- Beranda
- Stories from the Heart
Pencarian Belum Usai [TRUE STORY] - SEASON 3
...
TS
yanagi92055
Pencarian Belum Usai [TRUE STORY] - SEASON 3
Selamat Datang di Thread Gue
(私のスレッドへようこそ)
(私のスレッドへようこそ)
TERIMA KASIH BANYAK ATAS ATENSI DAN APRESIASI YANG TELAH GANSIS READERBERIKAN DI DUA TRIT GUE SEBELUMNYA. SEMOGA DI TRIT SELANJUTNYA INI, GUE DAPAT MENUNJUKKAN PERFORMA TERBAIK GUE DALAM PENULISAN DAN PACKAGING CERITA AGAR SEMUA READER YANG BERKUNJUNG DISINI SELALU HAPPY DAN TERHIBUR
Spoiler for Season 1 dan Season 2:
Last Season, on Muara Sebuah Pencarian - Season 2 :
Quote:
INFORMASI TERKAIT UPDATE TRIT ATAU KEMUNGKINAN KARYA LAINNYA BISA JUGA DI CEK DI IG: @yanagi92055 SEBAGAI ALTERNATIF JIKA NOTIF KASKUS BERMASALAH
Spoiler for INDEX SEASON 3:
Spoiler for LINK BARU PERATURAN & MULUSTRASI SEASON 3:
Quote:
Quote:
Quote:
Polling
Poll ini sudah ditutup. - 83 suara
Perlukah Seri ini dilanjutkan?
Perlu
99%
Tidak Perlu
1%
Diubah oleh yanagi92055 08-09-2020 10:25
al.galauwi dan 142 lainnya memberi reputasi
133
342.8K
4.9K
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•51.8KAnggota
Tampilkan semua post
TS
yanagi92055
#659
New World
“ANJ*NG! BENER KAN APA GUE BILANG? SETIAP KALI GUE PISAH SAMA LO, BAHKAN CUMA SEBENTAR, PASTI AJA ADA YANG BIKIN LO BEGINI! KENAPA SIH? KENAPA LO NGGAK BISA PERCAYA SAMA GUE BANGS*T?! SEGITU BRENGSEKNYA GUE DI MATA LO, MI? ANJ*NG!”
Gue terus meracau dan berteriak-teriak sambil terus memacu motor gue dengan kencang. Gue yakin pasti suara gue kedengaran sama orang-orang yang ada disekitar.
“KARENA LO BOONGIN GUE!” balas Emi.
“GUE BOONGIN LO APA LAGI SIH, MI? GUE UDAH JUJUR SEMUANYA! SEMUANYA! BANGS*T! TERUS GUE HARUS BUKTIIN GIMANA LAGI?”
“LO MASIH LDR-AN SAMA DEE! LO MASIH PACARAN SAMA DIA! LO DEKETIN GUE CUMAN BUAT NGISI KEKOSONGAN LO DI SINI! LO CUMAN PERMAININ GUE! FIRZY! GUE SAKIT DIGINIIN! YA AMPUN!”
Hati gue tersentak tiba-tiba. Benar kan apa kata gue? ada yang nyebarin berita bohong mengenai hubungan gue dan Dee. Mereka nggak pernah tau kebenarannya, karena emang mereka ada yang tau. Yang tau kan cuma gue dan Dee, paling Mama dan Dania yang gue kasih tau karena gue juga yakin nggak ada yang ember. Mau ember kemana juga kan mereka.
Kemudian isu ini digoreng abis-abisan didepan Emi. Teman-temannya ini fix toxic banget asli. Dari asumsi bisa dipoles seolah jadi kejadian beneran. Kesimpulannya? Ya Anj*ng lah mereka semua.
“LU DAPET INFO BEGITU DARI SIAPA? SIAPA ANAK ANJ*NG YANG NGOMONG NGGAK BENER KAYAK BEGITU HAH?! T*I BANGET BANGS*T!”
“Kenapa? Lo mau gebukin itu orang karena ngasih tau yang bener?”
“Lo lebih percaya manusia-manusia kelakuan kayak bab* itu?”
“Gue nggak tau, Zy. Gue nggak tau.”
Motor gue agak sedikit bergetar. Bukan mesinnya yang bermasalah, tapi yang gue bonceng ini yang memberikan getaran. Dia sepertinya sesenggukan nangis. Gue diam dulu aja dan terus melajukan motor gue tanpa arah yang jelas, yang pasti gue nunggu momen yang pas.
Setelah gue mengumpulkan keberanian, sambil ada deg-degan juga didada gue, gue akhirnya memulai omongan.
“YAUDAH DEH. BIAR LO PERCAYA SAMA GUE, SEKARANG GUE BILANG KALO GUE SAYANG SAMA LO. DAN GUE MAU TERUS BARENG-BARENG SAMA LO. JADI GUE MAU LO JADI PACAR GUE. GA ADA TAPI-TAPI LAGI YA! INI GUE SERIUS!”
Gue mengucap itu dengan sangat yakin, lantang dan ada sedikit penekanan yang menandakan kalau gue serius sama dia. Ini saat yang tepat, atau sebenarnya tidak tepat. Entahlah. Yang penting apa yang udah gue pendam selama ini bisa gue ungkapkan. Perjuangan gue harus diapresiasi dengan hasil positif. Kesannya memaksa, tapi gue yakin Emi akan mengatakan ya pada waktu itu.
