- Beranda
- Stories from the Heart
MY HOTTEST UTOPIA (CARA MEMIKAT HATI WANITA TANPA MODAL WAJAH DAN HARTA)
...
TS
kanglukki
MY HOTTEST UTOPIA (CARA MEMIKAT HATI WANITA TANPA MODAL WAJAH DAN HARTA)

Spoiler for Indeks:
Episode 1 : Prolog
*Brugh
"ARRGHH!!", teriakku keras karena ada orang yang menabrakku dari belakang dengan keras sambil berlari kencang lurus ke depan, lalu diiringi dengan beberapa orang yang mengejar di belakangnya.
"COPET! COPET!!", ucap mereka bersahutan.
Butuh waktu dua hingga tiga detik untuk membuatku menyadari bahwa ada adegan saling kejar antara warga sekitar dengan copet yang baru saja menabrakku. Spontan aku langsung mengambil kamera di tas selempangku. Aku berlari sambil menyiapkan kamera dengan tergesa-gesa.
"Ah sial, kenapa kau harus terpisah pada saat seperti ini?", ucapku kepada kameraku yang terpisah dari lensanya.
Butuh waktu lama bagiku hingga akhirnya lensa terpasang pada kamera. Namun saat semua peralatanku sudah siap, aku baru menyadari jika kerumunan orang yang bermain kejar-kejaran sedari tadi sudah menghilang entah kemana.
"Dasar aku dan otak lambatku!", aku mengumpat kepada lambatnya kerja otakku.
Aku pun memutar balik langkahku, berjalan dengan lesu menuju lahan parkir tempatku memarkirkan kendaraan yang setia menemaniku selama ini. Bukan seperti itu, jika kalian berpikir aku memiliki mobil sport, kalian salah. Jika kalian berpikir aku memiliki motor tua, kalian juga salah. Aku tahu kendaraan tersebut memang mahal dan memiliki gengsi tinggi, namun mereka tetaplah kendaraan berbahan bakar minyak yang menimbulkan polusi. Aku memilih menggunakan sepeda gunung untuk keseharianku. Selain hemat, mengayuh sepeda juga menyehatkan badan.
Akhirnya aku mengayuh sepedaku dengan lesu menyusuri jalanan Pantai Kuta di malam tahun baru ini. Aku sudah terbiasa dengan kesendirian dalam hidupku seperti yang terjadi malam ini. Awalnya aku hanya berniat untuk berburu foto di pantai yang sudah terkenal seantero dunia ini, namun beberapa kejadian kurang beruntung justru membuatku harus mengurungkan niatku dan kembali pada rutinitas membosankanku di hari selanjutnya.
Hari terus berganti, namun rutinitasku tetap saja membosankan seperti biasa. Hingga suatu hari...
*Drrttt drrrtt
Suara ponselku bergetar tepat di samping kepalaku di tengah waktu tidurku.
"Baru jam empat pagi. Siapa orang tidak memiliki adab yang menelepon seseorang jam empat pagi, huh?", aku menggerutu kepada penelpon yang aku bahkan belum tahu rupa dan suaranya.
"Nomor tidak dikenal?", aku mengangkat telepon dengan rasa curiga. Aku khawatir pembunuh berdarah dingin seperti di dalam film lah yang menghubungiku di saat seperti ini.
"Halo Bli Gede, ini aku Anna. Aku orang yang satu bulan lalu menghubungi Bli Gede melalui email. Aku belum istirahat sejak berangkat kemarin dan sekarang aku sudah berada di Bandara. Kau jangan mencoba untuk melupakan janji kita pagi ini atau kau akan menyesal seumur hidup", suara perempuan di ujung telepon yang jauh dari kata lembut sedang menyapaku dengan sapaan paling sopan sedunia sehingga membuat aura pagi hari kamarku menjadi mencekam.
*Tuuttt
Suara telepon tertutup meninggalkan kebingungan di dalam kepalaku.
Aku langsung mencari identitas orang yang menghubungiku satu detik yang lalu tersebut di berkas yang berada di dalam laci meja kerjaku. dan aku menemukan foto beserta data diri seorang perempuan berambut pendek, berwajah yang manis namun memiliki tatapan mata yang tajam.
"Annabeth Zhou", aku mengeja namanya.
