- Beranda
- Stories from the Heart
Pencarian Belum Usai [TRUE STORY] - SEASON 3
...
TS
yanagi92055
Pencarian Belum Usai [TRUE STORY] - SEASON 3
Selamat Datang di Thread Gue
(私のスレッドへようこそ)
(私のスレッドへようこそ)
TERIMA KASIH BANYAK ATAS ATENSI DAN APRESIASI YANG TELAH GANSIS READERBERIKAN DI DUA TRIT GUE SEBELUMNYA. SEMOGA DI TRIT SELANJUTNYA INI, GUE DAPAT MENUNJUKKAN PERFORMA TERBAIK GUE DALAM PENULISAN DAN PACKAGING CERITA AGAR SEMUA READER YANG BERKUNJUNG DISINI SELALU HAPPY DAN TERHIBUR
Spoiler for Season 1 dan Season 2:
Last Season, on Muara Sebuah Pencarian - Season 2 :
Quote:
INFORMASI TERKAIT UPDATE TRIT ATAU KEMUNGKINAN KARYA LAINNYA BISA JUGA DI CEK DI IG: @yanagi92055 SEBAGAI ALTERNATIF JIKA NOTIF KASKUS BERMASALAH
Spoiler for INDEX SEASON 3:
Spoiler for LINK BARU PERATURAN & MULUSTRASI SEASON 3:
Quote:
Quote:
Quote:
Polling
Poll ini sudah ditutup. - 83 suara
Perlukah Seri ini dilanjutkan?
Perlu
99%
Tidak Perlu
1%
Diubah oleh yanagi92055 08-09-2020 10:25
al.galauwi dan 142 lainnya memberi reputasi
133
342.8K
4.9K
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•51.8KAnggota
Tampilkan semua post
TS
yanagi92055
#823
Pertemuan Biasa
Perjalanan yang gue tempuh menuju rumah orang tua gue itu terasa sangat jauh karena gue udah mulai merasa ngantuk. Saat itu kedai kopi kekinian belum ada. Seandainya udah ada, mungkin gue bisa melipir. Sebenarnya ada, tapi harga kopi setarbak kan mahal banget. haha.
Gue sampai dirumah udah lewat dini hari dan ternyata ada beberapa chat dari Dewi dan juga Dee. Dua orang ini entah kenapa malah jadi seperti agresif lagi menghubungi gue, seperti kecurigaan gue sebelum-sebelumnya. Dewi hanya menanyakan kabar dan serangkaian chat nggak penting lainnya, jadi ya nggak gue balas.
Untuk Dee, ternyata dia datang ke Kota tempat kami menuntut ilmu. Sangat dadakan menurut gue. nggak ada kabar-kabar dia mau diklat atau apa sebelumnya. Sebenarnya kalau gue nanya mungkin dia akan jawab dan mengabari, tapi karena gue cuek jadi yaudah biarin aja. Dee minta ketemu dengan gue.
Sungguh posisi yang sangat dilematis waktu itu. Gue dan Dee putus baik-baik jadi nggak ada alasan untuk membenci dia. Di sisi lain, gue sangat menjaga perasaan Emi. Apalagi kata orang tuanya Emi itu kan ngambekan, jadinya bahaya kalau dia bawa perasaan. Bisa kacau hubungan gue dengan Emi cuma gara-gara ketemu mantan. Jadi gue memilih untuk merahasiakan rencana pertemuan ini.
Gue mau ketemu Dee karena emang ini kesempatan yang sangat langka. Gue emang udah nggak ada rasa apapun lagi dengannya, tapi ya seenggaknya kalau ketemu biasa aja mestinya nggak masalah. Toh nggak mau ngapa-ngapain juga. Cuma ya itu tadi, ada hati yang harus gue jaga juga.
Emi nggak boleh sakit hati. Seharusnya sebenernya nggak sakit hati sih, karena anggap aja ini ketemu teman lama yang udah lama nggak ketemu, karena emang rencana ketemuan gue dan Dee ya cuma sekedar say hello aja. Dee juga udah pernah nanya sekali sama gue, mau memilih siapa, gue dengan tegas menjawab akan memilih gebetan gue, ya si Emi.
