- Beranda
- Stories from the Heart
Pencarian Belum Usai [TRUE STORY] - SEASON 3
...
TS
yanagi92055
Pencarian Belum Usai [TRUE STORY] - SEASON 3
Selamat Datang di Thread Gue
(私のスレッドへようこそ)
(私のスレッドへようこそ)
TERIMA KASIH BANYAK ATAS ATENSI DAN APRESIASI YANG TELAH GANSIS READERBERIKAN DI DUA TRIT GUE SEBELUMNYA. SEMOGA DI TRIT SELANJUTNYA INI, GUE DAPAT MENUNJUKKAN PERFORMA TERBAIK GUE DALAM PENULISAN DAN PACKAGING CERITA AGAR SEMUA READER YANG BERKUNJUNG DISINI SELALU HAPPY DAN TERHIBUR
Spoiler for Season 1 dan Season 2:
Last Season, on Muara Sebuah Pencarian - Season 2 :
Quote:
INFORMASI TERKAIT UPDATE TRIT ATAU KEMUNGKINAN KARYA LAINNYA BISA JUGA DI CEK DI IG: @yanagi92055 SEBAGAI ALTERNATIF JIKA NOTIF KASKUS BERMASALAH
Spoiler for INDEX SEASON 3:
Spoiler for LINK BARU PERATURAN & MULUSTRASI SEASON 3:
Quote:
Quote:
Quote:
Polling
Poll ini sudah ditutup. - 83 suara
Perlukah Seri ini dilanjutkan?
Perlu
99%
Tidak Perlu
1%
Diubah oleh yanagi92055 08-09-2020 10:25
al.galauwi dan 142 lainnya memberi reputasi
133
342.8K
4.9K
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•51.8KAnggota
Tampilkan semua post
TS
yanagi92055
#1209
Makan Malam Seru
Gue dan Emi memilih masuk ke sebuah restoran seafood. Untungnya masih buka padahal udah larut banget waktu itu. Kami memilih makanan kami masing-masing dan tentunya harus berbeda, biar bisa saling nyobain.
Sambil menunggu, tentunya gue dan Emi pasti mengobrol. Ngobrolin apapun. Terutama apa yang tadi baru aja gue denger. Berasa Emi lagi klarifikasi siapa dirinya yang sebenarnya. Haha.
“Dulu itu aku SMA cuma dua taun. Nggak sampe bahkan dua taun. Karena aku masuk kelas percepatan itu aku jadinya lebih cepat sekolahnya.”
“Tapi kok umur kamu pas angkatannya? Makanya jadinya aku nggak nyangka aja kamu ternyata anak akselerasi.”
“Iya dulu soalnya aku telat masuk sekolahnya. Gara-garanya abis selesai TK yang full banyak mainan, eh pas mau dimasukin SD nggak ada mainannya disekolahnya, jadinya aku nggak mau sekolah. Eh Papaku malah setuju aja buat nunda anaknya sekolah. Katanya biar puas-puasin main dulu. Hehe.”
“Waduh. Haha. Kalo dulu seandainya aja kamu nggak nunda, sekarang kamu angkatannya jadi setingkat lebih tinggi ya. kan kalo sekarang mah nggak berasa kayak anak aksel karena angkatannya sesuai sama yang seumuran kamu.”
“Nah iya itu dia, sesuai sama umurnya aku. Makanya jadi nggak terlalu keliatan. Dan aku emang anaknya nggak mau menunjukkan kayak gitu sih. Karena bagi aku itu nggak penting banget.”
“Lah, itu prestasi kali. Kok malah nggak penting? Aku aja kalo ada kesempatan mah bangga banget jadi bagian anak-anak akselerasi.”
“Karena dulu itu disekolah aku, anak aksel itu agak dikucilin gitu. Apalagi kan sekelas cuma beberapa orang aja nggak sebanyak kalau anak yang reguler.”
“Oh iya ya? haha. Mereka nggak mampu makanya jadi begitu ke anak aksel kali ya. udah beg* belagu lagi.”
“Ya nggak gitu juga kali. Yang jelas sebenernya itu anak aksel kurang diterima lebih karena eksklusif sih. Selain itu juga kan kakak kelas banyak yang nggak terima kalau lulus bareng kita. Padahal dulunya aja mereka kan yang jadi panitia masa orientasi kita. Masa pas udah mau lulus malah barengan?”
