- Beranda
- Stories from the Heart
TEROR HANTU DEWI
...
TS
mahadev4
TEROR HANTU DEWI
Cerita ini adalah murni fiksi dan imajinasi saya semata, ini adalah Cerita Horor pertama yang saya buat, maka jika banyak kekurangan disana sini saya mohon maaf dan sangat berharap kritik dan sarannya. Dan Kisah ini saya persembahkan Untuk Novia Evadewi, yang novel horornya sederhana namun begitu mencekam nuansa horornya.
Cerita ini saya beri judul "Teror Hantu Dewi", selamat membaca.
=====================================
Daftar Lengkap serinya :
Prolog
Part 1 Malam Jahanam
Part 2 Penantian Mencekam
Part 3 Geger Mayat Dewi
Part 4 Penguburan Mayat Dewi
Part 5 Teror di Tumah Tua
Part 6 Teror yang Berlanjut
Part 7 Pembalasan Dewi
Part 8 A Hantu Dewi Meneror Lagi
Part 8 B Hantu Dewi Meneror Lagi
Part 9 A Geger di Makam Dewi
Part 9 B Geger di Makam Dewi
Part 9 C Geger di Makam Dewi
Part 9 D Geger di Makam Dewi
Part 10 Menguak Tirai Gelap
Part 11 Keris Kiayi Pancasona
Part 12 Pertarungan Terakhir (Tamat)
=============================
Cerita ini saya beri judul "Teror Hantu Dewi", selamat membaca.
=====================================
Daftar Lengkap serinya :
Prolog
Part 1 Malam Jahanam
Part 2 Penantian Mencekam
Part 3 Geger Mayat Dewi
Part 4 Penguburan Mayat Dewi
Part 5 Teror di Tumah Tua
Part 6 Teror yang Berlanjut
Part 7 Pembalasan Dewi
Part 8 A Hantu Dewi Meneror Lagi
Part 8 B Hantu Dewi Meneror Lagi
Part 9 A Geger di Makam Dewi
Part 9 B Geger di Makam Dewi
Part 9 C Geger di Makam Dewi
Part 9 D Geger di Makam Dewi
Part 10 Menguak Tirai Gelap
Part 11 Keris Kiayi Pancasona
Part 12 Pertarungan Terakhir (Tamat)
=============================
Diubah oleh mahadev4 31-05-2022 10:52
redrices dan 37 lainnya memberi reputasi
34
26.5K
192
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
31.5KThread•41.7KAnggota
Tampilkan semua post
TS
mahadev4
#114
Teror Hantu Dewi - Part 9 D
Geger di Makam Dewi
(Bagian akhir untuk Part 9)
Bagus, Rusdi dan Pras keluar dari Musholla usai menjalankan Ibadah Sholat Maghrib berjama’ah.
“Waduuh, gerimis ngene, Gus, koyone arep udan gede iki, (aduh gerimis begini, Gus. Sepertinya akan hujan lebat)” kata Rusdi menutupi kepalanya dari guyuran hujan rintik itu.
“Yo.. ndang balik, mumpung sek rintik iki udane, (Ya.. cepat kita pulang, selagi hujan masih rintik-rintik)” kata Bagus seraya menatap dua temannya itu.
Bergegas mereka pulang, berjalan cepat-cepat agar segera sampai di rumah.
Benar saja begitu sampai di rumah Pras, hujan pun mendadak melebat, di iringi suara gemuruh langit yang di sertai pancaran kilatan petir yang sambung menyambung, mereka duduk di teras rumah.
Bagus menatap kedua temannya lantas berkata, “Sepertinya kita tak bisa kemana-mana nih, sayang sekali ya. Padahal hawa aneh dan panas yang kurasakan di Desa ini kuat sekali. Kita hanya bisa menunggu hujan reda untuk keluar, atau menunggu berita sampai esok hari apa yang terjadi malam ini.”
=====
Tanah di Pemakaman Umum itu menjadi basah dan becek karena rintik hujan yang semakin lama semakin kuat.
Kedua lelaki itu berdiri di tengah-tengah kuburan, matanya berkeliling seperti mencari sesuatu.
“Kalian mencariku? Hihihihihi…”
Terdengar suara perempuan bertanya dari belakang mereka, suara itu tak lain dari suara Hantu Dewi.
