- Beranda
- Stories from the Heart
AKHIR PENANTIANKU (JILID IV) [18+] [TRUE STORY]
...
TS
dissymmon08
AKHIR PENANTIANKU (JILID IV) [18+] [TRUE STORY]
SELAMAT DATANG AGAN SISTA
Halo! 
Gue ucapkan terima kasih yang teramat sangat terhadap dukungan dan apresiasi agan sista untuk tulisan gue di JILID IIIsebelumnya. Setelah merenung dan mencoba membuka kembali memori lama gue, akhirnya gue mendapatkan khilal gue. Sekarang gue udah siap untuk menulis kelanjutannya, yaitu JILID IV!
Kali ini gue masih menceritakan tentang kisah cinta gue, yang pada cerita sebelumnya masih berkutat di Kampus. Gue yang di kisah kali ini sedang mendekati akhir perjuangan di Kampus pun akan menjalani tahap baru, dimana gue akan bertemu dengan dunia kerja dan dunia nyata. Bakalan banyak konflik di diri gue ini, ketika gue yang tengah mencari jati diri ini dihadapkan dengan kenyataan bahwa hidup itu benar-benar penuh lika liku. Saat kita salah memilih jalan, ga ada putar balik, kita harus terus menjalani dan menghadapinya seraya mencari solusi terbaik atas pilihan kita itu. Dan kesabaran menjadi kunci utama segalanya, buat gue.
Masih dengan gaya menulis gue yang penuh strong language, absurd-nya hidup gue, kebodohan gue dalam memilih keputusan, pengalaman hidup lain, dan beberapa kali akan nyempil ++-nya, jadi gue masih ga akan melepas rating 18+ di cerita gue kali ini. Mungkin akan ada beberapa penyesuaian penggunaan bahasa atau panggilan yang gue lakuin di sini, demi kenyamanan bersama. Semoga ga merusak ciri khas gue dalam menulis! Amiiin.
Dan gue berharap semoga agan sista tetap suka dan betah mantengin thread ane ini sampe selesai!
Oh iya, kalau misalnya agan sista belum baca cerita di JILID III atau mau refresh kembali cerita saat itu, monggo mampir ke LINK INI.

Gue ucapkan terima kasih yang teramat sangat terhadap dukungan dan apresiasi agan sista untuk tulisan gue di JILID IIIsebelumnya. Setelah merenung dan mencoba membuka kembali memori lama gue, akhirnya gue mendapatkan khilal gue. Sekarang gue udah siap untuk menulis kelanjutannya, yaitu JILID IV!
Kali ini gue masih menceritakan tentang kisah cinta gue, yang pada cerita sebelumnya masih berkutat di Kampus. Gue yang di kisah kali ini sedang mendekati akhir perjuangan di Kampus pun akan menjalani tahap baru, dimana gue akan bertemu dengan dunia kerja dan dunia nyata. Bakalan banyak konflik di diri gue ini, ketika gue yang tengah mencari jati diri ini dihadapkan dengan kenyataan bahwa hidup itu benar-benar penuh lika liku. Saat kita salah memilih jalan, ga ada putar balik, kita harus terus menjalani dan menghadapinya seraya mencari solusi terbaik atas pilihan kita itu. Dan kesabaran menjadi kunci utama segalanya, buat gue.
Masih dengan gaya menulis gue yang penuh strong language, absurd-nya hidup gue, kebodohan gue dalam memilih keputusan, pengalaman hidup lain, dan beberapa kali akan nyempil ++-nya, jadi gue masih ga akan melepas rating 18+ di cerita gue kali ini. Mungkin akan ada beberapa penyesuaian penggunaan bahasa atau panggilan yang gue lakuin di sini, demi kenyamanan bersama. Semoga ga merusak ciri khas gue dalam menulis! Amiiin.
Dan gue berharap semoga agan sista tetap suka dan betah mantengin thread ane ini sampe selesai!

Oh iya, kalau misalnya agan sista belum baca cerita di JILID III atau mau refresh kembali cerita saat itu, monggo mampir ke LINK INI.
![AKHIR PENANTIANKU (JILID IV) [18+] [TRUE STORY]](https://s.kaskus.id/images/2019/11/15/10712020_20191115112915.jpg)
Spoiler for INDEX:
Spoiler for MULUSTRASI:
HT @ STORY
Alhamdulillah berkat supportdari agan sista, thread ane ini jadi HT!
Terima kasih banyak ane ucapin buat agan sista yang udah setia nunggu update-an cerita-cerita ane.
Semoga tulisan ane bisa terus lebih baik dan bisa menyajikan cerita lebih seru buat dibaca agan sista!

Spoiler for PERATURAN:
Quote:
Diubah oleh dissymmon08 30-12-2019 07:57
bukhorigan dan 48 lainnya memberi reputasi
49
134.1K
1.6K
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
dissymmon08
#729
KISAH TENTANG F: MEREKA BERSEKUTU (PART 05)
Gue dan Bang Firzy kembali melanjutkan hidup kami yang (kami harapkan) akan kembali tenang kedepannya setelah drama perusakan nama baik dia kedua kalinya itu. HARAPANNYA. Bahkan gue pikir, ancaman Dewi itu cuman gertakan aja buat gue. Walopun gue sempet kepikiran juga kalau penyebab perusakan nama baik gue dan Bang Firzy itu ada andil dia juga sih. Entahlah. Gue sampe sekarang pun ga pernah tau itu.