“Itu kan konsekuensi. Namanya juga aksel. Gimana dah. Hahaha.”
“Iya terus lagi kan kalau guru-guru itu suka berlebihan misalnya muji kita. Apa-apa kalau misalnya ada yang kurang, pasti acuan versi bagusnya adalah anak-anak percepatan. Jadinya mungkin anak-anak kelas reguler ngerasa kurang nyaman kalo harus dibandingin sama kita. Lagian dari kemampuan kan juga udah beda. Makanya kita ada di aksel, mereka direguler. Tapi guru-guru itu kadang suka gitu Zy. Itu yang bikin aku nggak nyaman. Itu juga sebabnya makanya aku nggak mau orang-orang tau aku aksel. Aku cuma takut malah diledekin. Jujur aja itu bikin aku jadi minder malahan.”
“Hmm.. iya sih, subjektif banget kadang guru-guru tuh. Dulu aku aja yang sekolahnya nggak ada aksel, seringkali guru malah bilang suruh nyontoh anak-anak IPA yang pinter-pinter, kalo misalnya anak IPS lagi ngaco kelakuannya. Lah aku yang paling nggak terima kalau ngebandingin anak IPA dan IPS gitu. Jadi anak IPA bukan berarti jadi anak pinter loh. Ini yang mesti dilurusin dulu. Kemampuan anak-anak itu beda-beda. Dan bukan berarti nggak masuk IPA otaknya nggak pinter. Ya kan?”
“Iya itu dia. Tapi mindset orang-orang di Indonesia kayaknya masih kayak gitu deh. Yang pinter eksakta auto dianggap pinter. Selain itu ya nggak pinter.”
“Makanya negara kita stuck nggak maju-maju. Karena menghargai kemampuan orang itu hanya dari latar belakang pendidikannya aja. Bahkan di kampus kita sekarang aja bisa masuk asal banyak duit. Pendidikan bisa dibeli dimanapun sekarang. Terus kalo nggak sekolah jadi auto gobl*k gitu? Kan nggak gitu juga.”
“Iya aku juga bingung dari dulu kalau yang pinter IPA pasti dianggep pinter, sedangkan kalau yang pinter selain IPA pasti biasa aja.”
“Hahaha. Sama mindsetnya kayak gini. HP siomay ngeluarin HP yang mahal banget tapi cuma di bilang, oooh siaomay, tapi begitu punya ipin 5 aja dibilangnya, waaaah sultan, HPnya ipin. Gitu ya. hahaha.”
“Perumpamaannya bisa juga itu Zy. Padahal HP siomay itu kan kemampuannya bisa aja lebih bagus dari ipin ya dijamannya. Tapi karena mindset itu sih, jadinya mau gimanapun ipin bakal tetep menang. Hahaha. Ya ya ya. I get it Zy.”
“Iya di IPS walaupun kamu sepinter apapun, kamu nggak akan dianggep pinter, kenapa? Karena kamu nggak bagus eksaknya. Sangat-sangat t*i itu pemikiran asli.”
“Dan kenyataannya dimasa depan, yang jadi bos atau pemimpin itu malah orang-orang yang nggak pinter eksak tapi punya kemampuan bergaul yang bagus ya Zy.”
“Naaah. Itu kamu tau Mi. hahaha. Begitulah. Kadang mengagungkan keilmuan kita juga percuma kalau nggak bisa bergaul. Ujung-ujungnya cuma jadi orang cupu yang nggak disukai banyak orang karena kesombongan akan keilmuannya. Hahaha.”
“Iya aku kadang bingung, aku kenapa bisa masuk aksel IPA. Padahal aku aja dulu nggak oke-oke banget fisikanya.”
“Dulu kamu selama di aksel dari 20an orang itu ada diurutan berapa kalau habis terima rapor?”
“Biasanya aku nggak pernah keluar dari 3 besar. Emang kenapa sih? Kan nggak penting juga ranking gitu sebenernya.”
“Itu dia. Emang nggak penting. Aku cuma mau buktiin kalau bahkan yang rankingnya dibawah kamu saat itu, bukan berarti dikuliahannya saat ini nggak bisa mendulang prestasi kan?”
