- Beranda
- Stories from the Heart
Pencarian Belum Usai [TRUE STORY] - SEASON 3
...
TS
yanagi92055
Pencarian Belum Usai [TRUE STORY] - SEASON 3
Selamat Datang di Thread Gue
(私のスレッドへようこそ)
(私のスレッドへようこそ)
TERIMA KASIH BANYAK ATAS ATENSI DAN APRESIASI YANG TELAH GANSIS READERBERIKAN DI DUA TRIT GUE SEBELUMNYA. SEMOGA DI TRIT SELANJUTNYA INI, GUE DAPAT MENUNJUKKAN PERFORMA TERBAIK GUE DALAM PENULISAN DAN PACKAGING CERITA AGAR SEMUA READER YANG BERKUNJUNG DISINI SELALU HAPPY DAN TERHIBUR
Spoiler for Season 1 dan Season 2:
Last Season, on Muara Sebuah Pencarian - Season 2 :
Quote:
INFORMASI TERKAIT UPDATE TRIT ATAU KEMUNGKINAN KARYA LAINNYA BISA JUGA DI CEK DI IG: @yanagi92055 SEBAGAI ALTERNATIF JIKA NOTIF KASKUS BERMASALAH
Spoiler for INDEX SEASON 3:
Spoiler for LINK BARU PERATURAN & MULUSTRASI SEASON 3:
Quote:
Quote:
Quote:
Polling
Poll ini sudah ditutup. - 83 suara
Perlukah Seri ini dilanjutkan?
Perlu
99%
Tidak Perlu
1%
Diubah oleh yanagi92055 08-09-2020 10:25
al.galauwi dan 142 lainnya memberi reputasi
133
342.8K
4.9K
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•51.8KAnggota
Tampilkan semua post
TS
yanagi92055
#731
Kurang Beruntung Dia
Dunia perkuliahan saat Emi ada disana dibandingkan saat gue ada disana sudah sangat jauh berbeda. Kampus saat ini benar-benar sudah hampir mengkomersilkan diri. Bukan lagi anak pintar dan berprestasi yang berkeliaran dikampus gue, melainkan anak yang bapaknya beruntung dikasih rejeki lebih sama yang diatas.
Gue sampai bingung sendiri, karena makin kesini kok angkatannya makin aneh aja pola pikirnya. Ciri utama yang berubah kalau dilihat secara kasat mata adalah, banyaknya mahasiswa/i yang terlihat high class. Mereka datang membawa mobil atau motor berharga mahal. Tapi apa kemampuan mereka sebanding dengan apa yang melekat didiri mereka? Nggak sama sekali. Kebanyakan mahasiswa gini mah masuk lewat hasil bayar mahal, bukan pure karena prestasi.
Kampus yang membolehkan adanya program penerimaan mahasiswa baru melalui jalur seperti ini. Alasannya sebenarnya untuk melakukan subsidi silang. Jadi yang tajir-tajir ini menyubsidi SPP semester yang kurang mampu. Tapi sampai detik ini gue tau kabar kampus, nyatanya masih aja kita ikatan alumninya terus berusaha membantu adik-adik kelas yang nggak mampu. Lantas kemana itu uang milyaran yang dibayarkan mahasiswa tajir tapi bloon-bloon ini?
Semangat kampus yang menjadi kampus rakyat dan memihak rakyat kecil seperti semangat gue dulu ketika memilih kampus ini sebagai tujuan gue, kayaknya udah menguap. Padahal jurusan-jurusan dikampus ini sangat berdekatan dengan pengabdian kepada masyarakat. Terutama masyarakat kalangan menengah kebawah.
Gue pun mulai membuka beberapa usaha kecil dengan memberdayakan masyarakat sekitar. Apa usahanya? Nggak perlu disebutin lah, yang penting intinya adalah membantu masyarakat dan target pasarnya juga masyarakat kecil itu sendiri. Home industry kecil-kecilan lah boleh dibilang.