--
Hari H kedatangan Dee, gue sudah janjian dengannya disebuah restoran di pusat kota. Gue akhirnya dengan berat hati bilang ke Emi via chat supaya nggak menghubungi gue dulu dari jumat sampai minggu. Gue tau Emi pasti bingung dan bertanya-tanya kenapa gue begini tiba-tiba? Ya, gue hanya ingin menjaga perasaan Emi saat itu.
Gue nggak tau sama sekali sekarang keadaan perasaan Dee seperti apa. Apakah masih oke-oke aja mendapati gue yang sekarang sudah ada gebetan, karena Dee nggak tau gue itu udah pacaran, nggak penting juga soalnya gue kasih tau kan, atau dia yang sekarang lebih dewasa menyikapi segala hal yang berkaitan dengan gue. jadi amannya, lebih baik gue nggak berkomunikasi dengan siapapun selama gue bersama dengan Dee nanti.
Gue sampai duluan disalah satu resto mall besar di kota. Nggak lama kemudian, dia datang bersama dengan beberapa orang temannya yang juga kerja di kantor yang sama dengan Dee. Mereka izin untuk duluan karena mau berjalan-jalan keliling mall.
Dee yang gue liat saat itu sangat berbeda. Badannya semakin berisi dan semakin putih. Rambutnya juga saat itu sudah panjang melewati bahu. Tergerai dan ada sedikit highlight. Make upnya juga udah sangat bagus dan terlihat profesional. Tuntutan pekerjaan kayaknya ya. haha. Pakaiannya juga sekarang terlihat lebih mahal dan tentunya bermerk.
Mulustrasi Dee saat itu, 99% mirip
“Zi, apa kabar?” kata Dee dengan senyum manisnya.
“Alhamdulillah baik, kamu gimana?” kata gue.
“Baik aku juga. Kamu udah pesan makan?”
“Belum kok. bareng aja sama kamu ya.”
“Oh yaudah bareng aja ya.” katanya.
Gue dan Dee kemudian memesan beberapa makanan. Pertemuan ini agak canggung bagi gue. karena gue tau persis Emi pasti saat ini masih bertanya-tanya kemana gue. padahal gue nggak kemana-mana dan bahkan dekat dengan dia jaraknya sebenarnya. Gue juga sangat hati-hati ketika berbicara dengan Dee.
Makanan datang dan kami makan santai dan ngobrol-ngobrol seperti biasa. Lebih banyak membahas masalah pekerjaan karena emang pekerjaan kami itu pada dasarnya ada hubungannya. Pemberi kerja yang terbesar dan terbanyak kantor gue itu ya dari bank tempat Dee bekerja. Tapi kalau gue selalu berhubungan dengan kantor pusatnya, nggak kantor cabang. Dan kalaupun ada berhubungan dengan kantor cabang, ya gue nggak akan ketemu Dee karena bukan divisinya yang berhubungan dengan bidang kerja kantor gue.
“Udah yakin emangnya?” kata Dee.
“Insyallah yakin.” Kata gue mantap.
“Kamu nggak mau coba berpikir-pikir dulu. Terus cari tau dulu gitu teman-temannya kayak apa gitu misalnya.”
“Emang kamu tau dan kenal dia siapa? Terus ngapain juga aku mesti cari tau sekeliling dia kayak apa? Aku kan deketnya sama satu orang bukan sama semua orang disekelilingnya.”
“Ya aku kasih masukan aja sih. Takutnya nanti kamu nyesel belakangan.”
“Haha insyallah aku nggak nyesel. Lagian seru kok perjuangannya nyata. Kalau dulu kita kan lancar-lancar aja. satu-satunya hambatan itu kan karena kita nggak bisa berada disatu tempat yang sama dan berdekatan. Selebihnya kita jalanin normal nggak banyak lika liku.”
“Hmm…iya sih Zi. Eh iya, seandainya aku pindah kesini, kamu masih mau balik sama aku?”
“Hahah untuk saat ini aku nggak mikir kesitu sih. Soalnya kamu kan dulu aja suruh berjuang buat dapetin tempat disini nggak mau, sekarang mau dipindah kesini? Kok rasa-rasanya mustahil kamu minta dipindahin karena mau merjuangin hubungan yang udah selesai dimasa lalu.”
“Ya kan siapa tau aja Zi. Haha.”
