- Beranda
- Stories from the Heart
Kacamata Si Anak Indigo (E. Praktek Lapangan)
...
TS
kingmaestro1
Kacamata Si Anak Indigo (E. Praktek Lapangan)
Mungkin kita tak menyadari bahwa di sekeliling kita ada makhluk yang hidup berdampingan dengan kita. Dan kadang mungkin juga kita tak menyadari bahwa kita dan mereka hanya terpisah oleh batas yang tipis, setipis benang.
Bisakah kita berinteraksi dengan mereka? Bisakkah kita berteman dengan mereka?. Di thread ini ane akan menceritakan bagaimana seorang anak manusia berinterkasi dengan mereka.
Cerita ini berdasarkan pengalaman ane pribadi, di dalam penulisan thread ini tidak ada unsur paksaan untuk percaya atau tidak, thread ini ane tulis hanya untuk berbagi pengalaman semata.
INDEX
Prolog
Part 1
Part 2
Part 3
Part 4
Part 5
Part 6
Part 7
Part 8
Part 9
Part 10
Part 11
Part 12
Part 13
Part 14
Part 15
Part 16
Part 17
Part 18
Part 19
Part 20
Part 21
Part 22
Part 23
Part 24
Part 25
Part 26
Part 27
Part 28Part 29
30
Bisakah kita berinteraksi dengan mereka? Bisakkah kita berteman dengan mereka?. Di thread ini ane akan menceritakan bagaimana seorang anak manusia berinterkasi dengan mereka.
Cerita ini berdasarkan pengalaman ane pribadi, di dalam penulisan thread ini tidak ada unsur paksaan untuk percaya atau tidak, thread ini ane tulis hanya untuk berbagi pengalaman semata.
INDEX
Prolog
Part 1
Part 2
Part 3
Part 4
Part 5
Part 6
Part 7
Part 8
Part 9
Part 10
Part 11
Part 12
Part 13
Part 14
Part 15
Part 16
Part 17
Part 18
Part 19
Part 20
Part 21
Part 22
Part 23
Part 24
Part 25
Part 26
Part 27
Part 28Part 29
30
Diubah oleh kingmaestro1 27-09-2021 10:31
bebyzha dan 51 lainnya memberi reputasi
50
60.8K
630
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52.1KAnggota
Tampilkan semua post
TS
kingmaestro1
#42
Part 4
Begitu mereka terbangun dari ketidak sadaran itu gue segera nyodorin gelas berisi air putih ke mereka satu persatu. Setelah gue rasa mereka udah tenang, gue pun bertanya ke mereka apa yang terjadi.
"Sekarang coba ceritain ke gue, kenapa kalian pada tidur-tidu manja di sini" kata gue sambil mandang mereka satu-satu.
"Kami tadi lagi nonton tv kak" kata Opy memulai penjelasan.
"Terus?" tanya gue.
"Kami dengar suara orang nangis di kamar mandi atas kak" sambung Clara
"Gue penasaran, karna kebetulan gue di atas gue datengin aja itu suara" kata Radith angkat bicara.
"Terus di kamar mandi ada apa?" tanya gue lagi.
"Gue kaga liat apa-apa kak" kata Radith lagi.
"Waktu Radith turun kami jadi ngira dia yang nangis-nangis kaga jelas" kata Opy.
"Pas kami lagi enak-enak nonton, pintu depan itu kebuka tetiba kak" sambung Oky.
"Gue pikir itu kakak yang lagi ngisengin kami" Andry pun bersuara.
"Kami cuekin aja, tapi karna kakak ga masuk-masuk juga, kami jadi noleh kebelakang"
"Pas kami liat ke belakang mata kami ngeliat sebungkus pocong"
"Karna kami kaget kami langsung buang muka ke depan, tau-tau pocong tadi udah ada di depan"
"Karna ga tau harus ngapain ya kami pingsan aja lah" kata Radith mengakhiri cerita.
Begitu cerita sambung-menyambung itu selesai, gue bergumam.
"Ternyata firasat gue bener tentang rumah ini"
"Apa kak? Kakak ngomong apa?" tanya Clara.
"Ga ada apa-apa kok, soal apa yang kalian liat itu anggap aja mereka pengen ngenalin diri dan minta kita untuk jaga sikap di sini,, ingat kita cuma tamu di sini"
"Iya kak kami paham kok" kata mereka bersamaan.
