- Beranda
- Stories from the Heart
Under The Influence
...
TS
AresTheGodOfWar
Under The Influence
UNDER THE INFLUENCE
Genre : Romance, Drama, Crime, Mature, Voyeur.
Terjemahan dari judul, dibawah pengaruh. Multi tafsir, bisa dibawah pengaruh zat tertentu, dibawah pengaruh pikiran, dibawah pengaruh perasaan dsb.
Agar supaya bisa tetap menikmati cerita, anggap saja gw hanya seorang tukang cilok yang halu tingkat tinggi. Kalian tak perlu repot autentikasi maupun investigasi. Terima kasih.
Terjemahan dari judul, dibawah pengaruh. Multi tafsir, bisa dibawah pengaruh zat tertentu, dibawah pengaruh pikiran, dibawah pengaruh perasaan dsb.
Agar supaya bisa tetap menikmati cerita, anggap saja gw hanya seorang tukang cilok yang halu tingkat tinggi. Kalian tak perlu repot autentikasi maupun investigasi. Terima kasih.
《《《《《《《《《 ❖ 》》》》》》》》》》
PREAMBULE
Quote:
Bonus mulustrasi.
Gw pake vectorizer online untuk menggambarkan karakter dalam cerita. Bukan asli pastinya.
Jika ada tokoh baru, nanti menyusul.
Gw pake vectorizer online untuk menggambarkan karakter dalam cerita. Bukan asli pastinya.
Jika ada tokoh baru, nanti menyusul.
Spoiler for Playlist:
Spoiler for mulus:
Quote:
Diubah oleh AresTheGodOfWar 10-01-2020 20:14
nona212 dan 23 lainnya memberi reputasi
24
11.7K
76
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•51.9KAnggota
Tampilkan semua post
TS
AresTheGodOfWar
#58
18
Gw melepas satu persatu aksesoris yang melekat di tubuh gw. Tak lupa menggeletakkan hp dan kunci motor di meja. Ketika bangkit dari duduk, gw mengamati celana gw yang robek sana sini.
"ambil wudhu dulu aja, nanti saya kasih sarung" Ujar Om Suryo lalu memberikan isyarat untuk mengikutinya.
Sepertinya Om Suryo menyadari bahwa celana gw memang kurang layak digunakan untuk sholat. Apalagi ini mau jadi imam. Gw mengikuti Om Suryo dari belakang. Melewati ruangan keluarga, disebelah kanan ruangan keluarga ada perpustakaan mini, di rak lemarinya banyak banget buku2. Tepat di sebelah perpustakaan mini, ada tempat yang jika dilihat dari banyak pajangan kaligrafi, alat2 sholat, ini pasti mushola mini biasa buat sholat. Didalam mushola mini itu ada sebuah pintu yang ternyata menuju ke tempat wudhu, ada 2 keran air di dalam ruangan kecil itu.
Singkat cerita, akhirnya petang hari itu, untuk pertama kalinya dalam hidup gw menjadi imam sholat. Beda banget rasanya dengan jadi makmum. Untuk 2 rakaat sholat subuh, magrib dan isya itu kan dianjurkan lantang bacaannya. Kalau sendirian sih tak ada beban, tajwid berantakan, ngebut juga gak masalah. Ketika kita berada di shaf paling depan sebagai imam, ada perasaan yang gimana ya... Sulit dijelaskan, semacam rasa tanggung jawab sebagai pemimpin.
"Gimana Lex kesannya?" Tanya Om Suryo setelah selesai sholat, istri Om Suryo dan Ryo masih tetap duduk diatas sajadahnya.
Mengingat ini adalah pengalaman pertama gw, jujur gw terharu. Speechless kalau ditanya kesannya apa.
"Tajwidnya bagus kamu. Merdu, syahdu, gak sembarangan itu belajarnya."
Gw terkekeh menanggapi pujian dari Om Suryo.
