- Beranda
- Stories from the Heart
Pencarian Belum Usai [TRUE STORY] - SEASON 3
...
TS
yanagi92055
Pencarian Belum Usai [TRUE STORY] - SEASON 3
Selamat Datang di Thread Gue
(私のスレッドへようこそ)
(私のスレッドへようこそ)
TERIMA KASIH BANYAK ATAS ATENSI DAN APRESIASI YANG TELAH GANSIS READERBERIKAN DI DUA TRIT GUE SEBELUMNYA. SEMOGA DI TRIT SELANJUTNYA INI, GUE DAPAT MENUNJUKKAN PERFORMA TERBAIK GUE DALAM PENULISAN DAN PACKAGING CERITA AGAR SEMUA READER YANG BERKUNJUNG DISINI SELALU HAPPY DAN TERHIBUR
Spoiler for Season 1 dan Season 2:
Last Season, on Muara Sebuah Pencarian - Season 2 :
Quote:
INFORMASI TERKAIT UPDATE TRIT ATAU KEMUNGKINAN KARYA LAINNYA BISA JUGA DI CEK DI IG: @yanagi92055 SEBAGAI ALTERNATIF JIKA NOTIF KASKUS BERMASALAH
Spoiler for INDEX SEASON 3:
Spoiler for LINK BARU PERATURAN & MULUSTRASI SEASON 3:
Quote:
Quote:
Quote:
Polling
Poll ini sudah ditutup. - 83 suara
Perlukah Seri ini dilanjutkan?
Perlu
99%
Tidak Perlu
1%
Diubah oleh yanagi92055 08-09-2020 10:25
al.galauwi dan 142 lainnya memberi reputasi
133
342.8K
4.9K
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•51.8KAnggota
Tampilkan semua post
TS
yanagi92055
#1179
Fakta Yang Baru Terungkap
Pada suatu weekend gue berinisiatif untuk mengajak Emi menginap di kota. Hitung-hitung buat cari suasana baru aja. Perencanaan dibuat, dan gue disibukkan untuk menyelesaikan pekerjaan gue. Pekerjaan gue saat itu mengurus proyek alur produksi koran. Proyek ini sudah harus gue selesaikan satu hari sebelum weekend tiba. Gue nggak mau lagi asyik-asyiknya liburan dengan Emi, tau-tau ditelpon ngurusin kerjaan.
Sungguh sangat memprihatinkan produksi koran dewasa ini. Sudah banyaknya media online dan semakin canggih HP yang ada pada saat itu, membuat produksi koran secara fisik menjadi lesu. PHK besar-besaran akhirnya harus dilakukan perusahaan demi efisiensi. Tidak sedikit juga perusahaan media cetak yang akhirnya harus gulung tikar atau mengubah model bisnisnya agar tidak tergerus kemajuan jaman dan teknologi.
Sudah mulai banyak media yang beralih dari fisik menjadi digital ketika itu. Tapi masih ada juga mencetak koran secara fisik. Ternyata, setelah gue bertanya oleh orang yang ada didalam lingkup produksi, permintaan atas koran fisik itu masih tinggi. Terutama didaerah-daerah diluar kota besar di Indonesia yang belum banyak tersentuh teknologi. Cara konvensional untuk menambah wawasan masih jadi pilihan utama.
Kemudahan era digital ini juga yang membuat banyak anak muda kreatif dan inovatif mulai berinovasi dengan bantuan kemudahan digital ini. Termasuk salah satunya Emi. Emi adalah orang yang sangat aktif dimedia sosial. Facebook harus gue akui udah dia kuasai, bahkan sampai ke bahasa pemrogramannya dia udah pernah bongkar. Sungguh luar biasa. Disamping kecerdasan secara akademik, ternyata Emi juga melek dengan teknologi.
Tetapi gue masih ada rasa penasarannya dengan dia. Dengan kemampuan menggunakan komputer dan fasilitas internet sefasih dan cukup dalam ini, masa iya dia nggak menghasilkan sesuatu yang berguna buat banyak orang? Itu yang rencananya akan gue tanyakan dan gali. Gue yakin banget Emi pasti punya akun tertentu atau bahkan produk tertentu yang memudahkan orang lain, entah itu aplikasi atau sekedar berbagi informasi.
