- Beranda
- Stories from the Heart
MY HOTTEST UTOPIA (CARA MEMIKAT HATI WANITA TANPA MODAL WAJAH DAN HARTA)
...
TS
kanglukki
MY HOTTEST UTOPIA (CARA MEMIKAT HATI WANITA TANPA MODAL WAJAH DAN HARTA)

Spoiler for Indeks:
Episode 1 : Prolog
*Brugh
"ARRGHH!!", teriakku keras karena ada orang yang menabrakku dari belakang dengan keras sambil berlari kencang lurus ke depan, lalu diiringi dengan beberapa orang yang mengejar di belakangnya.
"COPET! COPET!!", ucap mereka bersahutan.
Butuh waktu dua hingga tiga detik untuk membuatku menyadari bahwa ada adegan saling kejar antara warga sekitar dengan copet yang baru saja menabrakku. Spontan aku langsung mengambil kamera di tas selempangku. Aku berlari sambil menyiapkan kamera dengan tergesa-gesa.
"Ah sial, kenapa kau harus terpisah pada saat seperti ini?", ucapku kepada kameraku yang terpisah dari lensanya.
Butuh waktu lama bagiku hingga akhirnya lensa terpasang pada kamera. Namun saat semua peralatanku sudah siap, aku baru menyadari jika kerumunan orang yang bermain kejar-kejaran sedari tadi sudah menghilang entah kemana.
"Dasar aku dan otak lambatku!", aku mengumpat kepada lambatnya kerja otakku.
Aku pun memutar balik langkahku, berjalan dengan lesu menuju lahan parkir tempatku memarkirkan kendaraan yang setia menemaniku selama ini. Bukan seperti itu, jika kalian berpikir aku memiliki mobil sport, kalian salah. Jika kalian berpikir aku memiliki motor tua, kalian juga salah. Aku tahu kendaraan tersebut memang mahal dan memiliki gengsi tinggi, namun mereka tetaplah kendaraan berbahan bakar minyak yang menimbulkan polusi. Aku memilih menggunakan sepeda gunung untuk keseharianku. Selain hemat, mengayuh sepeda juga menyehatkan badan.
Akhirnya aku mengayuh sepedaku dengan lesu menyusuri jalanan Pantai Kuta di malam tahun baru ini. Aku sudah terbiasa dengan kesendirian dalam hidupku seperti yang terjadi malam ini. Awalnya aku hanya berniat untuk berburu foto di pantai yang sudah terkenal seantero dunia ini, namun beberapa kejadian kurang beruntung justru membuatku harus mengurungkan niatku dan kembali pada rutinitas membosankanku di hari selanjutnya.
Hari terus berganti, namun rutinitasku tetap saja membosankan seperti biasa. Hingga suatu hari...
*Drrttt drrrtt
Suara ponselku bergetar tepat di samping kepalaku di tengah waktu tidurku.
"Baru jam empat pagi. Siapa orang tidak memiliki adab yang menelepon seseorang jam empat pagi, huh?", aku menggerutu kepada penelpon yang aku bahkan belum tahu rupa dan suaranya.
"Nomor tidak dikenal?", aku mengangkat telepon dengan rasa curiga. Aku khawatir pembunuh berdarah dingin seperti di dalam film lah yang menghubungiku di saat seperti ini.
"Halo Bli Gede, ini aku Anna. Aku orang yang satu bulan lalu menghubungi Bli Gede melalui email. Aku belum istirahat sejak berangkat kemarin dan sekarang aku sudah berada di Bandara. Kau jangan mencoba untuk melupakan janji kita pagi ini atau kau akan menyesal seumur hidup", suara perempuan di ujung telepon yang jauh dari kata lembut sedang menyapaku dengan sapaan paling sopan sedunia sehingga membuat aura pagi hari kamarku menjadi mencekam.
*Tuuttt
Suara telepon tertutup meninggalkan kebingungan di dalam kepalaku.
Aku langsung mencari identitas orang yang menghubungiku satu detik yang lalu tersebut di berkas yang berada di dalam laci meja kerjaku. dan aku menemukan foto beserta data diri seorang perempuan berambut pendek, berwajah yang manis namun memiliki tatapan mata yang tajam.
"Annabeth Zhou", aku mengeja namanya.
Dari namanya, aku dapat menyimpulkan jika ia adalah gadis keturunan tionghoa yang memiliki kulit putih bersih khas Asia Timur. Dan setelah aku membaca sedikit biodatanya, aku baru ingat jika aku memiliki janji bertemu dengannya pagi ini jam tujuh di kawasan Sanur. Aku melirik jam yang ada di ponselku, dan waktu sudah menunjukkan pukul lima pagi.