“Haha. Iya bener Zy. Banyak juga tuh teman-teman aku yang masuk ke jurusan yang pas, akhirnya mereka malah sukses berat kuliahnya. Dan kamu tau? Nggak semua teman aku di aksel itu cupu dan nggak pinter bertemen loh.”
“Oh iya ya? salah satunya ya kamu pastinya. Haha. Kamu banyak banget temennya. Dan aku beneran asli nggak nyangka kalau kamu anak aksel. Mana masuk tiga besar terus lagi. Ada ya orang yang otaknya surup kayak kamu tapi suka diledekin karena kecerobohan kamu sendiri, keabsurdan kamu sendiri, mana demen bok*p pulak lagi. Udah gitu bisa jelasin segala macam yang berhubungan sama selangkangan dari sisi ilmiah lagi. Bangs*t banget lo Mi. jadi makin cinta gue sama lo. hahahaha.”
“Heh, gue gini-gini dulu udah dapet undangan juga masuk ke salah satu universitas negeri di ibukota, jurusan biologi dan sastra jepang. Haha. Kenapa gue jago biologi? Ya karena gue khatam dunia selangkangan. Hahaha. Coba deh kita selami itu dari sisi positif ilmu pengetahuan, itu banyak banget ilmu yang bisa kita pelajarin diluar otak yang ngeres tau Zy. Hahaha. Gue juga ikutan olimpiade biologi kan.”
“Bangkek. Hahaha. Iya juga sih sebenernya. Tapi anj*ng amat jago biologi karena terbiasa ngebok*p. Itu padanan yang agak langka ya. hahahaha.”
“Selalu positif makanya kalau menyikapi sesuatu Zy. Hahaha.”
“Hahaha. Iya Mi. bener udah kalau gitu mah.”
“Terus jadinya kamu dulu masuk full beasiswa prestasi tuh dikampus kita?”
“Iya aku dapet beasiswa prestasi. Jadi selama empat tahun full aku gratis. Plus ada uang bulanan juga dari beasiswa itu. Lumayan buat ditabung. Hehe. tapi, aku harus nyelesaiin kuliah aku bener-bener empat tahun. Kalau lebih, ya aku bayar kayak biasanya.”
“Wah iya sih. Kalau beasiswa emang resikonya begitu. Ada tuntutan kayak gitu. Terus abis ini kamu nggak coba daftar S2?”
“Hmmm..sebenernya aku udah masuk Zy.”
“Hah? Masuk gimana maksudnya?”
“Aku udah kepilih sebagai kandidat masuk ke penerima beasiswa kelas percepatan S2 dari kampus. Di jurusan kita cuma dikit yang punya kesempatan itu termasuk aku.”
“TERUS??”
Gila gue nggak nyangka Emi seencer ini otaknya. Gue seketika langsung minder seminder-mindernya. Dulunya anak akselerasi, terus dia masuk program fast track yang mana dia akan belajar jenjang S1 dan S2 bersamaan, dan ketika lulus nanti gelarnya langsung ada S1 dan S2 nya. Anj*ng, gue aja nggak pernah dapet kesempatan kayak gitu. Dia bahkan S1 nya gratis. Sementara gue harus berjuang dua tahun dulu dikampus buat dapet beasiswa. Haha.
“Aku nggak ambil. Soalnya disaranin sama Bu Ratna untuk nggak ambil. Nggak terlalu perlu. Apalagi passion aku nggak jadi dosen. Sedangkan program itu tujuannya untuk menghasilkan dosen-dosen muda baru yang nantinya akan disebar keseluruh Indonesia. Misinya ya pemerataan pendidikan sih.”
“Hmm.. iya juga sih. Aku pernah denger program ini. Dan emang outputnya untuk jadi dosen. Tapi aku juga bingung. Seandainya nggak jadi dosen, pasti perusahaan-perusahaan juga mikir mau nerima mahasiswa yang lulus dengan jalan kayak gini. Pengalaman nggak ada, tapi jenjang pendidikan tinggi. Mau dikasih gaji standar nggak bisa, tapi kalau ketinggian juga kayak judi, iya kalau bisa kerja, nah kalau nggak? Kan rugi perusahaan. Hahaha.”
