- Beranda
- Stories from the Heart
TEROR HANTU DEWI
...
TS
mahadev4
TEROR HANTU DEWI
Cerita ini adalah murni fiksi dan imajinasi saya semata, ini adalah Cerita Horor pertama yang saya buat, maka jika banyak kekurangan disana sini saya mohon maaf dan sangat berharap kritik dan sarannya. Dan Kisah ini saya persembahkan Untuk Novia Evadewi, yang novel horornya sederhana namun begitu mencekam nuansa horornya.
Cerita ini saya beri judul "Teror Hantu Dewi", selamat membaca.
=====================================
Daftar Lengkap serinya :
Prolog
Part 1 Malam Jahanam
Part 2 Penantian Mencekam
Part 3 Geger Mayat Dewi
Part 4 Penguburan Mayat Dewi
Part 5 Teror di Tumah Tua
Part 6 Teror yang Berlanjut
Part 7 Pembalasan Dewi
Part 8 A Hantu Dewi Meneror Lagi
Part 8 B Hantu Dewi Meneror Lagi
Part 9 A Geger di Makam Dewi
Part 9 B Geger di Makam Dewi
Part 9 C Geger di Makam Dewi
Part 9 D Geger di Makam Dewi
Part 10 Menguak Tirai Gelap
Part 11 Keris Kiayi Pancasona
Part 12 Pertarungan Terakhir (Tamat)
=============================

Cerita ini saya beri judul "Teror Hantu Dewi", selamat membaca.
=====================================
Daftar Lengkap serinya :
Prolog
Part 1 Malam Jahanam
Part 2 Penantian Mencekam
Part 3 Geger Mayat Dewi
Part 4 Penguburan Mayat Dewi
Part 5 Teror di Tumah Tua
Part 6 Teror yang Berlanjut
Part 7 Pembalasan Dewi
Part 8 A Hantu Dewi Meneror Lagi
Part 8 B Hantu Dewi Meneror Lagi
Part 9 A Geger di Makam Dewi
Part 9 B Geger di Makam Dewi
Part 9 C Geger di Makam Dewi
Part 9 D Geger di Makam Dewi
Part 10 Menguak Tirai Gelap
Part 11 Keris Kiayi Pancasona
Part 12 Pertarungan Terakhir (Tamat)
=============================

Diubah oleh mahadev4 31-05-2022 17:52
sampeuk dan 38 lainnya memberi reputasi
35
27K
192
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
mahadev4
#140
TEROR HANTU DEWI - Part 11