Aku segera bergegas bersiap-siap karena menyadari waktu yang tersisa tidak terlalu banyak. Setelah semua perlengkapanku terbawa, seperti berkas milik Anna dan kamera milikku, aku segera memesan ojek online untuk mengantarkanku menuju sanur. Aku lebih memilih menggunakan ojek online dari pada taksi online karena ia dapat menerobos kemacetan pagi hari kawasan Kuta yang terkadang menyebalkan.
Namun sepertinya nasib tidak berpihak kepadaku. Pukul 07.15 pagi aku baru tiba di tempat tujuan. Aku menuju ke sebuah meja dimana ada tatapan dingin dari seorang perempuan yang seakan ingin membunuhku saat itu juga.
"Kau mengendarai siput kah, Bli Gede? Aku sudah menunggu lama di sini"
"Maaf Ann, jalan yang aku lewati pagi ini sedang terhambat, ada upacara keagamaan sehingga aku harus memutar jalan menuju Sanur"
"Kau yang terlambat, tetapi kau menyalahkan upacara keagamaan, Bli? seharusnya kau bangun lebih pagi. Beginikah disiplin waktu warga kota besar?"
"Hei, iya aku tahu aku terlambat. Tapi bisakah setidaknya kau persilahkan aku untuk duduk?"
"Kenapa kau tidak duduk di lantai saja sebagai hukuman atas keterlambatanmu?"
"Beginikah caramu menyambut fotografermu, Ann?"
"Fotografer yang tidak memiliki disiplin waktu? Seharusnya aku memperlakukanmu lebih buruk lagi dari ini, Bli"
Aku segera mengambil kursi yang berhadapan dengan Anna, lalu meletakkan semua peralatanku di meja.
"Baiklah Anna, sekarang saatnya kita serius"
_To Be Continued_
"ARRGHH!!", teriakku keras karena ada orang yang menabrakku dari belakang dengan keras sambil berlari kencang lurus ke depan, lalu diiringi dengan beberapa orang yang mengejar di belakangnya.
"COPET! COPET!!", ucap mereka bersahutan.
Butuh waktu dua hingga tiga detik untuk membuatku menyadari bahwa ada adegan saling kejar antara warga sekitar dengan copet yang baru saja menabrakku. Spontan aku langsung mengambil kamera di tas selempangku. Aku berlari sambil menyiapkan kamera dengan tergesa-gesa.
"Ah sial, kenapa kau harus terpisah pada saat seperti ini?", ucapku kepada kameraku yang terpisah dari lensanya.
Butuh waktu lama bagiku hingga akhirnya lensa terpasang pada kamera. Namun saat semua peralatanku sudah siap, aku baru menyadari jika kerumunan orang yang bermain kejar-kejaran sedari tadi sudah menghilang entah kemana.
"Dasar aku dan otak lambatku!", aku mengumpat kepada lambatnya kerja otakku.
Aku pun memutar balik langkahku, berjalan dengan lesu menuju lahan parkir tempatku memarkirkan kendaraan yang setia menemaniku selama ini. Bukan seperti itu, jika kalian berpikir aku memiliki mobil sport, kalian salah. Jika kalian berpikir aku memiliki motor tua, kalian juga salah. Aku tahu kendaraan tersebut memang mahal dan memiliki gengsi tinggi, namun mereka tetaplah kendaraan berbahan bakar minyak yang menimbulkan polusi. Aku memilih menggunakan sepeda gunung untuk keseharianku. Selain hemat, mengayuh sepeda juga menyehatkan badan.
Akhirnya aku mengayuh sepedaku dengan lesu menyusuri jalanan Pantai Kuta di malam tahun baru ini. Aku sudah terbiasa dengan kesendirian dalam hidupku seperti yang terjadi malam ini. Awalnya aku hanya berniat untuk berburu foto di pantai yang sudah terkenal seantero dunia ini, namun beberapa kejadian kurang beruntung justru membuatku harus mengurungkan niatku dan kembali pada rutinitas membosankanku di hari selanjutnya.
Hari terus berganti, namun rutinitasku tetap saja membosankan seperti biasa. Hingga suatu hari...
*Drrttt drrrtt
Suara ponselku bergetar tepat di samping kepalaku di tengah waktu tidurku.
"Baru jam empat pagi. Siapa orang tidak memiliki adab yang menelepon seseorang jam empat pagi, huh?", aku menggerutu kepada penelpon yang aku bahkan belum tahu rupa dan suaranya.