Emi nggak bereaksi sama sekali. Dia hanya diam seribu bahasa. Yang gue dengar hanya kebisingan jalan yang kala itu juga ada sedikit gerimis. Gue bingung. Gue nggak tau apa yang lagi dipikirin sama Emi. Sebegitu sulitkah gue meluluhkan hatinya? Atau ini pertanda kemampuan gue menaklukan cewek sudah semakin memudar karena kelamaan nggak diasah?
“Mi, Gue sangat menyayangi lo. Maaf untuk pernyataan gue yang keras tadi. Maafin gue yang emosi dengan keadaan kita yang susah banget buat bareng terus. Maafin gue, Mi. Tapi gue nggak mau kehilangan lo. Gue nggak mau ngelepas lo lagi. Gue nggak mau mulai semuanya dari awal lagi. Gue nggak mau nyari orang yang lebih sempurna lagi dari lo, karena nggak ada.”
Kemudian gue berinisiatif untuk memberhentikan motor gue dulu. Gue mau melihat dia menjawab langsung. Face to face. Biar semuanya lega. Apapun jawabannya setidaknya gue udah usaha dulu buat semuanya. Sisanya biar bola ada ditangan Emi. Gue sangat deg-degan waktu itu. Nggak pernah gue sedeg-degan ini sebelumnya, karena hampir semua mantan gue, usahanya nggak ada yang sekeras dan serumit ini.
“Mi, mau kan jadi pacar gue?” gue bertanya dengan nada datar tapi cukup jelas terdengar.
“Gue nggak bisa jawab apapun sekarang. Sampein dulu aja ke tujuan ya.”
Lalu akhirnya gue memutar balik kearah kampus. Gue akan antar Emi ke kostannya aja, daripada nggak jelas kayak gini kan mau kemana. Sepanjang perjalanan gue dan Emi lebih banyak diam. Palingan gue agak memaki sesekali karena ada pengguna jalan yang suka-sukanya aja kalo make jalanan.
Kadang kala gue suka bingung terutama sama pengendara motor kalau dijalan. Banyak yang santun, tapi nggak sedikit yang ngaco. Yang paling aneh itu adalah ketika di lampu merah. Seharusnya sudah ada marka jalan yang nggak boleh dilewati. Maksudnya mungkin baik, biar keliatan juga tanda lampunya udah pindah ke warna apa.
Tapi sering bannget gue liat banyak pengendara motor yang berhentinya itu lewat dari garis yang ditentukan, bahkan sampai melewati lampu lalu lintasnya. Kan gobl*k. gimana lo tau itu udah hijau atau belum kalau lo aja berhentinya lewat dari lampunya.
Seringnya, manusia-manusia ini menunggu pengendara dibelakangnya klakson keras-keras dulu, atau ada pengendara waras yang berhenti sesuai aturan mendahului mereka karena mereka nggak tau kalau lampu sudah hijau. Kalau udah didahului kayak gitu, yang notabene ujung-ujungnya kesalip sama yang belakang, ngapain lo berhenti melampaui garis depan. Tujuan lo mau duluan biar cepet kan, eh taunya malah tetap kesalip sama yang belakang. Beg* banget asli. Haha.
Setelah sekitar satu jam dijalan, kami sampai dikostan Emi. Gue dan dia masih juga diam aja. sampai pada akhirnya gue ngebuka laptop. Tujuan gue adalah untuk meminta konfirmasi langsung dari Dania adik gue yang udah gue ceritain dari awal sehabis gue bubaran dengan Dee.
“Ini Facebook adik gue, Dania. Lo kan belum ada whatsapp, lo chat dia aja make Facebook gue. Dia kebetulan lagi online nih. Mungkin lo bisa tanya-tanya ke dia. Bilang aja ini lo, dia udah tau lo kok.” kata gue berusaha meyakinkan Emi.
“Gue bukan nggak percaya begini sama lo Zy. Gue nggak enak aja masa mendadak ngehubungin adik lo make Facebook kakaknya buat ngebuktiin kakaknya boong apa nggak?” kata Emi ragu.
“Dia udah biasa digituin sama cewek-cewek iseng yang deketin gue dari jaman kami masih sekolah. Santai aja. Gue nggak mau kehilangan lo. Gue mau lo percaya sama gue. Jadi gue ngelakuin ini semua biar lo yakin sama gue Mi.”
Lalu Emi dengan ragu membuka obrolan dengan Dania. Ini adalah kali pertama adik gue itu ngobrol sama Emi, walaupun baru chat belum ketemu langsung. Chat berlangsung lancar aja. intinya Emi mendapatkan jawaban yang dia inginkan. Pun gue juga begitu. Adik gue ya cerita apa adanya sesuai yang gue pernah ceritain dulu. Diakhir percakapan dia menawarkan untuk tukeran nomor HP biar lebih enak kalau chat lewat Whatsapp.
Emi waktu itu masih pakai HP merk nexian yang belum bisa diinstal whatsapp. Ah, misqueen anda Emilya! hahaha.
“Mi. Mohon, kasih gue kesempatan.” Kata gue sambil merapihkan laptop.
“Zy, jujur ya. Gue takut banget mau kasih jawaban ke lo ini. Bahkan tadi adik lo bilang ke gue, itu nggak bikin 100% yakin sama lo.”
“Gue ngerti. Harusnya gue nggak egois maksain keinginan gue ke lo. Harusnya mungkin gue nggak pernah ketemu sama lo yang akhirnya bikin gue jadi nagih harus komunikasi terus sama lo. Harus gue…”
“Jadi pacar Emi Zy.” Katanya tiba-tiba memotong omongan gue.