Dari namanya, aku dapat menyimpulkan jika ia adalah gadis keturunan tionghoa yang memiliki kulit putih bersih khas Asia Timur. Dan setelah aku membaca sedikit biodatanya, aku baru ingat jika aku memiliki janji bertemu dengannya pagi ini jam tujuh di kawasan Sanur. Aku melirik jam yang ada di ponselku, dan waktu sudah menunjukkan pukul lima pagi.
Aku segera bergegas bersiap-siap karena menyadari waktu yang tersisa tidak terlalu banyak. Setelah semua perlengkapanku terbawa, seperti berkas milik Anna dan kamera milikku, aku segera memesan ojek online untuk mengantarkanku menuju sanur. Aku lebih memilih menggunakan ojek online dari pada taksi online karena ia dapat menerobos kemacetan pagi hari kawasan Kuta yang terkadang menyebalkan.
Namun sepertinya nasib tidak berpihak kepadaku. Pukul 07.15 pagi aku baru tiba di tempat tujuan. Aku menuju ke sebuah meja dimana ada tatapan dingin dari seorang perempuan yang seakan ingin membunuhku saat itu juga.
"Kau mengendarai siput kah, Bli Gede? Aku sudah menunggu lama di sini"
"Maaf Ann, jalan yang aku lewati pagi ini sedang terhambat, ada upacara keagamaan sehingga aku harus memutar jalan menuju Sanur"
"Kau yang terlambat, tetapi kau menyalahkan upacara keagamaan, Bli? seharusnya kau bangun lebih pagi. Beginikah disiplin waktu warga kota besar?"
"Hei, iya aku tahu aku terlambat. Tapi bisakah setidaknya kau persilahkan aku untuk duduk?"
"Kenapa kau tidak duduk di lantai saja sebagai hukuman atas keterlambatanmu?"
"Beginikah caramu menyambut fotografermu, Ann?"
"Fotografer yang tidak memiliki disiplin waktu? Seharusnya aku memperlakukanmu lebih buruk lagi dari ini, Bli"
Aku segera mengambil kursi yang berhadapan dengan Anna, lalu meletakkan semua peralatanku di meja.
"Baiklah Anna, sekarang saatnya kita serius"
_To Be Continued_
"ARRGHH!!", teriakku keras karena ada orang yang menabrakku dari belakang dengan keras sambil berlari kencang lurus ke depan, lalu diiringi dengan beberapa orang yang mengejar di belakangnya.
"COPET! COPET!!", ucap mereka bersahutan.
Butuh waktu dua hingga tiga detik untuk membuatku menyadari bahwa ada adegan saling kejar antara warga sekitar dengan copet yang baru saja menabrakku. Spontan aku langsung mengambil kamera di tas selempangku. Aku berlari sambil menyiapkan kamera dengan tergesa-gesa.
"Ah sial, kenapa kau harus terpisah pada saat seperti ini?", ucapku kepada kameraku yang terpisah dari lensanya.
Butuh waktu lama bagiku hingga akhirnya lensa terpasang pada kamera. Namun saat semua peralatanku sudah siap, aku baru menyadari jika kerumunan orang yang bermain kejar-kejaran sedari tadi sudah menghilang entah kemana.
"Dasar aku dan otak lambatku!", aku mengumpat kepada lambatnya kerja otakku.
Aku pun memutar balik langkahku, berjalan dengan lesu menuju lahan parkir tempatku memarkirkan kendaraan yang setia menemaniku selama ini. Bukan seperti itu, jika kalian berpikir aku memiliki mobil sport, kalian salah. Jika kalian berpikir aku memiliki motor tua, kalian juga salah. Aku tahu kendaraan tersebut memang mahal dan memiliki gengsi tinggi, namun mereka tetaplah kendaraan berbahan bakar minyak yang menimbulkan polusi. Aku memilih menggunakan sepeda gunung untuk keseharianku. Selain hemat, mengayuh sepeda juga menyehatkan badan.
Akhirnya aku mengayuh sepedaku dengan lesu menyusuri jalanan Pantai Kuta di malam tahun baru ini. Aku sudah terbiasa dengan kesendirian dalam hidupku seperti yang terjadi malam ini. Awalnya aku hanya berniat untuk berburu foto di pantai yang sudah terkenal seantero dunia ini, namun beberapa kejadian kurang beruntung justru membuatku harus mengurungkan niatku dan kembali pada rutinitas membosankanku di hari selanjutnya.