"Saya pertama kali khatam itu kelas 3 SD Om, tahun berikutnya disuruh ngulang, belajar tajwid, lalu tahun berikutnya ngulang lagi, belajar murottal, belajar jenis2 maqom. Paling susah Om yang terakhir itu, setiap maqom itu punya irama beda2, ada rumus dan teorinya, ada cirinya masing2. Saya belajar maqom bayyati surat Al-Fatihah aja masih belum lulus Om, kadang iramanya kecampur2 hahaha..."
Om Suryo terlihat begitu serius menyimak penjelasan gw, sesekali dia mengangguk-angguk, mengelus2 dagunya.
"Itu baru membaca dan cara melantunkan ya? Belum lagi penghayatan dan pemahaman makna. Masya Allah... Merasa hanya secuil lah ilmu saya ini. Jadi, kalau job kamu ditambah ngajarin Ryo ngaji, hafalan surat pendek, ada tambahan diluar kesepakatan tadi atau tidak?"
Lagi2 penawaran dari Om Suryo membuat harus berpikir dan menimbang-nimbang. Gw menatap Ryo, dulu waktu bokap gw begitu kerasnya mendidik gw, kurang lebih seumuran Ryo ini.
"Masih sama Om, sudah lebih dari cukup. Jujur, setelah lulus SD saya gak pernah baca2 lagi Om, tapi semuanya masih melekat di kepala."
Untuk kedua kalinya Om Suryo mengulurkan telapak tangannya sebagai tanda deal kesepakatan.
"Mulai besok, Ryo yang anter jemput ke sekolah Om Alex ya... Pulang sekolah belajar ngaji dengan Om Alex"
Ryo terlihat girang, sedari tadi duduk kalem, setelah sungkem dengan Ayahnya dia melepas sarung dan pecinya dan kembali pecicilan seperti biasanya.
Gw dan Om Suryo kembali meneruskan obrolan di teras belakang rumah. Rupanya suara gemericik air yang terdengar itu berasal dari air terjun buatan di sebuah kolam berisi ikan koi.
"Nomor hp kamu mana sini, saya kirim ke anak saya, biar nanti kalau sudah pulang langsung telpon kamu"
Gw menyebutkan nomor hp gw, tak lama kemudian, istri Om Suryo datang dengan membawa nampan yang berisi dua cangkir teh. Sebenernya daritadi gw itu pengen ngerokok, tapi gak enak. Biasanya kan ada orang yang anti asap rokok. Tapi, dari yang gw lihat di meja teras belakang ini, ada sebuah asbak, membuat gw tanpa ragu mengeluarkan bungkus rokok dari saku celana beserta korek gasnya.
"Maaf ya Om..."
Gw menyeruput teh yang tersedia di meja, mengeluarkan sebatang rokok dari bungkusnya lalu menyalakannya. Om Suryo nampak sedang fokus dengan hp nya, mungkin mengirimkan nomor gw ke anaknya.
"Mana hp kamu? Sudah di miscall anak saya barusan."
Gw merogoh2 saku celana, baru inget hp gw tadi kan gw geletakin di meja depan.
"Oh iya, tadi di meja depan Om" Ujar gw
Om Suryo berteriak memanggil sebuah nama yang kemungkinan besar wanita paruh baya yang membukakan gerbang tadi sore. Sesuai dugaan gw, tak lama wanita paruh baya yang tadi sore datang.
"Tolong ambilkan hp dimeja depan, ini Alex, mulai besok yang anter jemput anak2. Ini Mbak Ijah Lex, kalau lapar, haus minta apa2 sama mbak ijah ya..." Ujar Om Suryo menjelaskan.
Sebatang rokok sudah habis gw hisap. Om Suryo terlihat lebih fokus ke hp nya. Tak ada percakapan berarti. Gw hanya bisa menikmati suasana diteras belakang rumah ini. Gw liat jam di hp jam 8 kurang, jadi keinget Sandra, dari pagi gw belum telp/sms sama sekali. Biasanya memang Sandra gak pernah hubungin gw duluan.
"Kamu langsung ke rumah sakit saja ya Lex? Standby disana, paling malam jam 10."