Gue sudah mulai mengenal Emi lebih dalam dan tipikal dia itu seperti itu. Dia rela mengorbankan urusan pribadinya demi ngurusin orang lain. Atau minimal bikin orang lain senang. Hal yang kadang gue suka, tapi lama-lama, dengan model seperti ini, Emi menjadi seperti di manfaatkan semaksimal mungkin oleh teman-temannya. Ini yang gue jadinya nggak suka. Bantuan Emi selalu berusaha untuk dimaksimalkan untuk keuntungan teman-temannya semata.
Tes paling gampangnya ya waktu itu dia ultah. Dari segitu banyak orang yang mengaku mengenal dan akrab serta menyebut dirinya sahabat Emi, satupun nggak ada yang ngucapin hal kecil seperti ultah di hari H. malah taunya bikin surprise sembilan hari setelahnya. Gobl*k banget. hahaha.
“Kita di Hotel A aja ya, kan nyaman tuh. Sekalian refreshing. Hehe. gimana?” tanya gue.
“Yaudah boleh yank, disana aja. yang penting itu ada colokan, jadi mau charge HP atau laptop tetap aman.” Kata Emi.
“Emang perlu banget bawa laptop? Kerjaan atau skripsi kamu nggak bisa ditunda dulu?”
“Yah, daripada bosen. Hehehe.”
“Oh yaudah kalau gitu aku juga mau bawa laptop ya. ntar aku mau minta materi-materi lagu dari kamu lagi. Aku banyak film juga yang udah di download, nanti kita nonton ya.”
“Oke deh. Aku juga pingin nonton, udah lama nggak nonton bioskop. Hehehe.”
“Dulu sama mantan kamu nggak pernah ke bioskop emang?”
“Jarang banget. soalnya dia sibuk banget. anaknya pinter banget soalnya. Hehe.”
“Oh anak pinter yang doyan belajar ye. Hehehehe.”
“Ya nggak gitu juga sih. Hehehe.”
“Yaudah yang penting nanti jangan konsentrasinya ke laptop mulu ya Mi.”
“Okeeeh…. Hehehe.”
Weekend pun akhirnya tiba. Gue dan Emi sudah check in di hotel dan karena waktu masih siang, gue pun santai dulu aja. Sampai akhirnya malam tiba dan gue udah siap untuk tidur tapi masih menggunakan laptop gue, setelah tadi ngobrol-ngobrol dan makan sama Emi.
Emi yang bertingkah rada aneh bilang dia katanya mau ada pengakuan. Sesuatu yang membuat gue curiga awalnya. Apa semua drama yang baru aja gue lalui itu ternyata rekayasa dia untuk mengetes kesabaran gue. Pemikiran-pemikiran lainnya pun muncul. Pada akhirnya gue membiarkan Emi untuk ngomong.
“Zy, aku punya alter.”
“Hah? Alter gimana maksudnya?”
“Aku punya dua facebook Zy.”
“Oke? Masalahnya dimana?”
“Ya aku punya alter makanya punya dua Facebook.”
“Hmm. Emilya 1 sama Emilya 2 gitu?”
“Bukan. Tapi. Emilya dan Erika.”
Erika. Namanya yang asing tapi nggak asing ditelinga gue. Nama ini pernah gue dengar entah dari siapa atau darimana ya dulu. Seingat gue, dikomunitas kota gue kuliah ini, nama ini sudah cukup punya nama. Dan setelah berpikir keras, gue ingat Dinar pernah ngomong dia punya teman namanya Erika di komunitas jejepangan ketika ketemu di panggungan Radio Kota beberapa tahun lalu.
“Sebentaaarrrr. Erika? Erika Shi Shi something gitu bukan? Duuh dulu Dinar pernah bilang sama aku.”
“Erika Shinobu Akira...”
“Ya. Akira belakangnya, nama asli Reita kan? Segitu cintanya kamu sama Reita ya?”
“Cinta mati aku itu.”
“Oke. Terus?”
“Kamu nggak apa-apa?”
“Ya nggak apa-apa. Terus kenapa?”
“Di sana aku bukan Emilya, aku jadi diri aku yang lebih bebas lagi. Aku di sana lebih fokus ke komunitas Jejepangan kita.”
“Bagus dong? Masalahnya dimana? Hehehe. Kenapa tegang banget? Hahaha. Selama nggak alay kayak anak-anak di Komunitas Musik XYZ Indonesia noh, ya aku santai aja.”