Bang Firzy infoin ke gue, dia udah dikabarin sama Rizky kalau Rizky udah klarifikasi ke alumni maupun pihak-pihak terkait tentang gosip Bang Firzy itu hanya salah paham. Bang Firzy ga pengen berlama-lama dalam drama ini, jadinya dia udah okein aja dan ga permasalahin lagi kasus ini. Gue pun ga mau berlama-lama, entah gue bisa nahan dia kayak gimana lagi kedepannya.
Gue ketawa-ketawa sendiri baca percakapan kami di sms. Alhamdulillah, ga butuh waktu lama buat gue dan Bang Firzy bisa kembali mengembalikan mooddi hubungan kami. Cuman dari obrolan biasa ini pun kami bisa ketawa-ketawa ngakak sendiri. Suseh emang Kang Bakso Pengkolan itu! Hahaha.
“Mi… Nih mukenanya, gantian.” kata Dwi sambil kasih mukena yang dia pake ke gue. Saat itu kami lagi istirahat untuk Sholat Ashar sebelum kami lanjut kelas tambahan pengganti salah satu kelas yang sempet dibatalin karena dosen kami berhalangan hadir. Jadi, ya palingan cuman ada anak kelas kami doangan yang sholat di mushola ini. Sisanya udah pada langsung pulang sebelum keujanan. Maklum, saat itu lagi musim ujan soalnya. Biasa, menjelang akhir tahun.
Selesai gue sholat, udah ada beberapa anak kelas gue lainnya yang ngantri di belakang gue. Gue pun melipir dan gantian ke belakang untuk cabut ke luar mushola. Saat gue keluar untuk pakai sepatu bareng anak-anak Crocodile minus Debby (karena dia masih ga mau bareng sama gue), gue ngeliat fenomena menarique yang membuat jiwa ‘pembunuh bayaran’ gue memberontak di dalam jiwa raga gue. Bukan pemberontakan di dalam sempak yak. Di sebrang gue, tepat di arah jam 12 gue ada si Anj*ng Dewi, si Bangs*t Nindy, dan si T*i Uun lagi berpelukan, padahal mereka bukan Teletubbies.
Bimo dan Wulan nyenggol kedua sikut gue biar gue merhatiin ketiga Teletubbies itu. Dwi megang tangan kanan gue dengan senyum sedih dan bilang “Udah ya, Mi. Jangan dipikirin mereka… Kamu udah cukup ngelaluin semuanya.”
“Aku biasa aja, Dwi…”
“Yaudah kalo biasa aja, gabung kek jadi Poh itu para Teletubbies!” kata Lidya cukup keras pasti buat didenger sama mereka bertiga.
Gue liat Dewi sekilas ngelirik ke gue. Tapi mereka tetep asik aja ngobrol berbisik bertiga. Entah apa yang mereka bahas. Tapi gue yakin bahasan mereka ga jauh-jauh dari omongan Bang Firzy. Ya, buat apa Uun ikut gabung sama Angkatan Tahun 2011 begitu? Terus buat apa Nindy dan Dewi mau pelukan saat mereka aja katanya ribut satu sama lain bukan? Pemandangan ini terlalu aneh buat diliat menurut gue.
Anak-anak Crocodile ngajak ke kelas, termasuk gue. Kami pun segera jalan tanpa mikirin ketiga orang di sebrang kami. “Eh kacamata gue!” kata gue sambil balik lagi ke dalem mushola buat ambil kacamata gue yang gue simpen di atas tempat wudhu. “Kalian duluan aja!”
Saat gue keluar dari mushola, mereka masih di posisi yang sama tapi kali ini mereka bertiga menghadap ke gue yang ada tepat di depan pintu. Anak-anak sekelas gue kayak berusaha menghiraukan kami dan lewat gitu aja, ga peduli dengan momen yang terjadi saat itu.
Gue pun mau ikut anak sekelas gue yang jalan ke arah kelas. Gue ga peduli mau diliatin kayak gimana sama mereka bertiga. Gue males ngurusin mereka lagi.
“BIARIN AJA KALO SEKARANG DIA NGERASA DI ATAS ANGIN, NIN, KAK UUN!”
Oke. Si Anj*ng ini udah mulai mengarahkan kata ‘dia’ itu tepat menunjuk gue. Anak sekelas gue berenti dan nengok ke belakang sesaat. Tapi mereka memutuskan buat lanjut. Kecuali gue yang malah diem aja. Gue ngerasa gobl*g banget saat itu, “KENAPA GA GUE JALAN AJA SIH BANGS*T!”
“KITA DULUAN YANG KENAL ZIZI! KITA LEBIH MENGENAL ZIZI DARIPADA DIA! JAUH LEBIH MENGENAL ZIZI DARIPADA DIA! KITA BAHKAN UDAH DIKASIH IJIN SAMA KAK DEE BUAT DEKETIN ZIZI, SEDANGKAN DIA GA! BIARIN AJA, DIA SOK NGUASAIN ZIZI BEGITU! KARMA DOES EXIST!”