Mengiyakan perintah Om Suryo, gw bangkit dari duduk, lalu mengekor dibelakang Om Suryo. Gw diberikan kunci mobil beserta STNK nya. Ternyata mobilnya berbeda dengan yang tadi pagi digunakan Om Suryo. Menurut Om Suryo, sebenarnya mobil yang ini buat anak perempuannya. Tapi hingga sekarang, anak perempuannya itu belum juga mahir nyetir sendiri.
Setelah kunci dan STNK gw pegang, gw mengeluarkan mobil dari dalam garasi. Gw pamit dan langsung meluncur menuju RS tempat dimana anak perempuan Om Suryo koas.
-------------------------
Diperjalanan menuju RS, gw memikirkan bagaimana nantinya bersikap di depan orang yang bisa dikatakan adalah majikan baru gw. Kalau membahas tentang ilmu kedokteran kayaknya gw nyerah, gak paham sama sekali istilah2nya. Sebenernya akan lebih gak memusingkan jika status gw hanya sekedar sopir. Tapi job desc yang diutarakan Om Suryo membuat gw mempunyai tugas selain mengemudi.
Sesampainya diparkiran RS, gw mengirimkan SMS ke kontak yang gw beri nama Laura. Gw mengirimkan SMS yang mengkonfirmasi bahwa gw sudah ada diparkiran. Menit2 berlalu, tak ada juga balasan. Akhirnya gw jalan2, cari angin. Jenuh banget rasanya menunggu, 2 batang rokok itu kira2 menghabiskan waktu kurang lebih 30 menit. Jalan mondar mandir, duduk, jalan lagi, mondar mandir lagi, duduk lagi. Akhirnya gw masuk kedalem mobil. Iseng gw baca2 sebuah buku tebal yang tergeletak di jok mobil sebelah kiri.
Baru halaman pertama, otak gw udah gak nyampe hahaha... Materinya full english begini. Bener2 luar biasa lah emang anak2 kedokteran. Orang2 uneducated kayak gw mah gak ada apa2nya.
Lelah menunggu, akhirnya ada pencerahan, hp gw bergetar, ada panggilan masuk dari kontak yang gw beri nama Laura. Dari seberang telpon Laura menanyakan posisi parkir gw, sebagai extraordinary driver, gw inisiatif dong menyarankan gw aja yang menghampiri kesana. Kan kasian majikan baru gw jalan jauh2 ke tempat parkir.
Di depan lobby sebuah gedung RS, gw memberhentikan mobil, lalu keluar mobil tengok kanan kiri. Ada beberapa orang yang duduk di lobby, tapi dari sekian orang itu, hanya satu yang kemungkinan besar anak perempuannya Om Suryo. Kalau diliat2 dari foto keluarga di ruang tamu yang masih kecil, agak berbeda memang dengan yang sekarang. Tapi jas putih yang dikenakannya membuat gw yakin.
Dari kejauhan, cewek dengan jas putih itu masih fokus dengan buku ditangannya. Gw pencet klakson sekali, dia langsung noleh ke arah mobil. Dia menutup bukunya dan bangkit dari duduk lalu berjalan menuju ke arah mobil. Berarti gak salah lagi, cewek itu yang bernama Laura, mengenakan setelan rok hitam dan jas putih, kacamata, rambutnya panjang agak bergelombang, kayaknya bergelombang hasil salon, bukan alami.
"Kak Alex kan? Maaf ya Kak agak lama"
Dalem hati gw, "oh ini yang namanya Laura...". Beda banget dengan yang di foto keluarga. Lebih keliatan dewasa, agak putih dikit dari yang difoto. Cewek kalau sudah metamorfosis memang luar biasa, apalagi itu mantan, wah bisa bikin nyesel deh pokoknya haha...
"Laper gak Kak? Cari apa ya Kak?"
Gw laper sih sebenernya, dari pagi belum makan.
"Saya ada nih non rekomendasi, ada bandreknya, ada roti bakar, pisang bakar, suasananya juga enak"
Gw pun memberikan rekomendasi yang menurut gw sesuai lah, gw perhatiin Laura itu lagi kurang fit, suaranya agak bindeng, kadang batuk2.