"Nomor tidak dikenal?", aku mengangkat telepon dengan rasa curiga. Aku khawatir pembunuh berdarah dingin seperti di dalam film lah yang menghubungiku di saat seperti ini.
"Halo Bli Gede, ini aku Anna. Aku orang yang satu bulan lalu menghubungi Bli Gede melalui email. Aku belum istirahat sejak berangkat kemarin dan sekarang aku sudah berada di Bandara. Kau jangan mencoba untuk melupakan janji kita pagi ini atau kau akan menyesal seumur hidup", suara perempuan di ujung telepon yang jauh dari kata lembut sedang menyapaku dengan sapaan paling sopan sedunia sehingga membuat aura pagi hari kamarku menjadi mencekam.
*Tuuttt
Suara telepon tertutup meninggalkan kebingungan di dalam kepalaku.
Aku langsung mencari identitas orang yang menghubungiku satu detik yang lalu tersebut di berkas yang berada di dalam laci meja kerjaku. dan aku menemukan foto beserta data diri seorang perempuan berambut pendek, berwajah yang manis namun memiliki tatapan mata yang tajam.
"Annabeth Zhou", aku mengeja namanya.
Dari namanya, aku dapat menyimpulkan jika ia adalah gadis keturunan tionghoa yang memiliki kulit putih bersih khas Asia Timur. Dan setelah aku membaca sedikit biodatanya, aku baru ingat jika aku memiliki janji bertemu dengannya pagi ini jam tujuh di kawasan Sanur. Aku melirik jam yang ada di ponselku, dan waktu sudah menunjukkan pukul lima pagi.
Aku segera bergegas bersiap-siap karena menyadari waktu yang tersisa tidak terlalu banyak. Setelah semua perlengkapanku terbawa, seperti berkas milik Anna dan kamera milikku, aku segera memesan ojek online untuk mengantarkanku menuju sanur. Aku lebih memilih menggunakan ojek online dari pada taksi online karena ia dapat menerobos kemacetan pagi hari kawasan Kuta yang terkadang menyebalkan.
Namun sepertinya nasib tidak berpihak kepadaku. Pukul 07.15 pagi aku baru tiba di tempat tujuan. Aku menuju ke sebuah meja dimana ada tatapan dingin dari seorang perempuan yang seakan ingin membunuhku saat itu juga.
"Kau mengendarai siput kah, Bli Gede? Aku sudah menunggu lama di sini"
"Maaf Ann, jalan yang aku lewati pagi ini sedang terhambat, ada upacara keagamaan sehingga aku harus memutar jalan menuju Sanur"
"Kau yang terlambat, tetapi kau menyalahkan upacara keagamaan, Bli? seharusnya kau bangun lebih pagi. Beginikah disiplin waktu warga kota besar?"
"Hei, iya aku tahu aku terlambat. Tapi bisakah setidaknya kau persilahkan aku untuk duduk?"
"Kenapa kau tidak duduk di lantai saja sebagai hukuman atas keterlambatanmu?"
"Beginikah caramu menyambut fotografermu, Ann?"
"Fotografer yang tidak memiliki disiplin waktu? Seharusnya aku memperlakukanmu lebih buruk lagi dari ini, Bli"
Aku segera mengambil kursi yang berhadapan dengan Anna, lalu meletakkan semua peralatanku di meja.
"Baiklah Anna, sekarang saatnya kita serius"
_To Be Continued_
Diubah oleh kanglukki 12-12-2019 19:50
sormin180 dan 29 lainnya memberi reputasi
30
10K
44
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52.1KAnggota
Tampilkan semua post
TS
kanglukki
#37
Episode 6 : Komang
"Selamat siang, dengan Bapak Gede?"
"Iya benar Pak, dengan saya sendiri"
"Permisi Pak Gede, apakah benar Bapak sekarang berada di Warung Mak Beng di area Pantai Sanur?"
"Iya benar"
"Mohon maaf Pak Gede, apakah Bapak bisa berjalan ke luar area pantai?"
"Apakah ada masalah Pak?"
"Mohon maaf Pak Gede, kami pengemudi taksi online dilarang masuk ke dalam area pantai"
"Oh begitukah? Baiklah saya akan berjalan ke luar area pantai sekarang"
"Terima kasih banyak Pak Gede, mohon maaf merepotkan".
Setelah aku dan Anna menghabiskan sarapan kami, aku memesan taksi online untuk mengantarkanku dan Anna berkeliling kota hari ini. Kenapa harus taksi online? Karena mereka ada di setiap sudut kota, dan sangat mudah untuk menjangkau mereka.
