- Beranda
- Stories from the Heart
Pencarian Belum Usai [TRUE STORY] - SEASON 3
...
TS
yanagi92055
Pencarian Belum Usai [TRUE STORY] - SEASON 3
Selamat Datang di Thread Gue
(私のスレッドへようこそ)
(私のスレッドへようこそ)
TERIMA KASIH BANYAK ATAS ATENSI DAN APRESIASI YANG TELAH GANSIS READERBERIKAN DI DUA TRIT GUE SEBELUMNYA. SEMOGA DI TRIT SELANJUTNYA INI, GUE DAPAT MENUNJUKKAN PERFORMA TERBAIK GUE DALAM PENULISAN DAN PACKAGING CERITA AGAR SEMUA READER YANG BERKUNJUNG DISINI SELALU HAPPY DAN TERHIBUR
Spoiler for Season 1 dan Season 2:
Last Season, on Muara Sebuah Pencarian - Season 2 :
Quote:
INFORMASI TERKAIT UPDATE TRIT ATAU KEMUNGKINAN KARYA LAINNYA BISA JUGA DI CEK DI IG: @yanagi92055 SEBAGAI ALTERNATIF JIKA NOTIF KASKUS BERMASALAH
Spoiler for INDEX SEASON 3:
Spoiler for LINK BARU PERATURAN & MULUSTRASI SEASON 3:
Quote:
Quote:
Quote:
Polling
Poll ini sudah ditutup. - 83 suara
Perlukah Seri ini dilanjutkan?
Perlu
99%
Tidak Perlu
1%
Diubah oleh yanagi92055 08-09-2020 10:25
al.galauwi dan 142 lainnya memberi reputasi
133
342.8K
4.9K
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•51.8KAnggota
Tampilkan semua post
TS
yanagi92055
#778
Gelang Rantai
Gue selalu meributkan urusan komunikasi ini. Emang sih terkesan memaksa, tapi gue hanya mau memastikan kalau Emi nggak lagi dalam keadaan nggak enak, atau berpikiran aneh-aneh. Apa ini cuma lebay aja ya karena baru jadian? Nggak juga. Gue sama Emi itu udah kayak orang yang udah lama kenal, cuma baru dekat belakangan.
Mungkin terlalu berlebihan juga kalau gue kadang suka ngomel misalnya dia telat balas, atau bahkan nggak balas dengan alasan ketiduran. Tapi ini benar-benar murni karena gue nggak mau komunikasi gue putus dari Emi. Gue benar-benar khawatir dengan keadaan dia yang dikelilingi teman-temannya yang tukang asumsi itu.
Sebenarnya gue bisa aja menghabisi angkatan Emi. Tapi nggak perlu lah, buat apa juga. Toh gue juga udah nggak bercokol lagi dikampus kan. Kalau satu angkatan yang rese barulah bisa, nah ini kan cuma teman-teman dekatnya aja, sementara yang lain nggak. Jadi rasa-rasanya kalau menghabisi satu angkatan itu bukan sesuatu yang bijak. Apalagi ini urusannya sebenernya sepele banget.
Saat gue sedang intens untuk menjaga Emi dari orang-orang disekitarnya yang toxic, ada kecurigaan yang agak aneh menurut gue. Dee dan Nindy mendadak jadi sering lagi chat gue. Gue agak bingung dengan keadaan ini. Kenapa? Karena ya kok bisa waktunya berdekatan.
Gue bersikap normal aja ke mereka. Gue juga balas chat mereka seperlunya aja. Gue selalu menghabiskan waktu gue untuk chat itu hanya dengan Emi. Karena ya banyak hal aja yang selalu bisa kami bahas karena banyaknya kesamaan kami. Kalau udah mulai mentok, tau-tau nemu aja tuh bahasan lain.
Tapi ada satu waktu Emi seperti nggak biasanya ngebahas macam-macam sama gue, dan dia nggak semangat. Gaya bahasanya cenderung nggak ceplas ceplos kayak biasa. Gue mulai mengerti karakter Emi dan beragam kebiasaannya. Ketika dia rada lain dikit, pasti gue tau. Emi juga sama, ketika ada yang lain atau tidak biasa dari sikap atau bahkan gaya mengetik chat yang gue sendiri sebenarnya nggak sadar, dia bisa tau. Itulah yang menurut kami dinamakan chemistry diantara kami.
