai dikostan. Gue besok mau langsung ke kostannya dia, tanpa memberitahu dia lebih dulu. Hitung-hitung sebagai kejutan lah, kan udah beberapa hari gue nggak ketemu dia.
--
Gue sudah berada dikostan Emi. Kebetulan gue ada pekerjaan diluar kantor jadi baliknya gue langsung ke kostan Emi aja nggak balik lagi ke kantor. Waktu masih siang dan akhirnya gue tidur-tiduran aja dulu. Emi juga masih dikampus kan. Badan gue masih sangat terasa capek dari habis perjalanan ke Padang kemarin.
Dee juga mulai kembali rutin menghubungi gue. Dengan terpaksa gue harus menuruti dia. Gue harus membalas setiap chat dia atau mengangkat telpon dia. Gue bilang jangan ganggu gue kalau gue sedang ada di jam kantor. Dia juga fokus kerja disana.
Ternyata Emi masih dikampus. Jadinya gue santai-santai aja dulu. Sambil mengupdate blog gue yang udah lumayan lama nggak disentuh, gue juga melihat aktivitas gue di media sosial. Twitter masih menjadi pilihan utama selain instagram.
Gue sempat ketiduran sebentar sebelum bangun lagi dan Emi masih belum pulang juga. Setelah sekitar setengah jam setelah gue bangun, gue mendengar sepertinya Emi sudah sampai. Akhirnya untuk kejutan sedikit, gue pura-pura tidur aja.
Emi awalnya mengira gue tidur, tapi setelah gue kagetkan dia, dia terlihat terkejut. Tapi dari raut wajahnya ada kesan sedikit khawatir dan ada sesuatu yang sepertinya disembunyikan. Gue langsung curiga, ada apa lagi ini.
“Zy, kamu beneran ke Padang kan?” tanya Emi.
“Iyalah!” gue menjawab singkat tapi sangat bingung. Kenapa juga Emi nanya lagi. Masa nggak percaya dia.
“Zy, aku mau cerita, tapi tolong banget janji sesuatu sama aku.” Katanya memohon.
“Apaan?” tanya gue, gue menaruh HP yang sedang gue pegang.
“Bilang dulu kalo kamu mau janji sama aku.”
“Ya janji apaan? Elah.”
“Janji kalau kamu nggak akan marah dan nggak mendadak ngamuk-ngamuk. Janji kalau kamu mau dengerin seluruh cerita aku sampe habis. Dan janji kalau abis itu kamu mau jujur sama aku.”
“Banyak banget janjinya?”
“Ya harus mau.”
“IYALAH. BURUAN APAAN?” nada suara gue sedikit meninggi karena agak kesal terlalu banyak aturan kayak gini.
“Iya udah gampang. Udah siap belom denger ceritanya?”
“Yaudah.”
Emi menghela napas panjang sebelum
“Ada yang nyoba ngomongin yang nggak-nggak soal kamu Zy dikampus. Dan aku juga baru tau itu kemarin. Ada hubungannya juga dengan aku nggak dikasih tau informasi apapun alias di tutup aksesnya soal acara PKAT kemarin.” Emi mulai memberi penjelasan.
“Ngomongin yang nggak-nggak gimana ini maksudnya?” tanya gue heran.
“Kemarin kamu ke Padang beneran kan?” tanya balik Emi.
“Yaiyalah ke Padang beneran. Masa nggak kesana? Aku kan kerja bukan mau liburan.” Terang gue. Gue mulai agak terganggu sama pertanyaan-pertanyaan ini.
“Tiga hari kan kamu disana?”
“Iya tiga hari. Dari jumat sampai minggu. Emang kenapa sih?”
“Jadi gini. Pas kamu berangkat ke Padang itu, kan hari minggunya ada PKAT tuh. Yang diklaim bukan ospek.”
“Iya aku dapet chatnya dari dua orang, yang satu si uun, satunya lagi siapa ya, lupa. Intinya sama. tapi yang orang nggak dikenal itu chat lagi memperbaiki isinya, intinya PKAT bukan ospek.”
“Nah iya kan berarti kamu dapet informasi itu kan.”
“Iya, terus?”