Gambar hanyalah ilustrasi, bukan Keris yang di maksud.
-Keris Kiayi Pancasona-
by Deva
Siang itu juga Nella di makamkan, sementara lokasi tempat di temukannya dua jasad sudah di beri pita kuning (crossline) oleh Kepolisian, suasana TKP masih dipenuhi penduduk untuk melihat Tim Kepolisian yang masih mencari petunjuk di sekitar lokasi, hingga saat Nella di makamkan, orang-orang yang hadir dan ikut mendoakan jauh lebih banyak di bandingkan saat penguburan jenazah Dewi Anggraini.
Seorang Polisi memulai bicara, “As Salamu 'alaikum. Bapak-bapak, Ibu-ibu dan Saudara-saudara sekalian, Saya atas nama Kepolisian yang menangani Kasus terbunuhnya Dewi Anggraini putri dari Bapak Purnomo, mengucapkan turut berduka cita atas wafatnya Nella Ariana binti Hendarto, yang meninggal semalam karena Kecelakaan.
Adapun Pelaku pembunuhan Dewi Anggraini sudah menemui titik terang, dan kami sudah menetapkan 4 orang pelaku, dua di diantaranya sudah meninggal, yaitu Ilung dan Yondi, sementara satu orang kawannya yang bernama Johan saat ini berstatus Buron.
Yang ke empat kami belum memiliki identitasnya, maka bagi saudara-saudara yang memiliki informasi terkait keberadaan buronan Johan, atau tersangka yang satunya lagi, bisa segera menghubungi RT setempat, dan nantinya akan langsung di teruskan ke Kantor Kepala Desa Medasari, disana ada beberapa anggota Polisi yang ditugaskan.
Kami mohon kerjasamanya agar Desa Medasari ini dapat kembali aman dan penduduknya bisa beraktivitas kembali seperti biasa.
Demikian pengumuman dari kami, selanjutnya kami serahkan acara penguburan jenazah Nella Ariana ini kembali kepada Bapak Ustadz Mukhlis, silahkan, Pak”
Ustadz Mukhlis kemudian mulai membacakan Talqin Mayit, berdoa yang di amini semua yang hadir dan menyampaikan kata-kata penutup seperti yang di sampaikan waktu penguburan jenazah Dewi.
“Pras, coba kamu lihat, pohon Kemboja agak jauh di sebelah kanan itu,” suara Bagus nyaris berbisik.
“Astaghfirullaah!!” Prasetyo tampak kaget bukan main, disana ia melihat Dewi yang tengah menatap mereka.
“Sudah, Pras, biarkan saja, jangan kamu kejar,” Bagus menahan tangan Prasetyo yang hampir saja bergerak untuk mengejar sosok Dewi.
“Mending kita ke rumah Ustadz Mukhlis usai pemakaman ini, tadi Beliau yang memintaku ke rumahnya.” kata Bagus.
Acara penguburan siang itu berlangsung dengan khidmat dan lancar.
===
Prasetyo, Rusdi dan Bagus, duduk berhadapan dengan Ustadz Mukhlis, Ustadz muda lulusan Al Azhar Cairo Mesir yang keluarganya memang asli penduduk Desa Medasari.
Seorang wanita memakai hijab dan cadar keluar dari dalam rumah menuju teras tempat mereka duduk, ia membawa empat gelas kopi dan sepiring gorengan.
“Perkenalkan, ini istri saya, Nurul Muthmainnah, bojoku iki yo asli wong Jowo Timur loh, Bapak’e Kyai Besar.(istriku ini juga asli orang Jawa Timur, Bapaknya adalah Kyai Besar)”
“Ah.. Kangmas iki ojo kegedhen omongan lah, isin Mas, (ah.. mas ini, jangan terlalu besar bicaranya, malu mas),” kata perempuan itu, menyatukan kedua telapak tangannya di depan dada dan sedikit menjura hormat pada Prasetyo, Bagus dan Rusdi.
Kemudian Ustadz Mukhlis memperkenalkan mereka pada istrinya.
“Kalau ini Aryo Prasetyo, putranya Bapak Suharno, sedang mereka berdua ini teman-temannya Prasetyo, Bagus Wicaksana dan Rusdi Afriyanto, mereka berdua Arek Suroboyo, ketiganya ini lulusan Pondok Pesantren terkenal di Jawa Timur.”
Sekali lagi Nurul Muthmainnah menyatukan kedua telapak tangannya di depan dada sebagai pengganti jabatan tangan, lalu bergegas masuk.
“Sampeyan gak gawe Pondok ae ning kene, Mas? (kamu tidak mendirikan Pesantren saja disini, mas)“ Tanya Rusdi pada Ustadz Mukhlis.
“Tidak, Mas Rusdi. Di sini sudah ada Pondok Pesantren juga, saya memilih membuka Pengajian kecil-kecilan saja, sambil melanjutkan menggarap sawah warisan Bapak,” jawab Ustadz Mukhlis.
Rusdi hanya manggut-manggut saja.
“Jadi.. kira-kira ada apa ya, Mas, saya di undang kemari?” tanya Bagus.
“Oh itu, ya ya sebentar ya.”
Ustadz Mukhlis masuk kedalam dan tak lama keluar kembali membawa sesuatu yang terbungkus Kain Putih, perlahan ia membuka bungkusan itu dan langsung membuat Bagus terlonjak kaget.
“Keris Kiayi Pancasona?!!” teriak Bagus seakan tak percaya dengan apa yang di lihatnya.
“Wah wah.. ternyata benar, sampeyan memang berjodoh dengan Keris ini, Mas Bagus.
Begini ceritanya, beberapa hari ini saya bermimpi bertemu dengan seorang Kyai berjubah putih dengan sorban yang juga berwarna putih, ia selalu mengingatkan kalau nanti datang seorang pemuda ke Desa Medasari ini bernama Bagus Wicaksana, maka saya diminta menyerahkan Keris peninggalan Bapak ini kepada sampeyan.”
“Jancuk Rus!, itu Keris pertama dari sembilan Keris Pusaka yang di buat oleh Mpu Rogonoto, murid dari muridnya Sunan….”
Belum lagi Bagus menyelesaikan kata-katanya, Rusdi lebih dulu memukul kepala Bagus, “Kaget yo kaget, mung jogo akhlakmu, bodoh!, (kaget ya kaget, tapi jaga kelakuanmu, bodoh) biar pun Ustadz Mukhlis ini muda tapi beliau ini Kyai. Asu Koen! (anj*ng kamu)”
Ustadz Mukhlis tertawa melihat tingkah mereka, ia tidak marah, “Gak apa-apa, Mas Rusdi, saya juga pernah lama di Jawa Timur, jadi sudah biasa kok.”
“Maafkan teman saya yang bodoh ini, Mas Ustadz.”
Ustadz Mukhlis masih senyum-senyum lalu berkata, “Sebenarnya banyak yang datang kemari dan ingin membeli Keris ini, waah.. harganya fantastis loh, Milyaran, tapi saya ingat pesan terakhir Bapak agar tidak menjual Keris ini kepada siapa pun, dan dengan harga berapa pun, karena ini Keris turun temurun.
Boleh di berikan secara cuma-cuma kalau memang sudah ditemukan yang berjodoh dengannya.
Dan Alhamdulillaah..
ternyata yang berjodoh malah jauh-jauh datang sendiri dari Surabaya kemari.”
“Ini beneran, Mas, sampeyan ikhlas memberikan Keris Kiayi Pancasona itu pada saya cuma-cuma?”, tanya Bagus masih tidak percaya dengan apa yang di dengarnya.
“Iya, Saya ikhlas, lagi pula sejujurnya saya kurang suka dengan segala yang berbau klenik, bagi saya Keris ya Keris saja, sebuah karya seni peninggalan para pendahulu yang sudah sepatutnya di lestarikan.
Saya ingin hidup biasa-biasa saja, menjadi hamba Allah yg memurnikan segala amal ibadahnya Lillaah, semata karena Allah. Tanpa harus di labeli hal-hal yang berbau klenik.
Namun saya tidak mengatakan bahwa percaya pada Keris dan hal-hal sejenis adalah syirik, tidak, karena syirik tidaknya seseorang bukan terletak pada apa yang terlihat, tetapi pada apa yang terbersit dan diyakini disini,” kata Ustadz Mukhlis seraya menempelkan jari telunjuknya ke dada.
“Masya Allah, dalam sekali makna kata-kata sampeyan, Mas.” Kata Prasetyo.
Ustadz Mukhlis tertawa, lantas mempersilahkan tamu-tamunya menikmati apa yang telah dihidangkan oleh istrinya.
===========================
sampeuk dan 22 lainnya memberi reputasi
23