Akhirnya gue memutuskan untuk bertemu dengannya di akhir minggu. Pada hari jumat setelah gue pulang kerja gue langsung menuju mall di kota. Kebetulan karena Emi sebentar lagi mau ulang tahun, gue mau kasih kado dong buat dia. Masa dia udah kasih gue kejutan, gue nggak kasih juga kejutan. Sehari sebelumnya gue pulang kerumah orang tua gue dan membongkar beberapa barang yang mungkin aja bisa jadi inspirasi buat kadonya Emi.
Tapi yang gue temukan adalah sebuah gelang rantai yang dulu biasa gue pakai kuliah, dan juga manggung. Gelang ini terasa sangat unik karena menurut gue itu jarang ada yang jual pada saat itu. Selain itu juga gelang ini jarang ada yang pakai. Bahkan di komunitas jejepangan gue aja jarang yang pakai gelang kayak gini.
Selain menemukan beberapa barang lama gue yang biasanya jadi properti untuk manggung, gue juga browsing barang-barang lucu yang ada di internet. Sampai pada akhirnya gue menemukan sebuah barang lucu keluaran franchise Hello Kitty.
Hello Kitty itu salah satu karakter yang diidolai Emi selain karakter yang cewek banget lainnya macam Barbie atau Cinderella. Jadinya gue harus memesan terlebih dahulu sebelum gue bisa kasih sebagai kado.
Uang cukup, akun Paypal ada, Kartu Bebas Miskin alias Kartu Kredit ada, yaudah deh gue jadiin itu barang untuk dibeli. Mudah-mudahan aja Emi suka dikasih kejutan sederhana kayak gini. Setelah selesai dengan proses pembayaran dan segala macamnya, gue pun browsing yang lain-lain lagi sambil ngobrol sama Emi di chat yang berakhir kecurigaan gue dengan keadaan Emi yang lagi nggak bener dikampusnya.
Kartu Bebas Miskin, kata Kasino (Warkop, Bagi-Bagi Dong)
Keesokan harinya gue udah menuju ke mall ditengah kota. Sementara Emi mengabari gue katanya udah sampai duluan. Gue agak belakangan sampainya. Gue mengkode Emi supaya kita saling menemukan tanpa harus mengabari lebih banyak. Daaan….pencarian tersebut berhasil. Gue dan Emi ketemu di satu titik yang sama tanpa janjian. Chemistry kami terbangun dengan amat sangat baik. Padahal juga jadian belum lama kan.
Gue senang banget bisa ketemu Emi saat itu. Dan benar aja, dari raut wajahnya seperti ada beban tersendiri. Jelas ini anak sedang ada apa-apa. Nggak dalam kondisi terbaiknya. Tapi gue coba hibur dulu aja dengan cari makan malam dulu. Makan di restoran cepat saji ala jepang yang ada saat itu. Dia duduk dan gue memesan.
Jujur aja, pesan memesan ini hampir nggak pernah gue lakukan. Biasanya selalu Mama gue, adik gue atau mantan gue yang ngantri setiap makan direstoran cepat saji kayak gini. Haha. Jadinya gue agak bingung dalam proses memesannya. Pun dulu waktu diluar negeri, yang banyak bantu gue pesan makanan ya Citra.
“Lo kok beg* sih? Kenapa pesen menu yang sama kayak gue?” kata Emi.
“Lah kenapa emangnya? Soalnya kok kayaknya enak liat makanan lo. Lo kan kalo makan diabisin semua sendiri. Daripada gue minta karena ngiler sama menu lo, mendingan gue pesen yang sama.” gue membela diri.
“Kan ada menu yang mirip kayak begini cuman beda di dagingnya aja. Ada daging sapi sama daging ayam. Kenapa nggak pilih itu aja, biar bisa tukeran.”
Bener juga kata Emi. Harusnya bisa tukeran, kalo sama gini kan nggak asyik. Haha. Dan dari momen inilah gue dan Emi setiap pesan makan itu selalu berbeda, biar bisa saling cobain dan bisa ngerasain berbagai variasi menu yang tersedia.
“Oh iya yak. Beda dagingnya doangan bangs*t.” kata gue mengutuki diri sendiri.
“Lo nggak pernah pesan menu sendiri apa lo nggak pernah makan di sini sih?”