"Apa sih Kak, pake non segala, santai aja lah Kak. Biasanya aku kalo dijemput Ayah langsung pulang, abis pulang tidur, paginya bangun, ke RS lagi. Gak bisa menikmati hidup banget..."
Memang bener kata Om Suryo. Anaknya yang satu ini beban pendidikannya berat banget. Gw itu sebenernya mau nanya kepo udah ada pacar apa belum. Tapi gak berani. Gw hanya bisa menjadi pendengar yang baik, mendengarkan keluh kesah.
Sesampainya disebuah kafe, gw berdua memesan pesanan masing2. Tanpa jas putih dan kacamata, menurut gw Laura lebih manis. Gw berusaha tetap profesional, gak berani lancang, selain itu, gw juga udah punya Sandra.
"Nyicip satu ya Kak" Ujar Laura mengambil sebatang rokok gw yang tergeletak di meja.
"Jangan bilang2 Ayah ya Kak" Lanjut Laura yang gw tanggapi dengan mengacungkan jempol.
"Huek... Gak enak Kak"
Gw terkekeh, baru satu hisapan, Laura langsung mematikan rokok ditangannya. Lalu dia membuka tasnya mengeluarkan botol kecil parfum untuk disemprotkan ke tangannya dan bagian leher.
"Saya tadi iseng buka buku yang di jok, eh baru halaman pertama udah sakit kepala, emang buku2nya gak ada yang bahasa indonesia ya?"
Gw membahas tentang buku yang menurut gw akan lebih sulit dipelajari jika bukan bahasa indonesia.
"Ada sih sebenernya yang terjemahan Kak, tapi dunia medis itu terus berkembang Kak, sedangkan nunggu yang terjemahan bisa 5 tahun lebih. Beda Kak dengan buku anak SMA. Baca yang terjemahan bisa ketinggalan banget penelitian2 terbaru dan sebagainya"
Gw manggut2 mendengar penjelasan Laura.
"Kamu bisa paham isinya?" Tanya gw penasaran.
"Ya paham lah Kak, bukan sombong nih Kak, kalau untuk beberapa fakultas itu level tes nya diatas toefl, tes SAT namanya"
Gw menghisap dalam2 rokok gw. Walaupun gw gak paham entah apa itu, tapi cukup menarik menurut gw.
"Kalo aku kemampuan membaca, memahaminya kurang, jadi gak efektif dong belajarnya."
Dua jempol deh gw kasih buat Laura. Dari obrolan dengan Laura, gw jadi bisa tau dan sedikit memahami bagaimana susahnya untuk menyandang gelar dokter. Sudah ada gelar dokter, sudah bisa buka praktek pun masih ada tahapan pemilihan spesialis. Bisa makan waktu 12 tahun jika dihitung dari masuk kuliah.
"Kamu mau pilih spesialis apa nih?" Tanya gw makin interest dengan pembahasan.
"Masih bingung Kak, yang paling menantang itu forensik Kak, pernah kebayang gak Kak otopsi mayat? Pengalaman pertama aku, hampir keluar semua ini isi perut hahaha... Tau gak Kak bau yang paling busuk itu bagian tubuh mana?"
Gw geleng2 kepala, cuma bisa melongo menunggu jawaban dan penjelasan dari Laura.
"Usus Kak, begitu usus itu dibelah, lalu isinya disendokin, waduh... itu aroma yang paling bau di dunia menurut aku hahaha..."
Mendadak mual gw dengernya, nyesel juga gw nanya2.
"Yang bikin aku tertarik dengan forensik itu, bisa mengungkap kasus2 gitu Kak, kan keren tuh. Tapi mungkin aku lebih cenderung ke psikiatri forensik nanti. Misalnya nih ya Kak, ada penjahat ketangkep tuh, nah itu tugasnya menganalisa kejiwaannya. Bisa juga menganalisa bohong atau jujurnya seseorang. Macem2 lah pokoknya."
Dalem hati gw, mbuh lah. Kapok deh gw nanya2 dengan Laura tentang kedokteran, bisa keram otak gw. Berhubung sudah jam 10 lewat, malam itu akhirnya gw menyudahi percakapan.