Komunitas Musik XYZ Indonesia. Haha. Sebuah komunitas yang banyak berisi anak alay sok elitis dikalangan jejepangan. mereka terlalu mendewakan idola mereka dan nggak jarang juga mereka karena beberapa orang yang arogan ini, malah bikin acara komunitas jadi kacau dan rusuh. Rusuh dalam artian jadi berantakan rundown dan musiknya.
Kebanyakan band-band yang didukung itu membawakan lagu-lagu band visual kei, dengan dandanan yang tentunya ribet banget itu (gue dulu juga gitu sebenernya), tapi bedanya, ketika gue berusaha untuk memperbaiki cara main bandnya, mereka ini malah sibuk ngurusin dandannya dulu, main bandnya malah berantakan nggak karuan.
Itulah yang nggak enak dilihat sama sekali. Sudah mainnya berantakan dan nggak enak dinikmati bagi sebagian orang, banyakan gaya personil bandnya karena mementingkan dandan daripada skill, eh pendukungnya juga pada rese dan nggak jarang merendahkan selera musik orang lain.
Gue sudah menyukai musik metal dari jaman gue masih SD kelas 6. Tapi nggak serta merta gue menghina atau merendahkan teman-teman gue yang terlihat lebih gahar dan sangar dari gue secara fisik tapi hobinya dengerin Kangen band. Itu semua selera dan bagi gue menghormati selera musik orang itu ya nggak ada salahnya.
Awalnya juga gue nggak mempermasalahkan mereka dengan kelakuan ajaibnya. Tapi ketika mereka nggak mau mengapresiasi band lain yang nggak sejalan dengan selera mereka, bahkan melakukan penghinaan, itu yang gue nggak bisa terima. Band gue dulunya juga cukup dikenal oleh mereka, tapi akhirnya dilupakan karena ketika band gue mulai vakum, mereka baru aja berdiri komunitasnya.
Puncaknya itu adalah ketika dulu gue pernah ceritakan kalau gue pernah sepanggung dengan sebuah band yang awalnya ngefans dengan band gue, tapi ketika ngobrol-ngobrol malah terjadi konfrontasi antara drumer mereka dengan Arko, perkara masukan Arko supaya menggebuk drum dengan cara yang lebih baik.
Anak bandnya aja susah dikasih tau dan diberi masukan. Gue berpikir anak band itu layaknya influencer kalau di dunia nyata. Kalau bandnya aja susah dikasih tau, apalagi para penggemarnya. Walaupun banyak juga penggemar band metal atau jepangan visual kei yang waras macem Emi. Tapi jumlah orang-orang kayak Emi seperti selalu kalah dibanding yang alay-alay sok elit ini.
“Aku dulu pernah ribut sama anggota di Komunitas Musik XYZ Indonesia lho! Saking alaynya mereka! Sumpah dulu nih ya, jejepangan ga sealay itu. Kedatengan mereka bikin nambah alay dan bikin rusuh aja di sini. Sok jadi fans fanatik, sok band yang mereka idolakan jadi yang paling hebat dan tiada tandingannya! Ya band-band yang mereka idolain emang hebat tapi ya nggak usah gitu banget kali! Hahaha. Pernah tuh katanya sampe owner-nya Komunitas itu minta maaf begitu di sosmed karena kelakuan anak buahnya. Bodo amat aku sih.” Lanjut gue.
Nggak ada tanggapan dari Emi soal omongan gue barusan selama beberapa menit. Gue awalnya nggak curiga sampai akhirnya dia buka mulut lagi.
“Zy. Gue co-founder di Komunitas Musik XYZ Indonesia itu. Dan yang minta maaf di sosmed itu gue.”
Gue kaget seperti tersambar petir dimalam hari. Buset. Dunia sangat sempit berasanya ketika itu. Gue sama sekali nggak ada masalah dengan musik dari band tersebut, karena gue suka dan pernah juga mengcover beberapa lagu yang mereka bawakan. Tapi fansnya? Ini yang jadi masalah gue.
Ternyata, fans-fans rusuh sok fanatik dan elitis ini dikumpulkan oleh seorang yang gue sayang. Ya, Emi malah jadi founder dari komunitas yang nggak banget anggota-anggotanya tersebut. Gimana gue nggak kaget. Haha. Sebenernya gue nggak masalah Emi jadi founder disana, tapi yang gue masalahkan adalah kenapa punya anggota yang suka rusuh dan rese kayak gitu.