Gue yang udah mau pamit dan membelakangi dia otomatis balik badan dong. Harapan yang tadinya cuma akan jadi kekecewaan malah berujung hal yang gue harapkan. Ya, semua akan tetap hidup dan bersemangat ketika kita menaruh harapan. Karena harapan lah yang bisa membuat kita kuat dan mau terus berjuang untuk mendapatkan apa yang seharusnya kita mau.
“Harusnya kamu jadi pacar aku…….” Katanya lirih.
“JADI LO NERIMA GUE?” kata gue agak berteriak karena girang.
“Gue nggak tau ini keputusan terbaik apa nggak dengan gue nerima lo. Apa ini salah langkah atau kira-kira gue bakal disakitin kayak gimana lagi nanti kedepannya. Gue nggak tau. TAPI, seumur hidup gue nggak akan pernah tau kalo gue nggak pernah coba kan? Jadi, gue mungkin bisa kasih lo kesempatan, Zy. Tolong bantu gue percaya sama lo kalo semua omongan orang itu salah.”
“Gue bakal ngelakuin apapun itu buat lo, Mi. Semuanya!”
Gue langsung memeluk Emi saat itu juga. Gue peluk dia dengan erat. Gue gemetaran. Degup jantung gue cukup kencang saat itu. Nggak pernah gue seceria ini sebelumnya kalau memulai hubungan yang serius dengan lawan jenis. Semuanya begitu mudah, nggak butuh banyak perjuangan. Tapi kali ini lain banget.
Ternyata perut gue dan Emi nggak mau kompromi. Kami akhirnya memutuskan untuk makan di warmindo daerah kota sana. Walaupun udah malam, kalau warmindo pasti masih buka. Warmindo dikota ada yang sangat terkenal dan legendaris.
Bahkan anak-anak kampus gue yang notabene jaraknya jauh banget dari kota bisa tau itu tempat. Dan namanya abang-abang yang masak di warmindo itu selalu tau bagaimana memasak sebungkus mi instan sesuai dengan selera para pemesannya. Rasanya seperti selalu lebih enak daripada masak mi sendiri. Haha.
Kami sampai di warmindo sekitar pukul 23.00 malam. Saat itu agak sepi jadi lumayan lah bisa ngobrol santai. Dan yang penting nggak ada yang ngerokok saat itu. Hehe.

“Kemarin itu yang jaga diluar kok ganjen bener ya?” kata gue membuka obrolan.
“Ganjen? Acara apaan emang?” tanya Emi.
“Lah, acara yang kemarin itu. Kan dua orang jaga diluar tuh deket pintu. Kan itu temen-temen lo bukan?”
“Iya emang. Si Ochi sama Dinta. Kenapa emang? Mau lo incer juga? Kita baru jadian loh.”
“Yeeeh. Si anj*ng ngerocos aja dodol. Haha. Bukan, mereka cakep-cakep loh, tapi otaknya gobl*k banget buat standar kampus kita. Hahaha. Masuknya nyogok ya?”
“HAHAHAHAHA. Yah begitu lah. Makin kesini, jurusan kita makin banyak pesolek. Isinya tukang dandan banyak banget. tapi mereka punya uang sih, jadi bisa masuk kali kesini karena kekuatan uang.”
“Anj*ng! kampus kok semangat kerakyatannya luntur gini makin hari. Nggak bisa cari sponsor dari pihak lain apa? Kalau kayak gini, anak dari keluarga kurang mampu bakalan nggak bisa sekolah ini sih. Gue yakin nggak cuma kampus kita doang deh, kampus negeri lain juga begitu pasti.”
“Gue nggak tau Zy. Yang jelas, mereka itu masuknya dari jalur yang berbeda. Bayaran mereka juga lebih mahal dari kita-kita. Dan pergaulan mereka juga high class. Sesama cewek-cewek gobl*k harus saling mendukung kan. Hahaha.”
“Hahaha. Bangs*t lo Mi. Temen sendiri dikatain gobl*k. Tapi emang iya sih tu anak kayak nggak tau apa-apa ya. gue tanya ini itu bukannya jawab malah planga plongo aja. kayaknya yang diotak dia cuma dandan sama tit*t pacarnya doang bangs*t. hahaha.”
“Gitu-gitu dia sukses tuh dulu ngelewatin puncak ospek angkatan gue. Gara-gara berhasil ngegaet kakak kelas beg* angkatannya Bang Herman. Pas banget kan? Angkatan Bang Herman itu jadi panitia inti dari rangkaian acara ospek gue Zy. Eh, dia akhirnya bisa dapetin tu cowok jelang final ospek. Aman lah jadinya. Tapi yang lebih gila mah si Debby. Bang Herman digaet sebelum ospek dimulai, dan nggak banyak yang tau ketika itu. Jadi Bang Herman yang keliatan keren dan berwibawa langsung runtuh tuh reputasinya pas ketauan jadian sama Debby. Apalagi pas tau jadiannya sebelum ospek dimulai.”
“Kan bener. Namanya Debby ini mesti anj*ng banget kelakuannya. Kayak per*k banget kelakuannya. Untung gue nggak pernah mau sama dia walaupun dia harus gue akui emang cakep banget. tapi ngumbar kelamin kemana-mana mah ogah amat gue. haha. Gue juga bukan orang suci kok, tapi kalo ceweknya model begitu mana ada tantangan. Hahaha. Terus kalo si Ochi gimana Mi?”