“Nah. Beberapa hari sebelum hari H PKAT itu, panitia di tegur dan bahkan dimarahin sama kemahasiswaan. Katanya ada alumni yang entah jumat apa sabtu itu dateng ke kampus nanyain soal PKAT ini. Terus intinya si alumni ini bilang kalau dia dengar kabar PKAT ini sama dengan ospek konvensional yang udah jadi tradisi di jurusan kita. Berangkat dari obrolan itu, si dosen kemahasiswaan marah besar karena merasa dibohongi sama panitia PKAT. Kan PKAT itu diizinkan karena berbeda dengan ospek yang biasa kita adain. Eh ternyata, karena entah gimana urusannya, mungkin si alumni ini berasumsi, kalau PKAT itu sama dengan ospek yang biasa, nanyalah dia ke dosen kemahasiswaan itu yang akhirnya berujung panitia di omel-omelin.”
“Terus hubungannya sama aku apaan? Dan alumninya siapa? Kemahasiswaan sekarang dijabat sama siapa sih?”
“Hubungannya? Ini yang jadi masalah besarnya yank. Anak-anak menduga yang ngobrol sama kemahasiswaan itu kamu. Kamu datang ke kampus kalau nggak jumat, sabtu. Terus ketemu sama Bu Melani, kemudian ngobrol dan entah obrolannya gimana, Bu Melani jadi mengasosiasikan PKAT sama dengan ospek yang udah-udah.”
“Laaaah. Kok gue jadinya disalahin sih anj*ng. Gue aja nggak ngebales itu dua biji chat dari dua orang berbeda. Sebenernya juga gue nggak peduli sama adanya PKAT. Mau ada syukur, nggak ada juga bodo amat. Lah kenapa jadinya gue yang disalahin? Bangs*t nih kalau kayak gini.” Gue sangat tidak terima dengan berita ini.
Emi menghela napasnya lagi dan kemudian melanjutkan.
“Itu dia Zy. Aku juga bingung. Aku aja di tutup akses, jadinya aku nggak tau apa-apa soal acara itu. Eh tau-tau teman-teman aku yang jadi panitia bisa ngasumsiin kalau kamu alumni yang jadi biang keladi hampir gagalnya acara itu.”
“Nah iya kan. Main logika aja. katanya anak-anak pinter. Tapi ini sih apa bedanya sama anak-anak dungu yang otaknya ketinggalan di tong sampah, hah?! Anj*ng bener-bener. Kamu aja nggak dikasih tau apapun, gimana aku bisa tau dan bisa ngacauin semuanya. Terus kamu ditutup akses biar nggak tau semua itu karena apaan? Kan biasanya kamu selalu diandelin kalau ada acara apapun dijurusan.”
“Hmmm.. itu kalau kata Dwi, karena aku pacar kamu. Kalau aku tau lebih banyak bakalan makin gede potensi kamu ngacauin acara itu.”
“BANGS*T! ANJ*NG! T*I B*BI MEREKA SEMUA!!! Bisa-bisanya ngasumsiin gue yang nggak-nggak. Bahkan sampai cewek gue jadi kena imbasnya. Gilanya, gue nggak ngapa-ngapain! Anj*ng bener-bener kawan-kawan lo emang Mi!” nada gue sangat tinggi dan sangat nggak terima dengan perlakuan ini.
“Terus kamu kasih penjelasan apa ke mereka??? Siapa yang kamu kasih penjelasan???” gue melanjutkan dengan emosi yang sangat tinggi.
“Aku kasih tau kalau kamu ada di Padang. Tapi mereka nggak percaya gitu aja dan minta bukti kalau kamu emang beneran ke Padang. Yang aku ajak ngomong itu Dwi. Dia juga dalam posisi bingung buat nanggepin aku kemarin ini Zy.”
“DWI? KATANYA DIA YANG PALING PINTER DIANTARA KALIAN SEMUA. KOK MIKIRNYA KAYAK ORANG TOL*L NGGAK PERNAH SEKOLAH GITU? TERUS NGAPAIN JUGA CAPEK-CAPEK AKU NGASIH BUKTI KALAU AKU KE PADANG? EMANG MEREKA SIAPA? GUE YANG DITUDUH, TAPI GUE JUGA YANG DISURUH SUSAH BUAT NUNJUKIN BUKTI. SEMENTARA ALUMNI LAINNYA ANTENG-ANTENG AJA NGGAK SUSAH-SUSAH KAYAK GUE. KALAU MAU KONFRONTASI SINI SAMA GUE!! EMANG DASAR NIH ANAK-ANAK ANJ*NG NGGAK TAU DIUNTUNG BANGS*T!!!!” nada gue udah sangat tinggi tanda emosi gue udah mulai nggak terkontrol.