Banyak kawan-kawan gue atau kakak kelas yang sukses kembali kedesa dan membangun desa mereka melalui kemandirian yang diajarkan oleh lulusan-lulusan kampus gue. emang butuh waktu dan kesabaran ekstra kalau gini, karena kita berhadapan dengan kebiasaan-kebiasaan lawas yang sudah mengakar dan sulit sekali untuk diubah. Apalagi mengubah mindset masyarakat. Mungkin kaum muda lebih mudah diarahkan, tapi yang tua-tua ini yang pemikirannya masih kolot yang susah untuk diarahkan.
Nah, dengan kebiasaan-kebiasaan mahasiswa tajir ini untuk hidup enak dikota dan menikmati segala fasilitas secara instan, yakin mereka mau melakukan pengabdian kepada masyarakat, apalagi sampai turun kedesa-desa gitu? Gue nggak pernah yakin akan hal itu. Ujung-ujungnya nanti malah minta koneksi bapaknya untuk masuk ke instansi pemerintahan atau BUMN. Sudah rahasia umum kan masalah orang dalam ini bagi anak-anak tajir tapi nir-bakat? Hahaha.
Nggak perlu lah nanti mahasiswa yang udah wisuda itu susah-susah mau ikutan tes ini itu buat masuk keperusahaan, yang diperlukan itu adalah orang dalam. Hahaha. Sesimpel itu ya. iyalah, apalagi korporasi yang didalamnya terdapat keluarga yang berkuasa, atau memang pada dasarnya perusahaan keluarga. Makin sulit lah kita berkembang kalau nggak berasal dari keluarga dekat. Haha.
Makanya perusahaan-perusahaan besar juga banyak yang akhirnya ‘menjual’ aset berupa anak-anak calon penerus perusahaan, ke kolega usahanya. Jadilah tercipta namanya pernikahan bisnis. Pernah dengar kan pasti istilah ini? Hehehe.
Kembali lagi ke urusan mahasiswa dan kampus gue. banyak dari lulusan kampus gue yang pintar-pintar tapi pada akhirnya gagal bersinar karena mentok urusan orang dalam ini. Apalagi yang membawa serta idealismenya, kejujurannya, dan segala macam yang bertentangan dengan kelancaran bisnis perusahaan. Pasti menyingkir atau sengaja disingkirkan. Otak brilian mereka tersia-sia oleh anak-anak tajir tanpa kemampuan mumpuni tapi punya uang dan koneksi (bapaknya).
Gue pernah berada di kedua sisi tersebut. Karena Papa gue selalu mengingatkan gue untuk membuka pertemanan dengan siapapun. “kamu harus bisa bergaul dengan orang-orang bintang lima sampai kaki lima.” Itu pesan Papa gue dulu. Dan itu yang gue lakukan. Karenanya gue jadi banyak relasi secara konseptual (kalangan high) dan kalangan teknikal serta eksekutor (mid-low).
Tapi apakah lulusan kampus gue yang pintar-pintar tapi asalnya dari keluarga sederhana dan tanpa koneksi bisa seberuntung gue? nyatanya nggak demikian. Mentoknya ya itu tadi, karena mereka pintar dan idealis, akhirnya nggak mau ikut arus. Stuck lah karir mereka
.
Lain hal dengan yang gue lakukan. Gue selalu ambil jalan tengah sehingga tidak merugikan siapapun. Sejatinya gue adalah orang yang sangat idealis. Kalau gue udah ngomong A ya tetap akan A dan nggak akan berubah. Tetapi dalam beragam situasi karena perbedaan pergaulan gue dan anak-anak pinter tapi cupu dan jarang punya teman itu, gue bisa menempatkan diri untuk berada ditengah-tengah. Ikut komersil, tapi nggak meninggalkan idealisme. Ini yang mau gue bagi sebenarnya ke adik-adik kelas dikampus.
