Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

yanagi92055Avatar border
TS
yanagi92055
Pencarian Belum Usai [TRUE STORY] - SEASON 3
Selamat Datang di Thread Gue 
(私のスレッドへようこそ)


Pencarian Belum Usai [TRUE STORY] - SEASON 3


TERIMA KASIH BANYAK ATAS ATENSI DAN APRESIASI YANG TELAH GANSIS READERBERIKAN DI DUA TRIT GUE SEBELUMNYA. SEMOGA DI TRIT SELANJUTNYA INI, GUE DAPAT MENUNJUKKAN PERFORMA TERBAIK GUE DALAM PENULISAN DAN PACKAGING CERITA AGAR SEMUA READER YANG BERKUNJUNG DISINI SELALU HAPPY DAN TERHIBUR

Spoiler for Season 1 dan Season 2:


Last Season, on Muara Sebuah Pencarian - Season 2 :
Quote:




INFORMASI TERKAIT UPDATE TRIT ATAU KEMUNGKINAN KARYA LAINNYA BISA JUGA DI CEK DI IG: @yanagi92055 SEBAGAI ALTERNATIF JIKA NOTIF KASKUS BERMASALAH


Spoiler for INDEX SEASON 3:


Spoiler for LINK BARU PERATURAN & MULUSTRASI SEASON 3:



Quote:


Quote:

Quote:
Polling
Poll ini sudah ditutup. - 83 suara
Perlukah Seri ini dilanjutkan?
Perlu
99%
Tidak Perlu
1%
Diubah oleh yanagi92055 08-09-2020 03:25
sehat.selamat.
JabLai cOY
al.galauwi
al.galauwi dan 142 lainnya memberi reputasi
133
332K
4.9K
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.6KThread43KAnggota
Tampilkan semua post
yanagi92055Avatar border
TS
yanagi92055
#404
Sangat Berbeda Tentunya
Gue sengaja menukar nama dari Dee ke my Ex, kemudian Dee lagi. Entah kenapa kalo diliat emang nggak asyik banget. Nama kontak Ex itu nggak enak diliat sama sekali. Saat telpon gue berdering sekian lama selama perjalanan, nama my Ex masih nangkring. Tapi saat setelah gue menyelesaikan obrolan, gue ganti dengan nama Dee kembali. Gue dan Emi sudah diperjalanan menuju pulang ketika telpon gue terus berdering. Emi akhirnya menyuruh gue untuk mengangkat. Mungkin karena dia risih juga kali ya.

“……aku nggak mau liat pemandangan kayak gitu Zi. Aku nggak suka.” Kata Dee ditelpon

“Lah suka-suka aku dong, itu kan sosmed aku. Lagian kamu dan aku udah nggak ada hubungan spesial lagi.”

“Tapi kamu kan bilang masih sayang sama aku. Aku pun juga masih sayang sama kamu. Kamu nggak ngehargain perasaan aku dong kalau kayak gitu.”

Dia terus aja nyerocos nggak karuan. Intinya dia nggak terima kayaknya gue jalan sama Emi, atau siapapun itu. Anehnya, dia itu udah lama nggak buka Facebook karena sibuk main twitter. Tapi ini kenapa pas banget momennya ketika ada postingan gue seperti ini, dia langsung bisa tau.

“….salah emang kalau aku jalan sama temen aku? Siapapun boleh jalan sama aku sekarang. Ngapain kamu ngelarang-larang?”

“Beneran itu temen kamu doang?”

“Iya bener. Cuma temen aku.”

“Yaudah maafin aku ya Zi. Aku masih belum bisa sepenuhnya kehilangan kamu.”

“Iya yaudah kamu nggak usah ribet mikirin aku. Pikirin aja diri kamu dan pekerjaan kamu. Toh aku juga masih mau bantu kamu kan kalau kamu ada ribet apa-apa.”

“Makasih ya Zi. Sekalian kamu mau bantu aku kan?”

“Iya aku bantu sebisa aku.”

