- Beranda
- Stories from the Heart
PANGGILAN TENGAH MALAM
...
TS
agusmulyanti
PANGGILAN TENGAH MALAM
Spoiler for prolog:
***********
RULES :
- Ikuti perarturan SFTH
- Agan2 dan Sista bebas berkomentar, memberikan kritik dan saran yang membangun.
- Selama Kisah ini Ditulis, mohon untuk berkomentar seputar cerita.
- Dilarang meng-copas atau meng copy segala bentuk di dalam cerita ini tanpa seizin penulis
Index
Diubah oleh agusmulyanti 08-02-2020 17:25
bonita71 dan 15 lainnya memberi reputasi
16
12.7K
247
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
agusmulyanti
#13
Part - 10
Linggar, duduk termenung diteras, wajahnya terlihat murung. Terkadang matanya menerawang jauh, seakan sedang mencari-cari sesuatu.
Sudah dua hari ini, ia tidak menjumpai Ratih, entah kemana gadis itu pergi, seperti raib ditelan bumi.
Bi Narti, sudah bolak balik memanasi makanan di meja, dan menyuruh Linggar untuk makan, tapi Linggar seperti tidak punya semangat untuk makan. Cacing-cacing diperutnya pun seperti sedang berpuasa dan ikut merasakan suasana sang majikan.
Linggar, bangkit dari duduknya, dimatikannya rokok yang masih tersisa sedikit, entah sudah berapa batang ia habiskan. Perlahan diraihnya kunci motor dari hadapannya, terlihat ia mulai menghidupkan dan menjakankan motornya.
Bremmm....bremmm...bremmm, asap mengepul, saat ia bergerak meninggalkan halaman rumah. Bi Narti yang sedang berada di dapur berlari mengejarnya.
"Mas...mas Linggar !!, mau kemana mas?," seru bi Narti.
Linggar tak menghiraukan seruan bi Narti, dan terus memacu motornya dengan kecepatan tinggi. Bi Narti yang sedari siang memperhatikan tingkah Linggar hanya bisa geleng-geleng kepala, dengan sedikit rasa khawatir.
-------------
Malam itu sehabis maghrib, hujan masih turun, meski hanya rintik-rintik, tapi cukup untuk membuat badan menggigil. Meski angin berhembus sedikit kencang, Linggar tak perduli, ia terus melarikan motornya menembus pekatnya malam, dia hanya mengikuti kemana suara hati membawanya.
Hingga tiba disuatu tempat, tiba tiba motornya terhenti. Linggar turun dan mulai melihat, apa yang membuat motornya ngambek dan berhenti mendadak.
"Kenapa lagi nih motor ?, perasaan bulan lalu baru di servis, koq tiba-tiba ngadat gini. Di tempat sepi lagi, hadeuh," gerutu Linggar.
Tiba-tiba hidung Linggar mencium wangi aroma, hidungnya kembang kempis, mencari dari mana asal aroma itu.
"Wangi apa sih nih ?, hiyy..merinding," gumam Linggar, sambil mengusap-usap ke dua tangannya.
Belum hilang rasa kesal dan penasarannya, tiba tiba sudut matanya menangkap sosok yang sangat dikenalnya.
"Ratih ! Rat...!!."
Linggar menghambur kearah gadis itu, dipeluknya erat-erat. Ratih menyeringai, tapi dimata Linggar, terlihat tersenyum dengan manisnya.
"Kamu darimana saja Ratih?, aku mencari kamu kemana-mana. Aku kangen sama kamu." Linggar memberondong Ratih dengan pertanyaan.
"Aku gak kemana-mana mas, aku disini," ujar Ratih lembut
Linggar memandangi wajah Ratih yang terlihat sangat pucat, lalu kembali memeluknya. Ratih diam dan tak bergeming. Perlahan Linggar melepaskan pelukannya, dia merasakan betapa tubuh Ratih begitu dingin.
"Ya Allah, tubuh kamu dingin banget Rat," ujar Linggar.
Linggar melepaskan jaketnya dan memakaikannya ke tubuh Ratih.
"Pakailah Rat.., badan kamu dingin sekali, nanti kamu demam, udara begitu dingin."
"Aku sudah biasa mas, mas gak usah khawatir," ujar Ratih sambil tersenyum.
-------------
Linggar terhanyut dalam kerinduan yang teramat dalam, hingga ia tak sadar, bahwa hari sudah semakin larut, dan iapun tak sadar, bahwa dirinya berada ditempat yang tak biasa.
Menjelang dini hari, Ratih berpamitan hendak pulang, lalu Ratih menghilang diantara rimbunnya pepohonan bambu.
Suara muadzin, terdengar menggema memecah kesunyian pagi, membangunkan orang-orang untuk shalat.
"Ratih !!...Rat..!!."
Linggar memanggil Ratih, tapi tak dilihatnya gadis itu, yang ada hanya kepekatan dan kesunyian malam serta gemerisik rumpun bambu yang tertiup angin dini hari.
Hawa dingin yang semakin menusuk, membuat Linggar tersadar dan terkejut, setengah berlari ia menghampiri motor yang terparkir diantara pepohonan bambu. Suara muadzin yang mengumandangkan adzan sudah tidak terdengar lagi, ketika ia memasuki rumah.
Bi Narti dan mas Tono, bergegas menghampiri Linggar, ketika motor Linggar memasuki pekarangan rumah.
