Kaskus

Story

mahadev4Avatar border
TS
mahadev4
TEROR HANTU DEWI
Cerita ini adalah murni fiksi dan imajinasi saya semata, ini adalah Cerita Horor pertama yang saya buat, maka jika banyak kekurangan disana sini saya mohon maaf dan sangat berharap kritik dan sarannya. Dan Kisah ini saya persembahkan Untuk Novia Evadewi, yang novel horornya sederhana namun begitu mencekam nuansa horornya.

Cerita ini saya beri judul "Teror Hantu Dewi", selamat membaca.

=====================================


Daftar Lengkap serinya :


Prolog

Part 1 Malam Jahanam

Part 2 Penantian Mencekam

Part 3 Geger Mayat Dewi

Part 4 Penguburan Mayat Dewi

Part 5 Teror di Tumah Tua

Part 6 Teror yang Berlanjut

Part 7 Pembalasan Dewi

Part 8 A Hantu Dewi Meneror Lagi

Part 8 B Hantu Dewi Meneror Lagi

Part 9 A Geger di Makam Dewi

Part 9 B Geger di Makam Dewi

Part 9 C Geger di Makam Dewi

Part 9 D Geger di Makam Dewi

Part 10 Menguak Tirai Gelap

Part 11 Keris Kiayi Pancasona

Part 12 Pertarungan Terakhir (Tamat)

=============================

TEROR HANTU DEWI
Diubah oleh mahadev4 31-05-2022 17:52
Hedon.isAvatar border
redricesAvatar border
sampeukAvatar border
sampeuk dan 38 lainnya memberi reputasi
35
27K
192
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread52KAnggota
Tampilkan semua post
mahadev4Avatar border
TS
mahadev4
#2
TEROR HANTU DEWI - Part 2
by Deva

Wanita itu duduk diruang tengah, gelisah. Sejak sore perasaannya memang sudah merasakan sesuatu yang tidak mengenakkan, apa itu, ia pun tak tahu, dan malam ini sampai dengan pukul satu dini hari ia masih belum bisa memejamkan matanya untuk tidur.

Dari arah dapur seorang gadis remaja masuk ke ruangan tengah tempat wanita itu duduk, gadis itu membawakan segelas teh hangat kesukaan wanita itu, setelah meletakkan di meja ia duduk disebelahnya, meraih pundaknya.

“Wis to Buk, mungkin Mbakyu Dewi batal mulih dino iki (sudahlah Bu, mungkin Mbak Dewi batal pulang hari ini)”, gadis remaja itu mengelus-elus pundak wanita yang ternyata adalah Ibunya.

“Ora mungkin, Vi. Lha wong Mbakyumu kuwi wis telpon ning hapene Kangmasmu, Dewo. Mosok iyo Dewi arep ngapusi wong tuwone dewe, piye to kowe iki? (Gak mungkin, Vi. Soalnya Mbakmu itu sudah telpon di hape Mas kamu, Dewo. Mana mungkin Dewu membohongi orang tua sendiri, kamu ini bagaimana?)”.

“Yo ora ngunu maksude Buk, maksud Devi sing jenenge halangan kan sopo sing eruh, mungkin ae Mbakyu Dewi ono halangan, nek gak sesuk-
yo sesoke meneh baline (ya bukan gitu maksudnya Bu, maksud Devi yang namanya terhalang siapa yang tahu, mungkin saja Mbak Dewi berhalangan, kalau gak besok, ya besoknya lgi pulangnya)”.

“Halah..Ibuk kok gak percoyo Dewi onok halangan, perasaan Ibuk ngroso nek Dewi iku jane wis tekan kene, koyo wis mlebu omah iki loh, ibuk mung khawatir, jangan-jangan.. (Halah..Ibu tidak percaya Dewi punya halangan, Ibu merasa kalau Dewi sebenarnya sudah sampai sini, seperti sudah masuk kerumah ini, Ibu hanya khawatir, jangan-jangan...”, Belum sempat Ibunya Dewi menyelesaikan perkataannya tiba tiba…

"Jlegaaaarrr… !!!".

Terdengar suara petir yang diiringi kilat sambung menyambung, Devi Cumiik dan langsung memeluk ibunya reflek, Jendela kayu depan rumahnya mendadak terbuka, dan masuklah udara dingin diiringi hujan angin melalui jendela yang terbuka itu, jendela itu berderak-derak membuka dan menutup karena tiupan angin yang cukup kencang.

Devi bangkit dari duduknya dan berjalan menuju jendela namun tiba-tiba, terdengar suara kaca pecah seperti terjatuh, Devi buru-buru menutup jendela, namun sebelum-
tangannya meraih jendela pandangannya yang menatap keluar melihat sosok bayangan di depan rumahnya, ia tak bisa melihat jelas karena terhalang guyuran hujan malam itu yang turun begitu lebat.