Gue ga tahan lagi. “Bisa ya lu bilang ‘karma does exist’ tanpa ngerasa bersalah? Menurut lu, gue bad guy di sini dan kalian itu victim???” kata gue tanpa menoleh ke arah mereka.
“Biasa, ada yang mau playing victim~ Lalala~” kata Dewi entah dengan ekspresi kayak gimana.
“Playing victim? HAHAHANJ*NG!” Gue tarik napas gue dalem-dalem. “Terserah mau kalian NGATAIN GUE PLAYING VICTIM lah, bahkan ga ngerasa bersalah dengan bilang ke gue KARMA DOES EXIST! Tapi tetep gue, HANYA GUE yang bisa milikin Firzy. HANYA GUE yang mau didenger Firzy. HANYA GUE yang mau dianggep sama Firzy bukan? HANYA GUE, bukan kalian. Kalian itu CUMAN CEWE PECINTA FIRZY yang GA AKAN PERNAH BISA DAPETIN Firzy, kenapa? Karena kalian memilih jalan kalian begitu. Kalian dengan GOBL*GNYA YANG SANGAT KEBANGETAN malah memilih nyakitin gue, BERKALI-KALI! Bikin Firzy malah benci kalian, kan TOLOL namanya. Gue jamin, kalian ga akan pernah ngerasa jadi PACARNYA FIRZY, SELAMANYA!”
“KAKAK JUGA! KAKAK GA AKAN PERNAH LAMA DI ATAS ANGIN! INGET, DI ATAS LANGIT MASIH ADA LANGIT! DI ATAS KAKAK MASIH ADA KAK DEE! DIA GA AKAN TINGGAL DIEM SAMA KELAKUAN KAKAK BEGINI!”
“Dee? Hahaha. Dee itu CUMAN MANTAN.”
“MANTAN PACAR! CALON ISTRI!”
“HALAH TYTYD!”
“Astagfirulloh!” teriak mereka barengan.
“Terserah! Oke? TERSERAH!” Gue nengok ke arah mereka. “Mau kalian bacot gimanapun, tetep gue yang saat ini jadi PACARNYA FIRZY bukan? Bukan kalian. BUKAN KALIAN! Jadi, terima aja DAN JANGAN BANYAK BACOT ANJ*NG!”
“Astagfirulloh ih! Kasar banget!” teriak Uun dan Nindy (lagi) sambil nutup mulut mereka.
Gue balikin badan gue dan kembali melanjutkan perjalanan gue. “KAK DEE BAKALAN JADI PEMENANGNYA! TENANG AJA! KAK DEE BAKALAN DAPETIN ZIZI BALIK! INGET OMONGAN AKU INI, KAK!!!” teriakan terakhir Dewi ke gue sebelum gue ninggalin mereka ke kelas.
Tangan gue gemeteran. Gue bener-bener ngeluarin seluruh keberanian gue untuk ngomong kayak tadi di depan mereka. Tangan gue pun dingin. Gue ga nyangka bisa ngomong begitu ke tiga cewek yang ngejar-ngejar pacar gue. Gue ga pernah mikir bakalan mau konfrontasi sama cewek lain di dunia ini untuk urusan cowok. Tapi ya mau gimana lagi?
Gue lelah.
GUE SANGAT AMAT LELAH dengan drama ini.
Gue mau semuanya berakhir.
Dan… Kalo ternyata semuanya harus berakhir seiring dengan harus berakhirnya hubungan gue dengan Bang Firzy, mungkin gue mau ga mau bakalan ngelakuin dan nerima itu semua. Tapi ga untuk saat ini. Karena saat ini gue ngerasa jadi pemenang, walopun Dewi bilang GUE BUKAN PEMENANG. Faktanya? Gue adalah pemenang hati Bang Firzy saat itu. HANYA GUE! Biar gue menikmati kemenangan gue dulu saat ini.
“Hey…” Bang Firzy narik tangan kanan gue buat nahan gue. “Apapun yang Uun bilang nanti, kamu jangan dengerin ya.”
Gue senyum ke Bang Firzy. “Oy bacot Anda, Knalpot Bajaj! Gue ga bakalan kenapa-napa kok… Gue udah dilabrak mereka, gue bisa belain diri gue sendiri kok minggu kemaren. Buktinya gue ga kenapa-napa kan idupnya seminggu ini? Kita bisa idup normal lagi seminggu ini… Insya Alloh cuman urusan ngambil jaket ke Uun doangan mah ga akan bikin gue gugur dalam perang, Zy.”
“JANGAN MANGGIL FIRZY KALO GA ADA MASALAH!”
“Oke, gue ga akan gugur dalam perang, Kang Cuanki!”
“Bangs*t.”
“Love you too!” Gue melepas tangannya Bang Firzy dan jalan ninggalin dia yang masih staydi motornya.
Gue mengarahkan langkah kaki gue ke Laboratorium Lingkungan, tempat dimana Uun berada. Dia lagi ngerjain data dia di sana. Dia yang janjian sama Bang Firzy mau balikin jaket dia via gue mendadak sore tadi, saat gue dan Bang Firzy lagi makan di tempat makan deket kosan gue.. Tau jaketnya bakalan dibalikin, dia seneng banget. Dia hampir lupa mau ambil jaketnya itu.
