Kaskus

Story

yanagi92055Avatar border
TS
yanagi92055
Pencarian Belum Usai [TRUE STORY] - SEASON 3
Selamat Datang di Thread Gue 
(私のスレッドへようこそ)


Pencarian Belum Usai [TRUE STORY] - SEASON 3


TERIMA KASIH BANYAK ATAS ATENSI DAN APRESIASI YANG TELAH GANSIS READERBERIKAN DI DUA TRIT GUE SEBELUMNYA. SEMOGA DI TRIT SELANJUTNYA INI, GUE DAPAT MENUNJUKKAN PERFORMA TERBAIK GUE DALAM PENULISAN DAN PACKAGING CERITA AGAR SEMUA READER YANG BERKUNJUNG DISINI SELALU HAPPY DAN TERHIBUR

Spoiler for Season 1 dan Season 2:


Last Season, on Muara Sebuah Pencarian - Season 2 :
Quote:




INFORMASI TERKAIT UPDATE TRIT ATAU KEMUNGKINAN KARYA LAINNYA BISA JUGA DI CEK DI IG: @yanagi92055 SEBAGAI ALTERNATIF JIKA NOTIF KASKUS BERMASALAH


Spoiler for INDEX SEASON 3:


Spoiler for LINK BARU PERATURAN & MULUSTRASI SEASON 3:



Quote:


Quote:

Quote:
Polling
Poll ini sudah ditutup. - 83 suara
Perlukah Seri ini dilanjutkan?
Perlu
99%
Tidak Perlu
1%
Diubah oleh yanagi92055 08-09-2020 10:25
sehat.selamat.Avatar border
JabLai cOYAvatar border
al.galauwiAvatar border
al.galauwi dan 142 lainnya memberi reputasi
133
342.8K
4.9K
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread51.8KAnggota
Tampilkan semua post
yanagi92055Avatar border
TS
yanagi92055
#923
Malah Terkejut Balik
Hari jumat malam itu gue pulang kerumah orang tua gue aja. Sabtunya gue emang berencana buat nemenin Dee di kota, lalu berangkat ke ibukota. Katanya ada beberapa barang dan pakaian yang mau dia beli. Mungkin buat kebutuhan kerjanya aja kali. Gue iyain aja biar cepet. Gue juga males sebenarnya lama-lama sama dia. Toh bahasannya nggak banyak berubah. Seputar pekerjaannya aja, sama cowok yang dulu selalu nyusahin dia menurut versi dia, si pitak.

Sepanjang hari itu ya berlangsung normal-normal aja. Tadinya gue mau temenin sampai hari minggu. Gue antar aja deh dia ke bandara. Tapi karena bahasannya basi dan terkesan mau terus mengendalikan gue, gue males. Gue hanya nemenin dia sampai hari sabtu malam. Lalu dia pulang ke hotel dan disana dia bertemu dengan teman-temannya.

Dee bertingkah mulai rada aneh. Dari mulai mau tau tentang sejauh mana hubungan gue dengan Emi yang nggak pernah gue ceritakan sama sekali. Lalu dia berlagak seolah dia masih pacar gue dengan meminta ini itu dan menuntut ini itu. Gobl*knya gue, nurut aja lagi. Sebenarnya gue nurut itu bukan mau gimana-gimana, gue mau cepet kelar urusan menemani dia. Makanya gue iya-iyain aja.

Dee kebiasaan banget kalau udah mendominasi tuh. Kesannya kayak yang punya kuasa terhadap hidup gue. Bahkan yang sekarang ketika gue dan dia udah nggak berhubungan aja, malah makin-makin. Apalagi mengetahui kalau gue udah ada pengganti dia. Di pikiran dia, gue udah ada calon pengganti. Tapi kalau dipikiran gue, ya emang posisi dia udah diganti.

Gue dan Dee sempat bertemu dengan Anis untuk makan malam bersama sebelum Dee kembali ke hotel. Anis dan Dee emang janjian diibukota saat itu.