Akhirnya aku berjalan ke luar area pantai bersama Anna. Aku lupa jika wilayah ini memanglah wilayah yang terlarang bagi transportasi online, terutama taksi online untuk mengambil penumpang. Aku berencana menghabiskan hariku bersama Anna hari ini, untuk melangkah ke depan memulai hari baru yang telah lama kami impikan.
Sembari aku dan Anna berjalan menuju mobil yang telah menunggu kami, aku mencoba menceritakan sesuatu yang aku rasa Anna belum pernah mengetahuinya.
"Hey Ann, apakah kau pernah mendengar cerita kegalauan hati Komang?", ucapku sambil sedikit mendekatkan wajahku ke telinga Anna. Aku memasang raut wajah nakal dan iseng, seakan apa yang akan aku katakan kepada Anna adalah aib terburuk milik Komang.
"Hah? Apakah spesies manusia sejenis Komang dapat merasakan hal seperti itu?", Anna menjauhkan sedikit wajahnya dari wajahku, menoleh ke arahku sambil mulutnya terbuka sangat lebar.
"Aku pun terkejut kala mendengar hal itu, hahaha", aku semakin tertarik untuk menceritakan aib sahabatku kala itu.
"Kenapa dunia masih belum kiamat? Padahal sesuatu yang terlihat mustahil telah terjadi, hahahaha", aku melihat Anna pun tertarik dengan apa yang akan aku ceritakan, membuatku semakin bersemangat untuk menceritakannya.
Percakapan singkat tersebut berhasil mengantarkan aku dan Anna ke tempat mobil taksi online kami terparkir. Bapak driver pun menghubungi kami, memastikan bahwa kami berjalan ke luar area pantai. Setelah driver mengetahui keberadaan kami, dan kami menemukan mobil miliknya, kami pun segera masuk dan melanjutkan obrolan menyenangkan kami tentang Komang.
"Kita ke Seniman ya Pak....."
Kembali ke lima tahun lalu
Pagi ini semua terasa lengkap. Aku berhasil bangun lebih pagi dari hari sebelumnya, aku sarapan dengan menu paling lezat di dunia yaitu Nasi Jinggo, serta langit yang cerah mendukungku untuk tidak menunda pekerjaanku yang telah menumpuk sejak kemarin. Pada hari ini aku belum mengenal siapa itu Annabeth, lebih tepatnya hari ini adalah satu bulan sebelum aku berjumpa dengan Annabeth.
Pagiku yang sempurna dirusak oleh kehadiran sesosok mahluk yang tiba-tiba membuka pintu kamarku dengan kasar, lalu dengan tanpa sopan santun ia melompat ke atas tempat tidurku. Wajah mahluk tersebut terlihat murung. Ia tidur tengkurap di atas singgasana milikku dengan sesekali menenggelamkan wajahnya di antara bantal milikku.
"Aarrgghh, aku bingung!!", mahluk tersebut berteriak dengan lantang di dalam kamarku.
"Hei, kau mengganggu konsentrasiku dalam bekerja, anak muda. Dan kau merusak pagiku yang sempurna", aku sedikit protes kepada sesosok mahluk astral tersebut.
"Kau dan pekerjaanmu tidak penting bagiku, ada hal yang jauh lebih penting daripada hal tersebut", mahluk itu menyangkal perkataanku.
"Eh?"
"Dia sangat menawan, dia sangat cantik, tapi aku merasa jika mendekatinya hanyalah sebatas mimpi, aarrrghhh!!", aku semakin takut berada di dalam kamarku sendiri. aku takut jika sesosok mahluk astral ini mengalami kerasukan. Tetapi beruntung aku mengerti akan apa yang ia maksud.
"Dia memang sangat cantik, tetapi dia juga sangat unik. Kau tidak dapat menggunakan cara yang sembarangan untuk mendekatinya", ucapku dengan nada seakan aku tahu segalanya.
"Eh?", Komang merasa bingung dengan ucapanku.
"Luhde", aku mengatakan sebuah kata yang mungkin tidak asing bagi mahluk astral tersebut.
"Hey, bagaimana kau bisa mengetahui tentang Luhde? Yang bahkan aku belum pernah mengenalkannya kepadamu", ucap mahluk astral tersebut dengan wajah yang penuh tanda tanya.
"Apakah kau ingin mengetahui cara mendekati Luhde, Mang?"
"Kau harus menjawab pertanyaanku terlebih dahulu anak muda, bagaimana kau mengetahui tentang Luhde?", sepertinya Komang tidak mempedulikan ucapanku.