“Si Ochi itu sukses banget ngerusak hidupnya Bang Derick. Lo tau bang Derick kan?”
“Yang mana dia?”
Emi kemudian menjelaskan deskripsi Derick. Gue tetap nggak kenal. Yang gue mau adalah cerita tentang si Ochinya ini.
“Dia itu sukses ngegaet si Bang Derick yang waktu itu jadi ketua penyelenggara ospek angkatan gue. Dia ternyata jadiannya itu menjelang hari final ospek. Pinter banget kan? Dan yang digaet langsung ketua penyelenggaranya loh. Intinya sih dia cari aman. Soalnya seperti yang udah-udah, belajar dari pengalaman dan dengar-dengar gosip kakak kelas, kalau cewek-cewek yang tampangnya lumayan itu bakalan jadi incaran kakak kelas.”
Gue langsung teringat cerita Dee, Keket dan Harmi bagaimana mereka diperlakukan dengan semena-mena dan cenderung di bullyketika jaman ospek angkatan masing-masing dulu. Dan budaya tersebut masih berlaku sampai saat angkatan Emi masuk ke jurusan. Sungguh budaya yang sama sekali nggak penting. Kalau cantik emang salah dia? Nggak juga kan? Kalau cantik terus gobl*k, emang salah dia? Nggak. Itulah keadilan Tuhan. Hehe.
“Terus gimana lagi?” tanya gue.
“Iya dia itu cari aman banget dengan macarin Bang Derick. Tapi setelah ospek angkatan gue selesai, baru bang Derick tau kalau si Ochi ini cuma manfaatin si Bang Derick. Karena masih pacaran juga, bang Derick jadi sering diporotin tau Zy. Bahkan sampai uangnya habis dan sempat ngutang kemana-mana demi memenuhi permintaan Ochi yang hedon banget menurut gue. gila banget deh dulu itu dramanya. Haha. Udah Bang Herman sama Debby, eh ditambah lagi ada drama dari Ochi dan Bang Derick.”
“Hahaha. Ketebak kan bener apa yang ada dipikiran gue Mi. si Ochi ini cantik tapi gobl*k. yang bisanya ya jualan fisik doang buat dapetin apa yang dia mau. Lo tau? Gue saat pertama kali liat dia, dalam pikiran gue cuma gini : ini cewek diajak makan mahal dikit sama sedikit obrolan santai juga bakal mau sama gue. asli gue mikir gitu Mi. hahaha. Ternyata bener aja kan?”
“Serius Zy lo mikir gitu? Bangs*t amat pikiran lo. kayaknya lo udah ahli banget kalau sama cewek-cewek cakep ya? hehehe.” Ujar Emi setengah meledek.
“Ahli mah Krisna tuh. Dia gerilya tapi yang kena getahnya gue mulu anj*ng. hahaha.”
“Tapi bang Krisna ganteng banget sumpah Zy.”
“Ya emang. Makanya dia gampang banget deketin cewek. Hahha. Terusin lagi cerita Ochi.”
“Iya, abis itu kan akhirnya berita si Ochi cuma manfaatin Bang Derick itu sampai ketelinga Bang Dericknya langsung. Dia sakit hati banget. udah ngutang dimana-mana, dicari banyak orang, mana pas lagi final ospek angkatan gue itu dia nggak dateng karena ketauan macarin peserta yang mana dilarang selama masih dalam rangkaian acara, padahal dia kan ketuanya. Sampai sekarang aja dia masih ngilang loh Zy.”
“Wah iya? Itu sih dia aja yang gobl*k nggak bisa bedain mana yang manfaatin mana yang nggak. Gue bisa langsung mengidentifikasi kok. hahaha.”
“Kan kalo lo banyak banget ketemu sama cewek-cewek Zy. Mungkin Bang Derick nggak seberuntung lo. hahahaha.”
“Haha nggak tau juga sih. Pengalaman emang jadi guru yang terbaik ya Mi. hehehe.”
“Dan diakhir itu ya, si Bang Herman bawa kond*m bekas pakai. Katanya itu bekasnya bang Derick. Itu wujud sakit hati bang Derick terhadap si Ochi. Dia cuma mau Ochi malu. Bang Derick mau semua orang tau, kalau si Ochi udah pernah dipake sama Bang Derick. Dan dramanya akhirnya berenti setelah kejadian bang Herman pamerin kond*m bekas itu ke angkatannya dia, sama angkatan gue. hehehe.”
“Gila ya anak-anak sekarang. Dulu perasaan pemakaian asal-asalan itu masih jarang terjadi ya. kalo gue perhatiin mah anak-anak angkatan lo kayaknya biasa aja ya saling pakai memakai. Hahaha.”
“Gue belum pernah dipakai siapa-siapa loh Zy.”
“Gue nggak minta konfirmasi lo bangs*t. hahaha.”
“Tapi bang Herman kayak orang muna nggak sih?”