Gue memilih untuk menutup badan gue dengan selimut. Haha. Gue nggak enak sama Emi udah ngeledekin komunitas yang dibuat oleh Emi. Gue bingung harus ngomong apa. Akhirnya gue menutup diri gue dengan selimut sampai akhirnya kebablasan tidur. Haha.
Pada satu sisi, gue melihat kehebatan seorang Emi disini. Ketika disela kesibukan dia sekolah (komunitas ini muncul ketika gue masih kuliah, berarti Emi masih sekolah) dan mungkin sampai akhirnya dia kuliah, dia masih sempat ngurusin sebuah komunitas. Belum lagi kegiatan nulis blognya untuk berbagi informasi, baik itu di blog sendiri maupun di sosial media semacam facebook.
Emi sukses menjadi influencer pada masa itu. Entah kenapa kok gue sekarang malah nggak pernah melihat dia aktif lagi seperti dulu itu. Gue belum menemukan jawabannya. Sementara asumsi gue adalah keterbatasan waktu untuk berselancar didunia maya karena tugas kuliah, praktikum lab dan lapang dan segala yang terkait sama kegiatan dijurusan gue. jurusan gue ini kegiatannya benar-benar menguras tenaga, waktu dan pikiran.
Gue dan Emi ketiduran. Lalu setelah makin malam, gue kebangun dan membangunkan Emi juga.
“Hmm. Zy, Kamu nggak apa-apa?” kata Emi lirih.
“Nggak apa-apa kenapa?” gue terdiam dulu beberapa saat. “Oh. Masalah kamu co-founder?”
“Iya. Maaf baru cerita. Kamu pasti nyesel dan pengen aku pergi kan?” katanya, memelas.
“NGGAK USAH DRAMA IDUP LO! GUE DAPETIN LO SUSAH PAYAH, MASA IYA GUE NYURUH LO PERGI CUMA GARA-GARA GITU DOANG! YA NGGAK LAH! Gue tadi cuman shock aja, pacar gue sekarang ternyata punya pengaruh juga, bahkan dulu gue pernah sebenci itu sama komunitas lo. Kita berarti itungannya pernah konfrontasi dulu. Haha.” Kata gue sambil beranjak dari kasur dan memakai sepatu.
Selanjutnya gue dan Emi melangkah keluar, ke parkiran mobil. Kami melanjutkan obrolan kami sambil jalan.
“Ya begitulah.”
“Tapi ya masalahnya apa? Toh gue yakin lo nggak ngarahin orang-orang buat berkelakuan kayak begitu kan? Buktinya lo minta maaf karena kelakuan mereka kan? Lagian emang sekarang lo masih aktif?”
“Ya nggak sih. Gue udah vakum beberapa lama. Tetep aja, gue takut lo benci sama gue.”
“Sekarang, gue emang benci sama lo.” gue menatap Emi tajam, “Benar-benar cinta.”
“Dih anj*ng.” air muka Emi langsung berubah ceria.
“Hahaha. Gue bangga kok sama lo. Gue seneng anak sepinter lo ternyata nggak secupu itu. Masih bisa ya lo ngurus komunitas begitu jaman dulu.” Kata gue memuji dia.
Gue merujuk kepada kebiasaan anak-anak pintar yang kelakuannya cupu, cuma belajar disekolah atau kampus, setelahnya pulang seperti nggak punya kehidupan lainnya.
“Iya, soalnya dulu gue bosen banget kerjaannya belajar mulu. Mana sekolah gue kan cuman dua taun.”
Gue yang sudah masuk kedalam mobil langsung menengok kearah Emi. Hal yang barusan gue dengar itu agak mengganggu gue. Ya, mengganggu untuk langsung ditanyakan.
“Dua taun?” gue menatap heran Emi.
“Gue anak Kelas Percepatan pas gue SMA dulu, Zy.” Katanya ragu.
“KENAPA BARU CERITA SEKARANG?” gue emosi, tapi senang banget dengernya.
“Ya gue pikir nggak begitu penting lah! Gue anak Kelas Percepatan, gue punya komunitas, gue ngeksis di Komunitas Jejepangan dulu terus kenapa? Nanti lo makin kaget lagi kalo gue nulis fanfiction di Lautan Indonesia juga?”