“Iya. Yaudah kayaknya emang jalan aku harus kayak gini. Jadinya bisa kerja diluar jadi dosen. Karena aku nggak terlalu minat jadi dosen Zy.”
“Yang sekarang ya dijalanin aja Mi. kan toh kamu juga udah skripsi ini kan. Oh iya, kamu kan anak tunggal ya. terus dulu nggak ada rencana gitu orang tua kamu nambah anak buat nemenin kamu?”
“Sebenernya aku itu anak kedua Zy. Abang aku meninggal pas usia kandungan mama udah enam bulan apa ya. aku lupa. Dan setelahnya, butuh waktu sekitar sepuluh tahun buat nunggu aku hadir didunia.”
“Oh iya? Maafin aku nggak tau Mi. gitu ya ceritanya. Berarti sabar banget ya orang tua kamu. Tapi untungnya pas lahir anaknya luar biasa kayak gini. Hahaha. Banyak bakatnya. Otak kiri kanannya berfungsi dengan baik pula. Haha. Jadinya juga nggak nyusahin orang tua.”
“Hahah ya gitu deh. Alhamdulillah banget aku dikasih anugerah kayak gini. Jadinya bisa bantu ngeringanin beban Papa Mama aku Zy.”
“Iya makanya itu Mi.”
Lalu obrolan kami berlanjut bagaimana Emi pertama kali berkenalan dengan dunia jejepangan. yang awalnya dia dikenalkan oleh temannya semasa SMA dulu. Eh ternyata yang mendalami malah Emi, sedangkan temannya itu ya biasa-biasa aja pengetahuan jejepangannya.
Gue juga bilang ke Emi kalau gue udah add facebooknya yang satu lagi yang bernama Erika itu. Gue sangat excited dengan konten-konten yang dia buat. Ini gue banget. dalam hati gue berkata. Gue bener-bener nemuin anak yang sedunia sama gue, baik didunia maya maupun di dunia nyata. Sebagai Emilya maupun sebagai Erika. Pas banget udah.
Hari sudah semakin larut dan gue serta Emi kembali ke hotel. Kami udah ngantuk banget waktu itu. Tapi gue masih semangat untuk mendengarkan cerita-cerita Emi. Nggak kerasa udah sampai aja kami di hotel dan kami langsung menuju ke kamar.
Setelah selesai bersih-bersih, gue langsung menerjang Emi dengan ciuman yang bertubi-tubi. Entah karena gue senang dengan fakta-fakta yang ada, atau mungkin karena gue semakin jatuh cinta dengannya. Yang jelas gue hanya mau menikmati malam itu bersama orang yang benar-benar mengerti gue.
Kami terlibat dalam foreplay yang luar biasa malam itu. Banyak pergerakan yang diluar dugaan. Tetapi favorit kami yaitu french kiss adalah menu yang nggak bisa dihilangkan. Pastinya.
“Aku udah buka Facebook kamu dan baca kok status kamu di awal tahun ini. Mungkin itu pas kamu lagi galau sama mantan kamu, atau kamu udah putus kali sama mantan kamu. Kamu bilang di status kamu kalau kamu lebih milih cari pacar yang biasa aja, nggak perlu cowok yang hebat di sana sini tapi sebenernya ngebosenin. Cowok yang jadi pacar kamu itu harus bisa dijadiin temen sehobi, pacar, kakak, temen gila, dan seorang sahabat. Makanya kamu mau nyari pacar yang bisa diajak gila-gilaan; diajak maen kemana aja; bisa ngapain aja tanpa harus jaim atau bikin dia ngerasa malu; sms, atau nelpon tentang apapun; pokoknya jadi siapapun yang kamu mau tanpa harus berubah sesuai kemauan dia. Itu yang kamu pingin dari cowok kamu kan?”
Belum sempat Emi membalas omongan gue, gue langsung melanjutkan.
“Aku dateng, Mi. Aku dateng di masa depan. Tuhan kasih kita jalan buat ketemu. Karena checklist yang aku bikin kurang lebih sama kayak kamu. Terus kita kurang apa lagi?”
“Aku sayang kamu kok, Zy.” kata Emi singkat, padat, dan sangat jelas.