“Ya jelas muna lah Mi. Dia bahkan udah curi start sama si Debby bangs*t itu dari sebelum ospek dimulai. Kan t*i banget kelakuannya. Hahaha. Udah gitu cuma dapet cewek kelas rendahan macem Debby yang dalam semalem gue ajak ngobrol juga bisa gue dapetin tanpa harus susah payah. Bahkan dihari berikutnya gue suruh tanpa busana didepan gue dan gue abadikan buat koleksi juga pasti mau. Mental per*k begitu. Hahaha. Ochi juga sebenernya sama tuh setipe. Cantik, pesolek, tapi otak sepi cuma menang duit bapaknya doang jadi bisa masuk kampus kita, terus kalo bapaknya mati dia bingung karena nggak ada suplai materi, jadi mikir yang paling gampang tuh ntar, mudahkan saja akses ke selangkangannya. hahaha.” Puas banget gue meledek cewek-cewek cantik nggak ngotak ini.
“Pede banget lo anj*ng. hahaha.” Kata Emi sambil mengeplak kepala gue.
“Haha ya nggak apa-apa, daripada minder mending pede Mi.”
Obrolan yang kental dengan unsur Parental Advisory Explicit Content ini akhirnya berakhir ketika waktu menunjukkan pukul 00.30. kami beranjak pulang. Gue mengantar Emi ke Kostan, sementara gue pulang kerumah orangtua gue. Gue nggak mungkin ke Ibukota semalam ini. Lagian gue udah ngantuk banget waktu itu.
Gue terus meracau dan berteriak-teriak sambil terus memacu motor gue dengan kencang. Gue yakin pasti suara gue kedengaran sama orang-orang yang ada disekitar.
“KARENA LO BOONGIN GUE!” balas Emi.
“GUE BOONGIN LO APA LAGI SIH, MI? GUE UDAH JUJUR SEMUANYA! SEMUANYA! BANGS*T! TERUS GUE HARUS BUKTIIN GIMANA LAGI?”
“LO MASIH LDR-AN SAMA DEE! LO MASIH PACARAN SAMA DIA! LO DEKETIN GUE CUMAN BUAT NGISI KEKOSONGAN LO DI SINI! LO CUMAN PERMAININ GUE! FIRZY! GUE SAKIT DIGINIIN! YA AMPUN!”
Hati gue tersentak tiba-tiba. Benar kan apa kata gue? ada yang nyebarin berita bohong mengenai hubungan gue dan Dee. Mereka nggak pernah tau kebenarannya, karena emang mereka ada yang tau. Yang tau kan cuma gue dan Dee, paling Mama dan Dania yang gue kasih tau karena gue juga yakin nggak ada yang ember. Mau ember kemana juga kan mereka.
Kemudian isu ini digoreng abis-abisan didepan Emi. Teman-temannya ini fix toxic banget asli. Dari asumsi bisa dipoles seolah jadi kejadian beneran. Kesimpulannya? Ya Anj*ng lah mereka semua.
“LU DAPET INFO BEGITU DARI SIAPA? SIAPA ANAK ANJ*NG YANG NGOMONG NGGAK BENER KAYAK BEGITU HAH?! T*I BANGET BANGS*T!”
“Kenapa? Lo mau gebukin itu orang karena ngasih tau yang bener?”
“Lo lebih percaya manusia-manusia kelakuan kayak bab* itu?”
“Gue nggak tau, Zy. Gue nggak tau.”
Motor gue agak sedikit bergetar. Bukan mesinnya yang bermasalah, tapi yang gue bonceng ini yang memberikan getaran. Dia sepertinya sesenggukan nangis. Gue diam dulu aja dan terus melajukan motor gue tanpa arah yang jelas, yang pasti gue nunggu momen yang pas.
Setelah gue mengumpulkan keberanian, sambil ada deg-degan juga didada gue, gue akhirnya memulai omongan.
“YAUDAH DEH. BIAR LO PERCAYA SAMA GUE, SEKARANG GUE BILANG KALO GUE SAYANG SAMA LO. DAN GUE MAU TERUS BARENG-BARENG SAMA LO. JADI GUE MAU LO JADI PACAR GUE. GA ADA TAPI-TAPI LAGI YA! INI GUE SERIUS!”
Gue mengucap itu dengan sangat yakin, lantang dan ada sedikit penekanan yang menandakan kalau gue serius sama dia. Ini saat yang tepat, atau sebenarnya tidak tepat. Entahlah. Yang penting apa yang udah gue pendam selama ini bisa gue ungkapkan. Perjuangan gue harus diapresiasi dengan hasil positif. Kesannya memaksa, tapi gue yakin Emi akan mengatakan ya pada waktu itu.
Emi nggak bereaksi sama sekali. Dia hanya diam seribu bahasa. Yang gue dengar hanya kebisingan jalan yang kala itu juga ada sedikit gerimis. Gue bingung. Gue nggak tau apa yang lagi dipikirin sama Emi. Sebegitu sulitkah gue meluluhkan hatinya? Atau ini pertanda kemampuan gue menaklukan cewek sudah semakin memudar karena kelamaan nggak diasah?
“Mi, Gue sangat menyayangi lo. Maaf untuk pernyataan gue yang keras tadi. Maafin gue yang emosi dengan keadaan kita yang susah banget buat bareng terus. Maafin gue, Mi. Tapi gue nggak mau kehilangan lo. Gue nggak mau ngelepas lo lagi. Gue nggak mau mulai semuanya dari awal lagi. Gue nggak mau nyari orang yang lebih sempurna lagi dari lo, karena nggak ada.”
Kemudian gue berinisiatif untuk memberhentikan motor gue dulu. Gue mau melihat dia menjawab langsung. Face to face. Biar semuanya lega. Apapun jawabannya setidaknya gue udah usaha dulu buat semuanya. Sisanya biar bola ada ditangan Emi. Gue sangat deg-degan waktu itu. Nggak pernah gue sedeg-degan ini sebelumnya, karena hampir semua mantan gue, usahanya nggak ada yang sekeras dan serumit ini.