“Haha. Nggak mungkin aja Dee kayaknya. Eh iya kamu nanti sampai hari minggu di ibukota?”
“Iya, sampai hari minggu. Kamu bisa kan temenin aku sampai minggu?”
“Haha. Nggak janji ya, paling sabtu sih. Kalau minggu mungkin aku mau istirahat, tapi bisalah kalau aku anter sampai bandara aja mah.”
“Kamu tuh selalu baik ya. padahal aku udah bikin kamu kecewa. Dan selalu banyak kekecewaan lainnya selama kita berhubungan. Tapi kamu tetep aja baik.”
“Ya intinya kan buat jaga silaturahmi, jangan sampai putus. Kecuali dulu kita putus karena ribut-ribut yang negatif.”
“Iya sih Zi.”
“Terus kamu ngebela-belain ke Kota ini, jauh dari ibukota, mau ketemu siapa lagi?”
“Ada beberapa teman aku yang mau aku temuin. Salah satunya Anis. Kan rumah dia dekat dari sini. Mugkin aja aku mau nginep dirumahnya kalau dia nggak keberatan.”
“Oh gitu, yaudah, silakan aja kalau gitu. Tapi aku nggak bisa anterin ya. aku mesti pulang soalnya, takut kemaleman. Aku nggak bawa kendaraan soalnya.”
“Hehe iya nggak apa-apa Zi. Nanti kan palingan Anis bawa kendaraan, jadi aku balik bareng dia aja.”
“Nggak mau sekalian kekampus?”
“Aku males ke kampus Zi. Lagian kan waktu aku cuma sebentar disini. Mending aku abisin sama kamu aja, daripada mesti jauh-jauh kekampus. Toh sama aja kan kondisinya. Lagian disana banyak memori Zi. Aku nggak mau banyak nginget masa lalu.”
“Oh gitu. Yaudah sih bebas.”
Gue disini agak curiga karena Dee berusaha mengarahkan omongan ke sosok Emi. Dia kayaknya mau tau banget sosok Emi ini kayak gimana. Gue nggak kepancing sama sekali untungnya. Gue melihat Dee normal-normal aja saat itu. Tapi gue selalu suudzon sejak kejadian Keket yang mengganggu hubungan gue dengan Dee di masa lalu. Ntar jangan-jangan Dee malah jadi kayak Keket gitu. Konslet otaknya. Bisa bahaya kan. Awalnya datang baik-baik, tapi ujung-ujungnya malah ngerepotin nggak karuan.
Untungnya ketika gue memancing apa dia mau ke kampus, dia bilang nggak. Jadinya ya aman. Gue males kalau dia tiba-tiba minta diantar kekampus, terus ada siapapun yang kenal Emi, tiba-tiba liat dan kemudian bikin asumsi. Dari asumsi ini kemudian dijadikan berita yang negatif untuk sampai ditelinga Emi nantinya.
Perjuangan gue mendapatkan Emi ini berat dan berliku. Jangan hanya karena urusan kayak gini doang jadi bubar semuanya. Apalagi itu disampaikan oleh orang-orang yang nggak bertanggung jawab yang cuma nggak pingin liat gue dan Emi barengan. Anj*ng amat kalau sampai kejadian.
Gue sampai dirumah udah lewat dini hari dan ternyata ada beberapa chat dari Dewi dan juga Dee. Dua orang ini entah kenapa malah jadi seperti agresif lagi menghubungi gue, seperti kecurigaan gue sebelum-sebelumnya. Dewi hanya menanyakan kabar dan serangkaian chat nggak penting lainnya, jadi ya nggak gue balas.
Untuk Dee, ternyata dia datang ke Kota tempat kami menuntut ilmu. Sangat dadakan menurut gue. nggak ada kabar-kabar dia mau diklat atau apa sebelumnya. Sebenarnya kalau gue nanya mungkin dia akan jawab dan mengabari, tapi karena gue cuek jadi yaudah biarin aja. Dee minta ketemu dengan gue.
Sungguh posisi yang sangat dilematis waktu itu. Gue dan Dee putus baik-baik jadi nggak ada alasan untuk membenci dia. Di sisi lain, gue sangat menjaga perasaan Emi. Apalagi kata orang tuanya Emi itu kan ngambekan, jadinya bahaya kalau dia bawa perasaan. Bisa kacau hubungan gue dengan Emi cuma gara-gara ketemu mantan. Jadi gue memilih untuk merahasiakan rencana pertemuan ini.