“Boleh nggak kalau foto itu kamu hapus? Aku nggak kuat liatnya. Perasaan aku masih nggak menentu banget Zi.”

“Ah elaaaah. Kamu ini masih suka ngatur-ngatur amat ya jadi orang. Yaudah daripada kamu ribet dan entah siapa lagi ribet karena itu, aku hapus semuanya.”

Gue menutup telpon dari Dee yang mendadak konyol kayak gini dengan perasaan yang sangat kesal tanpa menunggu dia ngomong lagi. Gue nggak enak sama Emi. Emi emang belum jadi siapa-siapa gue, tapi dengan telpon bangs*t kayak tadi di momen yang pas seperti ini, semua usaha gue bisa kacau balau. Segala pake nyuruh hapus lagi. Tololnya, gue nurut aja. gue memutuskan untuk silent aja HP gue, karena Dee kembali menelpon gue setelahnya.

Gue nggak terlalu ngeh ketika itu ada yang aneh dengan sikap Dee yang tiba-tiba aja jadi rese begini. Karena mungkin masih terbiasa dengan tingkah Dee yang kadang emang suka nggak terduga kaya gini kali ya. Yang gue tau adalah ketika gue kembali ke Emi, Emi langsung menyerahkan helm ke gue, dan dia langsung aja naik ke angkot yang lewat dekat dia.

Emi kayaknya dengar beberapa kalimat percakapan gue dengan Dee. Tapi gue nggak mau suudzon dulu sama dia. Atau emang iya dia merasa bersalah? Gue nggak tau. Dan harusnya gue yang bersalah, bukan dia. Gue liat sekilas raut muka Emi memancarkan kesedihan. Gue makin nggak enak sama dia. Tapi akhirnya gue memutuskan untuk nggak mengejar dia. Gue biarkan dia menjauh dari gue, karena gue feelingdia pasti nggak enak hati.

--

Rencana menghibur gue jadi berantakan gara-gara sebuah postingan foto. Setelah gue sampai dirumah orangtua gue, gue mandi dan beristirahat dikamar, gue baru berpikir. Kok bisa pas banget ya? ketika seorang Dee yang aktifnya nggak di facebook lagi, tiba-tiba bisa mengetahui secara langsung gue posting foto itu.

Gue mencoba menghubungi Emi tapi nggak ada respon sama sekali. Cukup lama juga. Akhirnya gue menyerah untuk sesaat. Gue konsentrasi untuk pekerjaan gue dulu. Dikantor ada beberapa masalah lagi. Diantaranya ada perbedaan pendapat mengenai rumusan baru atau formula baru dalam pengerjaan analisa angka.

Para senior yang merasa sudah berpengalaman selalu ingin pendapatnya didengar, tapi kurang memperhatikan detail mengenai resiko yang akan dihadapi. Mereka selalu berdalih katanya berdasarkan pengalaman. Ya kan ilmu selalu berkembang, masa maunya diambil dari pengalaman masa lalunya terus. Adanya nggak maju-maju. Apalagi aturan dari asosiasi mengenai sistem pengerjaan analisa laporan banyak yang diperbarui. Ada yang dibuat lebih simpel, ada juga yang jadi lebih mendetail.

Seperti biasa, karena gue masih jadi yang termuda dikantor, suara dan pendapat gue tidak banyak yang membela. Nggak apa-apa, nanti ditunggu aja, berdasarkan pengalaman, atau berdasarkan pengalaman plus analisa teoritik yang tepat yang akan menang. Orang-orang tua ini harus segera “kena batunya” biar bisa terbuka pemikirannya. Nggak kolot terus.

Banyak fenomena yang terjadi saat ini ketika anak muda mulai mengambil alih, atau minimal muncul kepermukaan, yang lebih tua jadi merasa nggak nyaman. Takut posisinya kegeser. Kalau didunia profesional, menurut gue, nggak ada yang namanya tua muda. Tapi siapa yang lebih berprestasi. Hanya saja, gue nggak suka yang namanya memanfaatkan kedekatan personal atau lainnya, untuk mencapai hal-hal yang lebih tinggi dan diinginkan semua orang.