“Mi, mau kan jadi pacar gue?” gue bertanya dengan nada datar tapi cukup jelas terdengar.
“Gue nggak bisa jawab apapun sekarang. Sampein dulu aja ke tujuan ya.”
Lalu akhirnya gue memutar balik kearah kampus. Gue akan antar Emi ke kostannya aja, daripada nggak jelas kayak gini kan mau kemana. Sepanjang perjalanan gue dan Emi lebih banyak diam. Palingan gue agak memaki sesekali karena ada pengguna jalan yang suka-sukanya aja kalo make jalanan.
Kadang kala gue suka bingung terutama sama pengendara motor kalau dijalan. Banyak yang santun, tapi nggak sedikit yang ngaco. Yang paling aneh itu adalah ketika di lampu merah. Seharusnya sudah ada marka jalan yang nggak boleh dilewati. Maksudnya mungkin baik, biar keliatan juga tanda lampunya udah pindah ke warna apa.
Tapi sering bannget gue liat banyak pengendara motor yang berhentinya itu lewat dari garis yang ditentukan, bahkan sampai melewati lampu lalu lintasnya. Kan gobl*k. gimana lo tau itu udah hijau atau belum kalau lo aja berhentinya lewat dari lampunya.
Seringnya, manusia-manusia ini menunggu pengendara dibelakangnya klakson keras-keras dulu, atau ada pengendara waras yang berhenti sesuai aturan mendahului mereka karena mereka nggak tau kalau lampu sudah hijau. Kalau udah didahului kayak gitu, yang notabene ujung-ujungnya kesalip sama yang belakang, ngapain lo berhenti melampaui garis depan. Tujuan lo mau duluan biar cepet kan, eh taunya malah tetap kesalip sama yang belakang. Beg* banget asli. Haha.
Setelah sekitar satu jam dijalan, kami sampai dikostan Emi. Gue dan dia masih juga diam aja. sampai pada akhirnya gue ngebuka laptop. Tujuan gue adalah untuk meminta konfirmasi langsung dari Dania adik gue yang udah gue ceritain dari awal sehabis gue bubaran dengan Dee.
“Ini Facebook adik gue, Dania. Lo kan belum ada whatsapp, lo chat dia aja make Facebook gue. Dia kebetulan lagi online nih. Mungkin lo bisa tanya-tanya ke dia. Bilang aja ini lo, dia udah tau lo kok.” kata gue berusaha meyakinkan Emi.
“Gue bukan nggak percaya begini sama lo Zy. Gue nggak enak aja masa mendadak ngehubungin adik lo make Facebook kakaknya buat ngebuktiin kakaknya boong apa nggak?” kata Emi ragu.
“Dia udah biasa digituin sama cewek-cewek iseng yang deketin gue dari jaman kami masih sekolah. Santai aja. Gue nggak mau kehilangan lo. Gue mau lo percaya sama gue. Jadi gue ngelakuin ini semua biar lo yakin sama gue Mi.”
Lalu Emi dengan ragu membuka obrolan dengan Dania. Ini adalah kali pertama adik gue itu ngobrol sama Emi, walaupun baru chat belum ketemu langsung. Chat berlangsung lancar aja. intinya Emi mendapatkan jawaban yang dia inginkan. Pun gue juga begitu. Adik gue ya cerita apa adanya sesuai yang gue pernah ceritain dulu. Diakhir percakapan dia menawarkan untuk tukeran nomor HP biar lebih enak kalau chat lewat Whatsapp.
Emi waktu itu masih pakai HP merk nexian yang belum bisa diinstal whatsapp. Ah, misqueen anda Emilya! hahaha.
“Mi. Mohon, kasih gue kesempatan.” Kata gue sambil merapihkan laptop.
“Zy, jujur ya. Gue takut banget mau kasih jawaban ke lo ini. Bahkan tadi adik lo bilang ke gue, itu nggak bikin 100% yakin sama lo.”
“Gue ngerti. Harusnya gue nggak egois maksain keinginan gue ke lo. Harusnya mungkin gue nggak pernah ketemu sama lo yang akhirnya bikin gue jadi nagih harus komunikasi terus sama lo. Harus gue…”
“Jadi pacar Emi Zy.” Katanya tiba-tiba memotong omongan gue.
Gue yang udah mau pamit dan membelakangi dia otomatis balik badan dong. Harapan yang tadinya cuma akan jadi kekecewaan malah berujung hal yang gue harapkan. Ya, semua akan tetap hidup dan bersemangat ketika kita menaruh harapan. Karena harapan lah yang bisa membuat kita kuat dan mau terus berjuang untuk mendapatkan apa yang seharusnya kita mau.
“Harusnya kamu jadi pacar aku…….” Katanya lirih.
“JADI LO NERIMA GUE?” kata gue agak berteriak karena girang.
“Gue nggak tau ini keputusan terbaik apa nggak dengan gue nerima lo. Apa ini salah langkah atau kira-kira gue bakal disakitin kayak gimana lagi nanti kedepannya. Gue nggak tau. TAPI, seumur hidup gue nggak akan pernah tau kalo gue nggak pernah coba kan? Jadi, gue mungkin bisa kasih lo kesempatan, Zy. Tolong bantu gue percaya sama lo kalo semua omongan orang itu salah.”