Hari terus berganti, namun rutinitasku tetap saja membosankan seperti biasa. Hingga suatu hari...
*Drrttt drrrtt
Suara ponselku bergetar tepat di samping kepalaku di tengah waktu tidurku.
"Baru jam empat pagi. Siapa orang tidak memiliki adab yang menelepon seseorang jam empat pagi, huh?", aku menggerutu kepada penelpon yang aku bahkan belum tahu rupa dan suaranya.
"Nomor tidak dikenal?", aku mengangkat telepon dengan rasa curiga. Aku khawatir pembunuh berdarah dingin seperti di dalam film lah yang menghubungiku di saat seperti ini.
"Halo Bli Gede, ini aku Anna. Aku orang yang satu bulan lalu menghubungi Bli Gede melalui email. Aku belum istirahat sejak berangkat kemarin dan sekarang aku sudah berada di Bandara. Kau jangan mencoba untuk melupakan janji kita pagi ini atau kau akan menyesal seumur hidup", suara perempuan di ujung telepon yang jauh dari kata lembut sedang menyapaku dengan sapaan paling sopan sedunia sehingga membuat aura pagi hari kamarku menjadi mencekam.
*Tuuttt
Suara telepon tertutup meninggalkan kebingungan di dalam kepalaku.
Aku langsung mencari identitas orang yang menghubungiku satu detik yang lalu tersebut di berkas yang berada di dalam laci meja kerjaku. dan aku menemukan foto beserta data diri seorang perempuan berambut pendek, berwajah yang manis namun memiliki tatapan mata yang tajam.
"Annabeth Zhou", aku mengeja namanya.
Dari namanya, aku dapat menyimpulkan jika ia adalah gadis keturunan tionghoa yang memiliki kulit putih bersih khas Asia Timur. Dan setelah aku membaca sedikit biodatanya, aku baru ingat jika aku memiliki janji bertemu dengannya pagi ini jam tujuh di kawasan Sanur. Aku melirik jam yang ada di ponselku, dan waktu sudah menunjukkan pukul lima pagi.
Aku segera bergegas bersiap-siap karena menyadari waktu yang tersisa tidak terlalu banyak. Setelah semua perlengkapanku terbawa, seperti berkas milik Anna dan kamera milikku, aku segera memesan ojek online untuk mengantarkanku menuju sanur. Aku lebih memilih menggunakan ojek online dari pada taksi online karena ia dapat menerobos kemacetan pagi hari kawasan Kuta yang terkadang menyebalkan.
Namun sepertinya nasib tidak berpihak kepadaku. Pukul 07.15 pagi aku baru tiba di tempat tujuan. Aku menuju ke sebuah meja dimana ada tatapan dingin dari seorang perempuan yang seakan ingin membunuhku saat itu juga.
"Kau mengendarai siput kah, Bli Gede? Aku sudah menunggu lama di sini"
"Maaf Ann, jalan yang aku lewati pagi ini sedang terhambat, ada upacara keagamaan sehingga aku harus memutar jalan menuju Sanur"
"Kau yang terlambat, tetapi kau menyalahkan upacara keagamaan, Bli? seharusnya kau bangun lebih pagi. Beginikah disiplin waktu warga kota besar?"
"Hei, iya aku tahu aku terlambat. Tapi bisakah setidaknya kau persilahkan aku untuk duduk?"
"Kenapa kau tidak duduk di lantai saja sebagai hukuman atas keterlambatanmu?"
"Beginikah caramu menyambut fotografermu, Ann?"
"Fotografer yang tidak memiliki disiplin waktu? Seharusnya aku memperlakukanmu lebih buruk lagi dari ini, Bli"
Aku segera mengambil kursi yang berhadapan dengan Anna, lalu meletakkan semua peralatanku di meja.
"Baiklah Anna, sekarang saatnya kita serius"
_To Be Continued_
Diubah oleh kanglukki 12-12-2019 19:50
sormin180 dan 29 lainnya memberi reputasi
30
10K
44
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•51.9KAnggota
Tampilkan semua post
TS
kanglukki
#27
Episode 5 : First Pleasure
Denpasar masa sekarang
Debur ombak pantai siang hari dan puluhan orang lalu lalang serta sibuknya aktifitas penyebrangan di pelabuhan Sanur mengiringi percakapan kami. Obrolan tentang perjalanan hidupku bersama Anna di masa lalu yang penuh liku serta batu besar tajam di setiap langkah.