“Gue nggak pernah pesan menu sendiri. Biasanya dipesenin sama nyokap atau cewek gue dan itu pun entah apa yang dipesen, kebanyakan terserahnya terus diserahin deh ke rekomendasi pelayannya. Jadi gue nggak tau beda menunya kayak gimana.”
“Bloon.” Katanya singkat.
“Dan baru kali ini cewek gue manggil gue bloon begini. Anj*ng emang! Hahaha.” Kata gue tertawa melihat ekspresi lugu tapi ngeselinnya Emi.
“Kalo lebih nyaman ngomong begini kayak begini misalnya lagi ketemu, jangan dipaksain mesti jadi apa yang aku minta ya, yank. Pengen kita senyaman pas belum pacaran dulu.” Gue melanjutkan.
“Iya. Maaf ya kalo keliatan nggak terbiasa begitu.” Kata Emi
“Dan gue selalu kangen becanda plus ketawa-ketawa sama lo begini. Semua rasa ini tuh cuman bisa gue dapetin kalo kita ketemu. Makanya gue selalu ngerasa candu buat ketemu sama lo.”
“Candu candu, lo kata gue lem aibon bikin candu? Hahaha.”
Gue selalu berinisiatif kalau makan di tempat baru atau yang jarang dikunjungi, itu harus diabadikan. Tentunya setelah berdoa mau makan dulu ya. jadi memfoto makanan itu adalah hal yang biasa gue lakukan. Bahkan ketika gue dijamu oleh klien-klien besar yang pasti makannya ditempat fancy, gue selalu menyempatkan diri untuk mengabadikan keunikan penyajian atau platting makanannya.
“Foto makanannya dong!” gue mengucap kalimat ini berbarengan dengan Emi.
“LO KENAPA MAU FOTO? KENAPA IKUT-IKUTAN GUE?” jerit Emi spontan.
“LHA? GUE EMANG MAU FOTO, SOALNYA BUAT KENANG-KENANGAN!” kata gue.
“GUE JUGA BUAT KENANG-KENANGAN! EVEN ISI PIKIRAN GUE LO BACA YAK! LO DIEM-DIEM DUKUN SANTET NIH BISA BACA PIKIRAN GUE!” katanya.
“Dih! Hahaha. Gue dikata dukun santet? Mending gue nyantet artis biar jadi pacar gue daripada gue nyantet lo!”
“Yaudah sana pacaran aja sama artis!”
“Masalahnya gue bukan dukun santet dan gue nggak mau sama artis, jadi gue maunya pacaran sama lo. Hahaha.”
“Gue suka foto makanan.” kata kami kembali barengan.
“Bacot! Jangan ikutin gue bangs*t! Hahaha.” Kata Emi
Kemudian Emi mengambil HP gue dan mulai memfoto makanan yang sudah tersedia diatas meja kami. Setelahnya kami makan sambil mengobrol ringan. Terutama sih tentang hobi kami di jejepangan dan juga musik kencang lainnya.
“Itu dulu kalau kita udah ketemu mah, kamu sekarang udah punya nama kali di jejepangan. Aku bebasin kamu mau berkreasi kayak apapun juga. Kamu punya kemampuan otak yang sangat brilian, terus kreatif juga. Sayang kalau nggak dituangin jadi karya kan. Apalagi kamu punya blog informasi tentang seluk beluk jepang, tentang musik vkei dan sebagainya itu. Kurang oke apalagi coba? Lagian ngapain sih si Fandy idiot itu pake ngelarang-larang segala buat berkegiatan di jepangan? Gobl*k banget. Kamu juga nurut aja lagi.” kata gue emosi.
“Iya soalnya dia banyak jealoussama teman-teman aku yang cowok. Apalagi kan dulu nama aku itu udah cukup terkenal di jagat maya jejepangan. Bahkan salah satu band teman aku di daerah sini aja kalau minta materi buat manggung dari aku. Mereka sempet bawain lagu yang aku request, tapi aku nggak dateng karena nggak dibolehin Fandy.”
“Ah elah gobl*k banget. Nurut amat lagian lo sama orang model begitu. Udah mana segala ngelarang-larang hobi, bikin susah, dan sekarang? Lo udah nggak punya nama lagi di jepangan. Udah susah buat naikin nama lagi. Ya kan?”