“Gue bakal ngelakuin apapun itu buat lo, Mi. Semuanya!”
Gue langsung memeluk Emi saat itu juga. Gue peluk dia dengan erat. Gue gemetaran. Degup jantung gue cukup kencang saat itu. Nggak pernah gue seceria ini sebelumnya kalau memulai hubungan yang serius dengan lawan jenis. Semuanya begitu mudah, nggak butuh banyak perjuangan. Tapi kali ini lain banget.
Ternyata perut gue dan Emi nggak mau kompromi. Kami akhirnya memutuskan untuk makan di warmindo daerah kota sana. Walaupun udah malam, kalau warmindo pasti masih buka. Warmindo dikota ada yang sangat terkenal dan legendaris.
Bahkan anak-anak kampus gue yang notabene jaraknya jauh banget dari kota bisa tau itu tempat. Dan namanya abang-abang yang masak di warmindo itu selalu tau bagaimana memasak sebungkus mi instan sesuai dengan selera para pemesannya. Rasanya seperti selalu lebih enak daripada masak mi sendiri. Haha.
Kami sampai di warmindo sekitar pukul 23.00 malam. Saat itu agak sepi jadi lumayan lah bisa ngobrol santai. Dan yang penting nggak ada yang ngerokok saat itu. Hehe.
WARNING!

“Kemarin itu yang jaga diluar kok ganjen bener ya?” kata gue membuka obrolan.
“Ganjen? Acara apaan emang?” tanya Emi.
“Lah, acara yang kemarin itu. Kan dua orang jaga diluar tuh deket pintu. Kan itu temen-temen lo bukan?”
“Iya emang. Si Ochi sama Dinta. Kenapa emang? Mau lo incer juga? Kita baru jadian loh.”
“Yeeeh. Si anj*ng ngerocos aja dodol. Haha. Bukan, mereka cakep-cakep loh, tapi otaknya gobl*k banget buat standar kampus kita. Hahaha. Masuknya nyogok ya?”
“HAHAHAHAHA. Yah begitu lah. Makin kesini, jurusan kita makin banyak pesolek. Isinya tukang dandan banyak banget. tapi mereka punya uang sih, jadi bisa masuk kali kesini karena kekuatan uang.”
“Anj*ng! kampus kok semangat kerakyatannya luntur gini makin hari. Nggak bisa cari sponsor dari pihak lain apa? Kalau kayak gini, anak dari keluarga kurang mampu bakalan nggak bisa sekolah ini sih. Gue yakin nggak cuma kampus kita doang deh, kampus negeri lain juga begitu pasti.”
“Gue nggak tau Zy. Yang jelas, mereka itu masuknya dari jalur yang berbeda. Bayaran mereka juga lebih mahal dari kita-kita. Dan pergaulan mereka juga high class. Sesama cewek-cewek gobl*k harus saling mendukung kan. Hahaha.”
“Hahaha. Bangs*t lo Mi. Temen sendiri dikatain gobl*k. Tapi emang iya sih tu anak kayak nggak tau apa-apa ya. gue tanya ini itu bukannya jawab malah planga plongo aja. kayaknya yang diotak dia cuma dandan sama tit*t pacarnya doang bangs*t. hahaha.”
“Gitu-gitu dia sukses tuh dulu ngelewatin puncak ospek angkatan gue. Gara-gara berhasil ngegaet kakak kelas beg* angkatannya Bang Herman. Pas banget kan? Angkatan Bang Herman itu jadi panitia inti dari rangkaian acara ospek gue Zy. Eh, dia akhirnya bisa dapetin tu cowok jelang final ospek. Aman lah jadinya. Tapi yang lebih gila mah si Debby. Bang Herman digaet sebelum ospek dimulai, dan nggak banyak yang tau ketika itu. Jadi Bang Herman yang keliatan keren dan berwibawa langsung runtuh tuh reputasinya pas ketauan jadian sama Debby. Apalagi pas tau jadiannya sebelum ospek dimulai.”
“Kan bener. Namanya Debby ini mesti anj*ng banget kelakuannya. Kayak per*k banget kelakuannya. Untung gue nggak pernah mau sama dia walaupun dia harus gue akui emang cakep banget. tapi ngumbar kelamin kemana-mana mah ogah amat gue. haha. Gue juga bukan orang suci kok, tapi kalo ceweknya model begitu mana ada tantangan. Hahaha. Terus kalo si Ochi gimana Mi?”
“Si Ochi itu sukses banget ngerusak hidupnya Bang Derick. Lo tau bang Derick kan?”
“Yang mana dia?”
Emi kemudian menjelaskan deskripsi Derick. Gue tetap nggak kenal. Yang gue mau adalah cerita tentang si Ochinya ini.
“Dia itu sukses ngegaet si Bang Derick yang waktu itu jadi ketua penyelenggara ospek angkatan gue. Dia ternyata jadiannya itu menjelang hari final ospek. Pinter banget kan? Dan yang digaet langsung ketua penyelenggaranya loh. Intinya sih dia cari aman. Soalnya seperti yang udah-udah, belajar dari pengalaman dan dengar-dengar gosip kakak kelas, kalau cewek-cewek yang tampangnya lumayan itu bakalan jadi incaran kakak kelas.”