"Baiklah aku menyerah. Luhde adalah teman sekolahku waktu SMK, aku mengenal Luhde dengan cukup baik kala itu, dan aku mengenal Luhde jauh lebih baik daripada kau mengenalnya Mang", aku menjelaskan latar belakang kenapa aku mengenal Luhde.
"Baik aku bisa menerima jika kau mengenal Luhde lebih baik dariku karena kau teman satu sekolahnya dahulu dan kau mengenal Luhde jauh sebelum aku mengenalnya. Tetapi bagaimana kau bisa mengetahui jika aku tertarik kepada Luhde?"
"Hal tersebut sangatlah mudah Mang. Kau selalu menyukai dan berkomentar pada foto yang diunggah Luhde di media sosial. Aku rasa itu bukti yang tidak terbantahkan"
"Tetapi kau tidak bisa hanya menggunakan hal itu sebagai parameter bukan?", Komang berusaha menyangkal bukti yang aku berikan.
"Aku tahu, tetapi kau juga tidak mengelak ketika aku menyebutkan nama Luhde sebagai orang yang membuatmu tertarik kepadanya. I got you Mang", aku merasa sudah berada di atas angin dengan pernyataanku.
"Aaarrrrgghh, lebih baik aku mati saja, bahkan untuk menyembunyikan hal seperti itu darimu pun aku tidak bisa!", ntah kenapa Komang justru mengatakan hal yang menggelikan bagiku.
"Hey anak muda, jadi kau tidak ingin tahu bagaimana cara mendekati Luhde?", aku mengatakan hal tersebut sambil melanjutkan pekerjaanku yang sempat tertunda beberapa saat sebab mahluk astral bernama Komang datang ke dalam kamarku tanpa diundang.
"Baiklah baiklah, tunjukkan padaku bagaimana caranya", Komang bangkit dari posisi tidurnya, duduk bersila dengan badan menghadap ke arahku. Ia memasang wajah penasaran akan apa yang akan aku katakan.
"Tetapi ada syarat yang cukup berat untuk menjalankan apa yang akan aku katakan Mang"
"Apapun itu akan aku lakukan demi Luhde"
"Ah kau sudah teracuni oleh Luhde Mang. Jangan sampai kau menjadi budak cinta sebelum kau mendapatkan hati Luhde. Tetapi baiklah, aku akan membantumu. Kau bawakan aku ayam jantan dewasa yang berbulu hitam, dua buah kelapa tua, dan dua bungkus dupa"
"Aku mengerti De, aku akan mencari barang-barang tersebut", Komang beranjak dari tempat tidurku dan bergegas ingin keluar dari kamarku.
"Hey kemana kau akan pergi Mang?", aku berusaha menghentikan langkah Komang.
"Aku ingin mencari semua barang yang kau minta. Apakah aku salah?", wajah Komang berubah bingung saat ini.
"Kau menanggapi perkataanku dengan terlalu serius Mang. Aku hanya bergurau, hahahaha", aku tertawa puas akan tingkah konyol Komang.
*bletak
Komang memukul kepalaku dengan cukup keras
"Itu tidak sopan anak muda", ucapku sambil mengelus kepalaku yang sakit terkena pukulan Komang.
"Kau mempermainkanku De", Komang memasang wajah kesal kali ini.
"Baiklah Mang, ini serius. Jika kau ingin menggunakan cara milikku, kau harus memiliki kesabaran tinggi. Cara yang aku berikan kepadamu bukanlah cara instan"
"Jika kau mempermainkanku kali ini De, aku tidak akan ragu untuk merusak komputer milikmu sehingga masa depanmu hancur De", Komang terlihat menyimpan dendam terhadapku.
"Tidak Mang, aku serius. Jika kau ingin mendekati perempuan, kau harus mengetahui karakternya secara rinci. Kau harus menjadi mata-mata yang handal. Cari tahu kebiasaan sehari-hari Luhde dari sosial media miliknya. Cari tahu apa yang dia suka, apa yang dia benci, dan semua informasi tentang dia. Satu hal yang paling penting, jangan sampai Luhde mengetahui apa yang sedang kau perbuat saat ini", aku menjelaskan segala hal yang menurutku masuk akal kepada Komang.
"Ah semua yang kau katakan itu hanya klise semata De", Komang menyangkal semua perkataanku.
"Jika kau menginginkan cara yang instan, kau hanya akan mendapatkan tubuh dari Luhde. Namun jika kau menginginkan perasaan yang dalam dari Luhde, maka kau harus dapat mengambil hatinya secara utuh", aku kembali menjelaskan jika cara klise yang aku berikan semata-mata untuk mendapatkan hati Luhde seutuhnya.