“LO PENULIS FANFICTION JUGA? BUSET! NANTI PAS MAKAN, LO MESTI CERITAIN SEMUANYA! HARUS!” gue memaksa.
Gue memacu mobil keluar parkiran hotel menuju pusat Kota dimana banyak tempat jual makanan. Gue merasa sangat excited. Gimana nggak? Ini benar-benar paket lengkap yang gue suka dan sepertinya akan melengkapi seluruh puzzle kehidupan gue. “Bonus” dari Emi ini banyak banget ternyata. Gue nggak nyangka Emi yang emang pinter dan cerdas ternyata sekolahnya akselerasi waktu SMA. Pantesan otaknya kayak orang kesurupan dan diatas rata-rata gitu kemampuannya.
Gue merasa sangat senang karena harus bertemu dengan Emi. Selain dia pintar dan cerdas, dia juga memiliki semua persyaratan di checklist gue, bahkan dikasih bonus hobi yang ternyata banyak samanya juga dengan gue. jadi intinya gue nggak salah memilih orang untuk gue perjuangkan sejauh ini. Semua yang gue butuhkan dan perlukan, ada semua di Emi.
Sungguh sangat memprihatinkan produksi koran dewasa ini. Sudah banyaknya media online dan semakin canggih HP yang ada pada saat itu, membuat produksi koran secara fisik menjadi lesu. PHK besar-besaran akhirnya harus dilakukan perusahaan demi efisiensi. Tidak sedikit juga perusahaan media cetak yang akhirnya harus gulung tikar atau mengubah model bisnisnya agar tidak tergerus kemajuan jaman dan teknologi.
Sudah mulai banyak media yang beralih dari fisik menjadi digital ketika itu. Tapi masih ada juga mencetak koran secara fisik. Ternyata, setelah gue bertanya oleh orang yang ada didalam lingkup produksi, permintaan atas koran fisik itu masih tinggi. Terutama didaerah-daerah diluar kota besar di Indonesia yang belum banyak tersentuh teknologi. Cara konvensional untuk menambah wawasan masih jadi pilihan utama.
Kemudahan era digital ini juga yang membuat banyak anak muda kreatif dan inovatif mulai berinovasi dengan bantuan kemudahan digital ini. Termasuk salah satunya Emi. Emi adalah orang yang sangat aktif dimedia sosial. Facebook harus gue akui udah dia kuasai, bahkan sampai ke bahasa pemrogramannya dia udah pernah bongkar. Sungguh luar biasa. Disamping kecerdasan secara akademik, ternyata Emi juga melek dengan teknologi.
Tetapi gue masih ada rasa penasarannya dengan dia. Dengan kemampuan menggunakan komputer dan fasilitas internet sefasih dan cukup dalam ini, masa iya dia nggak menghasilkan sesuatu yang berguna buat banyak orang? Itu yang rencananya akan gue tanyakan dan gali. Gue yakin banget Emi pasti punya akun tertentu atau bahkan produk tertentu yang memudahkan orang lain, entah itu aplikasi atau sekedar berbagi informasi.
Gue sudah mulai mengenal Emi lebih dalam dan tipikal dia itu seperti itu. Dia rela mengorbankan urusan pribadinya demi ngurusin orang lain. Atau minimal bikin orang lain senang. Hal yang kadang gue suka, tapi lama-lama, dengan model seperti ini, Emi menjadi seperti di manfaatkan semaksimal mungkin oleh teman-temannya. Ini yang gue jadinya nggak suka. Bantuan Emi selalu berusaha untuk dimaksimalkan untuk keuntungan teman-temannya semata.
Tes paling gampangnya ya waktu itu dia ultah. Dari segitu banyak orang yang mengaku mengenal dan akrab serta menyebut dirinya sahabat Emi, satupun nggak ada yang ngucapin hal kecil seperti ultah di hari H. malah taunya bikin surprise sembilan hari setelahnya. Gobl*k banget. hahaha.
“Kita di Hotel A aja ya, kan nyaman tuh. Sekalian refreshing. Hehe. gimana?” tanya gue.
“Yaudah boleh yank, disana aja. yang penting itu ada colokan, jadi mau charge HP atau laptop tetap aman.” Kata Emi.
“Emang perlu banget bawa laptop? Kerjaan atau skripsi kamu nggak bisa ditunda dulu?”
“Yah, daripada bosen. Hehehe.”