Tapi nyatanya anak-anak dikampus, entah bagaimana ceritanya, seperti antipati sama gue. padahal gue nggak pernah sama sekali berbuat merugikan mereka. Bahkan kenalpun nggak loh. Aneh banget kan? Ya namanya generasi mecin, apa-apa telen mentah-mentah bukannya crosscheck dulu. Dan ini juga yang semakin membuat dugaan gue menguat terkait dengan intelejensia yang gue omongin diatas.
Tajir-tajir tapi beg*-beg*, jadinya nalar pada nggak jalan. Untuk menyikapi berita simpang siur aja gobl*knya minta ampun. Udah gitu ngajak gobl*k teman tajir lainnya yang nggak kalah gobl*k intelejensianya. Habislah sudah karakter orang terbunuh hanya karena edaran berita yang nggak jelas tersebut.
Capek ya denger masalah kegobl*kan ini? Gimana gue dan Emi yang ngehadapin langsung coba aja bayangin. Hehe. Terutama Emi sih sebenernya. Karena yang berkonfrontasi dengan manusia-manusia nggak tau diuntung itu ya si Emi langsung. Maka dari itu, buat menjaga jarak dengan mereka, Emi benar-benar gue kontrol.
Gue nggak mau sedikit pun luput dari kabar Emi. Terdengar konyol dan kekanakan sih emang, tapi ini demi maslahat hubungan gue dan Emi. Masa hubungan kami rusak cuma gara-gara orang-orang toxic nggak ngotak disekeliling Emi yang bikin malu almamater karena sikap dan ketol*lannya itu? Nggak lucu banget asli. Hahaha.
Maaf harus sedikit berputar dulu karena akar masalah dan efek yang ditimbulkan berdasarkan masalah yang ada itu harus jelas kan. Jadi ya gue bercerita dari awalnya dulu. Dan kemungkinan penyebabnya kenapa bisa jadi begitu.
Gue agak kurang nyaman dengan adanya orang baru dikantor waktu itu. Seperti yang sudah gue bilang tadi diatas, kalau yang diperlukan dalam bekerja itu simpel, orang dalam. Hahaha. Itu yang kejadian dikantor gue. dan mungkin kantor-kantor lain yang sebidang dengan gue.
Orang baru ini benar-benar kurang bisa diandalkan.
Katanya lulusan sarjana sebuah universitas yang cukup punya nama di Jawa Barat. Tapi performanya sama sekali nggak sejalan dengan reputasi kampusnya. Adanya dalam beberapa waktu dia melakukan kesalahan yang berulang. Kalau dia diawal bilang mau terus belajar nggak apa-apa. Nah ini masalahnya dia bilang katanya bisa cepat belajar dan sudah cukup menguasai bidang pekerjaan ini sebelum dia masuk.
Kenapa kok udah tau? Ya orang dalam tadi. dia adalah salah satu keponakan dari atasan gue. Beda orang, beda pemikiran dong pastinya. Nggak bisa kita justifikasi kalau atasan oke punya pemikirannya, saudaranya bakalan sama. nggak tentu juga. Dan itu kejadian sama orang ini.
Banyak akhirnya pada mengeluh ketika kerjasama dengan dia. Bukan apa-apa, anak ini mentang-mentang dibelakangnya ada yang punya kantor, dia jadi suka-sukanya kalau dilapang. Baik sih orangnya, bahkan royal. Tapi disisi lain kalau udah meyangkut pekerjaan, orang ini nggak mau diatur dan suka-sukanya. Belum aja nih kena batunya. Hahaha.
Gue yang lagi bener-bener suntuk dikantor pas istirahat coba buat ngajak Emi video call via laptop. Tapi ternyata Emi nggak balas-balas chat dari gue. Gue coba chat dari facebook pun nggak ada respon sama sekali. Dari awalnya biasa aja, gue jadi curiga dia lagi di doktrin atau dipojokin dan segala macam sama teman-temannya. Intinya sih teman-temannya tetap nggak setuju sama hubungan kami. Yang ngejalanin gue dan Emi, kenapa yang lain pada ribut aja sih?