"Apakah ada jaminan cara ini akan berhasil De?", Komang menatapku tajam.
"Tidak ada jaminan. tetapi jika kau bersungguh-sungguh, tidak ada hal yang tidak mungkin Mang. Cara yang kau anggap klise sekalipun akan dapat menaklukkan hati Luhde jika kau melakukannya dengan cara yang tepat", ucapku yakin dengan apa yang aku katakan.
Komang terlihat berpikir. Ia naik kembali ke atas tempat tidurku, duduk bersila sambil tangan kanan miliknya memangku dagu. Komang sedikit memejamkan mata sesekali, membuka matanya lagi, berpikir lagi, bergumam lagi, lalu melepaskan pangkuan dagu kemudian tertunduk sesaat.
"Baiklah De, I count on you this time", Komang terlihat pasrah dengan semua saran dariku.
Mendapatkan hati perempuan bukanlah perkara mudah. Perlu perjuangan, kepercayaan, kejujuran, komitmen, serta niat bersungguh-sungguh. Mungkin kalian akan mengangap jika apa yang aku katakan disini adalah hal yang klise. Namun jika kalian ingin tahu, percayalah jika apa yang aku katakan hanyalah secuil dari semua hal yang harus kalian ketahui tentang menaklukkan hati perempuan.
Ah aku hampir lupa satu hal. Apa yang telah aku katakan, dan apa yang akan aku katakan, tidak hanya berlaku untuk mendapatkan hati perempuan. Namun juga berlaku bagi kalian para perempuan yang ingin mendapatkan hati lelaki idaman kalian. Cara yang klise, membosankan, namun memiliki hasil yang tidak main-main.
To Be Continued
"Iya benar Pak, dengan saya sendiri"
"Permisi Pak Gede, apakah benar Bapak sekarang berada di Warung Mak Beng di area Pantai Sanur?"
"Iya benar"
"Mohon maaf Pak Gede, apakah Bapak bisa berjalan ke luar area pantai?"
"Apakah ada masalah Pak?"
"Mohon maaf Pak Gede, kami pengemudi taksi online dilarang masuk ke dalam area pantai"
"Oh begitukah? Baiklah saya akan berjalan ke luar area pantai sekarang"
"Terima kasih banyak Pak Gede, mohon maaf merepotkan".
Setelah aku dan Anna menghabiskan sarapan kami, aku memesan taksi online untuk mengantarkanku dan Anna berkeliling kota hari ini. Kenapa harus taksi online? Karena mereka ada di setiap sudut kota, dan sangat mudah untuk menjangkau mereka.
Akhirnya aku berjalan ke luar area pantai bersama Anna. Aku lupa jika wilayah ini memanglah wilayah yang terlarang bagi transportasi online, terutama taksi online untuk mengambil penumpang. Aku berencana menghabiskan hariku bersama Anna hari ini, untuk melangkah ke depan memulai hari baru yang telah lama kami impikan.
Sembari aku dan Anna berjalan menuju mobil yang telah menunggu kami, aku mencoba menceritakan sesuatu yang aku rasa Anna belum pernah mengetahuinya.
"Hey Ann, apakah kau pernah mendengar cerita kegalauan hati Komang?", ucapku sambil sedikit mendekatkan wajahku ke telinga Anna. Aku memasang raut wajah nakal dan iseng, seakan apa yang akan aku katakan kepada Anna adalah aib terburuk milik Komang.
"Hah? Apakah spesies manusia sejenis Komang dapat merasakan hal seperti itu?", Anna menjauhkan sedikit wajahnya dari wajahku, menoleh ke arahku sambil mulutnya terbuka sangat lebar.
"Aku pun terkejut kala mendengar hal itu, hahaha", aku semakin tertarik untuk menceritakan aib sahabatku kala itu.
"Kenapa dunia masih belum kiamat? Padahal sesuatu yang terlihat mustahil telah terjadi, hahahaha", aku melihat Anna pun tertarik dengan apa yang akan aku ceritakan, membuatku semakin bersemangat untuk menceritakannya.
Percakapan singkat tersebut berhasil mengantarkan aku dan Anna ke tempat mobil taksi online kami terparkir. Bapak driver pun menghubungi kami, memastikan bahwa kami berjalan ke luar area pantai. Setelah driver mengetahui keberadaan kami, dan kami menemukan mobil miliknya, kami pun segera masuk dan melanjutkan obrolan menyenangkan kami tentang Komang.