Gue tersenyum simpul dan langsung mencium Emi. Gue mengangkat kedua tangan Emi hingga tangannya berada di samping. Tangan gue kembali meraba perut Emi hingga ke punggung untuk melepas kaitan bra yang sedang dia pakai. Branya terasa sangat wangi ketika itu, padahal udah seharian dipakai. Haha.
“Aku sangat sayang sama kamu, Emilya. Aku nggak akan pernah capek ngulang kata-kata itu kayaknya seumur hidup aku.”
Dan adegan yang iya-iya pun terjadi. Gue dan Emi tau kalau kebersamaan kami dihotel ini berbatas waktu. Sehingga setiap momen akan jadi berharga. Makanya gue berusaha untuk mengoptimalkan pertarungan kami. Total dari malam kemudian dilanjut pagi dan siang, ada kali kami bermain kurang lebih sampai 17 kali. Tapi ya ada jedanya. Nggak terus-terusan. Intinya, Emi sangat bersemangat kalau urusan kayak ginian. Bisa praktek langsung. Hahaha.
Sambil menunggu, tentunya gue dan Emi pasti mengobrol. Ngobrolin apapun. Terutama apa yang tadi baru aja gue denger. Berasa Emi lagi klarifikasi siapa dirinya yang sebenarnya. Haha.
“Dulu itu aku SMA cuma dua taun. Nggak sampe bahkan dua taun. Karena aku masuk kelas percepatan itu aku jadinya lebih cepat sekolahnya.”
“Tapi kok umur kamu pas angkatannya? Makanya jadinya aku nggak nyangka aja kamu ternyata anak akselerasi.”
“Iya dulu soalnya aku telat masuk sekolahnya. Gara-garanya abis selesai TK yang full banyak mainan, eh pas mau dimasukin SD nggak ada mainannya disekolahnya, jadinya aku nggak mau sekolah. Eh Papaku malah setuju aja buat nunda anaknya sekolah. Katanya biar puas-puasin main dulu. Hehe.”
“Waduh. Haha. Kalo dulu seandainya aja kamu nggak nunda, sekarang kamu angkatannya jadi setingkat lebih tinggi ya. kan kalo sekarang mah nggak berasa kayak anak aksel karena angkatannya sesuai sama yang seumuran kamu.”
“Nah iya itu dia, sesuai sama umurnya aku. Makanya jadi nggak terlalu keliatan. Dan aku emang anaknya nggak mau menunjukkan kayak gitu sih. Karena bagi aku itu nggak penting banget.”
“Lah, itu prestasi kali. Kok malah nggak penting? Aku aja kalo ada kesempatan mah bangga banget jadi bagian anak-anak akselerasi.”
“Karena dulu itu disekolah aku, anak aksel itu agak dikucilin gitu. Apalagi kan sekelas cuma beberapa orang aja nggak sebanyak kalau anak yang reguler.”
“Oh iya ya? haha. Mereka nggak mampu makanya jadi begitu ke anak aksel kali ya. udah beg* belagu lagi.”
“Ya nggak gitu juga kali. Yang jelas sebenernya itu anak aksel kurang diterima lebih karena eksklusif sih. Selain itu juga kan kakak kelas banyak yang nggak terima kalau lulus bareng kita. Padahal dulunya aja mereka kan yang jadi panitia masa orientasi kita. Masa pas udah mau lulus malah barengan?”
“Itu kan konsekuensi. Namanya juga aksel. Gimana dah. Hahaha.”
“Iya terus lagi kan kalau guru-guru itu suka berlebihan misalnya muji kita. Apa-apa kalau misalnya ada yang kurang, pasti acuan versi bagusnya adalah anak-anak percepatan. Jadinya mungkin anak-anak kelas reguler ngerasa kurang nyaman kalo harus dibandingin sama kita. Lagian dari kemampuan kan juga udah beda. Makanya kita ada di aksel, mereka direguler. Tapi guru-guru itu kadang suka gitu Zy. Itu yang bikin aku nggak nyaman. Itu juga sebabnya makanya aku nggak mau orang-orang tau aku aksel. Aku cuma takut malah diledekin. Jujur aja itu bikin aku jadi minder malahan.”