“Sabar dulu sayang. Kan kamu udah janji buat nggak marah-marah.”
“Sekarang gini, kemarin itu urusan fitnahan cewek udah bikin emosi, sekarang di fitnah lagi untuk urusan yang bahkan aku, noo…kita, nggak dilibatin dan nggak tau menau sama sekali. kalo kamu otaknya bisa dipakai dengan baik, bohong kalo ngehadapin ini nggak marah dan kesel. Lupain janji-janji t*i anj*ng tadi. gue nyesel juga janji-janji begitu kalau kasusnya kayak gini. Bangs*t emang!”
“Ya tapi kan itu udah lewat. Percuma juga kalau mau diperkarain Zy.”
“ANJ*NG BANGET! BANGS*T! INI T*I ANJING NAMANYA ADE-ADE KELAS NGGAK TAU DIRI! ANJ*NG BENER-BENER INI! TELEPON RIZKY! BILANG SORE INI ABIS KULIAH, PANITIA INTI PKAT12 BAJ*NGAN ITU HARUS KUMPUL DI KAMPUS BUAT KETEMU GUE! SEMUA PANITIA INTI, NGGAK BOLEH ADA YANG KURANG! BILANG!”
Karena udah kepalang kesal, gue menyuruh Emi untuk telpon teman-teman brengseknya itu. Napas gue udah sangat tidak teratur karena saking kesalnya dan siap untuk ‘meledak’ kapanpun.
“Zy, jangan ribut di Kampus.” kata Emi lirih.
“GUE NGGAK AKAN RIBUT DI KAMPUS! GUE CUMAN MAU OMONGAN LANGSUNG DARI MEREKA! BERANI NGGAK MEREKA CERITAIN SELURUH KRONOLOGISNYA SECARA DETAIL DAN GIMANA MEREKA NANTI NYIKAPINNYA SAAT TAU FAKTANYA DARI GUE! MEREKA BERANI NGGAK NGAKUIN KESALAHAN MEREKA!”
“Jelasin dulu sama aku, Zy. Gimana fakta dari kamu maksudnya?”
Gue lalu menunjukkan sebuah email tiket pesawat beserta email konfirmasi kalau gue memang akan kesana pada hari jumat-minggu. Gue juga menunjukkan foto-foto survey gue selama disana. File foto itu ada tanggalnya, jadi mau ngomong apa mereka nanti.
“Gue itu nggak dekat sama sekali sama Bu Melani. Gue deketnya sam Bu Ratna. Gue males sama lab yang dikelola sama Bu Melani soalnya. Nyusahin pelajarannya. Dan gue nggak pernah bisa maksimal disana kalau dapat nilai. Jadi nggak mungkin juga gue ngobrol asyik sama Bu Melani.” Gue teringat sesuatu, “sebentar, kayaknya kemarin ini ada yang mau datang ke kampus emang, anak sekelas gue. lupa gue. tunggu coba gue cari.”
Benar aja. ketemu. Di grup facebook kelas gue, Krisna terkonfirmasi akan datang ke kampus pada waktu yang dituduhkan ke gue. dan ya, Krisna adalah anak kesayangan dari dosen-dosen di laboratorium Bu Melani.
“OH INI DIA! Si Krisna! Anj*ng! Si Krisna ternyata yang berangkat ke Kampus kemarin ini, bukan gue! Bangs*t banget! Gue dikata yang ngadu ke alumni, taunya si Krisna anj*ng! Kenapa sih selalu gue yang kena sial kalo urusannya sama dia??? Bangs*t! Eh bener! Si Krisna ini anak kesayangan Ibu Melani. Bener berarti, si Krisna pasti yang nemuin Bu Melani terus ngomong begitu. BUKAN GUE! ANJ*NG!”
Gue mematikan laptop dan langsung tiduran. Kepala gue mendadak berat. Napas gue juga memburu saking kesalnya. Emi pun akhirnya menelpon temannya yang bernama Rizky. Dia ini sepertinya Ketua Pelaksana kegiatan PKAT itu.