“Oh yaudah kalau gitu aku juga mau bawa laptop ya. ntar aku mau minta materi-materi lagu dari kamu lagi. Aku banyak film juga yang udah di download, nanti kita nonton ya.”
“Oke deh. Aku juga pingin nonton, udah lama nggak nonton bioskop. Hehehe.”
“Dulu sama mantan kamu nggak pernah ke bioskop emang?”
“Jarang banget. soalnya dia sibuk banget. anaknya pinter banget soalnya. Hehe.”
“Oh anak pinter yang doyan belajar ye. Hehehehe.”
“Ya nggak gitu juga sih. Hehehe.”
“Yaudah yang penting nanti jangan konsentrasinya ke laptop mulu ya Mi.”
“Okeeeh…. Hehehe.”
Weekend pun akhirnya tiba. Gue dan Emi sudah check in di hotel dan karena waktu masih siang, gue pun santai dulu aja. Sampai akhirnya malam tiba dan gue udah siap untuk tidur tapi masih menggunakan laptop gue, setelah tadi ngobrol-ngobrol dan makan sama Emi.
Emi yang bertingkah rada aneh bilang dia katanya mau ada pengakuan. Sesuatu yang membuat gue curiga awalnya. Apa semua drama yang baru aja gue lalui itu ternyata rekayasa dia untuk mengetes kesabaran gue. Pemikiran-pemikiran lainnya pun muncul. Pada akhirnya gue membiarkan Emi untuk ngomong.
“Zy, aku punya alter.”
“Hah? Alter gimana maksudnya?”
“Aku punya dua facebook Zy.”
“Oke? Masalahnya dimana?”
“Ya aku punya alter makanya punya dua Facebook.”
“Hmm. Emilya 1 sama Emilya 2 gitu?”
“Bukan. Tapi. Emilya dan Erika.”
Erika. Namanya yang asing tapi nggak asing ditelinga gue. Nama ini pernah gue dengar entah dari siapa atau darimana ya dulu. Seingat gue, dikomunitas kota gue kuliah ini, nama ini sudah cukup punya nama. Dan setelah berpikir keras, gue ingat Dinar pernah ngomong dia punya teman namanya Erika di komunitas jejepangan ketika ketemu di panggungan Radio Kota beberapa tahun lalu.
“Sebentaaarrrr. Erika? Erika Shi Shi something gitu bukan? Duuh dulu Dinar pernah bilang sama aku.”
“Erika Shinobu Akira...”
“Ya. Akira belakangnya, nama asli Reita kan? Segitu cintanya kamu sama Reita ya?”
“Cinta mati aku itu.”
“Oke. Terus?”
“Kamu nggak apa-apa?”
“Ya nggak apa-apa. Terus kenapa?”
“Di sana aku bukan Emilya, aku jadi diri aku yang lebih bebas lagi. Aku di sana lebih fokus ke komunitas Jejepangan kita.”
“Bagus dong? Masalahnya dimana? Hehehe. Kenapa tegang banget? Hahaha. Selama nggak alay kayak anak-anak di Komunitas Musik XYZ Indonesia noh, ya aku santai aja.”
Komunitas Musik XYZ Indonesia. Haha. Sebuah komunitas yang banyak berisi anak alay sok elitis dikalangan jejepangan. mereka terlalu mendewakan idola mereka dan nggak jarang juga mereka karena beberapa orang yang arogan ini, malah bikin acara komunitas jadi kacau dan rusuh. Rusuh dalam artian jadi berantakan rundown dan musiknya.
Kebanyakan band-band yang didukung itu membawakan lagu-lagu band visual kei, dengan dandanan yang tentunya ribet banget itu (gue dulu juga gitu sebenernya), tapi bedanya, ketika gue berusaha untuk memperbaiki cara main bandnya, mereka ini malah sibuk ngurusin dandannya dulu, main bandnya malah berantakan nggak karuan.
Itulah yang nggak enak dilihat sama sekali. Sudah mainnya berantakan dan nggak enak dinikmati bagi sebagian orang, banyakan gaya personil bandnya karena mementingkan dandan daripada skill, eh pendukungnya juga pada rese dan nggak jarang merendahkan selera musik orang lain.
Gue sudah menyukai musik metal dari jaman gue masih SD kelas 6. Tapi nggak serta merta gue menghina atau merendahkan teman-teman gue yang terlihat lebih gahar dan sangar dari gue secara fisik tapi hobinya dengerin Kangen band. Itu semua selera dan bagi gue menghormati selera musik orang itu ya nggak ada salahnya.