“Wah udah lama nggak liat kalian bareng. Dan gue melihat kalian masih cocok aja ya. haha.” Kata Anis di suatu restoran.

“Bisa aja lo Nis. Kita kan tetap berhubungan baik walaupun udah nggak sama-sama, ya kan Zi?” kata Dee.

“Haha begitulah.” Jawab gue singkat.

“Dee, lo nggak kesini aja sekalian menetap? Kan bisa sama-sama Ija lagi. Bisa deket lagi sama gue. kan enak.”

“Ah belum tau juga gue. dan kayaknya Zizi udah nggak terlalu kepingin kalau gue membina hubungan lagi sama gue.” kata Dee.

“Biasa aja kok. Lagian logis aja sih mikirnya, dulu nggak mau berjuang, masa sekarang tiba-tiba jadi mau berjuang. Aneh aja Dee. Haha.” Ujar gue.

Anis memandang gue seolah gue punya rahasia dengannya. Emang iya. Gue memiliki rahasia dengannya. Tapi ya kalaupun dia mau cerita tentang bagaimana agresifnya dia dulu ke gue, ya nggak masalah. Toh Dee bukan lagi siapa-siapa gue. nothing to lose aja kan. Atau alternatif lain, malah si Anis ini masih berusaha ngedapetin gue?

“Nis, cowok lo gimana kabarnya?” tanya gue.

“Ehhmm..aah, itu..ya baik-baik aja sih. Gue sama dia baik-baik aja kok Ja.” kata Anis tergugup.

“Wah enak banget ya lo awet bener sama si brondong. Hahhaa.” Timpal Dee.

“Iya sih seru kok sama dia. Beruntung gue nggak harus LDR dan bahkan sampai bubar dengan dia.” Kata Anis.

Tatapan Anis tajam ke arah gue, tapi lebih ke tatapan menggoda. Gue udah tangkap dengan baik sinyal ini. Anis mau belajar gila lagi rupanya. Sadis ini anak.

“Eh, sekarang gebetan lo makin muda aja ya Ja?” kata Anis.

“Ha? Tau dari mana lo Nis?” tanya gue bingung.

“Ya tau aja dong. Gue kan dulu sempet ditugasin sama Dee buat mantau lo. jadi sisa-sisa pekerjaan itu masih berguna kok. hahaha.”

“Haha bisa aja lo Nis. Gue aja malah nggak tau. Zizi juga nggak mau ngasih tau ke gue siapa cewek yang beruntung itu.” Kata Dee.

“Haha nggak penting juga kalian tau dan udah nggak ada urusannya juga kan?” kata gue.

“Iya sih, tapi namanya mau ngegosipin kan boleh dong. Hehe.” kata Anis.

“Haha ya bebas aja kalau gitu mah.” Kata gue.

“Zi, aku nanti mau dirutinin lagi buat dikirimin parfum boleh?” kata Dee.

“Ya santai aja selama nggak ganggu jadwal kerja mah. Kan udah biasa juga dulu.” Kata gue.

“Makanya buruan cari pacar lagi dong Dee.” Kata Anis.

“Susah kalau punya mantan yang baik banget kayak Ija gini Nis. Hehe. susah banget nyari ganti yang kayak gini modelnya.” Kata Dee, sambil menggenggam tangan kanan gue.

Gue otomatis melepas genggamannya. Gue nggak mau Dee ini malah berharap banyak lagi sama gue. belum lagi Anis nih. Orang-orang kayak Anis gini bisa nekat soalnya.

Setelah selesai makan malam, gue dan Anis mengantar Dee ke hotel. Lalu gue pulang bareng dengan Anis. Benar aja, selama perjalanan Anis nggak henti-hentinya menggoda gue. Gue hanya ingat kalau gue udah punya Emi dan gue nggak mau macam-macam kecuali sama Emi. Emi segalanya buat gue saat itu.