“Iya emang. Aku beg* banget dulu. Sekarang malah kegiatan dikampus mulai dari tugas kuliah, praktikum dan segala macem kegiatan di himpunan itu bikin waktu aku abis dikampus. Jadi nggak sempat banget buat ngurus jepangan lagi. Tapi aku masih pantau kok perkembangannya.”lanjut Emi.
“Mending kamu mantau. Aku malah udah nggak ngikutin lagi. Haha. Balik lagi dengerin jepangan ya pas udah kenal kamu itu. Apalagi pas momen kemarin kita ke JJM. Hehe. jadi beneran pingin balik lagi. Tapi ngapain? Band juga udah nggak punya kan.” kata gue.
“Kan bisa ikutan lomba-lomba karaoke kamu.”
“Iya sih, tapi nggak dulu deh kalo sekarang. Nanti-nanti aja. haha.”
Obrolan ringan mengenai hobi ini kemudian berlanjut sambil jalan-jalan di mall tersebut. Jalan dan mampir ke beberapa gerai membuat Emi menjadi lapar kembali. Lalu kami memutuskan untuk naik kelantai paling atas dimana food court berada.
Kami memilih gerai Lotteria kala itu. Sekarang gantian Emi yang pesan makanan, gue yang memilih tempat duduk. Kami duduk dipojokan. Gue memilih dipojokan sekalian biar ada space yang lebih luas untuk membuka beberapa berkas pekerjaan gue. Gue nggak pesan makanan, hanya Emi yang pesan. Gue cuma mesan minum aja.
Lalu dia mulai makan dan gue masih sibuk dengan beberapa pekerjaan gue dan ada tim gue yang baru aja email pekerjaan dia untuk gue review atau supervisi. Tadi siang gue sempat bersitegang dengan atasan gue karena katanya gue kurang tegas untuk memberitahu atau mengultimatum tim gue.
Gue hanya mau mengakomodir kepentingan semua orang. Gue nggak mau ada yang terbebani dalam melaksanakan pekerjaannya. Memang waktu adalah tuntutan bagi profesi gue yang bergerak dibidang jasa. Tapi akan bahaya juga ketika tim atau bahkan gue sendiri bekerja dalam keadaan yang tidak 100%. Ini yang selalu gue berusaha hindari. Walaupun memang terkadang penyelesaiannya jadi lebih lama. Tapi hasilnya gue bisa jamin akan aman.
Gue rela untuk membawa pekerjaan gue pulang kerumah demi mendapatkan performa tim yang selalu on fire. Karena bagi gue, kualitas adalah segalanya. Bukan hanya sekedar kecepatan waktu penyelesaian. Gue jaman kuliah pun begitu. Terutama ketika sedang mengerjakan ujian. Gue nggak selalu ingin keluar duluan karena merasa sudah selesai semuanya. Gue selalu berusaha untuk meng-crosscheck hasil jawaban gue terlebih dahulu. Emang sih gue nggak mengincar nilai, tapi setidaknya gue nggak mengerjakan ujian asal-asalan.
Emi yang sudah selesai makan kemudian ke washtafel untuk membasuh tangannya. Sekembalinya dia dari tempat cuci tangan, alangkah kagetnya gue karena baju lengan panjangnya yang tersingkap sedikit diatas tangan ternyata menunjukkan sesuatu yang menurut gue langka. Sebuah gelang rantai.
Ya, gue nggak salah liat. Gelang rantai yang bentuknya sama kayak yang gue beli. Walaupun nggak identik 100%, tapi gelang ini memiliki tipikal desain yang mirip dengan gue punya. Secara spontan gue menanyakan kenapa dia punya gelang itu. Dia keliatan agak malu karena gue teriak spontan barusan. Nggak butuh waktu lama, gue menunjukkan gelang gue. gelang yang udah lama banget nggak gue pakai.
Lucunya dikejadian ini, gue dan Emi sama-sama nggak pernah pakai gelang ini sebelumnya selama kami saling mengenal. Kok ya bisa pas banget make gelang yang langka, sama-sama udah lama nggak dipakai, dihari yang sama ketika kami bertemu? Ini sih fix yang namanya chemistry.
“Lo beli gelang ini kapan?” tanya Emi antusias.
“Pas gue SMA kalo nggak salah kayaknya.” Jawab gue.
“Dimana?”
“Gunung A.”