"Kita ke Seniman ya Pak....."
Kembali ke lima tahun lalu
Pagi ini semua terasa lengkap. Aku berhasil bangun lebih pagi dari hari sebelumnya, aku sarapan dengan menu paling lezat di dunia yaitu Nasi Jinggo, serta langit yang cerah mendukungku untuk tidak menunda pekerjaanku yang telah menumpuk sejak kemarin. Pada hari ini aku belum mengenal siapa itu Annabeth, lebih tepatnya hari ini adalah satu bulan sebelum aku berjumpa dengan Annabeth.
Pagiku yang sempurna dirusak oleh kehadiran sesosok mahluk yang tiba-tiba membuka pintu kamarku dengan kasar, lalu dengan tanpa sopan santun ia melompat ke atas tempat tidurku. Wajah mahluk tersebut terlihat murung. Ia tidur tengkurap di atas singgasana milikku dengan sesekali menenggelamkan wajahnya di antara bantal milikku.
"Aarrgghh, aku bingung!!", mahluk tersebut berteriak dengan lantang di dalam kamarku.
"Hei, kau mengganggu konsentrasiku dalam bekerja, anak muda. Dan kau merusak pagiku yang sempurna", aku sedikit protes kepada sesosok mahluk astral tersebut.
"Kau dan pekerjaanmu tidak penting bagiku, ada hal yang jauh lebih penting daripada hal tersebut", mahluk itu menyangkal perkataanku.
"Eh?"
"Dia sangat menawan, dia sangat cantik, tapi aku merasa jika mendekatinya hanyalah sebatas mimpi, aarrrghhh!!", aku semakin takut berada di dalam kamarku sendiri. aku takut jika sesosok mahluk astral ini mengalami kerasukan. Tetapi beruntung aku mengerti akan apa yang ia maksud.
"Dia memang sangat cantik, tetapi dia juga sangat unik. Kau tidak dapat menggunakan cara yang sembarangan untuk mendekatinya", ucapku dengan nada seakan aku tahu segalanya.
"Eh?", Komang merasa bingung dengan ucapanku.
"Luhde", aku mengatakan sebuah kata yang mungkin tidak asing bagi mahluk astral tersebut.
"Hey, bagaimana kau bisa mengetahui tentang Luhde? Yang bahkan aku belum pernah mengenalkannya kepadamu", ucap mahluk astral tersebut dengan wajah yang penuh tanda tanya.
"Apakah kau ingin mengetahui cara mendekati Luhde, Mang?"
"Kau harus menjawab pertanyaanku terlebih dahulu anak muda, bagaimana kau mengetahui tentang Luhde?", sepertinya Komang tidak mempedulikan ucapanku.
"Baiklah aku menyerah. Luhde adalah teman sekolahku waktu SMK, aku mengenal Luhde dengan cukup baik kala itu, dan aku mengenal Luhde jauh lebih baik daripada kau mengenalnya Mang", aku menjelaskan latar belakang kenapa aku mengenal Luhde.
"Baik aku bisa menerima jika kau mengenal Luhde lebih baik dariku karena kau teman satu sekolahnya dahulu dan kau mengenal Luhde jauh sebelum aku mengenalnya. Tetapi bagaimana kau bisa mengetahui jika aku tertarik kepada Luhde?"
"Hal tersebut sangatlah mudah Mang. Kau selalu menyukai dan berkomentar pada foto yang diunggah Luhde di media sosial. Aku rasa itu bukti yang tidak terbantahkan"
"Tetapi kau tidak bisa hanya menggunakan hal itu sebagai parameter bukan?", Komang berusaha menyangkal bukti yang aku berikan.
"Aku tahu, tetapi kau juga tidak mengelak ketika aku menyebutkan nama Luhde sebagai orang yang membuatmu tertarik kepadanya. I got you Mang", aku merasa sudah berada di atas angin dengan pernyataanku.
"Aaarrrrgghh, lebih baik aku mati saja, bahkan untuk menyembunyikan hal seperti itu darimu pun aku tidak bisa!", ntah kenapa Komang justru mengatakan hal yang menggelikan bagiku.
"Hey anak muda, jadi kau tidak ingin tahu bagaimana cara mendekati Luhde?", aku mengatakan hal tersebut sambil melanjutkan pekerjaanku yang sempat tertunda beberapa saat sebab mahluk astral bernama Komang datang ke dalam kamarku tanpa diundang.