“Udah deh Nis, cukup kenapa. Lo kenapa sih nggak pernah puas sama cowok lo? kalau emang nggak sreg ya putusin cari yang lain.” Kata gue.

“Ya susah, kita udah lama. Jadi udah terbiasa aja gitu. Tapi entah kenapa gue selalu kepingin cari yang baru buat refreshing.”

“Lo sejak kapan pemikirannya jadi binal gini Nis?”

“Ya sejak dulu gue deket sama lo Ja.”

“Gila lo Nis.”

“Emang gue udah gila kali Ja. soalnya selama dulu gue berhubungan dengan lo dibelakang Dee, itu sensasinya asyik banget loh. Sampai sekarang aja aman-aman aja kan.”

“Gue udah tau lo bakal ngomong begini. Dan tadi gue udah nebak pikiran lo bakalan ngomong soal urusan kita dulu didepan Dee. Ya tadi gue berharap lo ngomong bahkan. Nanti kan jadi enak, gue bisa jauh-jauh dari Dee dan lo sekaligus. Nah lo selesaiin dah urusan lo berdua tuh.”

“Iya gue tau resikonya Ja, makanya gue nggak ngomong. Eh btw, gue udah tau kok siapa yang lagi lo deketin. Hehe. Namanya Emilya kan adik kelas lo? itu berarti dia adik kelas Dee juga dong.”

“Haha, asumsi aja terus lo Nis.”

“Gue punya pengalaman buat ngawasin lo Ja dulu. Jadi ya ketebak lah pergerakan lo. hehehe.”

“Haha, ya bebas aja deh Nis, mau lo kayak gimana juga. Kan udah nggak ngaruh juga sebenernya.”
“Lo susah bener Ja sekarang. Dulu kayaknya gampang. Emang segitu berharganya ya si Emilya ini?”

“Haha. Lo nggak perlu tau juga Nis. Itu urusan gue.”

Sampai akhirnya gue minta diturunkan di kostan gue, gue nggak ngomong apapun lagi dengan Anis. Sepertinya dia agak kehabisan akal untuk mengorek informasi mengenai Emi dari gue. gue curiga Dee dan Anis emang sengaja ngajak gue ketemuan bareng hari sabtu itu. Tapi untungnya gue selalu bisa mengalihkan pembicaraan.

Pada hari minggunya, gue nggak beranjak dari kostan gue. Gue hanya dikostan aja. Awalnya gue mau datang ke daerah kampus ketemu Emi, atau kalau nggak ada ya samper aja kerumahnya kan. Tapi akhirnya nggak jadi karena hari hujan dan awet banget hujannya.

Seharian itu gue hanya bermain game aja dan nggak ngapa-ngapain. Gue memainkan Assassins Creed sambil crosscheck sejarah asli yang terjadi didalam game tersebut. Menurut gue ini sangat mengasyikkan. Gue sengaja juga nggak ngehubungin Emi dulu karena gue pikir sebaiknya ada jedanya sedikit biar nanti kalau ketemu jadi kangen banget. hehe. Konyol sih, tapi emang intens banget kok komunikasi kami. komunikasi kami bener-bener nggak pernah putus, jedanya cuma kalau salah satu udah tidur aja atau ada ngurusin urusan masing-masing dikampus dan kantor.

Itu salah satu alasan kenapa gue minta dia nggak ngehubungin gue. Selain memang gue mau ketemu Dee dengan resiko besar akan runyam semuanya, gue juga mau nahan, sekuat apa gue kalau nggak ngobrol sama Emi. Dan gue nahan sekuat tenaga, akhirnya berhasil walaupun itu sangat berat.

Feeling gue jelek ketika memutuskan untuk ketemu Dee akhirnya kebukti. Dia datang atau ditemani Anis. Orang yang super kepo dan pernah suka sama gue. Emang kesannya jadi nggak logis kok gue seperti takut ketika bertemu dengan Anis. Tapi percaya deh, Anis ini udah berasa detektif partikelir.