“Zy, gue beli gelang ini di Gunung A juga, pas gue study tour SD. Gue lupa tahun kapan.”
“Kalo jarak umur kita 6 tahun, berarti pas gue SMA, lo kan masih SD! Berarti bener, kita beli di lokasi yang sama. Apa kita beli di waktu yang sama juga lagi jangan-jangan? Yank, masa kita udah ketemu dari sekitar sepuluh taun lalu sih? Yank, kenapa kamu baru muncul sekarang?” kata gue sambil menggenggam kedua tangan Emi.
Terlalu banyak kesamaan. Terlalu banyak kebetulan. Ini yang bikin gue dan Emi nggak percaya. Tapi selalu aja ada momen seperti ini disepanjang hubungan kami. Gue bingung. Emi pun juga sama. Apa ini yang dinamakan jodoh itu udah diatur? Gue dan dia nggak pernah tau masa depan. Kami pun menjalani hubungan ini ya dengan normal-normal aja, tetapi tentunya dengan kejutan-kejutan kayak gini yang selalu ada disetiap perjalanan momen pacaran kami.
Mungkin terlalu berlebihan juga kalau gue kadang suka ngomel misalnya dia telat balas, atau bahkan nggak balas dengan alasan ketiduran. Tapi ini benar-benar murni karena gue nggak mau komunikasi gue putus dari Emi. Gue benar-benar khawatir dengan keadaan dia yang dikelilingi teman-temannya yang tukang asumsi itu.
Sebenarnya gue bisa aja menghabisi angkatan Emi. Tapi nggak perlu lah, buat apa juga. Toh gue juga udah nggak bercokol lagi dikampus kan. Kalau satu angkatan yang rese barulah bisa, nah ini kan cuma teman-teman dekatnya aja, sementara yang lain nggak. Jadi rasa-rasanya kalau menghabisi satu angkatan itu bukan sesuatu yang bijak. Apalagi ini urusannya sebenernya sepele banget.
Saat gue sedang intens untuk menjaga Emi dari orang-orang disekitarnya yang toxic, ada kecurigaan yang agak aneh menurut gue. Dee dan Nindy mendadak jadi sering lagi chat gue. Gue agak bingung dengan keadaan ini. Kenapa? Karena ya kok bisa waktunya berdekatan.
Gue bersikap normal aja ke mereka. Gue juga balas chat mereka seperlunya aja. Gue selalu menghabiskan waktu gue untuk chat itu hanya dengan Emi. Karena ya banyak hal aja yang selalu bisa kami bahas karena banyaknya kesamaan kami. Kalau udah mulai mentok, tau-tau nemu aja tuh bahasan lain.
Tapi ada satu waktu Emi seperti nggak biasanya ngebahas macam-macam sama gue, dan dia nggak semangat. Gaya bahasanya cenderung nggak ceplas ceplos kayak biasa. Gue mulai mengerti karakter Emi dan beragam kebiasaannya. Ketika dia rada lain dikit, pasti gue tau. Emi juga sama, ketika ada yang lain atau tidak biasa dari sikap atau bahkan gaya mengetik chat yang gue sendiri sebenarnya nggak sadar, dia bisa tau. Itulah yang menurut kami dinamakan chemistry diantara kami.
Akhirnya gue memutuskan untuk bertemu dengannya di akhir minggu. Pada hari jumat setelah gue pulang kerja gue langsung menuju mall di kota. Kebetulan karena Emi sebentar lagi mau ulang tahun, gue mau kasih kado dong buat dia. Masa dia udah kasih gue kejutan, gue nggak kasih juga kejutan. Sehari sebelumnya gue pulang kerumah orang tua gue dan membongkar beberapa barang yang mungkin aja bisa jadi inspirasi buat kadonya Emi.
Tapi yang gue temukan adalah sebuah gelang rantai yang dulu biasa gue pakai kuliah, dan juga manggung. Gelang ini terasa sangat unik karena menurut gue itu jarang ada yang jual pada saat itu. Selain itu juga gelang ini jarang ada yang pakai. Bahkan di komunitas jejepangan gue aja jarang yang pakai gelang kayak gini.
Selain menemukan beberapa barang lama gue yang biasanya jadi properti untuk manggung, gue juga browsing barang-barang lucu yang ada di internet. Sampai pada akhirnya gue menemukan sebuah barang lucu keluaran franchise Hello Kitty.