“Gimana? Dia mau ketemu?”
“Awalnya dia nggak mau, tapi setelah aku paksa akhirnya dia mau. Tapi dia mau ajak alumni lain buat ngebacking.”
“Gue bingung, kenapa harus ajak alumni lain buat backing-an? Emang kenapa ngadepin gue sendirian? GUE YANG DIFITNAH LHO! Kenapa dia yang malah butuh backing-an? Takut si anj*ng-anj*ng itu??”
“Sabar yank, Sabar. Mungkin dia butuh buat sebagai penengah aja.”
“LO HARUS ADA DISAMPING GUE! Nggak ada tuh lo nanti duduk di kubu mereka! Para anj*ng itu nggak pantes ada di deket lo! Bangs*t temen-temen lo, Mi!” hardik gue seraya menunjuk muka Emi.
“Iya.” Katanya singkat, mukanya menyiratkan kekhawatiran.
Gue tiduran sebentar lalu gue merasa harus menceritakan semuanya yang terjadi di Padang, terutama soal gue bertemu dan klarifikasi masalah fitnah yang dilontarkan ke gue dari teman-teman Emi yang membawa-bawa nama Dee. Tapi gue nggak bisa cerita masalah perjanjian gue dan Dee. Itu bisa mengacaukan semuanya. Gue nggak mau Emi sakit hati terus-terusan. Biar gue aja yang ngurus urusan Dee.
Gue harus benar-benar merelakan topi kesayangan gue. Gue sangat kesal sebenarnya. Tapi mau bagaimana lagi, topi tersebut nggak ditemukan dimana-mana. Perasaan kesal dan menyesal bercampur aduk saat itu.
Pesawat gue agak delay. Tetapi nggak terlalu lama. Gue pun berencana untuk langsung pulang aja kekostan gue tanpa kerumah orang tua gue. Gue mau full istirahat dulu semalaman.
Gue chat Emi. Ketika dia membalas, sepertinya ada yang lagi nggak beres dengan dia. Gue yakin banget teman-teman toxicnya itu sedang mempengaruhi pikiran Emi. Entah apalagi ini yang diomongin. Yang jelas, gue sudah mengkonfirmasi ke Dee kalau dia nggak pernah berhubungan dengan Ratu atau teman-teman Emi lainnya.
Perjalanan pulang saat itu sungguh terasa cepat. Nggak kerasa udah sampai aja gue dikostan. Gue langsung menyalakan AC dan segera mandi. tentunya mandi dengan air hangat ya. setelah selesai mandi gue mengabari Mama kalau gue udah sampai dikostan. Mama menanyakan kenapa nggak pulang kerumah. Gue hanya menjawab besok udah ada pekerjaan lagi pagi-pagi mau ke lapang.
Emi gue chat juga dan dia sepertinya senang dengan kabar gue udah sampai dikostan. Gue besok mau langsung ke kostannya dia, tanpa memberitahu dia lebih dulu. Hitung-hitung sebagai kejutan lah, kan udah beberapa hari gue nggak ketemu dia.
--
Gue sudah berada dikostan Emi. Kebetulan gue ada pekerjaan diluar kantor jadi baliknya gue langsung ke kostan Emi aja nggak balik lagi ke kantor. Waktu masih siang dan akhirnya gue tidur-tiduran aja dulu. Emi juga masih dikampus kan. Badan gue masih sangat terasa capek dari habis perjalanan ke Padang kemarin.
Dee juga mulai kembali rutin menghubungi gue. Dengan terpaksa gue harus menuruti dia. Gue harus membalas setiap chat dia atau mengangkat telpon dia. Gue bilang jangan ganggu gue kalau gue sedang ada di jam kantor. Dia juga fokus kerja disana.
Ternyata Emi masih dikampus. Jadinya gue santai-santai aja dulu. Sambil mengupdate blog gue yang udah lumayan lama nggak disentuh, gue juga melihat aktivitas gue di media sosial. Twitter masih menjadi pilihan utama selain instagram.
Gue sempat ketiduran sebentar sebelum bangun lagi dan Emi masih belum pulang juga. Setelah sekitar setengah jam setelah gue bangun, gue mendengar sepertinya Emi sudah sampai. Akhirnya untuk kejutan sedikit, gue pura-pura tidur aja.