Kang Sukir tidak berpaling, ia hanya bergumam kepada lelaki di sebelahnya, “Celaka, Yud, Kuntilanak ini lebih dulu keluar sebelum kedatangan kita, tampaknya akan sulit kita tangkap.”
Yudistira yang maklum akan kecemasan kawannya itu lantas berkata, “Kalau begitu kita serang sama-sama saja, Kang.”
Kang Sukir mengangguk, dengan komando dari Yudistira mereka berbalik ke arah belakang dimana Hantu Dewi berada, kedua tangan mereka terentang lurus dengan telapak tangan menghadap pada Hantu Dewi, terdengar suara seperti pohon yang di hantam benda keras, dahannya lalu berderak dan patah, namun sosok Hantu Dewi tak berada disana.
“Hai kuntilanak jahanam, jangan pengecut! tunjukkan dirimu!” teriak Kang Sukir.
“Kalian yang pengecut, aku sendiri kalian berdua hihihihihii..”
“Jangan coba bodohi kami, Setan laknat! Kami tahu kalau di dalam tubuh Kuntimu itu masih ada satu Kunti lagi yang jadi pengendalimu, keluar saja gak perlu sembunyi!”
Perlahan sosok Hantu Dewi seperti terbelah, ada satu sosok Kuntilanak lain yang mulai keluar dari tubuh Hantu Dewi, sosok itu seperti sosok seorang Nenek-nenek, rambutnya putih, wajahnya keriput dan penuh luka, matanya memancarkan cahaya redup berwarna merah yang akan membuat siapa saja yang menatapnya akan langsung lari ketakutan atau pingsan di tempat.
“Ini aku sudah keluar.. Sukirman…”
Kang Sukir kaget manakala Kuntilanak tua itu tahu dan menyebut namanya, tapi di sembunyikan rasa keterkejutannya, sementara sosok Hantu Dewi hanya diam mematung, bagaikan sosok patung sungguhan.
“Kuntilanak jahanam!, sopo sing Miara kowe?! sopo sing Nguasai kowe?! (siapa yang memeliharamu? Siapa yang menguasaimu?)” tanya Kang Sukir.
Bukan jawaban yang di terima Kang Sukir melainkan sebuah Tusuk Konde yang terbang dengan sangat cepat ke arah Kang Sukir.
“Awas, Kang! serangan Tusuk Konde kuntilanak!!”, Yudistira mendorong temannya itu, akibatnya sungguh fatal, Kang Sukir terjatuh ke arah kiri sedangkan Tusuk Konde itu tepat mengenai jantung Yudistira. Yudistira langsung ambruk ke tanah.
“Yudistira!” teriak Kang Sukir.
Yudistira tampak masih berusaha mengeluarkan sesuatu dari dalam bajunya, ia mengeluarkan sebilah Keris, “Ini Keris Kiyai Seratjiwo, kuberikan Keris ini kepadamu, rawat ia dengan baik, gunakan Keris ini untuk memusnahkan Kuntilanak itu, tusukkan tepat ke jantung…nya.”
Usai meninggalkan pesan terakhir pada Kang Sukir, Yudistira menghembuskan nafas terakhirnya.
“Kuntilanak bedebah rasakan ini!” Kang Sukir merapalkan mantra saktinya, seketika tubuh Kuntilanak tua itu kaku tak bergerak, ia menggeram marah dan berusaha melepaskan diri dari jerat Ajian Kolodemit yang di miliki Kang Sukir, Kang Sukir maju berlari ke arah Kuntilanak tua sambil menghunus Keris Kiayi Seratjiwo pemberian Yudistira, Keris itu sudah tepat mengarah pada jantung kuntilanak.
Tinggal berjarak sekitar sejengkal lagi Keris itu akan menghujam tubuh Kuntilanak, tiba-tiba Kuntilanak itu mampu melepaskan diri dari jeratan Ajian Kolodemit dan langsung tangannya mencekik leher Kang Sukir dengan erat, bersamaan dengan Keris Kiayi Seratjiwo yang tetap menusuk sosok Kuntilanak tua, bukan ke arah jantungnya, tetapi meleset melukai pinggangnya, Kuntilanak itu terpekik kesakitan, sedangkan Kang Sukir sendiri matanya tampak melotot wajahnya memerah karena aliran darahnya tersumbat.