"Bli, aku tidak tahu bagaimana kabar Komang sekarang. Aku telah lama kehilangan Komang sebagai sahabatku", Anna mengatakan hal itu dengan raut wajah murung.
"Kejadian mengerikan di masa lalu memanglah membuat kita nyaris kehilangan segalanya. Bahkan satu di antara kita nyaris kehilangan nyawa akibat hal tersebut", ucapku larut ke dalam topik yang dibicarakan oleh Anna.
"Aku pun merasakannya Bli. Bahkan aku merasa, sejak saat itu hingga satu hari yang lalu, aku kehilangan diriku Bli. Aku merasa seperti bukan Annabeth bebek yang kau kenal di masa lalu", Anna terlihat semakin larut pada obrolan ini.
"Sejak saat itu Ann?", ucapku.
"Iya Bli, sejak kejadian itu", aku semakin tidak tega melihat raut wajah murung Anna.
"Tetapi Ann, kejadian itu masih sangat jauh jika dilihat dari sejauh mana kita bercerita tentang perjalanan masa lalu kita", aku berusaha mengalihkan topik. Aku memilih untuk menceritakan hal-hal yang membahagiakan dibandingkan hal-hal yang menyedihkan.
"Ah kau benar Bli, bukankah seharusnya kita mengenang hari itu?"
"Hari itu?"
"Masih tergambar jelas dalam ingatanku tentang hari itu Bli. Hari dimana aku pertama kali mengajakmu bersenang-senang"
"Ah hari itu! Ish aku tidak akan pernah melupakan hari itu Ann. Hari itu terlalu berarti untukku. Hari dimana kau memberiku....."
"First pleasure"
"First pleasure", aku dan Anna mengatakan itu secara bersamaan, pertanda kami berdua masih mengingat jelas peristiwa di hari itu.
Kembali ke lima tahun sebelumnya
Senyum tipis nan nakal selalu menghiasi wajah Anna selama perjalanan kami yang entah menuju ke arah mana. Empat roda berputar membawa kami berdua membelah jalan sibuk padat merayap Bali selatan. perjalanan dari Jl. WR. Supratman, menuju Jl. By Pass I Gusti Ngurah Rai, hingga sebuah jalan sepi menuju Pulau Serangan. Sebelum tiba di Pulau Serangan, Anna berbelok menuju pinggiran hutan tepi pantai yang sepi dan memarkirkan mobilnya di tepi hutan tersebut. Ketika kami sampai di tempat ini sang mentari berkata kepadaku jika ia lelah menyinari kami hari ini, dan meminta izin untuk beristirahat agar ia dapat kembali bersinar esok hari.
"Ann, apa yang akan kita lakukan di sini?", ucapku dengan sangat kebingungan.
"Sudahlah De, aku ingin mengajakmu bersenang-senang kali ini", Anna dengan ekspresi semakin menggoda dan lirikan mata nakalnya menggodaku seakan ia bukan lagi siswi SMA saat ini.
Kami berdua keluar dari mobil, Anna menarik tanganku dan kami berjalan memasuki hutan tepi pantai. Langkah kami terhenti di ujung hutan. Anna yang semula memberikan punggungnya untuk aku lihat ketika kami berjalan memasuki hutan, berbalik dan memandangiku tanpa berkedip untuk beberapa saat.
"Apakah kau tahu alasanku mengajakmu kesini De?", tatapan mata Anna semakin menggoda, dan aku harus jujur jika aku tergoda akan tatapan Anna dan didukung suasana sepi tepi pantai.
"Ntahlah Ann, aku masih bingung akan semua ini", aku berusaha menjaga harga diriku yang sebenarnya telah jatuh ketika kami sampai di tepi hutan ini.
"Kau pasti tahu tempat ini De, mustahil kau tidak mengetahuinya"
"Tapi Ann, dari mana kau tahu tempat ini?"
"Aku bertanya kepada salah satu teman di kelasku tentang tempat ini, dan aku sengaja mengajakmu ke sini", Anna sedikit menggoyangkan tubuhnya ke kanan dan ke kiri, seakan sengaja menunjukkan sisi nakal dirinya kepadaku.
Tempat apakah ini sebenarnya?