Emi awalnya mengira gue tidur, tapi setelah gue kagetkan dia, dia terlihat terkejut. Tapi dari raut wajahnya ada kesan sedikit khawatir dan ada sesuatu yang sepertinya disembunyikan. Gue langsung curiga, ada apa lagi ini.
“Zy, kamu beneran ke Padang kan?” tanya Emi.
“Iyalah!” gue menjawab singkat tapi sangat bingung. Kenapa juga Emi nanya lagi. Masa nggak percaya dia.
“Zy, aku mau cerita, tapi tolong banget janji sesuatu sama aku.” Katanya memohon.
“Apaan?” tanya gue, gue menaruh HP yang sedang gue pegang.
“Bilang dulu kalo kamu mau janji sama aku.”
“Ya janji apaan? Elah.”
“Janji kalau kamu nggak akan marah dan nggak mendadak ngamuk-ngamuk. Janji kalau kamu mau dengerin seluruh cerita aku sampe habis. Dan janji kalau abis itu kamu mau jujur sama aku.”
“Banyak banget janjinya?”
“Ya harus mau.”
“IYALAH. BURUAN APAAN?” nada suara gue sedikit meninggi karena agak kesal terlalu banyak aturan kayak gini.
“Iya udah gampang. Udah siap belom denger ceritanya?”
“Yaudah.”
Emi menghela napas panjang sebelum
“Ada yang nyoba ngomongin yang nggak-nggak soal kamu Zy dikampus. Dan aku juga baru tau itu kemarin. Ada hubungannya juga dengan aku nggak dikasih tau informasi apapun alias di tutup aksesnya soal acara PKAT kemarin.” Emi mulai memberi penjelasan.
“Ngomongin yang nggak-nggak gimana ini maksudnya?” tanya gue heran.
“Kemarin kamu ke Padang beneran kan?” tanya balik Emi.
“Yaiyalah ke Padang beneran. Masa nggak kesana? Aku kan kerja bukan mau liburan.” Terang gue. Gue mulai agak terganggu sama pertanyaan-pertanyaan ini.
“Tiga hari kan kamu disana?”
“Iya tiga hari. Dari jumat sampai minggu. Emang kenapa sih?”
“Jadi gini. Pas kamu berangkat ke Padang itu, kan hari minggunya ada PKAT tuh. Yang diklaim bukan ospek.”
“Iya aku dapet chatnya dari dua orang, yang satu si uun, satunya lagi siapa ya, lupa. Intinya sama. tapi yang orang nggak dikenal itu chat lagi memperbaiki isinya, intinya PKAT bukan ospek.”
“Nah iya kan berarti kamu dapet informasi itu kan.”
“Iya, terus?”
“Nah. Beberapa hari sebelum hari H PKAT itu, panitia di tegur dan bahkan dimarahin sama kemahasiswaan. Katanya ada alumni yang entah jumat apa sabtu itu dateng ke kampus nanyain soal PKAT ini. Terus intinya si alumni ini bilang kalau dia dengar kabar PKAT ini sama dengan ospek konvensional yang udah jadi tradisi di jurusan kita. Berangkat dari obrolan itu, si dosen kemahasiswaan marah besar karena merasa dibohongi sama panitia PKAT. Kan PKAT itu diizinkan karena berbeda dengan ospek yang biasa kita adain. Eh ternyata, karena entah gimana urusannya, mungkin si alumni ini berasumsi, kalau PKAT itu sama dengan ospek yang biasa, nanyalah dia ke dosen kemahasiswaan itu yang akhirnya berujung panitia di omel-omelin.”
“Terus hubungannya sama aku apaan? Dan alumninya siapa? Kemahasiswaan sekarang dijabat sama siapa sih?”
“Hubungannya? Ini yang jadi masalah besarnya yank. Anak-anak menduga yang ngobrol sama kemahasiswaan itu kamu. Kamu datang ke kampus kalau nggak jumat, sabtu. Terus ketemu sama Bu Melani, kemudian ngobrol dan entah obrolannya gimana, Bu Melani jadi mengasosiasikan PKAT sama dengan ospek yang udah-udah.”