Penuh amarah sosok Kuntilanak tua itu mengeluarkan selarik sinar merah yang menakutkan dari matanya kearah kepala Kang Sukir, seketika kepala itu terbakar.
Kuntilanak tua melepaskan cekikannya, kobaran api kini menjalari sekujur tubuh Kang Sukir yang menggeliat geliat seraya berteriak-teriak kesakitan dan kepanasan, anehnya hujan deras tak mampu memadamkan api yang membungkus seluruh tubuh Kang Sukir, sampai akhirnya tubuh itu ambruk, mati dalam keadaan gosong.
Kuntilanak itu memegangi luka di pinggang kirinya, lalu keluarlah seperti cairan kental berwarna hitam pekat.
Ia berjalan mendekati sosok Hantu Dewi, masuk kembali menyatu dengan tubuh itu, tubuh Dewi kembali bergerak.
Hantu Dewi perlahan menghilang, menyisakan kabut putih yang perlahan memudar dan hilang tanpa bekas.
Malam itu benar-benar menjadi malam penuh darah di Desa Medasari.
Kalau saja tak turun hujan dengan sangat lebat, dan penduduknya tidak mengunci diri dalam rumahnya masing-masing, malam itu juga akan menjadi malam yang menggegerkan, terutama sekali geger di makam Dewi.
================================
(Bagian akhir untuk Part 9)
Bagus, Rusdi dan Pras keluar dari Musholla usai menjalankan Ibadah Sholat Maghrib berjama’ah.
“Waduuh, gerimis ngene, Gus, koyone arep udan gede iki, (aduh gerimis begini, Gus. Sepertinya akan hujan lebat)” kata Rusdi menutupi kepalanya dari guyuran hujan rintik itu.
“Yo.. ndang balik, mumpung sek rintik iki udane, (Ya.. cepat kita pulang, selagi hujan masih rintik-rintik)” kata Bagus seraya menatap dua temannya itu.
Bergegas mereka pulang, berjalan cepat-cepat agar segera sampai di rumah.
Benar saja begitu sampai di rumah Pras, hujan pun mendadak melebat, di iringi suara gemuruh langit yang di sertai pancaran kilatan petir yang sambung menyambung, mereka duduk di teras rumah.
Bagus menatap kedua temannya lantas berkata, “Sepertinya kita tak bisa kemana-mana nih, sayang sekali ya. Padahal hawa aneh dan panas yang kurasakan di Desa ini kuat sekali. Kita hanya bisa menunggu hujan reda untuk keluar, atau menunggu berita sampai esok hari apa yang terjadi malam ini.”
=====
Tanah di Pemakaman Umum itu menjadi basah dan becek karena rintik hujan yang semakin lama semakin kuat.
Kedua lelaki itu berdiri di tengah-tengah kuburan, matanya berkeliling seperti mencari sesuatu.
“Kalian mencariku? Hihihihihi…”
Terdengar suara perempuan bertanya dari belakang mereka, suara itu tak lain dari suara Hantu Dewi.
Kang Sukir tidak berpaling, ia hanya bergumam kepada lelaki di sebelahnya, “Celaka, Yud, Kuntilanak ini lebih dulu keluar sebelum kedatangan kita, tampaknya akan sulit kita tangkap.”
Yudistira yang maklum akan kecemasan kawannya itu lantas berkata, “Kalau begitu kita serang sama-sama saja, Kang.”
Kang Sukir mengangguk, dengan komando dari Yudistira mereka berbalik ke arah belakang dimana Hantu Dewi berada, kedua tangan mereka terentang lurus dengan telapak tangan menghadap pada Hantu Dewi, terdengar suara seperti pohon yang di hantam benda keras, dahannya lalu berderak dan patah, namun sosok Hantu Dewi tak berada disana.
“Hai kuntilanak jahanam, jangan pengecut! tunjukkan dirimu!” teriak Kang Sukir.
“Kalian yang pengecut, aku sendiri kalian berdua hihihihihii..”
“Jangan coba bodohi kami, Setan laknat! Kami tahu kalau di dalam tubuh Kuntimu itu masih ada satu Kunti lagi yang jadi pengendalimu, keluar saja gak perlu sembunyi!”