Hutan tepi pantai Pulau Serangan merupakan tempat yang biasa digunakan oleh muda mudi untuk melepas hasrat, melepas rindu, serta melepas nafsu bagi mereka yang mungkin kekurangan uang untuk menyewa tempat yang lebih layak bagi mereka. Satu hal yang membuatku semakin bingung adalah, saat ini pikiranku telah dikuasai oleh nafsu akibat dari tatapan nakal Anna sejak ia tiba di rumahku siang ini. Aku merasa Anna adalah anak dari keluarga yang berkecukupan. Namun untuk apa Anna mengajakku ke tempat seperti ini jika ia hanya ingin melepaskan hasrat bersamaku? Setidaknya itulah yang aku pikirkan saat ini.
"Kau jangan terburu-buru berpikir sesuatu yang negatif De, coba kau lihat ke arah jam sepuluh"
Aku menuruti keinginan Anna dan melihat ke arah yang telah ditunjuk olehnya. Aku melihat di sana ada sepasang muda mudi yang tengah bercumbu ditemani hembusan angin pantai serta langit yang mulai gelap. Aku kembali melihat ke arah Anna, menaikkan sebelah alis mata pertanda aku bingung akan apa yang dimaksud olehnya.
Anna berjalan beberapa langkah ke arah pasangan tersebut, lalu mengambil sebongkah batu yang ia temukan di bawah kakinya.
"Kau siap untuk berlari De?", ucap Anna dengan raut wajah menantang.
"Anna, apa yang ingin kau lakukan?", perasaan bingung bercampur panik berkecamuk di dalam pikiranku.
"Just see De", Anna melemparkan batu yang ia genggam kuat-kuat ke arah pasangan tersebut.
"Ouch!!", batu tersebut mengenai perempuan yang tengah bercumbu, membuatnya berteriak kesakitan.
"Hey, siapa kau?!!", ucap si lelaki sambil mengelus bagian tubuh perempuan yang terkena batu.
"De, Lari!!!", Anna berlari ke arahku, lalu menarik tanganku ketika ia berlari melewatiku dan membuatku tertatih.
Kami terus berlari hingga kami tiba di tempat mobil Anna terparkir. Nafasku tersengal, mataku sedikit terpejam, jantungku berdegup kencang, pikiran tegang dan panik menguasaiku kali ini.
"Anna, apa kau sudah gila?! Untuk apa kau mengganggu orang lain seperti itu?!", nada bicaraku sedikit tinggi akibat panik.
"Hahahaha", Anna justru tertawa sangat keras ketika aku memarahinya.
"Anna, apa yang kau lakukan bukanlah sesuatu yang lucu!", nada bicaraku tetap tinggi terhadap Anna.
"Bukankah itu menyenangkan De? Lagipula tempat ini bukanlah tempat seharusnya mereka melakukan hal tersebut, hahahaha".
"Tapi Ann, hal itu adalah hak mereka. Hak mereka untuk menggunakan tempat ini selagi tidak membuat keributan".
"De, kau terlalu apatis. Seharusnya kau sedikit peduli terhadap hal-hal seperti itu. Aku bukan warga asli Bali, namun aku mengenal Bali sebagai tempat yang indah dan eksotik. Aku hanya tidak ingin wajah Bali ternodai oleh perbuatan orang-orang tidak bertanggung jawab seperti yang kita lihat".
"Aku tahu Ann, tapi bukan seperti itu seharusnya. Kau tidak bisa berbuat sesuka hati".
*Tukk
"Ouch!", aku terkejut ketika Anna menjitak kepalaku.
"Kepalamu terbuat dari apa De? Kenapa ia sangat keras? Lunakkanlah sejenak dan nikmati hidupmu De", ucap Anna sembari kembali memberikan tatapan nakalnya kepadaku.
Hari ini, siang ini, sore ini, malam ini. Aku merasa harga diriku diinjak-injak oleh seorang siswi SMA yang belum lama aku kenal. Ia membuatku seakan menjadi lelaki mesum yang hanya memiliki otak di antara kedua kaki dari cara ia memperlakukanku seharian ini. Anna, kau terlalu penuh kejutan. Anna, kau terlalu tidak terduga. Anna, siapakah kau sebenarnya?
To Be Continued
Debur ombak pantai siang hari dan puluhan orang lalu lalang serta sibuknya aktifitas penyebrangan di pelabuhan Sanur mengiringi percakapan kami. Obrolan tentang perjalanan hidupku bersama Anna di masa lalu yang penuh liku serta batu besar tajam di setiap langkah.