“Hmm.. iya sih, subjektif banget kadang guru-guru tuh. Dulu aku aja yang sekolahnya nggak ada aksel, seringkali guru malah bilang suruh nyontoh anak-anak IPA yang pinter-pinter, kalo misalnya anak IPS lagi ngaco kelakuannya. Lah aku yang paling nggak terima kalau ngebandingin anak IPA dan IPS gitu. Jadi anak IPA bukan berarti jadi anak pinter loh. Ini yang mesti dilurusin dulu. Kemampuan anak-anak itu beda-beda. Dan bukan berarti nggak masuk IPA otaknya nggak pinter. Ya kan?”
“Iya itu dia. Tapi mindset orang-orang di Indonesia kayaknya masih kayak gitu deh. Yang pinter eksakta auto dianggap pinter. Selain itu ya nggak pinter.”
“Makanya negara kita stuck nggak maju-maju. Karena menghargai kemampuan orang itu hanya dari latar belakang pendidikannya aja. Bahkan di kampus kita sekarang aja bisa masuk asal banyak duit. Pendidikan bisa dibeli dimanapun sekarang. Terus kalo nggak sekolah jadi auto gobl*k gitu? Kan nggak gitu juga.”
“Iya aku juga bingung dari dulu kalau yang pinter IPA pasti dianggep pinter, sedangkan kalau yang pinter selain IPA pasti biasa aja.”
“Hahaha. Sama mindsetnya kayak gini. HP siomay ngeluarin HP yang mahal banget tapi cuma di bilang, oooh siaomay, tapi begitu punya ipin 5 aja dibilangnya, waaaah sultan, HPnya ipin. Gitu ya. hahaha.”
“Perumpamaannya bisa juga itu Zy. Padahal HP siomay itu kan kemampuannya bisa aja lebih bagus dari ipin ya dijamannya. Tapi karena mindset itu sih, jadinya mau gimanapun ipin bakal tetep menang. Hahaha. Ya ya ya. I get it Zy.”
“Iya di IPS walaupun kamu sepinter apapun, kamu nggak akan dianggep pinter, kenapa? Karena kamu nggak bagus eksaknya. Sangat-sangat t*i itu pemikiran asli.”
“Dan kenyataannya dimasa depan, yang jadi bos atau pemimpin itu malah orang-orang yang nggak pinter eksak tapi punya kemampuan bergaul yang bagus ya Zy.”
“Naaah. Itu kamu tau Mi. hahaha. Begitulah. Kadang mengagungkan keilmuan kita juga percuma kalau nggak bisa bergaul. Ujung-ujungnya cuma jadi orang cupu yang nggak disukai banyak orang karena kesombongan akan keilmuannya. Hahaha.”
“Iya aku kadang bingung, aku kenapa bisa masuk aksel IPA. Padahal aku aja dulu nggak oke-oke banget fisikanya.”
“Dulu kamu selama di aksel dari 20an orang itu ada diurutan berapa kalau habis terima rapor?”
“Biasanya aku nggak pernah keluar dari 3 besar. Emang kenapa sih? Kan nggak penting juga ranking gitu sebenernya.”
“Itu dia. Emang nggak penting. Aku cuma mau buktiin kalau bahkan yang rankingnya dibawah kamu saat itu, bukan berarti dikuliahannya saat ini nggak bisa mendulang prestasi kan?”
“Haha. Iya bener Zy. Banyak juga tuh teman-teman aku yang masuk ke jurusan yang pas, akhirnya mereka malah sukses berat kuliahnya. Dan kamu tau? Nggak semua teman aku di aksel itu cupu dan nggak pinter bertemen loh.”
“Oh iya ya? salah satunya ya kamu pastinya. Haha. Kamu banyak banget temennya. Dan aku beneran asli nggak nyangka kalau kamu anak aksel. Mana masuk tiga besar terus lagi. Ada ya orang yang otaknya surup kayak kamu tapi suka diledekin karena kecerobohan kamu sendiri, keabsurdan kamu sendiri, mana demen bok*p pulak lagi. Udah gitu bisa jelasin segala macam yang berhubungan sama selangkangan dari sisi ilmiah lagi. Bangs*t banget lo Mi. jadi makin cinta gue sama lo. hahahaha.”