Kenapa ga Bang Firzy yang ambil sendiri dengan turun dari motor?
Karena gue ga mau Bang Firzy dateng sendiri ke Laboratorium Lingkungan dan turun ketemu sama banyak orang, LAGI. Gue ga mau nanti malah jadi lama lagi di Kampus kalo dia sampe harus turun dari motornya. Walopun gue ga yakin 100% sih Bang Firzy bakalan ga turun dari motornya dan mau nurut sama gue. Dia lagi dipercaya. Hahaha.
Gue liat, pintu Laboratorium Lingkungan terbuka. Ada banyak sepatu di depan laboratorium, pertanda banyak orang di sana. Gue ngintip dulu sebelum masuk ke dalem ruangan. Harusnya ga penuh banget orang di dalem.
Tapi mungkin gue terlalu keliatan ngintipnya dan terlalu underestimate jumlah orang yang ada di dalem ruangan, jadinya orang-orang yang ada di dalem ruangan NENGOK SEMUANYA ke arah gue! TAAAEEEEEK!!!
“Masuk aja, Mi!” teriak Bang Ari dari dalam ruangan sambil melambaikan tangan ke arah gue. “Nih Uun-nya udah nungguin dari tadi!”
“Sial. Niat ga keliatan, malah semua orang tau gue mau nemuin Uun!” kata gue dalem hati. Gue ngebuka sepatu gue, simpen di rak sepatu, dan masuk ke dalem laboratorium.
Di sana ada beberapa anak sekelas gue yang lagi ngerjain penelitian mereka, Bang Ari, dan beberapa anak Angkatan 2011 maupun 2012. Entah berapa orang dan entah siapa aja. Mereka kembali sibuk sama penelitian mereka masing-masing.
“Emi!” sapa Uun dari pojok ruangan, dimana ada rak khusus untuk tas. Dia berdiri tepat di salah satu tas. Gue jalan menghampiri dia. “Kok sendirian?”
“Bang Ija-nya nunggu di motor.”
Uun balikin badannya dari gue dan ngebuka tas dia. Dia sempet terhenti sebentar. “Padahal aku maunya ketemu sama dia. Aku mau minta maaf sama dia. Langsung. Twit, sms, sama chat permintaan maaf aku di Facebook ga dibales sama sekali. Giliran aku bilang mau balikin jaket, dia baru ngerespon dan bilang mau ambil kesini bareng kamu. Eh sekarang dia ga mau ikut.”
“Untuk urusan itu… Aku ga tau, Un. Tapi insya Alloh nanti aku coba tanyain ke dia ya… Minta dia buat ngerespon.”
Uun ngeluarin jaketnya yang terbungkus rapih dengan koran dan meluk jaketnya sesaat. “Ga usah, Mi. Aku ga mau dia respon aku karena disuruh kamu… Biar dia ngerespon aku karena dia yang mau, karena dia beneran ikhlas maafin aku.”
“Un, aku sama Bang Ija udah berusaha lupain masalah kemaren-kemaren. Walopun jujur, sakit juga pukulan kamu dulu yak… Tapi yaudahlah. Urusan cowo doang dibikin ribet banget.”
“Kamu bisa ngomong begitu karena kamu berhasil dapetin Bang Ija, Mi…” Gue terdiam dengan ucapan Uun. “Kamu di posisi dikejar sama cowo yang kita rebutin selama ini. Jujur, aku ngerasa usaha aku sia-sia banget selama ini ngejar Bang Ija saat tau dia sebegitu ngejaga kamu banget. Aku iri, aku pengen jadi diri kamu saat ini. Apapun masalah yang kalian hadapin, kalian ga pernah berhasil dipisahin. Aku iri.”
“Iri tanda tak mampu lho, Un. Jangan bilang begitu. Hehehe.” Gue berusaha mencairkan suasana. Soalnya Uun mulai berubah ekspresinya jadi galau gitu.
“Ya, aku iri karena aku emang ga mampu… Ga bisa bikin Bang Ija ngelirik aku, even cuman sebentar.” Uun kasih jaketnya Bang Firzy ke gue, tapi ga langsung dia lepas. “Kalo bukan karena jaket ini, mungkin aku ga akan pernah bisa ngomong sama Bang Ija lagi…”
Gue megang tangan Uun yang ada di atas jaketnya Bang Ija. “Un, tiap-tiap manusia udah dituliskan kok jodohnya. Termasuk kita ini. Mungkin kamu ngerasa aku yang bisa dapetin Bang Ija. Tapi aku belum tau, apa Bang Ija itu jodoh yang Tuhan tulisin buat aku kan? Aku cuman sekarang ikhtiar aja, semoga hubungan yang aku jalanin ini nantinya emang kehendak Tuhan untuk nyatuin kami… Cuman inget, terkadang kita dipertemuin sama orang bukan selalu karena berjodoh lho, mungkin buat jadi pembelajaran untuk belajar satu sama lainnya sebelum kita siap bertemu dengan jodoh kita… Tuhan selalu memberikan ‘apa yang kita butuhkan’, bukan ‘apa yang kita inginkan’, Un. Mungkin kamu ngerasa mengingkan Bang Ija, tapi Tuhan bilang kalo kamu ga membutuhkan Bang Ija, makanya jalannya harus begini. Tapi aku ga bilang ya aku juga jodohnya Bang Ija, saat ini Tuhan lagi meminta aku belajar bersama Bang Ija. Biar aku bisa memantaskan diri aku buat jodoh aku nanti. Sekarang aku cuman berharap ga ‘jagain jodoh orang’ aja…” jelas gue panjang lebar.