Setelah kembali kekantor dan melanjutkan pekerjaan sambil dengar lagu-lagu, kebetulan banget tuh keputar lagu yang pas menurut gue. Jadinya gue memberikan lagu itu buat Emi. Gue kasih link youtubenya ke facebook dia.
Teman Hidup by Tulus
Menjelang sore barulah Emi membalas chat gue. Agak lega juga gue. tapi tetap aja mencurigakan karena gue yakin ada sesuatu. Emi pasti chat gue terus kok, nggak akan ada jeda lama. Kalaupun jedanya agak lama biasanya dia akan bilang.
Lalu gue langsung menutup fitur chat dan menggantinya dengan menelpon Emi.
Yeee si bangs*t malah ngeledek lagi nih. Haha. Nggak lama kami melanjutkan kembali percakapan kami.
Gue sampai bingung sendiri, karena makin kesini kok angkatannya makin aneh aja pola pikirnya. Ciri utama yang berubah kalau dilihat secara kasat mata adalah, banyaknya mahasiswa/i yang terlihat high class. Mereka datang membawa mobil atau motor berharga mahal. Tapi apa kemampuan mereka sebanding dengan apa yang melekat didiri mereka? Nggak sama sekali. Kebanyakan mahasiswa gini mah masuk lewat hasil bayar mahal, bukan pure karena prestasi.
Kampus yang membolehkan adanya program penerimaan mahasiswa baru melalui jalur seperti ini. Alasannya sebenarnya untuk melakukan subsidi silang. Jadi yang tajir-tajir ini menyubsidi SPP semester yang kurang mampu. Tapi sampai detik ini gue tau kabar kampus, nyatanya masih aja kita ikatan alumninya terus berusaha membantu adik-adik kelas yang nggak mampu. Lantas kemana itu uang milyaran yang dibayarkan mahasiswa tajir tapi bloon-bloon ini?
Semangat kampus yang menjadi kampus rakyat dan memihak rakyat kecil seperti semangat gue dulu ketika memilih kampus ini sebagai tujuan gue, kayaknya udah menguap. Padahal jurusan-jurusan dikampus ini sangat berdekatan dengan pengabdian kepada masyarakat. Terutama masyarakat kalangan menengah kebawah.
Gue pun mulai membuka beberapa usaha kecil dengan memberdayakan masyarakat sekitar. Apa usahanya? Nggak perlu disebutin lah, yang penting intinya adalah membantu masyarakat dan target pasarnya juga masyarakat kecil itu sendiri. Home industry kecil-kecilan lah boleh dibilang.
Banyak kawan-kawan gue atau kakak kelas yang sukses kembali kedesa dan membangun desa mereka melalui kemandirian yang diajarkan oleh lulusan-lulusan kampus gue. emang butuh waktu dan kesabaran ekstra kalau gini, karena kita berhadapan dengan kebiasaan-kebiasaan lawas yang sudah mengakar dan sulit sekali untuk diubah. Apalagi mengubah mindset masyarakat. Mungkin kaum muda lebih mudah diarahkan, tapi yang tua-tua ini yang pemikirannya masih kolot yang susah untuk diarahkan.
Nah, dengan kebiasaan-kebiasaan mahasiswa tajir ini untuk hidup enak dikota dan menikmati segala fasilitas secara instan, yakin mereka mau melakukan pengabdian kepada masyarakat, apalagi sampai turun kedesa-desa gitu? Gue nggak pernah yakin akan hal itu. Ujung-ujungnya nanti malah minta koneksi bapaknya untuk masuk ke instansi pemerintahan atau BUMN. Sudah rahasia umum kan masalah orang dalam ini bagi anak-anak tajir tapi nir-bakat? Hahaha.