"Mas Linggar dari mana?, kenapa badan mas Linggar kotor semua," ujar bi Narti, sambil membersihkan kemeja Linggar.
Linggar memperhatikan tubuhnya, benar saja, baju yang dikenakannya penuh dengan tanah merah. Ia pun tak mengerti kenapa bajunya bisa kotor seperti ini.
Jangan lupa cendol ya
Sudah dua hari ini, ia tidak menjumpai Ratih, entah kemana gadis itu pergi, seperti raib ditelan bumi.
Bi Narti, sudah bolak balik memanasi makanan di meja, dan menyuruh Linggar untuk makan, tapi Linggar seperti tidak punya semangat untuk makan. Cacing-cacing diperutnya pun seperti sedang berpuasa dan ikut merasakan suasana sang majikan.
Linggar, bangkit dari duduknya, dimatikannya rokok yang masih tersisa sedikit, entah sudah berapa batang ia habiskan. Perlahan diraihnya kunci motor dari hadapannya, terlihat ia mulai menghidupkan dan menjakankan motornya.
Bremmm....bremmm...bremmm, asap mengepul, saat ia bergerak meninggalkan halaman rumah. Bi Narti yang sedang berada di dapur berlari mengejarnya.
"Mas...mas Linggar !!, mau kemana mas?," seru bi Narti.
Linggar tak menghiraukan seruan bi Narti, dan terus memacu motornya dengan kecepatan tinggi. Bi Narti yang sedari siang memperhatikan tingkah Linggar hanya bisa geleng-geleng kepala, dengan sedikit rasa khawatir.
-------------
Malam itu sehabis maghrib, hujan masih turun, meski hanya rintik-rintik, tapi cukup untuk membuat badan menggigil. Meski angin berhembus sedikit kencang, Linggar tak perduli, ia terus melarikan motornya menembus pekatnya malam, dia hanya mengikuti kemana suara hati membawanya.
Hingga tiba disuatu tempat, tiba tiba motornya terhenti. Linggar turun dan mulai melihat, apa yang membuat motornya ngambek dan berhenti mendadak.
"Kenapa lagi nih motor ?, perasaan bulan lalu baru di servis, koq tiba-tiba ngadat gini. Di tempat sepi lagi, hadeuh," gerutu Linggar.
Tiba-tiba hidung Linggar mencium wangi aroma, hidungnya kembang kempis, mencari dari mana asal aroma itu.
"Wangi apa sih nih ?, hiyy..merinding," gumam Linggar, sambil mengusap-usap ke dua tangannya.
Belum hilang rasa kesal dan penasarannya, tiba tiba sudut matanya menangkap sosok yang sangat dikenalnya.
"Ratih ! Rat...!!."
Linggar menghambur kearah gadis itu, dipeluknya erat-erat. Ratih menyeringai, tapi dimata Linggar, terlihat tersenyum dengan manisnya.
"Kamu darimana saja Ratih?, aku mencari kamu kemana-mana. Aku kangen sama kamu." Linggar memberondong Ratih dengan pertanyaan.
"Aku gak kemana-mana mas, aku disini," ujar Ratih lembut
Linggar memandangi wajah Ratih yang terlihat sangat pucat, lalu kembali memeluknya. Ratih diam dan tak bergeming. Perlahan Linggar melepaskan pelukannya, dia merasakan betapa tubuh Ratih begitu dingin.
"Ya Allah, tubuh kamu dingin banget Rat," ujar Linggar.
Linggar melepaskan jaketnya dan memakaikannya ke tubuh Ratih.
"Pakailah Rat.., badan kamu dingin sekali, nanti kamu demam, udara begitu dingin."
"Aku sudah biasa mas, mas gak usah khawatir," ujar Ratih sambil tersenyum.
-------------
Linggar terhanyut dalam kerinduan yang teramat dalam, hingga ia tak sadar, bahwa hari sudah semakin larut, dan iapun tak sadar, bahwa dirinya berada ditempat yang tak biasa.
Menjelang dini hari, Ratih berpamitan hendak pulang, lalu Ratih menghilang diantara rimbunnya pepohonan bambu.
Suara muadzin, terdengar menggema memecah kesunyian pagi, membangunkan orang-orang untuk shalat.
"Ratih !!...Rat..!!."
Linggar memanggil Ratih, tapi tak dilihatnya gadis itu, yang ada hanya kepekatan dan kesunyian malam serta gemerisik rumpun bambu yang tertiup angin dini hari.
Hawa dingin yang semakin menusuk, membuat Linggar tersadar dan terkejut, setengah berlari ia menghampiri motor yang terparkir diantara pepohonan bambu. Suara muadzin yang mengumandangkan adzan sudah tidak terdengar lagi, ketika ia memasuki rumah.
Bi Narti dan mas Tono, bergegas menghampiri Linggar, ketika motor Linggar memasuki pekarangan rumah.
"Mas Linggar dari mana?, kenapa badan mas Linggar kotor semua," ujar bi Narti, sambil membersihkan kemeja Linggar.
Linggar memperhatikan tubuhnya, benar saja, baju yang dikenakannya penuh dengan tanah merah. Ia pun tak mengerti kenapa bajunya bisa kotor seperti ini.
Jangan lupa cendol ya
Diubah oleh agusmulyanti 13-02-2020 11:10
disya1628 dan 13 lainnya memberi reputasi
14