Gue mau ketemu Dee karena emang ini kesempatan yang sangat langka. Gue emang udah nggak ada rasa apapun lagi dengannya, tapi ya seenggaknya kalau ketemu biasa aja mestinya nggak masalah. Toh nggak mau ngapa-ngapain juga. Cuma ya itu tadi, ada hati yang harus gue jaga juga.
Emi nggak boleh sakit hati. Seharusnya sebenernya nggak sakit hati sih, karena anggap aja ini ketemu teman lama yang udah lama nggak ketemu, karena emang rencana ketemuan gue dan Dee ya cuma sekedar say hello aja. Dee juga udah pernah nanya sekali sama gue, mau memilih siapa, gue dengan tegas menjawab akan memilih gebetan gue, ya si Emi.
--
Hari H kedatangan Dee, gue sudah janjian dengannya disebuah restoran di pusat kota. Gue akhirnya dengan berat hati bilang ke Emi via chat supaya nggak menghubungi gue dulu dari jumat sampai minggu. Gue tau Emi pasti bingung dan bertanya-tanya kenapa gue begini tiba-tiba? Ya, gue hanya ingin menjaga perasaan Emi saat itu.
Gue nggak tau sama sekali sekarang keadaan perasaan Dee seperti apa. Apakah masih oke-oke aja mendapati gue yang sekarang sudah ada gebetan, karena Dee nggak tau gue itu udah pacaran, nggak penting juga soalnya gue kasih tau kan, atau dia yang sekarang lebih dewasa menyikapi segala hal yang berkaitan dengan gue. jadi amannya, lebih baik gue nggak berkomunikasi dengan siapapun selama gue bersama dengan Dee nanti.
Gue sampai duluan disalah satu resto mall besar di kota. Nggak lama kemudian, dia datang bersama dengan beberapa orang temannya yang juga kerja di kantor yang sama dengan Dee. Mereka izin untuk duluan karena mau berjalan-jalan keliling mall.
Dee yang gue liat saat itu sangat berbeda. Badannya semakin berisi dan semakin putih. Rambutnya juga saat itu sudah panjang melewati bahu. Tergerai dan ada sedikit highlight. Make upnya juga udah sangat bagus dan terlihat profesional. Tuntutan pekerjaan kayaknya ya. haha. Pakaiannya juga sekarang terlihat lebih mahal dan tentunya bermerk.
Mulustrasi Dee saat itu, 99% mirip“Zi, apa kabar?” kata Dee dengan senyum manisnya.
“Alhamdulillah baik, kamu gimana?” kata gue.
“Baik aku juga. Kamu udah pesan makan?”
“Belum kok. bareng aja sama kamu ya.”
“Oh yaudah bareng aja ya.” katanya.
Gue dan Dee kemudian memesan beberapa makanan. Pertemuan ini agak canggung bagi gue. karena gue tau persis Emi pasti saat ini masih bertanya-tanya kemana gue. padahal gue nggak kemana-mana dan bahkan dekat dengan dia jaraknya sebenarnya. Gue juga sangat hati-hati ketika berbicara dengan Dee.
Makanan datang dan kami makan santai dan ngobrol-ngobrol seperti biasa. Lebih banyak membahas masalah pekerjaan karena emang pekerjaan kami itu pada dasarnya ada hubungannya. Pemberi kerja yang terbesar dan terbanyak kantor gue itu ya dari bank tempat Dee bekerja. Tapi kalau gue selalu berhubungan dengan kantor pusatnya, nggak kantor cabang. Dan kalaupun ada berhubungan dengan kantor cabang, ya gue nggak akan ketemu Dee karena bukan divisinya yang berhubungan dengan bidang kerja kantor gue.
“Udah yakin emangnya?” kata Dee.
“Insyallah yakin.” Kata gue mantap.
“Kamu nggak mau coba berpikir-pikir dulu. Terus cari tau dulu gitu teman-temannya kayak apa gitu misalnya.”
“Emang kamu tau dan kenal dia siapa? Terus ngapain juga aku mesti cari tau sekeliling dia kayak apa? Aku kan deketnya sama satu orang bukan sama semua orang disekelilingnya.”