"Bli, aku tidak tahu bagaimana kabar Komang sekarang. Aku telah lama kehilangan Komang sebagai sahabatku", Anna mengatakan hal itu dengan raut wajah murung.
"Kejadian mengerikan di masa lalu memanglah membuat kita nyaris kehilangan segalanya. Bahkan satu di antara kita nyaris kehilangan nyawa akibat hal tersebut", ucapku larut ke dalam topik yang dibicarakan oleh Anna.
"Aku pun merasakannya Bli. Bahkan aku merasa, sejak saat itu hingga satu hari yang lalu, aku kehilangan diriku Bli. Aku merasa seperti bukan Annabeth bebek yang kau kenal di masa lalu", Anna terlihat semakin larut pada obrolan ini.
"Sejak saat itu Ann?", ucapku.
"Iya Bli, sejak kejadian itu", aku semakin tidak tega melihat raut wajah murung Anna.
"Tetapi Ann, kejadian itu masih sangat jauh jika dilihat dari sejauh mana kita bercerita tentang perjalanan masa lalu kita", aku berusaha mengalihkan topik. Aku memilih untuk menceritakan hal-hal yang membahagiakan dibandingkan hal-hal yang menyedihkan.
"Ah kau benar Bli, bukankah seharusnya kita mengenang hari itu?"
"Hari itu?"
"Masih tergambar jelas dalam ingatanku tentang hari itu Bli. Hari dimana aku pertama kali mengajakmu bersenang-senang"
"Ah hari itu! Ish aku tidak akan pernah melupakan hari itu Ann. Hari itu terlalu berarti untukku. Hari dimana kau memberiku....."
"First pleasure"
"First pleasure", aku dan Anna mengatakan itu secara bersamaan, pertanda kami berdua masih mengingat jelas peristiwa di hari itu.
Kembali ke lima tahun sebelumnya
Senyum tipis nan nakal selalu menghiasi wajah Anna selama perjalanan kami yang entah menuju ke arah mana. Empat roda berputar membawa kami berdua membelah jalan sibuk padat merayap Bali selatan. perjalanan dari Jl. WR. Supratman, menuju Jl. By Pass I Gusti Ngurah Rai, hingga sebuah jalan sepi menuju Pulau Serangan. Sebelum tiba di Pulau Serangan, Anna berbelok menuju pinggiran hutan tepi pantai yang sepi dan memarkirkan mobilnya di tepi hutan tersebut. Ketika kami sampai di tempat ini sang mentari berkata kepadaku jika ia lelah menyinari kami hari ini, dan meminta izin untuk beristirahat agar ia dapat kembali bersinar esok hari.
"Ann, apa yang akan kita lakukan di sini?", ucapku dengan sangat kebingungan.
"Sudahlah De, aku ingin mengajakmu bersenang-senang kali ini", Anna dengan ekspresi semakin menggoda dan lirikan mata nakalnya menggodaku seakan ia bukan lagi siswi SMA saat ini.
Kami berdua keluar dari mobil, Anna menarik tanganku dan kami berjalan memasuki hutan tepi pantai. Langkah kami terhenti di ujung hutan. Anna yang semula memberikan punggungnya untuk aku lihat ketika kami berjalan memasuki hutan, berbalik dan memandangiku tanpa berkedip untuk beberapa saat.
"Apakah kau tahu alasanku mengajakmu kesini De?", tatapan mata Anna semakin menggoda, dan aku harus jujur jika aku tergoda akan tatapan Anna dan didukung suasana sepi tepi pantai.
"Ntahlah Ann, aku masih bingung akan semua ini", aku berusaha menjaga harga diriku yang sebenarnya telah jatuh ketika kami sampai di tepi hutan ini.
"Kau pasti tahu tempat ini De, mustahil kau tidak mengetahuinya"
"Tapi Ann, dari mana kau tahu tempat ini?"
"Aku bertanya kepada salah satu teman di kelasku tentang tempat ini, dan aku sengaja mengajakmu ke sini", Anna sedikit menggoyangkan tubuhnya ke kanan dan ke kiri, seakan sengaja menunjukkan sisi nakal dirinya kepadaku.
Tempat apakah ini sebenarnya?
