- Beranda
- Stories from the Heart
TEROR HANTU DEWI
...
TS
mahadev4
TEROR HANTU DEWI
Cerita ini adalah murni fiksi dan imajinasi saya semata, ini adalah Cerita Horor pertama yang saya buat, maka jika banyak kekurangan disana sini saya mohon maaf dan sangat berharap kritik dan sarannya. Dan Kisah ini saya persembahkan Untuk Novia Evadewi, yang novel horornya sederhana namun begitu mencekam nuansa horornya.
Cerita ini saya beri judul "Teror Hantu Dewi", selamat membaca.
=====================================
Daftar Lengkap serinya :
Prolog
Part 1 Malam Jahanam
Part 2 Penantian Mencekam
Part 3 Geger Mayat Dewi
Part 4 Penguburan Mayat Dewi
Part 5 Teror di Tumah Tua
Part 6 Teror yang Berlanjut
Part 7 Pembalasan Dewi
Part 8 A Hantu Dewi Meneror Lagi
Part 8 B Hantu Dewi Meneror Lagi
Part 9 A Geger di Makam Dewi
Part 9 B Geger di Makam Dewi
Part 9 C Geger di Makam Dewi
Part 9 D Geger di Makam Dewi
Part 10 Menguak Tirai Gelap
Part 11 Keris Kiayi Pancasona
Part 12 Pertarungan Terakhir (Tamat)
=============================

Cerita ini saya beri judul "Teror Hantu Dewi", selamat membaca.
=====================================
Daftar Lengkap serinya :
Prolog
Part 1 Malam Jahanam
Part 2 Penantian Mencekam
Part 3 Geger Mayat Dewi
Part 4 Penguburan Mayat Dewi
Part 5 Teror di Tumah Tua
Part 6 Teror yang Berlanjut
Part 7 Pembalasan Dewi
Part 8 A Hantu Dewi Meneror Lagi
Part 8 B Hantu Dewi Meneror Lagi
Part 9 A Geger di Makam Dewi
Part 9 B Geger di Makam Dewi
Part 9 C Geger di Makam Dewi
Part 9 D Geger di Makam Dewi
Part 10 Menguak Tirai Gelap
Part 11 Keris Kiayi Pancasona
Part 12 Pertarungan Terakhir (Tamat)
=============================

Diubah oleh mahadev4 31-05-2022 17:52
sampeuk dan 38 lainnya memberi reputasi
35
27K
192
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52.1KAnggota
Tampilkan semua post
TS
mahadev4
#1
TEROR HANTU DEWI
PROLOG
"Turun depan ya, pak. Dekat warung itu," kata Dewi kepada bapak tua supir angkot. Dewi tampak gelisah, matanya menatap area sekitarnya yang seharusnya sudah begitu akrab baginya.
"Iya, Mbak," jawab bapak itu seraya melirik sekilas kepada Dewi dari kaca mobil angkotnya. ada pancaran kecemasan di wajah pak sopir yang sudah puluhan tahun mencari nafkah dengan angkot tuanya itu, ia perhatikan gerak-gerik Dewi yang sejak tadi seperti orang yang ketakutan, entah apa yang ada di benak Dewi, sopir itu tak bisa menerkanya.
Angkot biru tua yang di tumpangi Dewi pun berhenti tidak jauh dari warung yang tadi ditunjuk Dewi. Sebuah warung makan pinggir jalan yang tidak terlalu besar, warung tersebut buka memang sampai larut malam, biasanya pemilik warung, Pak Harjo akan menutup warungnya sekitaran pukul 1, namun kalau sepi pembeli, bisa lebih cepat lagi.
"Hati-hati, Mbak. Soalnya ini sudah hampir jam 12 tengah malam," kata supir angkot setelah menerima ongkos Angkot dari tangan Dewi. Pak supir angkot menatap heran Dewi. karena ternyata uang yang di berikan Dewi adalah selembar uang seratus ribuan, padahal sejak pagi tadi ia sepi penumpang, ia pun bingung untuk memberikan kembaliannya.
Dewi tersenyum "Iya, terima kasih, Pak. Saya lahir dan besar di Desa ini, jadi sudah kenal dengan penduduk Desanya. Oh iya, kembaliannya ambil saja Pak, buat anak istri Bapak"
"Aduh.. Terima kasih banyak ya, Mbak. Kebetulan hari ini bapak sepi penumpang. Semoga sampai rumah dengan selamat ya, Mbak," usai berkata supir angkot itu tersenyum lebar, dan langsung kembali mengarahkan angkotnya kejalan raya, angkot tua itu berjalan merayap di jalanan beraspal, di iringi tatapan mata Dewi, sampai benar-benar menghilang di tikungan jalan.