Buktinya dia bisa tau kalau gue berhubungan dengan Emi, seseorang yang nggak dia kenal sama sekali. Jadi biar aman, gue hindarkan aja Emi sekalian dari orang-orang yang mau kepo dengan siapa sosok Emi ini. Dari siapapun, baik itu Dee, Anis atau siapapun. Gue nggak mau banyak orang tau, selain teman-teman Emi sendiri tentunya, kalau gue menjalani hubungan dengan dia.

Kenapa? Gue punya perasaan yang sangat jelek terhadap reputasi gue yang berhembus dikampus. Bahkan jauh sebelum gue mengenal Emi. Gue masih menjalani kehidupan cinta kampus bersama Keket aja, gosip dan kabar-kabar miring tentang gue tapi malah bukan Krisna itu udah selalu berhembus kencang. Gue juga bingung kenapa reputasi tersebut seperti melekat terus di gue dan terus beredar turun temurun di jurusan gue, bahkan sampai adik – adik kelas yang nggak mengenal sosok gue sama sekali pun tau gosip simpang siur dan banyak bumbu penyedap tersebut.

Gosip apa sih? Ya gosip cassanova lah, apaan lagi. Seorang Ija yang selalu banyak berhubungan dengan cewek. Cewek manapun selalu bisa dia taklukan. Dari yang high profile karena atribut fisiknya, high profile karena atribut otak dan bakatnya, atau bahkan paduan atribut-atribut keduanya, sampai yang low profile dengan bakat minim diotak serta kemampuan maupun secara fisik, bisa kena embat juga.

Gue memang bukan orang yang suci kok. gue kotor, dan gue selalu mengakui hal tersebut. Tapi bukan berarti hal tersebut selalu jadi senjata orang buat menyerang gue dan atau melabeli gue dengan segala sesuatu yang negatif. Gue juga banyak berbuat hal positif di kampus.

Terbukti, reputasi positif gue pun bisa membuat nama gue diingat, dari sisi akademis, organisasi, konseptual, dan sebagainya. Tapi itu semuanya ketutup dengan apa yang orang sematkan di gue yang selalu aja dikaitkan dengan hal-hal negatif, terutama urusan cewek. Lagian kalau gue pamer hal positif, ntar disangkain riya dan perhitungan, bukan begitu?

Dan entah gimana ceritanya, angkatan Emi pun sepertinya udah mendengar gosip-gosip ini. Tapi pelaku bangs*t yang sebenernya macem Krisna itu selalu aja lolos dari jeratan predikat negatif. Gue dulu berpikir, bahkan sampai detik ini kadang, kalau orang yang punya fisik bagus itu akan dapat kemudahan, dalam hal apapun.

Misal, mereka bisa dengan mudah terhindar dari cibiran negatif padahal jelas mereka melakukan hal negatif, kalau kecelakaan ditolong duluan padahal ada yang kondisinya lebih parah, bahkan bisa mendapat nilai bagus dari dosen yang berlawanan jenis kelaminnya, dan contoh nyata lainnya yang ada disekitar kita.

Pernah dengar kalimat kayak gini, “untung ganteng/cantik tuh orang, kalau nggak mah….bla…bla…bla…” pernah? Nah itu adalah representasi bagaimana orang yang secara fisik kurang bagus bagi sebagian warga +62 mendapatkan kesulitan dalam menjalani kehidupan di bumi nusantara ini. Sebaliknya, yang punya fisik bagus seperti selalu ada kemudahan.

“ini nih, udah buruk rupa, banyak tingkah lagi. Pantes banget tuh cocok sama mukanya bla…bla…bla…” pernah dengar kalimat kayak gini juga kan? Ya, itu yang terjadi di negeri ini dari dulu sampai detik ini. Mental terjajah kita masih sangat kuat melekat.