Uun senyum dan ketawa kecil dengan penjelasan gue. “Maafin aku ya, Mi. Kemaren harus dikasarin dan adegan labrak melabrak di depan mushola kemaren… Maafin aku.”
“Santai, Un…” Uun melepas tangannya dari jaket Bang Firzy.
“Kenapa kamu harus jadi ibu peri begini terus sih, Mi?”
“Aku bukan ibu peri, aku itu princess, Un. Princess Cinderella~ Hahaha.”
“Bisa aja kamu…” Uun ketawa.
“Aku pamitan dulu ya, Un.” kata gue ke Uun. Gue pun nenteng jaketnya Bang Firzy di tangan kiri gue.
“Sampein maaf ke Bang Ija ya, lama di aku jaketnya. Bahkan sampe berkali-kali aku pake itu jaket. Anget banget soalnya dan masih ada aroma Bang Ija-nya. Walopun ya sekarang udah dikasih pewangi yang beda sama aku. Tapi masih ada aroma Bang Ija-nya.”
“Aroma Bang Ija? Bau keteknya doi apa bau pej*-nya?”
“EMI!” teriak Bang Ari dari arah belakang gue.
“MAAP BANG! NYAHAHA. MULUT KADANG KAN SUKA NYEROCOS SENDIRI, PADAHAL OTAK TEH UDAH BILANG ‘JANGAN’!” teriak balik gue sambil jalan ke luar laboratorium.
“Mi, Bang Ija emang butuh lu di sisi dia… Semoga langgeng ya kamu sama dia.”
“Amiin… Makasih doanya, Un.”
“Maafin aku.”
“Ga usah minta maaf lagi ya…” Gue berdiri setelah make sepatu gue dan jalan ninggalin Uun. “Percaya kok, things will get better nanti. Harusnya… Semoga Nindy sama Dewi pun mau ngelepas Firzy kayak gimana Uun ngelepas dia. Semoga…”
Bang Firzy infoin ke gue, dia udah dikabarin sama Rizky kalau Rizky udah klarifikasi ke alumni maupun pihak-pihak terkait tentang gosip Bang Firzy itu hanya salah paham. Bang Firzy ga pengen berlama-lama dalam drama ini, jadinya dia udah okein aja dan ga permasalahin lagi kasus ini. Gue pun ga mau berlama-lama, entah gue bisa nahan dia kayak gimana lagi kedepannya.
Quote:
Quote:
Quote:
Quote:
Quote:
Quote:
Quote:
Quote:
Quote:
Gue ketawa-ketawa sendiri baca percakapan kami di sms. Alhamdulillah, ga butuh waktu lama buat gue dan Bang Firzy bisa kembali mengembalikan mooddi hubungan kami. Cuman dari obrolan biasa ini pun kami bisa ketawa-ketawa ngakak sendiri. Suseh emang Kang Bakso Pengkolan itu! Hahaha.
“Mi… Nih mukenanya, gantian.” kata Dwi sambil kasih mukena yang dia pake ke gue. Saat itu kami lagi istirahat untuk Sholat Ashar sebelum kami lanjut kelas tambahan pengganti salah satu kelas yang sempet dibatalin karena dosen kami berhalangan hadir. Jadi, ya palingan cuman ada anak kelas kami doangan yang sholat di mushola ini. Sisanya udah pada langsung pulang sebelum keujanan. Maklum, saat itu lagi musim ujan soalnya. Biasa, menjelang akhir tahun.
Selesai gue sholat, udah ada beberapa anak kelas gue lainnya yang ngantri di belakang gue. Gue pun melipir dan gantian ke belakang untuk cabut ke luar mushola. Saat gue keluar untuk pakai sepatu bareng anak-anak Crocodile minus Debby (karena dia masih ga mau bareng sama gue), gue ngeliat fenomena menarique yang membuat jiwa ‘pembunuh bayaran’ gue memberontak di dalam jiwa raga gue. Bukan pemberontakan di dalam sempak yak. Di sebrang gue, tepat di arah jam 12 gue ada si Anj*ng Dewi, si Bangs*t Nindy, dan si T*i Uun lagi berpelukan, padahal mereka bukan Teletubbies.
Bimo dan Wulan nyenggol kedua sikut gue biar gue merhatiin ketiga Teletubbies itu. Dwi megang tangan kanan gue dengan senyum sedih dan bilang “Udah ya, Mi. Jangan dipikirin mereka… Kamu udah cukup ngelaluin semuanya.”
“Aku biasa aja, Dwi…”
“Yaudah kalo biasa aja, gabung kek jadi Poh itu para Teletubbies!” kata Lidya cukup keras pasti buat didenger sama mereka bertiga.