Setelah Angkot tua tersebut pergi, Dewi segera menjinjing 2 buah tas besarnya, berisi oleh-oleh yang di belinya dari Jakarta, dan beberapa potong pakaian, baik yang lama biasa di pakainya, maupun beberapa setel pakaian baru yang juga di belinya di Jakarta, sedianya pakaian baru itu akan ia berikan kepada kedua orang tuanya, juga kepada kakak lelakinya, Dewo dan adiknya, seorang perempuan yang masih duduk di bangku SMA, Devi.
Dewi berjalan melewati Warung Nasi Pak Harjo, Pak Harjo sendiri tidak tampak di warungnya, mungkin sedang mencuci piring-piring di dapur, bekas pelanggannya makan. Dewi melihat ada 4 orang pemuda yang tengah nongkrong disana. dua diantaranya sedang menikmati makanannya, yang seorang sedang bermain gitar, dan seorang lagi sedang mengutak-atik sebuah motor.
Entah mengapa perasaan Dewi jadi tidak enak dan berdebar-debar, maka dipercepatnya langkah agar secepatnya tiba dirumah. Kalau saja tadi Bis yang di tumpanginya tidak mengalami pecah ban tentulah Dewi akan sampai kedesanya lebih sorean, atau kalau pun sampai malam tidak sampai selarut ini. Meski Dewi sudah mengenal betul jalan jalan Desanya, juga penduduknya.
Suasana malam itu tidak seperti malam-malam biasanya yang pernah Dewi rasakan di Desa ini, udaranya terasa begitu dingin, tak ada tanda-tanda orang lain berada di sepanjang jalan yang sedang di lewati Dewi. Bahkan Pos Ronda yang baru saja di lewati Dewi tadi tampak kosong, tak ada peronda sama sekali.
Dewi tiba-tiba menghentikan langkahnya, menurunkan tas yang di jinjingnya lalu mengelap keningnya yang mulai berkeringat.
Sementara dari kejauhan suara lolongan anjing terdengar bersahut-sahutan, suaranya seperti mengisyaratkan kesedihan, saling lolong satu sama lain dengan lolongan yang tinggi melengking, seperti suara kesakitan yang sangat memedihkan.
Hal itu tentu saja membuat perasaan Dewi jadi tidak karuan, bulu kuduknya meremang, kemudian diangkatnya kembali tasnya, kali ini ia mempercepat langkahnya agar sesegera mungkin sampai kerumahnya, yang mana tentunya keluarganya sangat senang menyambutnya karena sejak kemarin dewi sudah mengabarkan bahwa hari ini ia akan pulang ke Desanya untuk selamanya, karena ia sudah meminta berhenti dari majikannya di Jakarta.
Dia memutuskan berhenti jadi pembantu rumah tangga karena pacarnya yang tinggal di desa bernama Prasetyo, sudah melamarnya pada kedua orang tuanya, Prasetyo sudah siap untuk membina sebuah keluarga bahagia dengannya, sebagaimana Dewi pun sudah lama siap dan menunggu kesediaan Prasetyo untuk menikahinya.
BERSAMBUNG
"Turun depan ya, pak. Dekat warung itu," kata Dewi kepada bapak tua supir angkot. Dewi tampak gelisah, matanya menatap area sekitarnya yang seharusnya sudah begitu akrab baginya.
"Iya, Mbak," jawab bapak itu seraya melirik sekilas kepada Dewi dari kaca mobil angkotnya. ada pancaran kecemasan di wajah pak sopir yang sudah puluhan tahun mencari nafkah dengan angkot tuanya itu, ia perhatikan gerak-gerik Dewi yang sejak tadi seperti orang yang ketakutan, entah apa yang ada di benak Dewi, sopir itu tak bisa menerkanya.
Angkot biru tua yang di tumpangi Dewi pun berhenti tidak jauh dari warung yang tadi ditunjuk Dewi. Sebuah warung makan pinggir jalan yang tidak terlalu besar, warung tersebut buka memang sampai larut malam, biasanya pemilik warung, Pak Harjo akan menutup warungnya sekitaran pukul 1, namun kalau sepi pembeli, bisa lebih cepat lagi.