Awalnya juga gue nggak mempermasalahkan mereka dengan kelakuan ajaibnya. Tapi ketika mereka nggak mau mengapresiasi band lain yang nggak sejalan dengan selera mereka, bahkan melakukan penghinaan, itu yang gue nggak bisa terima. Band gue dulunya juga cukup dikenal oleh mereka, tapi akhirnya dilupakan karena ketika band gue mulai vakum, mereka baru aja berdiri komunitasnya.
Puncaknya itu adalah ketika dulu gue pernah ceritakan kalau gue pernah sepanggung dengan sebuah band yang awalnya ngefans dengan band gue, tapi ketika ngobrol-ngobrol malah terjadi konfrontasi antara drumer mereka dengan Arko, perkara masukan Arko supaya menggebuk drum dengan cara yang lebih baik.
Anak bandnya aja susah dikasih tau dan diberi masukan. Gue berpikir anak band itu layaknya influencer kalau di dunia nyata. Kalau bandnya aja susah dikasih tau, apalagi para penggemarnya. Walaupun banyak juga penggemar band metal atau jepangan visual kei yang waras macem Emi. Tapi jumlah orang-orang kayak Emi seperti selalu kalah dibanding yang alay-alay sok elit ini.
“Aku dulu pernah ribut sama anggota di Komunitas Musik XYZ Indonesia lho! Saking alaynya mereka! Sumpah dulu nih ya, jejepangan ga sealay itu. Kedatengan mereka bikin nambah alay dan bikin rusuh aja di sini. Sok jadi fans fanatik, sok band yang mereka idolakan jadi yang paling hebat dan tiada tandingannya! Ya band-band yang mereka idolain emang hebat tapi ya nggak usah gitu banget kali! Hahaha. Pernah tuh katanya sampe owner-nya Komunitas itu minta maaf begitu di sosmed karena kelakuan anak buahnya. Bodo amat aku sih.” Lanjut gue.
Nggak ada tanggapan dari Emi soal omongan gue barusan selama beberapa menit. Gue awalnya nggak curiga sampai akhirnya dia buka mulut lagi.
“Zy. Gue co-founder di Komunitas Musik XYZ Indonesia itu. Dan yang minta maaf di sosmed itu gue.”
Gue kaget seperti tersambar petir dimalam hari. Buset. Dunia sangat sempit berasanya ketika itu. Gue sama sekali nggak ada masalah dengan musik dari band tersebut, karena gue suka dan pernah juga mengcover beberapa lagu yang mereka bawakan. Tapi fansnya? Ini yang jadi masalah gue.
Ternyata, fans-fans rusuh sok fanatik dan elitis ini dikumpulkan oleh seorang yang gue sayang. Ya, Emi malah jadi founder dari komunitas yang nggak banget anggota-anggotanya tersebut. Gimana gue nggak kaget. Haha. Sebenernya gue nggak masalah Emi jadi founder disana, tapi yang gue masalahkan adalah kenapa punya anggota yang suka rusuh dan rese kayak gitu.
Gue memilih untuk menutup badan gue dengan selimut. Haha. Gue nggak enak sama Emi udah ngeledekin komunitas yang dibuat oleh Emi. Gue bingung harus ngomong apa. Akhirnya gue menutup diri gue dengan selimut sampai akhirnya kebablasan tidur. Haha.
Pada satu sisi, gue melihat kehebatan seorang Emi disini. Ketika disela kesibukan dia sekolah (komunitas ini muncul ketika gue masih kuliah, berarti Emi masih sekolah) dan mungkin sampai akhirnya dia kuliah, dia masih sempat ngurusin sebuah komunitas. Belum lagi kegiatan nulis blognya untuk berbagi informasi, baik itu di blog sendiri maupun di sosial media semacam facebook.
Emi sukses menjadi influencer pada masa itu. Entah kenapa kok gue sekarang malah nggak pernah melihat dia aktif lagi seperti dulu itu. Gue belum menemukan jawabannya. Sementara asumsi gue adalah keterbatasan waktu untuk berselancar didunia maya karena tugas kuliah, praktikum lab dan lapang dan segala yang terkait sama kegiatan dijurusan gue. jurusan gue ini kegiatannya benar-benar menguras tenaga, waktu dan pikiran.