Nggak perlu lah nanti mahasiswa yang udah wisuda itu susah-susah mau ikutan tes ini itu buat masuk keperusahaan, yang diperlukan itu adalah orang dalam. Hahaha. Sesimpel itu ya. iyalah, apalagi korporasi yang didalamnya terdapat keluarga yang berkuasa, atau memang pada dasarnya perusahaan keluarga. Makin sulit lah kita berkembang kalau nggak berasal dari keluarga dekat. Haha.
Makanya perusahaan-perusahaan besar juga banyak yang akhirnya ‘menjual’ aset berupa anak-anak calon penerus perusahaan, ke kolega usahanya. Jadilah tercipta namanya pernikahan bisnis. Pernah dengar kan pasti istilah ini? Hehehe.
Kembali lagi ke urusan mahasiswa dan kampus gue. banyak dari lulusan kampus gue yang pintar-pintar tapi pada akhirnya gagal bersinar karena mentok urusan orang dalam ini. Apalagi yang membawa serta idealismenya, kejujurannya, dan segala macam yang bertentangan dengan kelancaran bisnis perusahaan. Pasti menyingkir atau sengaja disingkirkan. Otak brilian mereka tersia-sia oleh anak-anak tajir tanpa kemampuan mumpuni tapi punya uang dan koneksi (bapaknya).
Gue pernah berada di kedua sisi tersebut. Karena Papa gue selalu mengingatkan gue untuk membuka pertemanan dengan siapapun. “kamu harus bisa bergaul dengan orang-orang bintang lima sampai kaki lima.” Itu pesan Papa gue dulu. Dan itu yang gue lakukan. Karenanya gue jadi banyak relasi secara konseptual (kalangan high) dan kalangan teknikal serta eksekutor (mid-low).
Tapi apakah lulusan kampus gue yang pintar-pintar tapi asalnya dari keluarga sederhana dan tanpa koneksi bisa seberuntung gue? nyatanya nggak demikian. Mentoknya ya itu tadi, karena mereka pintar dan idealis, akhirnya nggak mau ikut arus. Stuck lah karir mereka
.
Lain hal dengan yang gue lakukan. Gue selalu ambil jalan tengah sehingga tidak merugikan siapapun. Sejatinya gue adalah orang yang sangat idealis. Kalau gue udah ngomong A ya tetap akan A dan nggak akan berubah. Tetapi dalam beragam situasi karena perbedaan pergaulan gue dan anak-anak pinter tapi cupu dan jarang punya teman itu, gue bisa menempatkan diri untuk berada ditengah-tengah. Ikut komersil, tapi nggak meninggalkan idealisme. Ini yang mau gue bagi sebenarnya ke adik-adik kelas dikampus.
Tapi nyatanya anak-anak dikampus, entah bagaimana ceritanya, seperti antipati sama gue. padahal gue nggak pernah sama sekali berbuat merugikan mereka. Bahkan kenalpun nggak loh. Aneh banget kan? Ya namanya generasi mecin, apa-apa telen mentah-mentah bukannya crosscheck dulu. Dan ini juga yang semakin membuat dugaan gue menguat terkait dengan intelejensia yang gue omongin diatas.
Tajir-tajir tapi beg*-beg*, jadinya nalar pada nggak jalan. Untuk menyikapi berita simpang siur aja gobl*knya minta ampun. Udah gitu ngajak gobl*k teman tajir lainnya yang nggak kalah gobl*k intelejensianya. Habislah sudah karakter orang terbunuh hanya karena edaran berita yang nggak jelas tersebut.
Capek ya denger masalah kegobl*kan ini? Gimana gue dan Emi yang ngehadapin langsung coba aja bayangin. Hehe. Terutama Emi sih sebenernya. Karena yang berkonfrontasi dengan manusia-manusia nggak tau diuntung itu ya si Emi langsung. Maka dari itu, buat menjaga jarak dengan mereka, Emi benar-benar gue kontrol.