"Hati-hati, Mbak. Soalnya ini sudah hampir jam 12 tengah malam," kata supir angkot setelah menerima ongkos Angkot dari tangan Dewi. Pak supir angkot menatap heran Dewi. karena ternyata uang yang di berikan Dewi adalah selembar uang seratus ribuan, padahal sejak pagi tadi ia sepi penumpang, ia pun bingung untuk memberikan kembaliannya.
Dewi tersenyum "Iya, terima kasih, Pak. Saya lahir dan besar di Desa ini, jadi sudah kenal dengan penduduk Desanya. Oh iya, kembaliannya ambil saja Pak, buat anak istri Bapak"
"Aduh.. Terima kasih banyak ya, Mbak. Kebetulan hari ini bapak sepi penumpang. Semoga sampai rumah dengan selamat ya, Mbak," usai berkata supir angkot itu tersenyum lebar, dan langsung kembali mengarahkan angkotnya kejalan raya, angkot tua itu berjalan merayap di jalanan beraspal, di iringi tatapan mata Dewi, sampai benar-benar menghilang di tikungan jalan.
Setelah Angkot tua tersebut pergi, Dewi segera menjinjing 2 buah tas besarnya, berisi oleh-oleh yang di belinya dari Jakarta, dan beberapa potong pakaian, baik yang lama biasa di pakainya, maupun beberapa setel pakaian baru yang juga di belinya di Jakarta, sedianya pakaian baru itu akan ia berikan kepada kedua orang tuanya, juga kepada kakak lelakinya, Dewo dan adiknya, seorang perempuan yang masih duduk di bangku SMA, Devi.
Dewi berjalan melewati Warung Nasi Pak Harjo, Pak Harjo sendiri tidak tampak di warungnya, mungkin sedang mencuci piring-piring di dapur, bekas pelanggannya makan. Dewi melihat ada 4 orang pemuda yang tengah nongkrong disana. dua diantaranya sedang menikmati makanannya, yang seorang sedang bermain gitar, dan seorang lagi sedang mengutak-atik sebuah motor.
Entah mengapa perasaan Dewi jadi tidak enak dan berdebar-debar, maka dipercepatnya langkah agar secepatnya tiba dirumah. Kalau saja tadi Bis yang di tumpanginya tidak mengalami pecah ban tentulah Dewi akan sampai kedesanya lebih sorean, atau kalau pun sampai malam tidak sampai selarut ini. Meski Dewi sudah mengenal betul jalan jalan Desanya, juga penduduknya.
Suasana malam itu tidak seperti malam-malam biasanya yang pernah Dewi rasakan di Desa ini, udaranya terasa begitu dingin, tak ada tanda-tanda orang lain berada di sepanjang jalan yang sedang di lewati Dewi. Bahkan Pos Ronda yang baru saja di lewati Dewi tadi tampak kosong, tak ada peronda sama sekali.
Dewi tiba-tiba menghentikan langkahnya, menurunkan tas yang di jinjingnya lalu mengelap keningnya yang mulai berkeringat.
Sementara dari kejauhan suara lolongan anjing terdengar bersahut-sahutan, suaranya seperti mengisyaratkan kesedihan, saling lolong satu sama lain dengan lolongan yang tinggi melengking, seperti suara kesakitan yang sangat memedihkan.
Hal itu tentu saja membuat perasaan Dewi jadi tidak karuan, bulu kuduknya meremang, kemudian diangkatnya kembali tasnya, kali ini ia mempercepat langkahnya agar sesegera mungkin sampai kerumahnya, yang mana tentunya keluarganya sangat senang menyambutnya karena sejak kemarin dewi sudah mengabarkan bahwa hari ini ia akan pulang ke Desanya untuk selamanya, karena ia sudah meminta berhenti dari majikannya di Jakarta.
Dia memutuskan berhenti jadi pembantu rumah tangga karena pacarnya yang tinggal di desa bernama Prasetyo, sudah melamarnya pada kedua orang tuanya, Prasetyo sudah siap untuk membina sebuah keluarga bahagia dengannya, sebagaimana Dewi pun sudah lama siap dan menunggu kesediaan Prasetyo untuk menikahinya.
BERSAMBUNG
Diubah oleh mahadev4 31-05-2022 17:43
sampeuk dan 19 lainnya memberi reputasi
20
Tutup