Hello Kitty itu salah satu karakter yang diidolai Emi selain karakter yang cewek banget lainnya macam Barbie atau Cinderella. Jadinya gue harus memesan terlebih dahulu sebelum gue bisa kasih sebagai kado.
Uang cukup, akun Paypal ada, Kartu Bebas Miskin alias Kartu Kredit ada, yaudah deh gue jadiin itu barang untuk dibeli. Mudah-mudahan aja Emi suka dikasih kejutan sederhana kayak gini. Setelah selesai dengan proses pembayaran dan segala macamnya, gue pun browsing yang lain-lain lagi sambil ngobrol sama Emi di chat yang berakhir kecurigaan gue dengan keadaan Emi yang lagi nggak bener dikampusnya.
Keesokan harinya gue udah menuju ke mall ditengah kota. Sementara Emi mengabari gue katanya udah sampai duluan. Gue agak belakangan sampainya. Gue mengkode Emi supaya kita saling menemukan tanpa harus mengabari lebih banyak. Daaan….pencarian tersebut berhasil. Gue dan Emi ketemu di satu titik yang sama tanpa janjian. Chemistry kami terbangun dengan amat sangat baik. Padahal juga jadian belum lama kan.
Gue senang banget bisa ketemu Emi saat itu. Dan benar aja, dari raut wajahnya seperti ada beban tersendiri. Jelas ini anak sedang ada apa-apa. Nggak dalam kondisi terbaiknya. Tapi gue coba hibur dulu aja dengan cari makan malam dulu. Makan di restoran cepat saji ala jepang yang ada saat itu. Dia duduk dan gue memesan.
Jujur aja, pesan memesan ini hampir nggak pernah gue lakukan. Biasanya selalu Mama gue, adik gue atau mantan gue yang ngantri setiap makan direstoran cepat saji kayak gini. Haha. Jadinya gue agak bingung dalam proses memesannya. Pun dulu waktu diluar negeri, yang banyak bantu gue pesan makanan ya Citra.
“Lo kok beg* sih? Kenapa pesen menu yang sama kayak gue?” kata Emi.
“Lah kenapa emangnya? Soalnya kok kayaknya enak liat makanan lo. Lo kan kalo makan diabisin semua sendiri. Daripada gue minta karena ngiler sama menu lo, mendingan gue pesen yang sama.” gue membela diri.
“Kan ada menu yang mirip kayak begini cuman beda di dagingnya aja. Ada daging sapi sama daging ayam. Kenapa nggak pilih itu aja, biar bisa tukeran.”
Bener juga kata Emi. Harusnya bisa tukeran, kalo sama gini kan nggak asyik. Haha. Dan dari momen inilah gue dan Emi setiap pesan makan itu selalu berbeda, biar bisa saling cobain dan bisa ngerasain berbagai variasi menu yang tersedia.
“Oh iya yak. Beda dagingnya doangan bangs*t.” kata gue mengutuki diri sendiri.
“Lo nggak pernah pesan menu sendiri apa lo nggak pernah makan di sini sih?”
“Gue nggak pernah pesan menu sendiri. Biasanya dipesenin sama nyokap atau cewek gue dan itu pun entah apa yang dipesen, kebanyakan terserahnya terus diserahin deh ke rekomendasi pelayannya. Jadi gue nggak tau beda menunya kayak gimana.”
“Bloon.” Katanya singkat.
“Dan baru kali ini cewek gue manggil gue bloon begini. Anj*ng emang! Hahaha.” Kata gue tertawa melihat ekspresi lugu tapi ngeselinnya Emi.
“Kalo lebih nyaman ngomong begini kayak begini misalnya lagi ketemu, jangan dipaksain mesti jadi apa yang aku minta ya, yank. Pengen kita senyaman pas belum pacaran dulu.” Gue melanjutkan.
“Iya. Maaf ya kalo keliatan nggak terbiasa begitu.” Kata Emi
“Dan gue selalu kangen becanda plus ketawa-ketawa sama lo begini. Semua rasa ini tuh cuman bisa gue dapetin kalo kita ketemu. Makanya gue selalu ngerasa candu buat ketemu sama lo.”
“Candu candu, lo kata gue lem aibon bikin candu? Hahaha.”