“Heh, gue gini-gini dulu udah dapet undangan juga masuk ke salah satu universitas negeri di ibukota, jurusan biologi dan sastra jepang. Haha. Kenapa gue jago biologi? Ya karena gue khatam dunia selangkangan. Hahaha. Coba deh kita selami itu dari sisi positif ilmu pengetahuan, itu banyak banget ilmu yang bisa kita pelajarin diluar otak yang ngeres tau Zy. Hahaha. Gue juga ikutan olimpiade biologi kan.”
“Bangkek. Hahaha. Iya juga sih sebenernya. Tapi anj*ng amat jago biologi karena terbiasa ngebok*p. Itu padanan yang agak langka ya. hahahaha.”
“Selalu positif makanya kalau menyikapi sesuatu Zy. Hahaha.”
“Hahaha. Iya Mi. bener udah kalau gitu mah.”
“Terus jadinya kamu dulu masuk full beasiswa prestasi tuh dikampus kita?”
“Iya aku dapet beasiswa prestasi. Jadi selama empat tahun full aku gratis. Plus ada uang bulanan juga dari beasiswa itu. Lumayan buat ditabung. Hehe. tapi, aku harus nyelesaiin kuliah aku bener-bener empat tahun. Kalau lebih, ya aku bayar kayak biasanya.”
“Wah iya sih. Kalau beasiswa emang resikonya begitu. Ada tuntutan kayak gitu. Terus abis ini kamu nggak coba daftar S2?”
“Hmmm..sebenernya aku udah masuk Zy.”
“Hah? Masuk gimana maksudnya?”
“Aku udah kepilih sebagai kandidat masuk ke penerima beasiswa kelas percepatan S2 dari kampus. Di jurusan kita cuma dikit yang punya kesempatan itu termasuk aku.”
“TERUS??”
Gila gue nggak nyangka Emi seencer ini otaknya. Gue seketika langsung minder seminder-mindernya. Dulunya anak akselerasi, terus dia masuk program fast track yang mana dia akan belajar jenjang S1 dan S2 bersamaan, dan ketika lulus nanti gelarnya langsung ada S1 dan S2 nya. Anj*ng, gue aja nggak pernah dapet kesempatan kayak gitu. Dia bahkan S1 nya gratis. Sementara gue harus berjuang dua tahun dulu dikampus buat dapet beasiswa. Haha.
“Aku nggak ambil. Soalnya disaranin sama Bu Ratna untuk nggak ambil. Nggak terlalu perlu. Apalagi passion aku nggak jadi dosen. Sedangkan program itu tujuannya untuk menghasilkan dosen-dosen muda baru yang nantinya akan disebar keseluruh Indonesia. Misinya ya pemerataan pendidikan sih.”
“Hmm.. iya juga sih. Aku pernah denger program ini. Dan emang outputnya untuk jadi dosen. Tapi aku juga bingung. Seandainya nggak jadi dosen, pasti perusahaan-perusahaan juga mikir mau nerima mahasiswa yang lulus dengan jalan kayak gini. Pengalaman nggak ada, tapi jenjang pendidikan tinggi. Mau dikasih gaji standar nggak bisa, tapi kalau ketinggian juga kayak judi, iya kalau bisa kerja, nah kalau nggak? Kan rugi perusahaan. Hahaha.”
“Iya. Yaudah kayaknya emang jalan aku harus kayak gini. Jadinya bisa kerja diluar jadi dosen. Karena aku nggak terlalu minat jadi dosen Zy.”
“Yang sekarang ya dijalanin aja Mi. kan toh kamu juga udah skripsi ini kan. Oh iya, kamu kan anak tunggal ya. terus dulu nggak ada rencana gitu orang tua kamu nambah anak buat nemenin kamu?”
“Sebenernya aku itu anak kedua Zy. Abang aku meninggal pas usia kandungan mama udah enam bulan apa ya. aku lupa. Dan setelahnya, butuh waktu sekitar sepuluh tahun buat nunggu aku hadir didunia.”
“Oh iya? Maafin aku nggak tau Mi. gitu ya ceritanya. Berarti sabar banget ya orang tua kamu. Tapi untungnya pas lahir anaknya luar biasa kayak gini. Hahaha. Banyak bakatnya. Otak kiri kanannya berfungsi dengan baik pula. Haha. Jadinya juga nggak nyusahin orang tua.”