Perlahan sosok Hantu Dewi seperti terbelah, ada satu sosok Kuntilanak lain yang mulai keluar dari tubuh Hantu Dewi, sosok itu seperti sosok seorang Nenek-nenek, rambutnya putih, wajahnya keriput dan penuh luka, matanya memancarkan cahaya redup berwarna merah yang akan membuat siapa saja yang menatapnya akan langsung lari ketakutan atau pingsan di tempat.
“Ini aku sudah keluar.. Sukirman…”
Kang Sukir kaget manakala Kuntilanak tua itu tahu dan menyebut namanya, tapi di sembunyikan rasa keterkejutannya, sementara sosok Hantu Dewi hanya diam mematung, bagaikan sosok patung sungguhan.
“Kuntilanak jahanam!, sopo sing Miara kowe?! sopo sing Nguasai kowe?! (siapa yang memeliharamu? Siapa yang menguasaimu?)” tanya Kang Sukir.
Bukan jawaban yang di terima Kang Sukir melainkan sebuah Tusuk Konde yang terbang dengan sangat cepat ke arah Kang Sukir.
“Awas, Kang! serangan Tusuk Konde kuntilanak!!”, Yudistira mendorong temannya itu, akibatnya sungguh fatal, Kang Sukir terjatuh ke arah kiri sedangkan Tusuk Konde itu tepat mengenai jantung Yudistira. Yudistira langsung ambruk ke tanah.
“Yudistira!” teriak Kang Sukir.
Yudistira tampak masih berusaha mengeluarkan sesuatu dari dalam bajunya, ia mengeluarkan sebilah Keris, “Ini Keris Kiyai Seratjiwo, kuberikan Keris ini kepadamu, rawat ia dengan baik, gunakan Keris ini untuk memusnahkan Kuntilanak itu, tusukkan tepat ke jantung…nya.”
Usai meninggalkan pesan terakhir pada Kang Sukir, Yudistira menghembuskan nafas terakhirnya.
“Kuntilanak bedebah rasakan ini!” Kang Sukir merapalkan mantra saktinya, seketika tubuh Kuntilanak tua itu kaku tak bergerak, ia menggeram marah dan berusaha melepaskan diri dari jerat Ajian Kolodemit yang di miliki Kang Sukir, Kang Sukir maju berlari ke arah Kuntilanak tua sambil menghunus Keris Kiayi Seratjiwo pemberian Yudistira, Keris itu sudah tepat mengarah pada jantung kuntilanak.
Tinggal berjarak sekitar sejengkal lagi Keris itu akan menghujam tubuh Kuntilanak, tiba-tiba Kuntilanak itu mampu melepaskan diri dari jeratan Ajian Kolodemit dan langsung tangannya mencekik leher Kang Sukir dengan erat, bersamaan dengan Keris Kiayi Seratjiwo yang tetap menusuk sosok Kuntilanak tua, bukan ke arah jantungnya, tetapi meleset melukai pinggangnya, Kuntilanak itu terpekik kesakitan, sedangkan Kang Sukir sendiri matanya tampak melotot wajahnya memerah karena aliran darahnya tersumbat.
Penuh amarah sosok Kuntilanak tua itu mengeluarkan selarik sinar merah yang menakutkan dari matanya kearah kepala Kang Sukir, seketika kepala itu terbakar.
Kuntilanak tua melepaskan cekikannya, kobaran api kini menjalari sekujur tubuh Kang Sukir yang menggeliat geliat seraya berteriak-teriak kesakitan dan kepanasan, anehnya hujan deras tak mampu memadamkan api yang membungkus seluruh tubuh Kang Sukir, sampai akhirnya tubuh itu ambruk, mati dalam keadaan gosong.
Kuntilanak itu memegangi luka di pinggang kirinya, lalu keluarlah seperti cairan kental berwarna hitam pekat.
Ia berjalan mendekati sosok Hantu Dewi, masuk kembali menyatu dengan tubuh itu, tubuh Dewi kembali bergerak.
Hantu Dewi perlahan menghilang, menyisakan kabut putih yang perlahan memudar dan hilang tanpa bekas.
Malam itu benar-benar menjadi malam penuh darah di Desa Medasari.
Kalau saja tak turun hujan dengan sangat lebat, dan penduduknya tidak mengunci diri dalam rumahnya masing-masing, malam itu juga akan menjadi malam yang menggegerkan, terutama sekali geger di makam Dewi.
================================
redrices dan 16 lainnya memberi reputasi
17