Gue selalu berinisiatif kalau makan di tempat baru atau yang jarang dikunjungi, itu harus diabadikan. Tentunya setelah berdoa mau makan dulu ya. jadi memfoto makanan itu adalah hal yang biasa gue lakukan. Bahkan ketika gue dijamu oleh klien-klien besar yang pasti makannya ditempat fancy, gue selalu menyempatkan diri untuk mengabadikan keunikan penyajian atau platting makanannya.
“Foto makanannya dong!” gue mengucap kalimat ini berbarengan dengan Emi.
“LO KENAPA MAU FOTO? KENAPA IKUT-IKUTAN GUE?” jerit Emi spontan.
“LHA? GUE EMANG MAU FOTO, SOALNYA BUAT KENANG-KENANGAN!” kata gue.
“GUE JUGA BUAT KENANG-KENANGAN! EVEN ISI PIKIRAN GUE LO BACA YAK! LO DIEM-DIEM DUKUN SANTET NIH BISA BACA PIKIRAN GUE!” katanya.
“Dih! Hahaha. Gue dikata dukun santet? Mending gue nyantet artis biar jadi pacar gue daripada gue nyantet lo!”
“Yaudah sana pacaran aja sama artis!”
“Masalahnya gue bukan dukun santet dan gue nggak mau sama artis, jadi gue maunya pacaran sama lo. Hahaha.”
“Gue suka foto makanan.” kata kami kembali barengan.
“Bacot! Jangan ikutin gue bangs*t! Hahaha.” Kata Emi
Kemudian Emi mengambil HP gue dan mulai memfoto makanan yang sudah tersedia diatas meja kami. Setelahnya kami makan sambil mengobrol ringan. Terutama sih tentang hobi kami di jejepangan dan juga musik kencang lainnya.
“Itu dulu kalau kita udah ketemu mah, kamu sekarang udah punya nama kali di jejepangan. Aku bebasin kamu mau berkreasi kayak apapun juga. Kamu punya kemampuan otak yang sangat brilian, terus kreatif juga. Sayang kalau nggak dituangin jadi karya kan. Apalagi kamu punya blog informasi tentang seluk beluk jepang, tentang musik vkei dan sebagainya itu. Kurang oke apalagi coba? Lagian ngapain sih si Fandy idiot itu pake ngelarang-larang segala buat berkegiatan di jepangan? Gobl*k banget. Kamu juga nurut aja lagi.” kata gue emosi.
“Iya soalnya dia banyak jealoussama teman-teman aku yang cowok. Apalagi kan dulu nama aku itu udah cukup terkenal di jagat maya jejepangan. Bahkan salah satu band teman aku di daerah sini aja kalau minta materi buat manggung dari aku. Mereka sempet bawain lagu yang aku request, tapi aku nggak dateng karena nggak dibolehin Fandy.”
“Ah elah gobl*k banget. Nurut amat lagian lo sama orang model begitu. Udah mana segala ngelarang-larang hobi, bikin susah, dan sekarang? Lo udah nggak punya nama lagi di jepangan. Udah susah buat naikin nama lagi. Ya kan?”
“Iya emang. Aku beg* banget dulu. Sekarang malah kegiatan dikampus mulai dari tugas kuliah, praktikum dan segala macem kegiatan di himpunan itu bikin waktu aku abis dikampus. Jadi nggak sempat banget buat ngurus jepangan lagi. Tapi aku masih pantau kok perkembangannya.”lanjut Emi.
“Mending kamu mantau. Aku malah udah nggak ngikutin lagi. Haha. Balik lagi dengerin jepangan ya pas udah kenal kamu itu. Apalagi pas momen kemarin kita ke JJM. Hehe. jadi beneran pingin balik lagi. Tapi ngapain? Band juga udah nggak punya kan.” kata gue.
“Kan bisa ikutan lomba-lomba karaoke kamu.”
“Iya sih, tapi nggak dulu deh kalo sekarang. Nanti-nanti aja. haha.”
Obrolan ringan mengenai hobi ini kemudian berlanjut sambil jalan-jalan di mall tersebut. Jalan dan mampir ke beberapa gerai membuat Emi menjadi lapar kembali. Lalu kami memutuskan untuk naik kelantai paling atas dimana food court berada.