Diperjalanan pulang, hp gw bergetar. Mudah banget ditebak siapa yang nelpon, kalo bukan Sandra, mentok2 Jason. Gw gak enak posisi lagi nyetir mau angkat telponnya.
"Angkat lah Kak, siapa tau penting" Ujar Laura yang melihat saku celana gw berkedip2.
Akhirnya gw pun merogoh saku celana gw. Setelah dilihat, ternyata Sandra. Dari pagi sampe malem gini gak ada kabar bisa di interogasi abis2an gw.
Gw : "Ya..."
Gw mengangkat telpon dari Sandra. Tapi lama gak ada jawaban.
Sandra : "Kayak ada suara cewek, kamu dimana?"
Ah ribet ini jelasinnya, gak mungkin juga gw nyuruh Laura berenti nyanyi2 ngikutin lagu di radio.
Gw : "30 menit lagi aku kerumah kamu, nanti aku ceritain"
Gw tutup aja deh sebelum Sandra bawel nanya ini itu.
"ambil wudhu dulu aja, nanti saya kasih sarung" Ujar Om Suryo lalu memberikan isyarat untuk mengikutinya.
Sepertinya Om Suryo menyadari bahwa celana gw memang kurang layak digunakan untuk sholat. Apalagi ini mau jadi imam. Gw mengikuti Om Suryo dari belakang. Melewati ruangan keluarga, disebelah kanan ruangan keluarga ada perpustakaan mini, di rak lemarinya banyak banget buku2. Tepat di sebelah perpustakaan mini, ada tempat yang jika dilihat dari banyak pajangan kaligrafi, alat2 sholat, ini pasti mushola mini biasa buat sholat. Didalam mushola mini itu ada sebuah pintu yang ternyata menuju ke tempat wudhu, ada 2 keran air di dalam ruangan kecil itu.
Singkat cerita, akhirnya petang hari itu, untuk pertama kalinya dalam hidup gw menjadi imam sholat. Beda banget rasanya dengan jadi makmum. Untuk 2 rakaat sholat subuh, magrib dan isya itu kan dianjurkan lantang bacaannya. Kalau sendirian sih tak ada beban, tajwid berantakan, ngebut juga gak masalah. Ketika kita berada di shaf paling depan sebagai imam, ada perasaan yang gimana ya... Sulit dijelaskan, semacam rasa tanggung jawab sebagai pemimpin.
"Gimana Lex kesannya?" Tanya Om Suryo setelah selesai sholat, istri Om Suryo dan Ryo masih tetap duduk diatas sajadahnya.
Mengingat ini adalah pengalaman pertama gw, jujur gw terharu. Speechless kalau ditanya kesannya apa.
"Tajwidnya bagus kamu. Merdu, syahdu, gak sembarangan itu belajarnya."
Gw terkekeh menanggapi pujian dari Om Suryo.
"Saya pertama kali khatam itu kelas 3 SD Om, tahun berikutnya disuruh ngulang, belajar tajwid, lalu tahun berikutnya ngulang lagi, belajar murottal, belajar jenis2 maqom. Paling susah Om yang terakhir itu, setiap maqom itu punya irama beda2, ada rumus dan teorinya, ada cirinya masing2. Saya belajar maqom bayyati surat Al-Fatihah aja masih belum lulus Om, kadang iramanya kecampur2 hahaha..."
Om Suryo terlihat begitu serius menyimak penjelasan gw, sesekali dia mengangguk-angguk, mengelus2 dagunya.
"Itu baru membaca dan cara melantunkan ya? Belum lagi penghayatan dan pemahaman makna. Masya Allah... Merasa hanya secuil lah ilmu saya ini. Jadi, kalau job kamu ditambah ngajarin Ryo ngaji, hafalan surat pendek, ada tambahan diluar kesepakatan tadi atau tidak?"
Lagi2 penawaran dari Om Suryo membuat harus berpikir dan menimbang-nimbang. Gw menatap Ryo, dulu waktu bokap gw begitu kerasnya mendidik gw, kurang lebih seumuran Ryo ini.