Gue langsung teringat cerita Dee, Keket dan Harmi bagaimana mereka diperlakukan dengan semena-mena dan cenderung di bullyketika jaman ospek angkatan masing-masing dulu. Dan budaya tersebut masih berlaku sampai saat angkatan Emi masuk ke jurusan. Sungguh budaya yang sama sekali nggak penting. Kalau cantik emang salah dia? Nggak juga kan? Kalau cantik terus gobl*k, emang salah dia? Nggak. Itulah keadilan Tuhan. Hehe.
“Terus gimana lagi?” tanya gue.
“Iya dia itu cari aman banget dengan macarin Bang Derick. Tapi setelah ospek angkatan gue selesai, baru bang Derick tau kalau si Ochi ini cuma manfaatin si Bang Derick. Karena masih pacaran juga, bang Derick jadi sering diporotin tau Zy. Bahkan sampai uangnya habis dan sempat ngutang kemana-mana demi memenuhi permintaan Ochi yang hedon banget menurut gue. gila banget deh dulu itu dramanya. Haha. Udah Bang Herman sama Debby, eh ditambah lagi ada drama dari Ochi dan Bang Derick.”
“Hahaha. Ketebak kan bener apa yang ada dipikiran gue Mi. si Ochi ini cantik tapi gobl*k. yang bisanya ya jualan fisik doang buat dapetin apa yang dia mau. Lo tau? Gue saat pertama kali liat dia, dalam pikiran gue cuma gini : ini cewek diajak makan mahal dikit sama sedikit obrolan santai juga bakal mau sama gue. asli gue mikir gitu Mi. hahaha. Ternyata bener aja kan?”
“Serius Zy lo mikir gitu? Bangs*t amat pikiran lo. kayaknya lo udah ahli banget kalau sama cewek-cewek cakep ya? hehehe.” Ujar Emi setengah meledek.
“Ahli mah Krisna tuh. Dia gerilya tapi yang kena getahnya gue mulu anj*ng. hahaha.”
“Tapi bang Krisna ganteng banget sumpah Zy.”
“Ya emang. Makanya dia gampang banget deketin cewek. Hahha. Terusin lagi cerita Ochi.”
“Iya, abis itu kan akhirnya berita si Ochi cuma manfaatin Bang Derick itu sampai ketelinga Bang Dericknya langsung. Dia sakit hati banget. udah ngutang dimana-mana, dicari banyak orang, mana pas lagi final ospek angkatan gue itu dia nggak dateng karena ketauan macarin peserta yang mana dilarang selama masih dalam rangkaian acara, padahal dia kan ketuanya. Sampai sekarang aja dia masih ngilang loh Zy.”
“Wah iya? Itu sih dia aja yang gobl*k nggak bisa bedain mana yang manfaatin mana yang nggak. Gue bisa langsung mengidentifikasi kok. hahaha.”
“Kan kalo lo banyak banget ketemu sama cewek-cewek Zy. Mungkin Bang Derick nggak seberuntung lo. hahahaha.”
“Haha nggak tau juga sih. Pengalaman emang jadi guru yang terbaik ya Mi. hehehe.”
“Dan diakhir itu ya, si Bang Herman bawa kond*m bekas pakai. Katanya itu bekasnya bang Derick. Itu wujud sakit hati bang Derick terhadap si Ochi. Dia cuma mau Ochi malu. Bang Derick mau semua orang tau, kalau si Ochi udah pernah dipake sama Bang Derick. Dan dramanya akhirnya berenti setelah kejadian bang Herman pamerin kond*m bekas itu ke angkatannya dia, sama angkatan gue. hehehe.”
“Gila ya anak-anak sekarang. Dulu perasaan pemakaian asal-asalan itu masih jarang terjadi ya. kalo gue perhatiin mah anak-anak angkatan lo kayaknya biasa aja ya saling pakai memakai. Hahaha.”
“Gue belum pernah dipakai siapa-siapa loh Zy.”
“Gue nggak minta konfirmasi lo bangs*t. hahaha.”
“Tapi bang Herman kayak orang muna nggak sih?”
“Ya jelas muna lah Mi. Dia bahkan udah curi start sama si Debby bangs*t itu dari sebelum ospek dimulai. Kan t*i banget kelakuannya. Hahaha. Udah gitu cuma dapet cewek kelas rendahan macem Debby yang dalam semalem gue ajak ngobrol juga bisa gue dapetin tanpa harus susah payah. Bahkan dihari berikutnya gue suruh tanpa busana didepan gue dan gue abadikan buat koleksi juga pasti mau. Mental per*k begitu. Hahaha. Ochi juga sebenernya sama tuh setipe. Cantik, pesolek, tapi otak sepi cuma menang duit bapaknya doang jadi bisa masuk kampus kita, terus kalo bapaknya mati dia bingung karena nggak ada suplai materi, jadi mikir yang paling gampang tuh ntar, mudahkan saja akses ke selangkangannya. hahaha.” Puas banget gue meledek cewek-cewek cantik nggak ngotak ini.
“Pede banget lo anj*ng. hahaha.” Kata Emi sambil mengeplak kepala gue.
“Haha ya nggak apa-apa, daripada minder mending pede Mi.”
Obrolan yang kental dengan unsur Parental Advisory Explicit Content ini akhirnya berakhir ketika waktu menunjukkan pukul 00.30. kami beranjak pulang. Gue mengantar Emi ke Kostan, sementara gue pulang kerumah orangtua gue. Gue nggak mungkin ke Ibukota semalam ini. Lagian gue udah ngantuk banget waktu itu.
itkgid dan 40 lainnya memberi reputasi
41
Tutup