Kami memilih gerai Lotteria kala itu. Sekarang gantian Emi yang pesan makanan, gue yang memilih tempat duduk. Kami duduk dipojokan. Gue memilih dipojokan sekalian biar ada space yang lebih luas untuk membuka beberapa berkas pekerjaan gue. Gue nggak pesan makanan, hanya Emi yang pesan. Gue cuma mesan minum aja.
Lalu dia mulai makan dan gue masih sibuk dengan beberapa pekerjaan gue dan ada tim gue yang baru aja email pekerjaan dia untuk gue review atau supervisi. Tadi siang gue sempat bersitegang dengan atasan gue karena katanya gue kurang tegas untuk memberitahu atau mengultimatum tim gue.
Gue hanya mau mengakomodir kepentingan semua orang. Gue nggak mau ada yang terbebani dalam melaksanakan pekerjaannya. Memang waktu adalah tuntutan bagi profesi gue yang bergerak dibidang jasa. Tapi akan bahaya juga ketika tim atau bahkan gue sendiri bekerja dalam keadaan yang tidak 100%. Ini yang selalu gue berusaha hindari. Walaupun memang terkadang penyelesaiannya jadi lebih lama. Tapi hasilnya gue bisa jamin akan aman.
Gue rela untuk membawa pekerjaan gue pulang kerumah demi mendapatkan performa tim yang selalu on fire. Karena bagi gue, kualitas adalah segalanya. Bukan hanya sekedar kecepatan waktu penyelesaian. Gue jaman kuliah pun begitu. Terutama ketika sedang mengerjakan ujian. Gue nggak selalu ingin keluar duluan karena merasa sudah selesai semuanya. Gue selalu berusaha untuk meng-crosscheck hasil jawaban gue terlebih dahulu. Emang sih gue nggak mengincar nilai, tapi setidaknya gue nggak mengerjakan ujian asal-asalan.
Emi yang sudah selesai makan kemudian ke washtafel untuk membasuh tangannya. Sekembalinya dia dari tempat cuci tangan, alangkah kagetnya gue karena baju lengan panjangnya yang tersingkap sedikit diatas tangan ternyata menunjukkan sesuatu yang menurut gue langka. Sebuah gelang rantai.
Ya, gue nggak salah liat. Gelang rantai yang bentuknya sama kayak yang gue beli. Walaupun nggak identik 100%, tapi gelang ini memiliki tipikal desain yang mirip dengan gue punya. Secara spontan gue menanyakan kenapa dia punya gelang itu. Dia keliatan agak malu karena gue teriak spontan barusan. Nggak butuh waktu lama, gue menunjukkan gelang gue. gelang yang udah lama banget nggak gue pakai.
Lucunya dikejadian ini, gue dan Emi sama-sama nggak pernah pakai gelang ini sebelumnya selama kami saling mengenal. Kok ya bisa pas banget make gelang yang langka, sama-sama udah lama nggak dipakai, dihari yang sama ketika kami bertemu? Ini sih fix yang namanya chemistry.
“Lo beli gelang ini kapan?” tanya Emi antusias.
“Pas gue SMA kalo nggak salah kayaknya.” Jawab gue.
“Dimana?”
“Gunung A.”
“Zy, gue beli gelang ini di Gunung A juga, pas gue study tour SD. Gue lupa tahun kapan.”
“Kalo jarak umur kita 6 tahun, berarti pas gue SMA, lo kan masih SD! Berarti bener, kita beli di lokasi yang sama. Apa kita beli di waktu yang sama juga lagi jangan-jangan? Yank, masa kita udah ketemu dari sekitar sepuluh taun lalu sih? Yank, kenapa kamu baru muncul sekarang?” kata gue sambil menggenggam kedua tangan Emi.
Terlalu banyak kesamaan. Terlalu banyak kebetulan. Ini yang bikin gue dan Emi nggak percaya. Tapi selalu aja ada momen seperti ini disepanjang hubungan kami. Gue bingung. Emi pun juga sama. Apa ini yang dinamakan jodoh itu udah diatur? Gue dan dia nggak pernah tau masa depan. Kami pun menjalani hubungan ini ya dengan normal-normal aja, tetapi tentunya dengan kejutan-kejutan kayak gini yang selalu ada disetiap perjalanan momen pacaran kami.
Diubah oleh yanagi92055 23-12-2019 21:49
itkgid dan 38 lainnya memberi reputasi
39