“Laaaah. Kok gue jadinya disalahin sih anj*ng. Gue aja nggak ngebales itu dua biji chat dari dua orang berbeda. Sebenernya juga gue nggak peduli sama adanya PKAT. Mau ada syukur, nggak ada juga bodo amat. Lah kenapa jadinya gue yang disalahin? Bangs*t nih kalau kayak gini.” Gue sangat tidak terima dengan berita ini.
Emi menghela napasnya lagi dan kemudian melanjutkan.
“Itu dia Zy. Aku juga bingung. Aku aja di tutup akses, jadinya aku nggak tau apa-apa soal acara itu. Eh tau-tau teman-teman aku yang jadi panitia bisa ngasumsiin kalau kamu alumni yang jadi biang keladi hampir gagalnya acara itu.”
“Nah iya kan. Main logika aja. katanya anak-anak pinter. Tapi ini sih apa bedanya sama anak-anak dungu yang otaknya ketinggalan di tong sampah, hah?! Anj*ng bener-bener. Kamu aja nggak dikasih tau apapun, gimana aku bisa tau dan bisa ngacauin semuanya. Terus kamu ditutup akses biar nggak tau semua itu karena apaan? Kan biasanya kamu selalu diandelin kalau ada acara apapun dijurusan.”
“Hmmm.. itu kalau kata Dwi, karena aku pacar kamu. Kalau aku tau lebih banyak bakalan makin gede potensi kamu ngacauin acara itu.”
“BANGS*T! ANJ*NG! T*I B*BI MEREKA SEMUA!!! Bisa-bisanya ngasumsiin gue yang nggak-nggak. Bahkan sampai cewek gue jadi kena imbasnya. Gilanya, gue nggak ngapa-ngapain! Anj*ng bener-bener kawan-kawan lo emang Mi!” nada gue sangat tinggi dan sangat nggak terima dengan perlakuan ini.
“Terus kamu kasih penjelasan apa ke mereka??? Siapa yang kamu kasih penjelasan???” gue melanjutkan dengan emosi yang sangat tinggi.
“Aku kasih tau kalau kamu ada di Padang. Tapi mereka nggak percaya gitu aja dan minta bukti kalau kamu emang beneran ke Padang. Yang aku ajak ngomong itu Dwi. Dia juga dalam posisi bingung buat nanggepin aku kemarin ini Zy.”
“DWI? KATANYA DIA YANG PALING PINTER DIANTARA KALIAN SEMUA. KOK MIKIRNYA KAYAK ORANG TOL*L NGGAK PERNAH SEKOLAH GITU? TERUS NGAPAIN JUGA CAPEK-CAPEK AKU NGASIH BUKTI KALAU AKU KE PADANG? EMANG MEREKA SIAPA? GUE YANG DITUDUH, TAPI GUE JUGA YANG DISURUH SUSAH BUAT NUNJUKIN BUKTI. SEMENTARA ALUMNI LAINNYA ANTENG-ANTENG AJA NGGAK SUSAH-SUSAH KAYAK GUE. KALAU MAU KONFRONTASI SINI SAMA GUE!! EMANG DASAR NIH ANAK-ANAK ANJ*NG NGGAK TAU DIUNTUNG BANGS*T!!!!” nada gue udah sangat tinggi tanda emosi gue udah mulai nggak terkontrol.
“Sabar dulu sayang. Kan kamu udah janji buat nggak marah-marah.”
“Sekarang gini, kemarin itu urusan fitnahan cewek udah bikin emosi, sekarang di fitnah lagi untuk urusan yang bahkan aku, noo…kita, nggak dilibatin dan nggak tau menau sama sekali. kalo kamu otaknya bisa dipakai dengan baik, bohong kalo ngehadapin ini nggak marah dan kesel. Lupain janji-janji t*i anj*ng tadi. gue nyesel juga janji-janji begitu kalau kasusnya kayak gini. Bangs*t emang!”
“Ya tapi kan itu udah lewat. Percuma juga kalau mau diperkarain Zy.”
“ANJ*NG BANGET! BANGS*T! INI T*I ANJING NAMANYA ADE-ADE KELAS NGGAK TAU DIRI! ANJ*NG BENER-BENER INI! TELEPON RIZKY! BILANG SORE INI ABIS KULIAH, PANITIA INTI PKAT12 BAJ*NGAN ITU HARUS KUMPUL DI KAMPUS BUAT KETEMU GUE! SEMUA PANITIA INTI, NGGAK BOLEH ADA YANG KURANG! BILANG!”