"Masih sama Om, sudah lebih dari cukup. Jujur, setelah lulus SD saya gak pernah baca2 lagi Om, tapi semuanya masih melekat di kepala."
Untuk kedua kalinya Om Suryo mengulurkan telapak tangannya sebagai tanda deal kesepakatan.
"Mulai besok, Ryo yang anter jemput ke sekolah Om Alex ya... Pulang sekolah belajar ngaji dengan Om Alex"
Ryo terlihat girang, sedari tadi duduk kalem, setelah sungkem dengan Ayahnya dia melepas sarung dan pecinya dan kembali pecicilan seperti biasanya.
Gw dan Om Suryo kembali meneruskan obrolan di teras belakang rumah. Rupanya suara gemericik air yang terdengar itu berasal dari air terjun buatan di sebuah kolam berisi ikan koi.
"Nomor hp kamu mana sini, saya kirim ke anak saya, biar nanti kalau sudah pulang langsung telpon kamu"
Gw menyebutkan nomor hp gw, tak lama kemudian, istri Om Suryo datang dengan membawa nampan yang berisi dua cangkir teh. Sebenernya daritadi gw itu pengen ngerokok, tapi gak enak. Biasanya kan ada orang yang anti asap rokok. Tapi, dari yang gw lihat di meja teras belakang ini, ada sebuah asbak, membuat gw tanpa ragu mengeluarkan bungkus rokok dari saku celana beserta korek gasnya.
"Maaf ya Om..."
Gw menyeruput teh yang tersedia di meja, mengeluarkan sebatang rokok dari bungkusnya lalu menyalakannya. Om Suryo nampak sedang fokus dengan hp nya, mungkin mengirimkan nomor gw ke anaknya.
"Mana hp kamu? Sudah di miscall anak saya barusan."
Gw merogoh2 saku celana, baru inget hp gw tadi kan gw geletakin di meja depan.
"Oh iya, tadi di meja depan Om" Ujar gw
Om Suryo berteriak memanggil sebuah nama yang kemungkinan besar wanita paruh baya yang membukakan gerbang tadi sore. Sesuai dugaan gw, tak lama wanita paruh baya yang tadi sore datang.
"Tolong ambilkan hp dimeja depan, ini Alex, mulai besok yang anter jemput anak2. Ini Mbak Ijah Lex, kalau lapar, haus minta apa2 sama mbak ijah ya..." Ujar Om Suryo menjelaskan.
Sebatang rokok sudah habis gw hisap. Om Suryo terlihat lebih fokus ke hp nya. Tak ada percakapan berarti. Gw hanya bisa menikmati suasana diteras belakang rumah ini. Gw liat jam di hp jam 8 kurang, jadi keinget Sandra, dari pagi gw belum telp/sms sama sekali. Biasanya memang Sandra gak pernah hubungin gw duluan.
"Kamu langsung ke rumah sakit saja ya Lex? Standby disana, paling malam jam 10."
Mengiyakan perintah Om Suryo, gw bangkit dari duduk, lalu mengekor dibelakang Om Suryo. Gw diberikan kunci mobil beserta STNK nya. Ternyata mobilnya berbeda dengan yang tadi pagi digunakan Om Suryo. Menurut Om Suryo, sebenarnya mobil yang ini buat anak perempuannya. Tapi hingga sekarang, anak perempuannya itu belum juga mahir nyetir sendiri.
Setelah kunci dan STNK gw pegang, gw mengeluarkan mobil dari dalam garasi. Gw pamit dan langsung meluncur menuju RS tempat dimana anak perempuan Om Suryo koas.
-------------------------
Diperjalanan menuju RS, gw memikirkan bagaimana nantinya bersikap di depan orang yang bisa dikatakan adalah majikan baru gw. Kalau membahas tentang ilmu kedokteran kayaknya gw nyerah, gak paham sama sekali istilah2nya. Sebenernya akan lebih gak memusingkan jika status gw hanya sekedar sopir. Tapi job desc yang diutarakan Om Suryo membuat gw mempunyai tugas selain mengemudi.