Gue liat Dewi sekilas ngelirik ke gue. Tapi mereka tetep asik aja ngobrol berbisik bertiga. Entah apa yang mereka bahas. Tapi gue yakin bahasan mereka ga jauh-jauh dari omongan Bang Firzy. Ya, buat apa Uun ikut gabung sama Angkatan Tahun 2011 begitu? Terus buat apa Nindy dan Dewi mau pelukan saat mereka aja katanya ribut satu sama lain bukan? Pemandangan ini terlalu aneh buat diliat menurut gue.
Anak-anak Crocodile ngajak ke kelas, termasuk gue. Kami pun segera jalan tanpa mikirin ketiga orang di sebrang kami. “Eh kacamata gue!” kata gue sambil balik lagi ke dalem mushola buat ambil kacamata gue yang gue simpen di atas tempat wudhu. “Kalian duluan aja!”
Saat gue keluar dari mushola, mereka masih di posisi yang sama tapi kali ini mereka bertiga menghadap ke gue yang ada tepat di depan pintu. Anak-anak sekelas gue kayak berusaha menghiraukan kami dan lewat gitu aja, ga peduli dengan momen yang terjadi saat itu.
Gue pun mau ikut anak sekelas gue yang jalan ke arah kelas. Gue ga peduli mau diliatin kayak gimana sama mereka bertiga. Gue males ngurusin mereka lagi.
“BIARIN AJA KALO SEKARANG DIA NGERASA DI ATAS ANGIN, NIN, KAK UUN!”
Oke. Si Anj*ng ini udah mulai mengarahkan kata ‘dia’ itu tepat menunjuk gue. Anak sekelas gue berenti dan nengok ke belakang sesaat. Tapi mereka memutuskan buat lanjut. Kecuali gue yang malah diem aja. Gue ngerasa gobl*g banget saat itu, “KENAPA GA GUE JALAN AJA SIH BANGS*T!”
“KITA DULUAN YANG KENAL ZIZI! KITA LEBIH MENGENAL ZIZI DARIPADA DIA! JAUH LEBIH MENGENAL ZIZI DARIPADA DIA! KITA BAHKAN UDAH DIKASIH IJIN SAMA KAK DEE BUAT DEKETIN ZIZI, SEDANGKAN DIA GA! BIARIN AJA, DIA SOK NGUASAIN ZIZI BEGITU! KARMA DOES EXIST!”
Gue ga tahan lagi. “Bisa ya lu bilang ‘karma does exist’ tanpa ngerasa bersalah? Menurut lu, gue bad guy di sini dan kalian itu victim???” kata gue tanpa menoleh ke arah mereka.
“Biasa, ada yang mau playing victim~ Lalala~” kata Dewi entah dengan ekspresi kayak gimana.
“Playing victim? HAHAHANJ*NG!” Gue tarik napas gue dalem-dalem. “Terserah mau kalian NGATAIN GUE PLAYING VICTIM lah, bahkan ga ngerasa bersalah dengan bilang ke gue KARMA DOES EXIST! Tapi tetep gue, HANYA GUE yang bisa milikin Firzy. HANYA GUE yang mau didenger Firzy. HANYA GUE yang mau dianggep sama Firzy bukan? HANYA GUE, bukan kalian. Kalian itu CUMAN CEWE PECINTA FIRZY yang GA AKAN PERNAH BISA DAPETIN Firzy, kenapa? Karena kalian memilih jalan kalian begitu. Kalian dengan GOBL*GNYA YANG SANGAT KEBANGETAN malah memilih nyakitin gue, BERKALI-KALI! Bikin Firzy malah benci kalian, kan TOLOL namanya. Gue jamin, kalian ga akan pernah ngerasa jadi PACARNYA FIRZY, SELAMANYA!”
“KAKAK JUGA! KAKAK GA AKAN PERNAH LAMA DI ATAS ANGIN! INGET, DI ATAS LANGIT MASIH ADA LANGIT! DI ATAS KAKAK MASIH ADA KAK DEE! DIA GA AKAN TINGGAL DIEM SAMA KELAKUAN KAKAK BEGINI!”
“Dee? Hahaha. Dee itu CUMAN MANTAN.”
“MANTAN PACAR! CALON ISTRI!”
“HALAH TYTYD!”
“Astagfirulloh!” teriak mereka barengan.
“Terserah! Oke? TERSERAH!” Gue nengok ke arah mereka. “Mau kalian bacot gimanapun, tetep gue yang saat ini jadi PACARNYA FIRZY bukan? Bukan kalian. BUKAN KALIAN! Jadi, terima aja DAN JANGAN BANYAK BACOT ANJ*NG!”
“Astagfirulloh ih! Kasar banget!” teriak Uun dan Nindy (lagi) sambil nutup mulut mereka.
Gue balikin badan gue dan kembali melanjutkan perjalanan gue. “KAK DEE BAKALAN JADI PEMENANGNYA! TENANG AJA! KAK DEE BAKALAN DAPETIN ZIZI BALIK! INGET OMONGAN AKU INI, KAK!!!” teriakan terakhir Dewi ke gue sebelum gue ninggalin mereka ke kelas.