Hutan tepi pantai Pulau Serangan merupakan tempat yang biasa digunakan oleh muda mudi untuk melepas hasrat, melepas rindu, serta melepas nafsu bagi mereka yang mungkin kekurangan uang untuk menyewa tempat yang lebih layak bagi mereka. Satu hal yang membuatku semakin bingung adalah, saat ini pikiranku telah dikuasai oleh nafsu akibat dari tatapan nakal Anna sejak ia tiba di rumahku siang ini. Aku merasa Anna adalah anak dari keluarga yang berkecukupan. Namun untuk apa Anna mengajakku ke tempat seperti ini jika ia hanya ingin melepaskan hasrat bersamaku? Setidaknya itulah yang aku pikirkan saat ini.
"Kau jangan terburu-buru berpikir sesuatu yang negatif De, coba kau lihat ke arah jam sepuluh"
Aku menuruti keinginan Anna dan melihat ke arah yang telah ditunjuk olehnya. Aku melihat di sana ada sepasang muda mudi yang tengah bercumbu ditemani hembusan angin pantai serta langit yang mulai gelap. Aku kembali melihat ke arah Anna, menaikkan sebelah alis mata pertanda aku bingung akan apa yang dimaksud olehnya.
Anna berjalan beberapa langkah ke arah pasangan tersebut, lalu mengambil sebongkah batu yang ia temukan di bawah kakinya.
"Kau siap untuk berlari De?", ucap Anna dengan raut wajah menantang.
"Anna, apa yang ingin kau lakukan?", perasaan bingung bercampur panik berkecamuk di dalam pikiranku.
"Just see De", Anna melemparkan batu yang ia genggam kuat-kuat ke arah pasangan tersebut.
"Ouch!!", batu tersebut mengenai perempuan yang tengah bercumbu, membuatnya berteriak kesakitan.
"Hey, siapa kau?!!", ucap si lelaki sambil mengelus bagian tubuh perempuan yang terkena batu.
"De, Lari!!!", Anna berlari ke arahku, lalu menarik tanganku ketika ia berlari melewatiku dan membuatku tertatih.
Kami terus berlari hingga kami tiba di tempat mobil Anna terparkir. Nafasku tersengal, mataku sedikit terpejam, jantungku berdegup kencang, pikiran tegang dan panik menguasaiku kali ini.
"Anna, apa kau sudah gila?! Untuk apa kau mengganggu orang lain seperti itu?!", nada bicaraku sedikit tinggi akibat panik.
"Hahahaha", Anna justru tertawa sangat keras ketika aku memarahinya.
"Anna, apa yang kau lakukan bukanlah sesuatu yang lucu!", nada bicaraku tetap tinggi terhadap Anna.
"Bukankah itu menyenangkan De? Lagipula tempat ini bukanlah tempat seharusnya mereka melakukan hal tersebut, hahahaha".
"Tapi Ann, hal itu adalah hak mereka. Hak mereka untuk menggunakan tempat ini selagi tidak membuat keributan".
"De, kau terlalu apatis. Seharusnya kau sedikit peduli terhadap hal-hal seperti itu. Aku bukan warga asli Bali, namun aku mengenal Bali sebagai tempat yang indah dan eksotik. Aku hanya tidak ingin wajah Bali ternodai oleh perbuatan orang-orang tidak bertanggung jawab seperti yang kita lihat".
"Aku tahu Ann, tapi bukan seperti itu seharusnya. Kau tidak bisa berbuat sesuka hati".
*Tukk
"Ouch!", aku terkejut ketika Anna menjitak kepalaku.
"Kepalamu terbuat dari apa De? Kenapa ia sangat keras? Lunakkanlah sejenak dan nikmati hidupmu De", ucap Anna sembari kembali memberikan tatapan nakalnya kepadaku.
Hari ini, siang ini, sore ini, malam ini. Aku merasa harga diriku diinjak-injak oleh seorang siswi SMA yang belum lama aku kenal. Ia membuatku seakan menjadi lelaki mesum yang hanya memiliki otak di antara kedua kaki dari cara ia memperlakukanku seharian ini. Anna, kau terlalu penuh kejutan. Anna, kau terlalu tidak terduga. Anna, siapakah kau sebenarnya?
To Be Continued
Diubah oleh kanglukki 06-12-2019 20:42
sriwijayapuisis dan littlebboy memberi reputasi
2