Sesampainya diparkiran RS, gw mengirimkan SMS ke kontak yang gw beri nama Laura. Gw mengirimkan SMS yang mengkonfirmasi bahwa gw sudah ada diparkiran. Menit2 berlalu, tak ada juga balasan. Akhirnya gw jalan2, cari angin. Jenuh banget rasanya menunggu, 2 batang rokok itu kira2 menghabiskan waktu kurang lebih 30 menit. Jalan mondar mandir, duduk, jalan lagi, mondar mandir lagi, duduk lagi. Akhirnya gw masuk kedalem mobil. Iseng gw baca2 sebuah buku tebal yang tergeletak di jok mobil sebelah kiri.
Baru halaman pertama, otak gw udah gak nyampe hahaha... Materinya full english begini. Bener2 luar biasa lah emang anak2 kedokteran. Orang2 uneducated kayak gw mah gak ada apa2nya.
Lelah menunggu, akhirnya ada pencerahan, hp gw bergetar, ada panggilan masuk dari kontak yang gw beri nama Laura. Dari seberang telpon Laura menanyakan posisi parkir gw, sebagai extraordinary driver, gw inisiatif dong menyarankan gw aja yang menghampiri kesana. Kan kasian majikan baru gw jalan jauh2 ke tempat parkir.
Di depan lobby sebuah gedung RS, gw memberhentikan mobil, lalu keluar mobil tengok kanan kiri. Ada beberapa orang yang duduk di lobby, tapi dari sekian orang itu, hanya satu yang kemungkinan besar anak perempuannya Om Suryo. Kalau diliat2 dari foto keluarga di ruang tamu yang masih kecil, agak berbeda memang dengan yang sekarang. Tapi jas putih yang dikenakannya membuat gw yakin.
Dari kejauhan, cewek dengan jas putih itu masih fokus dengan buku ditangannya. Gw pencet klakson sekali, dia langsung noleh ke arah mobil. Dia menutup bukunya dan bangkit dari duduk lalu berjalan menuju ke arah mobil. Berarti gak salah lagi, cewek itu yang bernama Laura, mengenakan setelan rok hitam dan jas putih, kacamata, rambutnya panjang agak bergelombang, kayaknya bergelombang hasil salon, bukan alami.
"Kak Alex kan? Maaf ya Kak agak lama"
Dalem hati gw, "oh ini yang namanya Laura...". Beda banget dengan yang di foto keluarga. Lebih keliatan dewasa, agak putih dikit dari yang difoto. Cewek kalau sudah metamorfosis memang luar biasa, apalagi itu mantan, wah bisa bikin nyesel deh pokoknya haha...
"Laper gak Kak? Cari apa ya Kak?"
Gw laper sih sebenernya, dari pagi belum makan.
"Saya ada nih non rekomendasi, ada bandreknya, ada roti bakar, pisang bakar, suasananya juga enak"
Gw pun memberikan rekomendasi yang menurut gw sesuai lah, gw perhatiin Laura itu lagi kurang fit, suaranya agak bindeng, kadang batuk2.
"Apa sih Kak, pake non segala, santai aja lah Kak. Biasanya aku kalo dijemput Ayah langsung pulang, abis pulang tidur, paginya bangun, ke RS lagi. Gak bisa menikmati hidup banget..."
Memang bener kata Om Suryo. Anaknya yang satu ini beban pendidikannya berat banget. Gw itu sebenernya mau nanya kepo udah ada pacar apa belum. Tapi gak berani. Gw hanya bisa menjadi pendengar yang baik, mendengarkan keluh kesah.
Sesampainya disebuah kafe, gw berdua memesan pesanan masing2. Tanpa jas putih dan kacamata, menurut gw Laura lebih manis. Gw berusaha tetap profesional, gak berani lancang, selain itu, gw juga udah punya Sandra.
"Nyicip satu ya Kak" Ujar Laura mengambil sebatang rokok gw yang tergeletak di meja.
"Jangan bilang2 Ayah ya Kak" Lanjut Laura yang gw tanggapi dengan mengacungkan jempol.