Tangan gue gemeteran. Gue bener-bener ngeluarin seluruh keberanian gue untuk ngomong kayak tadi di depan mereka. Tangan gue pun dingin. Gue ga nyangka bisa ngomong begitu ke tiga cewek yang ngejar-ngejar pacar gue. Gue ga pernah mikir bakalan mau konfrontasi sama cewek lain di dunia ini untuk urusan cowok. Tapi ya mau gimana lagi?
Gue lelah.
GUE SANGAT AMAT LELAH dengan drama ini.
Gue mau semuanya berakhir.
Dan… Kalo ternyata semuanya harus berakhir seiring dengan harus berakhirnya hubungan gue dengan Bang Firzy, mungkin gue mau ga mau bakalan ngelakuin dan nerima itu semua. Tapi ga untuk saat ini. Karena saat ini gue ngerasa jadi pemenang, walopun Dewi bilang GUE BUKAN PEMENANG. Faktanya? Gue adalah pemenang hati Bang Firzy saat itu. HANYA GUE! Biar gue menikmati kemenangan gue dulu saat ini.
Quote:
XOXOXO
“Hey…” Bang Firzy narik tangan kanan gue buat nahan gue. “Apapun yang Uun bilang nanti, kamu jangan dengerin ya.”
Gue senyum ke Bang Firzy. “Oy bacot Anda, Knalpot Bajaj! Gue ga bakalan kenapa-napa kok… Gue udah dilabrak mereka, gue bisa belain diri gue sendiri kok minggu kemaren. Buktinya gue ga kenapa-napa kan idupnya seminggu ini? Kita bisa idup normal lagi seminggu ini… Insya Alloh cuman urusan ngambil jaket ke Uun doangan mah ga akan bikin gue gugur dalam perang, Zy.”
“JANGAN MANGGIL FIRZY KALO GA ADA MASALAH!”
“Oke, gue ga akan gugur dalam perang, Kang Cuanki!”
“Bangs*t.”
“Love you too!” Gue melepas tangannya Bang Firzy dan jalan ninggalin dia yang masih staydi motornya.
Gue mengarahkan langkah kaki gue ke Laboratorium Lingkungan, tempat dimana Uun berada. Dia lagi ngerjain data dia di sana. Dia yang janjian sama Bang Firzy mau balikin jaket dia via gue mendadak sore tadi, saat gue dan Bang Firzy lagi makan di tempat makan deket kosan gue.. Tau jaketnya bakalan dibalikin, dia seneng banget. Dia hampir lupa mau ambil jaketnya itu.
Kenapa ga Bang Firzy yang ambil sendiri dengan turun dari motor?
Karena gue ga mau Bang Firzy dateng sendiri ke Laboratorium Lingkungan dan turun ketemu sama banyak orang, LAGI. Gue ga mau nanti malah jadi lama lagi di Kampus kalo dia sampe harus turun dari motornya. Walopun gue ga yakin 100% sih Bang Firzy bakalan ga turun dari motornya dan mau nurut sama gue. Dia lagi dipercaya. Hahaha.
Gue liat, pintu Laboratorium Lingkungan terbuka. Ada banyak sepatu di depan laboratorium, pertanda banyak orang di sana. Gue ngintip dulu sebelum masuk ke dalem ruangan. Harusnya ga penuh banget orang di dalem.
Tapi mungkin gue terlalu keliatan ngintipnya dan terlalu underestimate jumlah orang yang ada di dalem ruangan, jadinya orang-orang yang ada di dalem ruangan NENGOK SEMUANYA ke arah gue! TAAAEEEEEK!!!
“Masuk aja, Mi!” teriak Bang Ari dari dalam ruangan sambil melambaikan tangan ke arah gue. “Nih Uun-nya udah nungguin dari tadi!”
“Sial. Niat ga keliatan, malah semua orang tau gue mau nemuin Uun!” kata gue dalem hati. Gue ngebuka sepatu gue, simpen di rak sepatu, dan masuk ke dalem laboratorium.
Di sana ada beberapa anak sekelas gue yang lagi ngerjain penelitian mereka, Bang Ari, dan beberapa anak Angkatan 2011 maupun 2012. Entah berapa orang dan entah siapa aja. Mereka kembali sibuk sama penelitian mereka masing-masing.
“Emi!” sapa Uun dari pojok ruangan, dimana ada rak khusus untuk tas. Dia berdiri tepat di salah satu tas. Gue jalan menghampiri dia. “Kok sendirian?”
“Bang Ija-nya nunggu di motor.”
Uun balikin badannya dari gue dan ngebuka tas dia. Dia sempet terhenti sebentar. “Padahal aku maunya ketemu sama dia. Aku mau minta maaf sama dia. Langsung. Twit, sms, sama chat permintaan maaf aku di Facebook ga dibales sama sekali. Giliran aku bilang mau balikin jaket, dia baru ngerespon dan bilang mau ambil kesini bareng kamu. Eh sekarang dia ga mau ikut.”
“Untuk urusan itu… Aku ga tau, Un. Tapi insya Alloh nanti aku coba tanyain ke dia ya… Minta dia buat ngerespon.”