Memang jadinya jalan karir gue jadi agak tersendat. Apalagi ditambah intrik kampungan dari para senior yang nggak mau digeser sama junior-juniornya. Udah gobl*k, tua, ngototan. Wajar jadinya nggak berprestasi. Tapi karena dekat dengan atasan, atau karena sudah lama bercokol diposisi tersebut, mereka jadi kayak hilang akal, dan pada akhirnya malah pakai cara-cara yang nggak elegan supaya mempertahankan posisi.

Hal kecil dikantor inilah yang kemudian membuka mata gue, kalau dinegeri ini pun pada dasarnya hampir sama. banyak bibit muda berbakat yang tersia-sia karena urusan “orang dalam” ini. Kedekatan personal, atau main belakang karena kenalan, membuat semua urusan jadi kacau.
Yang betulan cerdas dan mumpuni tersingkir oleh orang-orang yang kemampuannya medioker tapi punya orang dalam. Banyak juga tapi yang memanfaatkan jalur ini, tapi sebenarnya mereka punya kapabilitas, jadinya bisa lebih beruntung.

Negeri ini terlalu banyak orang tua yang nggak mau turun dari posisinya. Makanya jadi nggak maju-maju perkembangannya. Seolah mengiyakan aturan, yang tua yang duluan kesempatannya. Nanti yang muda tunggu giliran. Haha. Ya wajar anak muda jadinya stuck perkembangannya.

Tapi jaman kan udah berubah. Watak anak muda jaman sekarang yang nggak bisa dilarang dan sangat berani untuk mengambil keputusan, menyebabkan perkembangan perusahaan perusahaan rintisan dewasa ini semakin pesat. Memang sebenarnya perusahaan-perusahaan rintisan ini masih sangat riskan untuk gulung tikar, karena faktor pengalaman para CEO nya, atau dari sisi mental yang belum matang dari para anak muda ini. Tapi titik berat bahasannya bukan itu, melainkan keberanian untuk membuat beda. Pemikiran yang berbeda membuat anak-anak muda berani untuk bersaing dengan yang lebih tua.

Bukan nggak mungkin ditangan anak muda yang dikasih lebih banyak kesempatan, terutama di pemerintahan yang perlahan masuk banyak muda, bisa membawa perubahan yang lebih bagus karena ide-ide dan inovasi yang lebih segar dan menyesuaikan jaman serta permintaan khalayak banyak.

Itu juga yang gue rasakan tentang perkembangan anak muda ini dikampus. Angkatan Emi menjadi angkatan yang sangat berani. Berani untuk berbuat yang beda, bahkan sampai yang lebih senior pun berani ditantang. Disatu sisi gue miris jika dilihat dari sisi kesopanan, tapi disisi lain, jiwa ingin tampil beda dan nggak mau diatur ini patut diapresiasi, walaupun terkadang ada nyusahinnya juga. Perjalanan gue untuk mendapatkan hati Emi banyak mendapatkan tantangan dan benturan karena hal-hal ini.

Emi termasuk salah satu pemudi dengan kecerdasan diatas rata-rata dan memiliki pemikiran agak lain daripada yang lain. Emi yang notabene absennya ketiga dari atas dikelasnya, yang mana artinya dia memiliki prestasi akademik diatas kertas yang luar biasa, kelakuannya rada lain dari kebanyakan anak pintar pada umumnya.

Seperti yang sudah gue ceritakan di dua season sebelumnya, anak-anak kampus gue ini terkenal dengan kecupuannya. Pintar sama dengan cupu adalah rumusan dasar mayoritas individu yang menuntut ilmu dikampus gue. itu masih berlaku di angkatan Emi, bedanya, anak kampus gue saat ini lebih banyak yang modis dalam berpakaian, lebih gaul, tapi otaknya mengalami kemunduran.