Gue dan Emi ketiduran. Lalu setelah makin malam, gue kebangun dan membangunkan Emi juga.
“Hmm. Zy, Kamu nggak apa-apa?” kata Emi lirih.
“Nggak apa-apa kenapa?” gue terdiam dulu beberapa saat. “Oh. Masalah kamu co-founder?”
“Iya. Maaf baru cerita. Kamu pasti nyesel dan pengen aku pergi kan?” katanya, memelas.
“NGGAK USAH DRAMA IDUP LO! GUE DAPETIN LO SUSAH PAYAH, MASA IYA GUE NYURUH LO PERGI CUMA GARA-GARA GITU DOANG! YA NGGAK LAH! Gue tadi cuman shock aja, pacar gue sekarang ternyata punya pengaruh juga, bahkan dulu gue pernah sebenci itu sama komunitas lo. Kita berarti itungannya pernah konfrontasi dulu. Haha.” Kata gue sambil beranjak dari kasur dan memakai sepatu.
Selanjutnya gue dan Emi melangkah keluar, ke parkiran mobil. Kami melanjutkan obrolan kami sambil jalan.
“Ya begitulah.”
“Tapi ya masalahnya apa? Toh gue yakin lo nggak ngarahin orang-orang buat berkelakuan kayak begitu kan? Buktinya lo minta maaf karena kelakuan mereka kan? Lagian emang sekarang lo masih aktif?”
“Ya nggak sih. Gue udah vakum beberapa lama. Tetep aja, gue takut lo benci sama gue.”
“Sekarang, gue emang benci sama lo.” gue menatap Emi tajam, “Benar-benar cinta.”
“Dih anj*ng.” air muka Emi langsung berubah ceria.
“Hahaha. Gue bangga kok sama lo. Gue seneng anak sepinter lo ternyata nggak secupu itu. Masih bisa ya lo ngurus komunitas begitu jaman dulu.” Kata gue memuji dia.
Gue merujuk kepada kebiasaan anak-anak pintar yang kelakuannya cupu, cuma belajar disekolah atau kampus, setelahnya pulang seperti nggak punya kehidupan lainnya.
“Iya, soalnya dulu gue bosen banget kerjaannya belajar mulu. Mana sekolah gue kan cuman dua taun.”
Gue yang sudah masuk kedalam mobil langsung menengok kearah Emi. Hal yang barusan gue dengar itu agak mengganggu gue. Ya, mengganggu untuk langsung ditanyakan.
“Dua taun?” gue menatap heran Emi.
“Gue anak Kelas Percepatan pas gue SMA dulu, Zy.” Katanya ragu.
“KENAPA BARU CERITA SEKARANG?” gue emosi, tapi senang banget dengernya.
“Ya gue pikir nggak begitu penting lah! Gue anak Kelas Percepatan, gue punya komunitas, gue ngeksis di Komunitas Jejepangan dulu terus kenapa? Nanti lo makin kaget lagi kalo gue nulis fanfiction di Lautan Indonesia juga?”
“LO PENULIS FANFICTION JUGA? BUSET! NANTI PAS MAKAN, LO MESTI CERITAIN SEMUANYA! HARUS!” gue memaksa.
Gue memacu mobil keluar parkiran hotel menuju pusat Kota dimana banyak tempat jual makanan. Gue merasa sangat excited. Gimana nggak? Ini benar-benar paket lengkap yang gue suka dan sepertinya akan melengkapi seluruh puzzle kehidupan gue. “Bonus” dari Emi ini banyak banget ternyata. Gue nggak nyangka Emi yang emang pinter dan cerdas ternyata sekolahnya akselerasi waktu SMA. Pantesan otaknya kayak orang kesurupan dan diatas rata-rata gitu kemampuannya.
Gue merasa sangat senang karena harus bertemu dengan Emi. Selain dia pintar dan cerdas, dia juga memiliki semua persyaratan di checklist gue, bahkan dikasih bonus hobi yang ternyata banyak samanya juga dengan gue. jadi intinya gue nggak salah memilih orang untuk gue perjuangkan sejauh ini. Semua yang gue butuhkan dan perlukan, ada semua di Emi.
Diubah oleh yanagi92055 09-01-2020 12:41
itkgid dan 32 lainnya memberi reputasi
33
Tutup