"Baiklah baiklah, tunjukkan padaku bagaimana caranya", Komang bangkit dari posisi tidurnya, duduk bersila dengan badan menghadap ke arahku. Ia memasang wajah penasaran akan apa yang akan aku katakan.
"Tetapi ada syarat yang cukup berat untuk menjalankan apa yang akan aku katakan Mang"
"Apapun itu akan aku lakukan demi Luhde"
"Ah kau sudah teracuni oleh Luhde Mang. Jangan sampai kau menjadi budak cinta sebelum kau mendapatkan hati Luhde. Tetapi baiklah, aku akan membantumu. Kau bawakan aku ayam jantan dewasa yang berbulu hitam, dua buah kelapa tua, dan dua bungkus dupa"
"Aku mengerti De, aku akan mencari barang-barang tersebut", Komang beranjak dari tempat tidurku dan bergegas ingin keluar dari kamarku.
"Hey kemana kau akan pergi Mang?", aku berusaha menghentikan langkah Komang.
"Aku ingin mencari semua barang yang kau minta. Apakah aku salah?", wajah Komang berubah bingung saat ini.
"Kau menanggapi perkataanku dengan terlalu serius Mang. Aku hanya bergurau, hahahaha", aku tertawa puas akan tingkah konyol Komang.
*bletak
Komang memukul kepalaku dengan cukup keras
"Itu tidak sopan anak muda", ucapku sambil mengelus kepalaku yang sakit terkena pukulan Komang.
"Kau mempermainkanku De", Komang memasang wajah kesal kali ini.
"Baiklah Mang, ini serius. Jika kau ingin menggunakan cara milikku, kau harus memiliki kesabaran tinggi. Cara yang aku berikan kepadamu bukanlah cara instan"
"Jika kau mempermainkanku kali ini De, aku tidak akan ragu untuk merusak komputer milikmu sehingga masa depanmu hancur De", Komang terlihat menyimpan dendam terhadapku.
"Tidak Mang, aku serius. Jika kau ingin mendekati perempuan, kau harus mengetahui karakternya secara rinci. Kau harus menjadi mata-mata yang handal. Cari tahu kebiasaan sehari-hari Luhde dari sosial media miliknya. Cari tahu apa yang dia suka, apa yang dia benci, dan semua informasi tentang dia. Satu hal yang paling penting, jangan sampai Luhde mengetahui apa yang sedang kau perbuat saat ini", aku menjelaskan segala hal yang menurutku masuk akal kepada Komang.
"Ah semua yang kau katakan itu hanya klise semata De", Komang menyangkal semua perkataanku.
"Jika kau menginginkan cara yang instan, kau hanya akan mendapatkan tubuh dari Luhde. Namun jika kau menginginkan perasaan yang dalam dari Luhde, maka kau harus dapat mengambil hatinya secara utuh", aku kembali menjelaskan jika cara klise yang aku berikan semata-mata untuk mendapatkan hati Luhde seutuhnya.
"Apakah ada jaminan cara ini akan berhasil De?", Komang menatapku tajam.
"Tidak ada jaminan. tetapi jika kau bersungguh-sungguh, tidak ada hal yang tidak mungkin Mang. Cara yang kau anggap klise sekalipun akan dapat menaklukkan hati Luhde jika kau melakukannya dengan cara yang tepat", ucapku yakin dengan apa yang aku katakan.
Komang terlihat berpikir. Ia naik kembali ke atas tempat tidurku, duduk bersila sambil tangan kanan miliknya memangku dagu. Komang sedikit memejamkan mata sesekali, membuka matanya lagi, berpikir lagi, bergumam lagi, lalu melepaskan pangkuan dagu kemudian tertunduk sesaat.
"Baiklah De, I count on you this time", Komang terlihat pasrah dengan semua saran dariku.
Mendapatkan hati perempuan bukanlah perkara mudah. Perlu perjuangan, kepercayaan, kejujuran, komitmen, serta niat bersungguh-sungguh. Mungkin kalian akan mengangap jika apa yang aku katakan disini adalah hal yang klise. Namun jika kalian ingin tahu, percayalah jika apa yang aku katakan hanyalah secuil dari semua hal yang harus kalian ketahui tentang menaklukkan hati perempuan.
Ah aku hampir lupa satu hal. Apa yang telah aku katakan, dan apa yang akan aku katakan, tidak hanya berlaku untuk mendapatkan hati perempuan. Namun juga berlaku bagi kalian para perempuan yang ingin mendapatkan hati lelaki idaman kalian. Cara yang klise, membosankan, namun memiliki hasil yang tidak main-main.
To Be Continued
sriwijayapuisis dan littlebboy memberi reputasi
2