Karena udah kepalang kesal, gue menyuruh Emi untuk telpon teman-teman brengseknya itu. Napas gue udah sangat tidak teratur karena saking kesalnya dan siap untuk ‘meledak’ kapanpun.
“Zy, jangan ribut di Kampus.” kata Emi lirih.
“GUE NGGAK AKAN RIBUT DI KAMPUS! GUE CUMAN MAU OMONGAN LANGSUNG DARI MEREKA! BERANI NGGAK MEREKA CERITAIN SELURUH KRONOLOGISNYA SECARA DETAIL DAN GIMANA MEREKA NANTI NYIKAPINNYA SAAT TAU FAKTANYA DARI GUE! MEREKA BERANI NGGAK NGAKUIN KESALAHAN MEREKA!”
“Jelasin dulu sama aku, Zy. Gimana fakta dari kamu maksudnya?”
Gue lalu menunjukkan sebuah email tiket pesawat beserta email konfirmasi kalau gue memang akan kesana pada hari jumat-minggu. Gue juga menunjukkan foto-foto survey gue selama disana. File foto itu ada tanggalnya, jadi mau ngomong apa mereka nanti.
“Gue itu nggak dekat sama sekali sama Bu Melani. Gue deketnya sam Bu Ratna. Gue males sama lab yang dikelola sama Bu Melani soalnya. Nyusahin pelajarannya. Dan gue nggak pernah bisa maksimal disana kalau dapat nilai. Jadi nggak mungkin juga gue ngobrol asyik sama Bu Melani.” Gue teringat sesuatu, “sebentar, kayaknya kemarin ini ada yang mau datang ke kampus emang, anak sekelas gue. lupa gue. tunggu coba gue cari.”
Benar aja. ketemu. Di grup facebook kelas gue, Krisna terkonfirmasi akan datang ke kampus pada waktu yang dituduhkan ke gue. dan ya, Krisna adalah anak kesayangan dari dosen-dosen di laboratorium Bu Melani.
“OH INI DIA! Si Krisna! Anj*ng! Si Krisna ternyata yang berangkat ke Kampus kemarin ini, bukan gue! Bangs*t banget! Gue dikata yang ngadu ke alumni, taunya si Krisna anj*ng! Kenapa sih selalu gue yang kena sial kalo urusannya sama dia??? Bangs*t! Eh bener! Si Krisna ini anak kesayangan Ibu Melani. Bener berarti, si Krisna pasti yang nemuin Bu Melani terus ngomong begitu. BUKAN GUE! ANJ*NG!”
Gue mematikan laptop dan langsung tiduran. Kepala gue mendadak berat. Napas gue juga memburu saking kesalnya. Emi pun akhirnya menelpon temannya yang bernama Rizky. Dia ini sepertinya Ketua Pelaksana kegiatan PKAT itu.
“Gimana? Dia mau ketemu?”
“Awalnya dia nggak mau, tapi setelah aku paksa akhirnya dia mau. Tapi dia mau ajak alumni lain buat ngebacking.”
“Gue bingung, kenapa harus ajak alumni lain buat backing-an? Emang kenapa ngadepin gue sendirian? GUE YANG DIFITNAH LHO! Kenapa dia yang malah butuh backing-an? Takut si anj*ng-anj*ng itu??”
“Sabar yank, Sabar. Mungkin dia butuh buat sebagai penengah aja.”
“LO HARUS ADA DISAMPING GUE! Nggak ada tuh lo nanti duduk di kubu mereka! Para anj*ng itu nggak pantes ada di deket lo! Bangs*t temen-temen lo, Mi!” hardik gue seraya menunjuk muka Emi.
“Iya.” Katanya singkat, mukanya menyiratkan kekhawatiran.
Gue tiduran sebentar lalu gue merasa harus menceritakan semuanya yang terjadi di Padang, terutama soal gue bertemu dan klarifikasi masalah fitnah yang dilontarkan ke gue dari teman-teman Emi yang membawa-bawa nama Dee. Tapi gue nggak bisa cerita masalah perjanjian gue dan Dee. Itu bisa mengacaukan semuanya. Gue nggak mau Emi sakit hati terus-terusan. Biar gue aja yang ngurus urusan Dee.
itkgid dan 28 lainnya memberi reputasi
29
Tutup