Uun ngeluarin jaketnya yang terbungkus rapih dengan koran dan meluk jaketnya sesaat. “Ga usah, Mi. Aku ga mau dia respon aku karena disuruh kamu… Biar dia ngerespon aku karena dia yang mau, karena dia beneran ikhlas maafin aku.”
“Un, aku sama Bang Ija udah berusaha lupain masalah kemaren-kemaren. Walopun jujur, sakit juga pukulan kamu dulu yak… Tapi yaudahlah. Urusan cowo doang dibikin ribet banget.”
“Kamu bisa ngomong begitu karena kamu berhasil dapetin Bang Ija, Mi…” Gue terdiam dengan ucapan Uun. “Kamu di posisi dikejar sama cowo yang kita rebutin selama ini. Jujur, aku ngerasa usaha aku sia-sia banget selama ini ngejar Bang Ija saat tau dia sebegitu ngejaga kamu banget. Aku iri, aku pengen jadi diri kamu saat ini. Apapun masalah yang kalian hadapin, kalian ga pernah berhasil dipisahin. Aku iri.”
“Iri tanda tak mampu lho, Un. Jangan bilang begitu. Hehehe.” Gue berusaha mencairkan suasana. Soalnya Uun mulai berubah ekspresinya jadi galau gitu.
“Ya, aku iri karena aku emang ga mampu… Ga bisa bikin Bang Ija ngelirik aku, even cuman sebentar.” Uun kasih jaketnya Bang Firzy ke gue, tapi ga langsung dia lepas. “Kalo bukan karena jaket ini, mungkin aku ga akan pernah bisa ngomong sama Bang Ija lagi…”
Gue megang tangan Uun yang ada di atas jaketnya Bang Ija. “Un, tiap-tiap manusia udah dituliskan kok jodohnya. Termasuk kita ini. Mungkin kamu ngerasa aku yang bisa dapetin Bang Ija. Tapi aku belum tau, apa Bang Ija itu jodoh yang Tuhan tulisin buat aku kan? Aku cuman sekarang ikhtiar aja, semoga hubungan yang aku jalanin ini nantinya emang kehendak Tuhan untuk nyatuin kami… Cuman inget, terkadang kita dipertemuin sama orang bukan selalu karena berjodoh lho, mungkin buat jadi pembelajaran untuk belajar satu sama lainnya sebelum kita siap bertemu dengan jodoh kita… Tuhan selalu memberikan ‘apa yang kita butuhkan’, bukan ‘apa yang kita inginkan’, Un. Mungkin kamu ngerasa mengingkan Bang Ija, tapi Tuhan bilang kalo kamu ga membutuhkan Bang Ija, makanya jalannya harus begini. Tapi aku ga bilang ya aku juga jodohnya Bang Ija, saat ini Tuhan lagi meminta aku belajar bersama Bang Ija. Biar aku bisa memantaskan diri aku buat jodoh aku nanti. Sekarang aku cuman berharap ga ‘jagain jodoh orang’ aja…” jelas gue panjang lebar.
Uun senyum dan ketawa kecil dengan penjelasan gue. “Maafin aku ya, Mi. Kemaren harus dikasarin dan adegan labrak melabrak di depan mushola kemaren… Maafin aku.”
“Santai, Un…” Uun melepas tangannya dari jaket Bang Firzy.
“Kenapa kamu harus jadi ibu peri begini terus sih, Mi?”
“Aku bukan ibu peri, aku itu princess, Un. Princess Cinderella~ Hahaha.”
“Bisa aja kamu…” Uun ketawa.
“Aku pamitan dulu ya, Un.” kata gue ke Uun. Gue pun nenteng jaketnya Bang Firzy di tangan kiri gue.
“Sampein maaf ke Bang Ija ya, lama di aku jaketnya. Bahkan sampe berkali-kali aku pake itu jaket. Anget banget soalnya dan masih ada aroma Bang Ija-nya. Walopun ya sekarang udah dikasih pewangi yang beda sama aku. Tapi masih ada aroma Bang Ija-nya.”
“Aroma Bang Ija? Bau keteknya doi apa bau pej*-nya?”
“EMI!” teriak Bang Ari dari arah belakang gue.
“MAAP BANG! NYAHAHA. MULUT KADANG KAN SUKA NYEROCOS SENDIRI, PADAHAL OTAK TEH UDAH BILANG ‘JANGAN’!” teriak balik gue sambil jalan ke luar laboratorium.
“Mi, Bang Ija emang butuh lu di sisi dia… Semoga langgeng ya kamu sama dia.”
“Amiin… Makasih doanya, Un.”
“Maafin aku.”
“Ga usah minta maaf lagi ya…” Gue berdiri setelah make sepatu gue dan jalan ninggalin Uun. “Percaya kok, things will get better nanti. Harusnya… Semoga Nindy sama Dewi pun mau ngelepas Firzy kayak gimana Uun ngelepas dia. Semoga…”
Quote:
itkgid dan 28 lainnya memberi reputasi
29
Tutup
![AKHIR PENANTIANKU (JILID IV) [18+] [TRUE STORY]](https://s.kaskus.id/images/2019/10/10/10712020_20191010014133.jpg)

dan 