Ini penilaian yang sangat subjektif sebenernya dari gue, tapi gue melihat hal ini sangat banyak dan sering terjadi disekeliling gue. termasuk gue sendiri yang jadi korbannya. Banyak juga orang-orang dengan fisik mumpuni yang nggak beruntung, tapi coba bandingkan dengan orang dengan fisik sangat biasa yang nggak beruntung? Rasionya jelas akan tetap jomplang dan pemenang tetap pada pihak si rupawan/wati. Haha.

Untuk mengamankan hal-hal dan pikiran yang rada aneh itu, lebih baik gue bungkam aja. Toh sekali lagi, ranah privasi itu pasti selalu ada bagi setiap orang. Belum ada ikatan resmi itu berarti belum ada saling tanggung jawab yang mengikat, menurut gue. Jadi banyak hal juga yang seharusnya belum perlu Emi tau tentang urusan gue, dan sebaliknya. Kecuali kalau kami berdua mau saling cerita.

Pada hari kerja berikutnya, gue setengah hari ngantor, dan kemudian langsung ke kampus, rencananya mau kasih kejutan ke Emi setelah menghilang dari empat hari lalu. Hehe. gue sangat kangen sama dia. Gue harap dia juga kangen sama gue.

Sesampainya dikampus, gedung jurusan gue udah mulai sepi. Gue hanya mengandalkan feeling dan chemistry dengan Emi. Gue harus bisa nemuin dia tanpa harus nanya dulu. Gue mulai merunut kebiasaan dia di hari senin. Setelah gue kumpulkan beberapa clue, akhirnya gue mendapati tiga tempat yang bisa gue asumsikan tempat Emi berada.

Gue menemukan Emi di tempat kedua yang gue tebak. Tapi sungguh diluar dugaan. Ternyata disana Emi sedang merayakan ulang tahunnya. Bersama segerombolan sampah yang mengaku sebagai sahabat-sahabatnya. Sahabat mana yang telat ngucapin ulang tahun sahabat terbaiknya sampai 9 hari? Kalau ngasih kejutan kayak gini lewat sehari oke, tapi ini 9 hari? Gobl*k sampe ke ubun-ubun ini anak-anak otaknya.

Dengan menahan emosi gue langsung telpon Emi saat itu juga. Gue ada didepan kelas yang kosong dan agak gelap tapi berisik oleh teriakan-teriakan para sampah ini. Setelah tiga kali nggak diangkat juga, gue memutuskan untuk muncul aja didepan pintu kelas tersebut.

“lo nggak denger telpon lo bunyi?” kata gue datar tapi kencang volumenya..

Seketika Emi yang sedang berada didepan makanan dan minuman yang ada lilin-lilinnya itu terkaget oleh perkataan gue yang menggema dikelas tersebut. Debby coba menyapa gue, tapi gue yang melihat dia cuma ngebayangin gue berucap ‘lo tu cuma per*k yang bisa gue pake kapan aja, anj*ng, nggak usah sok kenal lo!’ didepan muka dia. Gue nggak gubris sama sekali.

“Ayo pulang sekarang.” Kata gue.

“Tapi….” Kata Emi.

“Sekarang!” gue membentak Emi.

Suasana tegang sukses gue tebar dikelas tersebut. Muka gue tetap gue pasang biasa aja. nggak ada gahar-gaharnya. Tapi mereka yang sepertinya punya salah sama gue terlihat sangat takut. Lalu gue menarik dengan kuat tangan Emi dan gue geret keluar dia sampai menuju ke parkiran motor. Gue sadar banyak banget yang melihat kami berdua. Mungkin juga karena reputasi Emi yang positif dikampus ini membuat dia jadi banyak dikenal.

“Ini helmnya…kita pulang.”

trikarna
sampeuk
itkgid
itkgid dan 37 lainnya memberi reputasi
38
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.