Ternyata setelah ditelusuri, dengan dalih subsidi silang, anak-anak otak medioker tapi orangtuanya tajir, bisa masuk kekampus gue. Ketika uang sudah berbicara, bahkan bangku kuliah untuk yang lebih pantas pun jadi didapatkan oleh mereka-mereka yang seharusnya nggak pantas mendapatkannya.

Inilah yang terjadi. Fenomena anak-pintar-sama-dengan-cupu tetap ada diangkatan Emi dan kebawah-bawahnya seterusnya, tapi “anak keren tajir dan classy tapi otaknya gobl*k” menurut standar kampus gue, itu makin banyak aja. Efeknya ya akhirnya prestasi kampus secara keseluruhan pun turun. Hahaha mampus. Lagi-lagi miniatur bangsa kita yang jadi bangsa medioker karena mental “uang berbicara” bisa tergambar ya dari satu siklus kehidupan sebuah kampus yang terus mengalami penurunan prestasi. Sama kayak negara ini yang makin mundur aja pengelolaannya.

Gue akan menyebutnya sebagai sebuah komersialisasi pendidikan. Ya, pendidikan hanya untuk yang berduit, sementara yang nggak punya uang, nggak usah mengharapkan bisa kuliah ditempat bagus. Masih untung bisa kuliah, kadang pendidikan kita semahal itu untuk diraih, padahal negara harusnya bisa menjamin pendidikan yang layak bagi setiap warga negaranya. Harusnya. Tapi ini? Hahaha. Ketawain aja dulu.

Pemikiran Emi yang agak lain ini menyebabkannya menjadi seseorang yang memiliki pengaruh diantara teman-temannya dikampus. Dia bisa masuk ke pergaulan manapun. Ketika anak pintar tapi cupu nggak tau bahasan-bahasan kekinian yang gaul ala anak-anak tongkrongan yang nggak mentingin kuliah, Emi bisa membawa dirinya kedalam pergaulan anak-anak hedon ini.

Ada aja bahasan yang bisa menyatukan Emi dengan anak-anak yang dapat priviledge dari orang tuanya ini. Di sisi lain, Emi mampu juga berdebat atau berdiskusi secara saintifik bersama para pemuda pemudi culun dari berbagai daerah yang datang dan masuk kekampus karena faktor kepintaran yang mereka bawa, bukan dari harta orang tua mereka.

Bahasan-bahasan saintifik sampai perjuangan berat mereka untuk mendapatkan pendidikan yang kelak akan menaikkan derajat keluarganya masing-masing pun bisa dibabat sama Emi dalam sebuah obrolan hangat penuh canda dan nggak melulu serius. Sungguh perpaduan yang sangat langka. Nggak heran juga pada akhirnya, segala macam urusan yang menyangkut Emi beserta seluruh perasaanya itu jadi banyak yang mau ikut campur. Terlalu banyak yang sayang sama Emi. Terlalu banyak yang nggak mau Emi sakit hati. Apalagi Emi ini anaknya rada baperan kan.

Akhirnya, dengan beberapa tulisan deskripsi gue tentang Emi, cowok mana yang mau nyia-nyiain kesempatan untuk bisa bersama Emi dengan segala kelebihannya ini? Ada sih mantan-mantannya. Tapi bagi gue, Emi terlalu banyak memenuhi kriteria yang gue canangkan selepas bubaran sama Dee. Gue pun berangkat ke kostan Emi. Gue nggak bilang-bilang mau kekostan dia. Biar aja jadi kejutan. Mudah-mudahan dia senang.

Sekitar jam 19.00 malam gue sampai dikostan dia. Gue langsung cabut dari kantor jadinya masih pakai kemeja kantor, gue nggak mikir mau ganti baju dan segala macamnya. Gue cuma mau ketemu Emi. Gue menelpon dia. Tapi nggak diangkat sampai beberapa kali.

“Kalo ga mau angkat teleponnya gapapa. Makanya buka pintunya, Mi.” kata gue.

annisasutarn967
trikarna
sampeuk
sampeuk dan 35 lainnya memberi reputasi
36
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.