"Ya udah sekarang ayo tidur"
Kamipun menuju kamar masing-masing untuk tidur, karna masih ada hari esok yang akan menyambut kami. Sampai di kamar gue kaga langsung tidur, gue berpikir tentang apa yang di liat mereka, kenapa bukan gue yang ngeliat makhluk itu, kenapa harus mereka? Bukannya gue pengen selalu jadi yang pertama, tapi setidaknya juga bisa waspada jika mau ninggalin mereka di rumah.
Mau pindah tapi gue sayang, gue terlanjur jatuh cinta ama ni rumah, selain itu uang sewa udah kami bayar full, gue sadar kami bukan anak orang kaya yang bisa seenaknya ngebuang-buang uang, gue hanya sekedar anak seorang karyawan rendahan yang kuliah harus nyari biaya sendiri, begitu juga dengan Radith, Oky, Opy, Andri, dan Sintia meski mereka bisa kuliah dengan biaya orang tua tapi mereka juga kaga bisa seenaknya buang uang, untuk uang sewa rumah aja mereka di bantu ama Clara yang emang anak orang kaya. Mengajak mereka untuk pindah rumah tentunya sangat berat buat mereka, apalagi biaya kehidupan di kota ini cukup tinggi.
Memikirkan hal itu, ngebuat gue kaga nyaman untuk tidur, di satu sisi gue kaga mau ngebuat mereka ketakutan di sisi lain gue juga berat buat ngambil keputusan sendiri. Gue lirik jam tangan waktu udah nunjukin pukul 03.00 dini hari, gue bangkit dari tiduran untuk shalat malam, setelah selesai shalat beberapa rakaat gue pun mencoba untuk tidur. Mungkin karena suasana hati gue sedikit tenang sehabis shalat gue pun bisa terlelap beberapa jam sampai waktu shubuh menjelang.
Paginya gue bangun dengan mata yang terasa sepet, sambil ngucek-ngucek mata gue ngebuka pintu. Gue batal melangkahkan kaki keluar karena di depan pintu itu ada belati yang gue dapetin sewaktu ngebersihin rumput samping rumah. Gue pungut belati itu dengan penuh keheranan.
"Kapan dan kenapa nih belati sampai di sini?"
Masih dengan penuh tanda tanya gue bawa tu belati masuk ke kamar, lalu gue menuju kamar mandi untuk mandi. Usai mandi gue menuju lantai bawah untuk sarapan. Sarapan gue masih sama kaya sebelumnya yaitu roti dan segelas kopi. Selesai sarapan gue ke kamar buat pake baju dan celana.
Sampai di kamar gue kaget bukan main, di dalam sana ada seorang cewek yang cukup manis. Gue heran darimana tu cewek masuk kamar gue, kalo dari lantai bawah pasti keliatan ama Radith dan yang lainnya, dan kalo sampe Clara tau dia udah pasti ribut tadi. Masuk dari jendela? Kayanya kaga mungkin deh, karna dari tampangnya tu cewek bukan tipe cewek yang suka manjat tembok, manjat dinding, manjat tebing dan manjat pohon.
Gue lirik meja tempat gue ngeletakin belati tadi, tapi tu belati kaga ada di tempat. Gue pandang tu cewek, dia juga mandang gue sambil senyum-senyum manja. Pandangan gue turun ke arah kakinya dan kaki itu menjejak di lantai. Gue coba mempertajam mata untuk nyari kejanggalan dari itu cewek. Akhirnya gue nyerah buat nyari kejanggalan cewek itu, karna mata gur baik yang biasa atau yang kaga biasa ga bisa nemuin kejanggalan apapun.
"Sekarang coba ceritain ke gue, kenapa kalian pada tidur-tidu manja di sini" kata gue sambil mandang mereka satu-satu.
"Kami tadi lagi nonton tv kak" kata Opy memulai penjelasan.
"Terus?" tanya gue.
"Kami dengar suara orang nangis di kamar mandi atas kak" sambung Clara
"Gue penasaran, karna kebetulan gue di atas gue datengin aja itu suara" kata Radith angkat bicara.
"Terus di kamar mandi ada apa?" tanya gue lagi.
"Gue kaga liat apa-apa kak" kata Radith lagi.
"Waktu Radith turun kami jadi ngira dia yang nangis-nangis kaga jelas" kata Opy.
"Pas kami lagi enak-enak nonton, pintu depan itu kebuka tetiba kak" sambung Oky.
"Gue pikir itu kakak yang lagi ngisengin kami" Andry pun bersuara.