"Huek... Gak enak Kak"
Gw terkekeh, baru satu hisapan, Laura langsung mematikan rokok ditangannya. Lalu dia membuka tasnya mengeluarkan botol kecil parfum untuk disemprotkan ke tangannya dan bagian leher.
"Saya tadi iseng buka buku yang di jok, eh baru halaman pertama udah sakit kepala, emang buku2nya gak ada yang bahasa indonesia ya?"
Gw membahas tentang buku yang menurut gw akan lebih sulit dipelajari jika bukan bahasa indonesia.
"Ada sih sebenernya yang terjemahan Kak, tapi dunia medis itu terus berkembang Kak, sedangkan nunggu yang terjemahan bisa 5 tahun lebih. Beda Kak dengan buku anak SMA. Baca yang terjemahan bisa ketinggalan banget penelitian2 terbaru dan sebagainya"
Gw manggut2 mendengar penjelasan Laura.
"Kamu bisa paham isinya?" Tanya gw penasaran.
"Ya paham lah Kak, bukan sombong nih Kak, kalau untuk beberapa fakultas itu level tes nya diatas toefl, tes SAT namanya"
Gw menghisap dalam2 rokok gw. Walaupun gw gak paham entah apa itu, tapi cukup menarik menurut gw.
"Kalo aku kemampuan membaca, memahaminya kurang, jadi gak efektif dong belajarnya."
Dua jempol deh gw kasih buat Laura. Dari obrolan dengan Laura, gw jadi bisa tau dan sedikit memahami bagaimana susahnya untuk menyandang gelar dokter. Sudah ada gelar dokter, sudah bisa buka praktek pun masih ada tahapan pemilihan spesialis. Bisa makan waktu 12 tahun jika dihitung dari masuk kuliah.
"Kamu mau pilih spesialis apa nih?" Tanya gw makin interest dengan pembahasan.
"Masih bingung Kak, yang paling menantang itu forensik Kak, pernah kebayang gak Kak otopsi mayat? Pengalaman pertama aku, hampir keluar semua ini isi perut hahaha... Tau gak Kak bau yang paling busuk itu bagian tubuh mana?"
Gw geleng2 kepala, cuma bisa melongo menunggu jawaban dan penjelasan dari Laura.
"Usus Kak, begitu usus itu dibelah, lalu isinya disendokin, waduh... itu aroma yang paling bau di dunia menurut aku hahaha..."
Mendadak mual gw dengernya, nyesel juga gw nanya2.
"Yang bikin aku tertarik dengan forensik itu, bisa mengungkap kasus2 gitu Kak, kan keren tuh. Tapi mungkin aku lebih cenderung ke psikiatri forensik nanti. Misalnya nih ya Kak, ada penjahat ketangkep tuh, nah itu tugasnya menganalisa kejiwaannya. Bisa juga menganalisa bohong atau jujurnya seseorang. Macem2 lah pokoknya."
Dalem hati gw, mbuh lah. Kapok deh gw nanya2 dengan Laura tentang kedokteran, bisa keram otak gw. Berhubung sudah jam 10 lewat, malam itu akhirnya gw menyudahi percakapan.
Diperjalanan pulang, hp gw bergetar. Mudah banget ditebak siapa yang nelpon, kalo bukan Sandra, mentok2 Jason. Gw gak enak posisi lagi nyetir mau angkat telponnya.
"Angkat lah Kak, siapa tau penting" Ujar Laura yang melihat saku celana gw berkedip2.
Akhirnya gw pun merogoh saku celana gw. Setelah dilihat, ternyata Sandra. Dari pagi sampe malem gini gak ada kabar bisa di interogasi abis2an gw.
Gw : "Ya..."
Gw mengangkat telpon dari Sandra. Tapi lama gak ada jawaban.
Sandra : "Kayak ada suara cewek, kamu dimana?"
Ah ribet ini jelasinnya, gak mungkin juga gw nyuruh Laura berenti nyanyi2 ngikutin lagu di radio.
Gw : "30 menit lagi aku kerumah kamu, nanti aku ceritain"
Gw tutup aja deh sebelum Sandra bawel nanya ini itu.
bayumyne dan 2 lainnya memberi reputasi
3