“Ya aku kasih masukan aja sih. Takutnya nanti kamu nyesel belakangan.”
“Haha insyallah aku nggak nyesel. Lagian seru kok perjuangannya nyata. Kalau dulu kita kan lancar-lancar aja. satu-satunya hambatan itu kan karena kita nggak bisa berada disatu tempat yang sama dan berdekatan. Selebihnya kita jalanin normal nggak banyak lika liku.”
“Hmm…iya sih Zi. Eh iya, seandainya aku pindah kesini, kamu masih mau balik sama aku?”
“Hahah untuk saat ini aku nggak mikir kesitu sih. Soalnya kamu kan dulu aja suruh berjuang buat dapetin tempat disini nggak mau, sekarang mau dipindah kesini? Kok rasa-rasanya mustahil kamu minta dipindahin karena mau merjuangin hubungan yang udah selesai dimasa lalu.”
“Ya kan siapa tau aja Zi. Haha.”
“Haha. Nggak mungkin aja Dee kayaknya. Eh iya kamu nanti sampai hari minggu di ibukota?”
“Iya, sampai hari minggu. Kamu bisa kan temenin aku sampai minggu?”
“Haha. Nggak janji ya, paling sabtu sih. Kalau minggu mungkin aku mau istirahat, tapi bisalah kalau aku anter sampai bandara aja mah.”
“Kamu tuh selalu baik ya. padahal aku udah bikin kamu kecewa. Dan selalu banyak kekecewaan lainnya selama kita berhubungan. Tapi kamu tetep aja baik.”
“Ya intinya kan buat jaga silaturahmi, jangan sampai putus. Kecuali dulu kita putus karena ribut-ribut yang negatif.”
“Iya sih Zi.”
“Terus kamu ngebela-belain ke Kota ini, jauh dari ibukota, mau ketemu siapa lagi?”
“Ada beberapa teman aku yang mau aku temuin. Salah satunya Anis. Kan rumah dia dekat dari sini. Mugkin aja aku mau nginep dirumahnya kalau dia nggak keberatan.”
“Oh gitu, yaudah, silakan aja kalau gitu. Tapi aku nggak bisa anterin ya. aku mesti pulang soalnya, takut kemaleman. Aku nggak bawa kendaraan soalnya.”
“Hehe iya nggak apa-apa Zi. Nanti kan palingan Anis bawa kendaraan, jadi aku balik bareng dia aja.”
“Nggak mau sekalian kekampus?”
“Aku males ke kampus Zi. Lagian kan waktu aku cuma sebentar disini. Mending aku abisin sama kamu aja, daripada mesti jauh-jauh kekampus. Toh sama aja kan kondisinya. Lagian disana banyak memori Zi. Aku nggak mau banyak nginget masa lalu.”
“Oh gitu. Yaudah sih bebas.”
Gue disini agak curiga karena Dee berusaha mengarahkan omongan ke sosok Emi. Dia kayaknya mau tau banget sosok Emi ini kayak gimana. Gue nggak kepancing sama sekali untungnya. Gue melihat Dee normal-normal aja saat itu. Tapi gue selalu suudzon sejak kejadian Keket yang mengganggu hubungan gue dengan Dee di masa lalu. Ntar jangan-jangan Dee malah jadi kayak Keket gitu. Konslet otaknya. Bisa bahaya kan. Awalnya datang baik-baik, tapi ujung-ujungnya malah ngerepotin nggak karuan.
Untungnya ketika gue memancing apa dia mau ke kampus, dia bilang nggak. Jadinya ya aman. Gue males kalau dia tiba-tiba minta diantar kekampus, terus ada siapapun yang kenal Emi, tiba-tiba liat dan kemudian bikin asumsi. Dari asumsi ini kemudian dijadikan berita yang negatif untuk sampai ditelinga Emi nantinya.
Perjuangan gue mendapatkan Emi ini berat dan berliku. Jangan hanya karena urusan kayak gini doang jadi bubar semuanya. Apalagi itu disampaikan oleh orang-orang yang nggak bertanggung jawab yang cuma nggak pingin liat gue dan Emi barengan. Anj*ng amat kalau sampai kejadian.
itkgid dan 38 lainnya memberi reputasi
37
Tutup