"Kami cuekin aja, tapi karna kakak ga masuk-masuk juga, kami jadi noleh kebelakang"
"Pas kami liat ke belakang mata kami ngeliat sebungkus pocong"
"Karna kami kaget kami langsung buang muka ke depan, tau-tau pocong tadi udah ada di depan"
"Karna ga tau harus ngapain ya kami pingsan aja lah" kata Radith mengakhiri cerita.
Begitu cerita sambung-menyambung itu selesai, gue bergumam.
"Ternyata firasat gue bener tentang rumah ini"
"Apa kak? Kakak ngomong apa?" tanya Clara.
"Ga ada apa-apa kok, soal apa yang kalian liat itu anggap aja mereka pengen ngenalin diri dan minta kita untuk jaga sikap di sini,, ingat kita cuma tamu di sini"
"Iya kak kami paham kok" kata mereka bersamaan.
"Ya udah sekarang ayo tidur"
Kamipun menuju kamar masing-masing untuk tidur, karna masih ada hari esok yang akan menyambut kami. Sampai di kamar gue kaga langsung tidur, gue berpikir tentang apa yang di liat mereka, kenapa bukan gue yang ngeliat makhluk itu, kenapa harus mereka? Bukannya gue pengen selalu jadi yang pertama, tapi setidaknya juga bisa waspada jika mau ninggalin mereka di rumah.
Mau pindah tapi gue sayang, gue terlanjur jatuh cinta ama ni rumah, selain itu uang sewa udah kami bayar full, gue sadar kami bukan anak orang kaya yang bisa seenaknya ngebuang-buang uang, gue hanya sekedar anak seorang karyawan rendahan yang kuliah harus nyari biaya sendiri, begitu juga dengan Radith, Oky, Opy, Andri, dan Sintia meski mereka bisa kuliah dengan biaya orang tua tapi mereka juga kaga bisa seenaknya buang uang, untuk uang sewa rumah aja mereka di bantu ama Clara yang emang anak orang kaya. Mengajak mereka untuk pindah rumah tentunya sangat berat buat mereka, apalagi biaya kehidupan di kota ini cukup tinggi.
Memikirkan hal itu, ngebuat gue kaga nyaman untuk tidur, di satu sisi gue kaga mau ngebuat mereka ketakutan di sisi lain gue juga berat buat ngambil keputusan sendiri. Gue lirik jam tangan waktu udah nunjukin pukul 03.00 dini hari, gue bangkit dari tiduran untuk shalat malam, setelah selesai shalat beberapa rakaat gue pun mencoba untuk tidur. Mungkin karena suasana hati gue sedikit tenang sehabis shalat gue pun bisa terlelap beberapa jam sampai waktu shubuh menjelang.
Paginya gue bangun dengan mata yang terasa sepet, sambil ngucek-ngucek mata gue ngebuka pintu. Gue batal melangkahkan kaki keluar karena di depan pintu itu ada belati yang gue dapetin sewaktu ngebersihin rumput samping rumah. Gue pungut belati itu dengan penuh keheranan.
"Kapan dan kenapa nih belati sampai di sini?"
Masih dengan penuh tanda tanya gue bawa tu belati masuk ke kamar, lalu gue menuju kamar mandi untuk mandi. Usai mandi gue menuju lantai bawah untuk sarapan. Sarapan gue masih sama kaya sebelumnya yaitu roti dan segelas kopi. Selesai sarapan gue ke kamar buat pake baju dan celana.
Sampai di kamar gue kaget bukan main, di dalam sana ada seorang cewek yang cukup manis. Gue heran darimana tu cewek masuk kamar gue, kalo dari lantai bawah pasti keliatan ama Radith dan yang lainnya, dan kalo sampe Clara tau dia udah pasti ribut tadi. Masuk dari jendela? Kayanya kaga mungkin deh, karna dari tampangnya tu cewek bukan tipe cewek yang suka manjat tembok, manjat dinding, manjat tebing dan manjat pohon.
Gue lirik meja tempat gue ngeletakin belati tadi, tapi tu belati kaga ada di tempat. Gue pandang tu cewek, dia juga mandang gue sambil senyum-senyum manja. Pandangan gue turun ke arah kakinya dan kaki itu menjejak di lantai. Gue coba mempertajam mata untuk nyari kejanggalan dari itu cewek. Akhirnya gue nyerah buat nyari kejanggalan cewek itu, karna mata gur baik yang biasa atau yang kaga biasa ga bisa nemuin kejanggalan apapun.
hendra024 dan 30 lainnya memberi reputasi
31