“Mbakyu… “ gumam Devi, ia yakin betul bahwa sosok yang dilihatnya adalah Dewi kakak-
nya yang sejak sore begitu di nantikan kedatangannya. Devi berpaling kearah ibunya yang sedang membungkuk seperti tengah memunguti sesuatu di lantai.

“Buk iku sepertine Mbakyu… (Bu itu sepertinya Mbak...)“, ia kembali menoleh keluar untuk memanggil sosok itu, namun sosok yang dikiranya Dewi itu sudah tak ada lagi disana.

“Gak mungkin, gak mungkin aku salah lihat, aku benar-benar melihat sosok Mbakyu Dewi tadi…” Devi seperti tertegun di jendela, hujan deras yang terbawa angin sudah membasahi sebagian besar bajunya dan wajahnya.

Ia tersadar saat ia mendengar jeritan ibunya…

“Oalah Gusti.. Gusti.. pertondo opo to iki ?(Ya Tuhan.. Tuhan.. Tanda apakah ini?),” ibunya terduduk dilantai, di tangannya tergenggam foto Dewi dalam bingkai kaca, namun kacanya sudah hancur berantakan, ternyata suara benda terjatuh tadi adalah foto Dewi yang terpasang di dinding ruang tamu.

Terdengar suara deru motor datang dari arah kejauhan menuju kearah rumah mereka, tak lama motor yang di tumpangi seorang pemuda itu berhenti di halaman, pemuda itu turun dan mengetuk rumah.

“As salamu’alaikum. Ibu.. Ibu.. Aku mulih (saya pulang)”.

Devi sangat mengenal suara itu, itu Kangmasnya yang baru pulang dari pengajian, Aryo Sadewo. Bergegas Devi membukakan pintu untuk kakaknya.

“Kowe durung turu, Vi. Mbakyumu Dewi ngendi, wis turu tah?(kamu belum tidur, Vi, Mbakmu Dewi mana, sudah tidur ya?)”

“Mbakyu Dewi Durung teko, Mas, iku loh Ibu tulungo (Mbak Dewi belum datang, Mas. Itu loh tolongin Ibu)”.

Dewo menutup pintu dan menghampiri Ibunya.

“Bu, ono opo to kok nangis?( Bu, ada apa, kok nangis?”, di bimbingnya ibunya untuk duduk di kursi, tangannya masih mendekap foto Dewi, Dewo lalu meminumkan air teh hangat yang tadi di buatkan oleh Devi.

“Iku loh Mas, fotone mbakyu Dewi tibo keno angin, ibuk dadine koyo berfikir sing ora-ora(begini, Mas, foto Mbak Dewi jatuh terkena Angin, Ibu jadi berfikir yang tidak-
tidak)", Devi menjelaskan.

“Buk, wis kene fotone Dewi, bismillah ae gak ono opo-opo kok karo dewi, mengko tak telpone deweke (Bu, Kemarikan fotonya, bismillah saja, tak ada apa-apa sama Dewi. Nanti kutelpon dia),”

Dewo mengeluarkan hapenya dan segera menelpon adiknya, Dewi.

Terdengar suara nada panggilan, Dewo menunggu, Devi dan Ibunya ikut memperhatikan dan menunggu.

Suara telpon diangkat… hanya terdengar suara deru angin, dan samar suara tangisan perempuan di kejauhan,

“ Wi.. Dewi..” panggil Dewo.

Tak ada jawaban, Dewo menunggu, lalu kembali memanggil.

“Wi.. aku Dewo iki, kangmasmu (Wi.. aku ini Dewo, kakakmu)”.

“Iyo, Mas”, terdengar suara jawaban, begitu lemah..

“Kowe Dewi kan?” tanya Dewo seakan ingin lebih meyakinkan.

Sunyi.

Tak ada jawaban.

“Wi, kowe wis turu tah?( Wi, kamu dah tidur ya?)”.

“Ora, Mas (nggak, Mas)”, kembali terdengar suara Dewi dengan suara yang lemah.

“Kowe sido bali opo ora, ibuk gak iso turu iki ngenteni kowe, jare sore mawu tekone.. (kamu jadi pulang gak, Ibu gak bisa tidur nungguin kamu, katanya sore tadi sampainya..)”

“Sesuk aku pasti MULIH, Mas… (Besok aku pasti PULANG, Mas)“

Tiba-tiba telpon terputus.

BERSAMBUNG
khuman
redrices
sampeuk
sampeuk dan 16 lainnya memberi reputasi
17
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.