Gue nggak mau sedikit pun luput dari kabar Emi. Terdengar konyol dan kekanakan sih emang, tapi ini demi maslahat hubungan gue dan Emi. Masa hubungan kami rusak cuma gara-gara orang-orang toxic nggak ngotak disekeliling Emi yang bikin malu almamater karena sikap dan ketol*lannya itu? Nggak lucu banget asli. Hahaha.
Maaf harus sedikit berputar dulu karena akar masalah dan efek yang ditimbulkan berdasarkan masalah yang ada itu harus jelas kan. Jadi ya gue bercerita dari awalnya dulu. Dan kemungkinan penyebabnya kenapa bisa jadi begitu.
Gue agak kurang nyaman dengan adanya orang baru dikantor waktu itu. Seperti yang sudah gue bilang tadi diatas, kalau yang diperlukan dalam bekerja itu simpel, orang dalam. Hahaha. Itu yang kejadian dikantor gue. dan mungkin kantor-kantor lain yang sebidang dengan gue.
Orang baru ini benar-benar kurang bisa diandalkan.
Katanya lulusan sarjana sebuah universitas yang cukup punya nama di Jawa Barat. Tapi performanya sama sekali nggak sejalan dengan reputasi kampusnya. Adanya dalam beberapa waktu dia melakukan kesalahan yang berulang. Kalau dia diawal bilang mau terus belajar nggak apa-apa. Nah ini masalahnya dia bilang katanya bisa cepat belajar dan sudah cukup menguasai bidang pekerjaan ini sebelum dia masuk.
Kenapa kok udah tau? Ya orang dalam tadi. dia adalah salah satu keponakan dari atasan gue. Beda orang, beda pemikiran dong pastinya. Nggak bisa kita justifikasi kalau atasan oke punya pemikirannya, saudaranya bakalan sama. nggak tentu juga. Dan itu kejadian sama orang ini.
Banyak akhirnya pada mengeluh ketika kerjasama dengan dia. Bukan apa-apa, anak ini mentang-mentang dibelakangnya ada yang punya kantor, dia jadi suka-sukanya kalau dilapang. Baik sih orangnya, bahkan royal. Tapi disisi lain kalau udah meyangkut pekerjaan, orang ini nggak mau diatur dan suka-sukanya. Belum aja nih kena batunya. Hahaha.
Gue yang lagi bener-bener suntuk dikantor pas istirahat coba buat ngajak Emi video call via laptop. Tapi ternyata Emi nggak balas-balas chat dari gue. Gue coba chat dari facebook pun nggak ada respon sama sekali. Dari awalnya biasa aja, gue jadi curiga dia lagi di doktrin atau dipojokin dan segala macam sama teman-temannya. Intinya sih teman-temannya tetap nggak setuju sama hubungan kami. Yang ngejalanin gue dan Emi, kenapa yang lain pada ribut aja sih?
Setelah kembali kekantor dan melanjutkan pekerjaan sambil dengar lagu-lagu, kebetulan banget tuh keputar lagu yang pas menurut gue. Jadinya gue memberikan lagu itu buat Emi. Gue kasih link youtubenya ke facebook dia.
Teman Hidup by Tulus
Menjelang sore barulah Emi membalas chat gue. Agak lega juga gue. tapi tetap aja mencurigakan karena gue yakin ada sesuatu. Emi pasti chat gue terus kok, nggak akan ada jeda lama. Kalaupun jedanya agak lama biasanya dia akan bilang.
Quote:
Lalu gue langsung menutup fitur chat dan menggantinya dengan menelpon Emi.
Quote:
Yeee si bangs*t malah ngeledek lagi nih. Haha. Nggak lama kami melanjutkan kembali percakapan kami.
Quote:
itkgid dan 41 lainnya memberi reputasi
42
Tutup