“Hahah ya gitu deh. Alhamdulillah banget aku dikasih anugerah kayak gini. Jadinya bisa bantu ngeringanin beban Papa Mama aku Zy.”
“Iya makanya itu Mi.”
Lalu obrolan kami berlanjut bagaimana Emi pertama kali berkenalan dengan dunia jejepangan. yang awalnya dia dikenalkan oleh temannya semasa SMA dulu. Eh ternyata yang mendalami malah Emi, sedangkan temannya itu ya biasa-biasa aja pengetahuan jejepangannya.
Gue juga bilang ke Emi kalau gue udah add facebooknya yang satu lagi yang bernama Erika itu. Gue sangat excited dengan konten-konten yang dia buat. Ini gue banget. dalam hati gue berkata. Gue bener-bener nemuin anak yang sedunia sama gue, baik didunia maya maupun di dunia nyata. Sebagai Emilya maupun sebagai Erika. Pas banget udah.
Hari sudah semakin larut dan gue serta Emi kembali ke hotel. Kami udah ngantuk banget waktu itu. Tapi gue masih semangat untuk mendengarkan cerita-cerita Emi. Nggak kerasa udah sampai aja kami di hotel dan kami langsung menuju ke kamar.
Setelah selesai bersih-bersih, gue langsung menerjang Emi dengan ciuman yang bertubi-tubi. Entah karena gue senang dengan fakta-fakta yang ada, atau mungkin karena gue semakin jatuh cinta dengannya. Yang jelas gue hanya mau menikmati malam itu bersama orang yang benar-benar mengerti gue.
Kami terlibat dalam foreplay yang luar biasa malam itu. Banyak pergerakan yang diluar dugaan. Tetapi favorit kami yaitu french kiss adalah menu yang nggak bisa dihilangkan. Pastinya.
“Aku udah buka Facebook kamu dan baca kok status kamu di awal tahun ini. Mungkin itu pas kamu lagi galau sama mantan kamu, atau kamu udah putus kali sama mantan kamu. Kamu bilang di status kamu kalau kamu lebih milih cari pacar yang biasa aja, nggak perlu cowok yang hebat di sana sini tapi sebenernya ngebosenin. Cowok yang jadi pacar kamu itu harus bisa dijadiin temen sehobi, pacar, kakak, temen gila, dan seorang sahabat. Makanya kamu mau nyari pacar yang bisa diajak gila-gilaan; diajak maen kemana aja; bisa ngapain aja tanpa harus jaim atau bikin dia ngerasa malu; sms, atau nelpon tentang apapun; pokoknya jadi siapapun yang kamu mau tanpa harus berubah sesuai kemauan dia. Itu yang kamu pingin dari cowok kamu kan?”
Belum sempat Emi membalas omongan gue, gue langsung melanjutkan.
“Aku dateng, Mi. Aku dateng di masa depan. Tuhan kasih kita jalan buat ketemu. Karena checklist yang aku bikin kurang lebih sama kayak kamu. Terus kita kurang apa lagi?”
“Aku sayang kamu kok, Zy.” kata Emi singkat, padat, dan sangat jelas.
Gue tersenyum simpul dan langsung mencium Emi. Gue mengangkat kedua tangan Emi hingga tangannya berada di samping. Tangan gue kembali meraba perut Emi hingga ke punggung untuk melepas kaitan bra yang sedang dia pakai. Branya terasa sangat wangi ketika itu, padahal udah seharian dipakai. Haha.
“Aku sangat sayang sama kamu, Emilya. Aku nggak akan pernah capek ngulang kata-kata itu kayaknya seumur hidup aku.”
Dan adegan yang iya-iya pun terjadi. Gue dan Emi tau kalau kebersamaan kami dihotel ini berbatas waktu. Sehingga setiap momen akan jadi berharga. Makanya gue berusaha untuk mengoptimalkan pertarungan kami. Total dari malam kemudian dilanjut pagi dan siang, ada kali kami bermain kurang lebih sampai 17 kali. Tapi ya ada jedanya. Nggak terus-terusan. Intinya, Emi sangat bersemangat kalau urusan kayak ginian. Bisa praktek langsung. Hahaha.
Diubah oleh yanagi92055 10-01-2020 13:08
itkgid dan 26 lainnya memberi reputasi
27
Tutup