- Beranda
- Stories from the Heart
[cinta. horror. roman] - The Second
...
TS
abangruli
[cinta. horror. roman] - The Second
![[cinta. horror. roman] - The Second](https://s.kaskus.id/images/2019/11/14/10479605_20191114110217.jpg)
“Kamu tidak perlu memilih dia atau aku.
Pilih dia saja.
Tak perlu kamu khawatirkan aku.
Aku cuma minta satu hal.
Maukah kamu sebut namaku dalam doa-doamu?”
***
Chapter 1 – Awal Kisah
Pukul 01.34 dini hari. Aku sendirian di kamar. Duduk tegak lurus dengan pandangan penuh ke layar laptop. Jemari kubiarkan menari di keyboard, mengetik setiap detik kisah hidup yang aku alami. Tentu saja nama-namanya aku pilih yang lebih keren, kota tempat kejadian aku geser beberapa ratus kilometer dari aslinya dan penggambaran para tokoh aku percantik dan perganteng sekian persen. Seolah menjadi kisah fiksi. Padahal tidak. Hanya saja aku tak ingin mereka tahu bahwa itu kisah asli.
Jemariku terus mengetik hingga mendadak aku merasa dingin. Tercium wangi yang khas.
Aha. Dia sudah datang.
“Hai apa kabar..” tanyaku sambil terus menatap layar. Tak perlu menengok agar aku tak tebuai dalam keindahan yang memabukkan. Tapi dari bayang-bayang yang memantul di layar, bisa terlihat siluetnya yang menarik. Suara lembut menjawab terdengar seolah tepat disampingku, padahal dia masih dibelakang, “kangen kamu..”
Tanpa sadar aku tersenyum. Entah dari siapa mahluk itu belajar merayu orang. Teringat beberapa bulan lalu saat dia pertama kali menyapa aku.
***
“Hai..” suara lembut seorang wanita dari belakang. Aku kaget dan segera menoleh. Terlihat seorang gadis menatap mataku dengan ceria. Senyumnya mengembang sempurna memamerkan deretan giginya yang rapi. Kulitnya putih, tubuhnya wangi. Rambutnya lurus sepundak khas remaja yang energik, yang tak ingin gerak geriknya terganggu oleh rambut panjang. Poninya yang aduhai, yang bikin aku terpesona sekian detik menatapnya. Aku memang sangat mudah jatuh cinta pada poni yang menghias kening seorang gadis. Membuat ia terlihat lebih feminin. Bajunya pun casual, kaos pink sedikit ketat dengan celana jeans yang pas di kaki jenjangnya. Sepatu kets warna pink menghiasi ujungnya.
Indah.
Harusnya moment tersebut menjadi moment yang sangat indah. Sayang, keindahan tersebut agak ternoda dengan waktu dan lokasi pertemuan yang tidak tepat. Aku melihat angka digital pada pergelangan tangan.
Pukul 01.20 di pinggir kompleks.
Komplek perumahan? Sayangnya bukan. Aku sedang berjalan melewati komplek pemakaman. Dengan tergesa-gesa karena tak ingin mengganggu keheningan kompleks tersebut. Ini terjadi karena aku harus lembur, pulang malam, sialnya mobilku mogok kehabisan bensin 1 kilometer dari rumah. Panggil ojek online gak bisa gegara handphone yang mati. Terpaksa jalan toh hanya 1 kilometer. Hanya saja aku memang harus melewati pemakaman untuk mencapai rumah. Ya sudah daripada tidur di mobil aku pun memutuskan untuk jalan. Bertekad setengah berlari saat melewati kuburan.
Tapi kini aku dapati bukannya berjalan terburu-buru seperti rencana awal, aku malah sedang mematung memandang seorang gadis. Gadis yang indah tapi di waktu dan background lokasi yang salah.
“Kami jin ya?” aku bertanya sambil tertawa. Berharap ia tertawa dan menggeleng.
Tapi ia hanya tertawa. Renyah. Tawa yang bikin lega, karena jauh dari kesan menakutkan. Masa sih kuntilanak ketawanya bikin gemes gitu.
“Kamu tinggal dimana sih, kok jam segini masih disini..” tanyaku. Pertanyaan bodoh yang seharusnya tak pernah aku lontarkan.
“Aku tinggal disini” jawabnya sambil tersenyum.
Anjay! Aku terdiam, seketika aku bisa merasakan rona hangat dari wajahku seperti terhisap habis dan menyisakan pucat pasi yang luar biasa, “ka.. kamu becanda?”
Ayo mengangguklah! Angguklah!
Sayang seribu sayang, bukannya mengangguk ia malah mengegeleng. Sambil terus tersenyum ia berkata “aku gak becanda, aku memang tinggal disini...”
Seolah belum puas melihat kengerianku, ia perjelas dimana ia tinggal, “itu di pohon kamboja sebelah sana”
Sungguh ingin rasanya kutempeleng bocah kurang ajar itu, seenaknya bikin air pipisku mendadak ingin keluar. Walaupun cantik tapi kalau bikin aku kencing dicelana harus diberi pelajaran. Tapi jangankan menampar, menggerakkan tangan saja aku gagal, “ini prank ya?”
“kalau prank aku pasti pakai kostum pocong atau suster ngesot atau apalah yang serem-serem..” ia terdiam sebentar, seolah sedang berpikir, “atau kamu mau lihat aku berubah pakai kostum itu?”
Aku terdiam bagai lumpuh. Lututku lemas, lidahku kelu.
“Gak lah, aku gak mau kamu takut. Aku begini karena aku tahu selera kamu. Aku tahu kamu suka cewek berponi, aku tahu kamu suka cewek casual, aku tahu kamu suka cewek yang ceria. Karena itu aku menjadi seperti ini...karena aku...”
Terdiam sejenak, “karena aku suka kamu..” jawabnya dengan mata yang luar biasa indah.
Aku ternganga. Aku pasti mimpi. Berdiri mematung di pinggir kuburan dengan sesosok mahluk entah apa yang sedang menyatakan cinta padaku. Ini pasti mimpi.
Mimpi romantis yang sayangnya bergenre horror.
Akhirnya aku merasakan kehangatan dipangkal celanaku. Anjay!
[bersambung]
INDEX
Chapter 2 - Pingsan
Chapter 3 - Rumah Sakit
Chapter 4 - Namaku Danang
Chapter 5 - Namanya Rhea
Chapter 6 - Maudy dan 'Maudy'
Chapter 7 - The Second
Chapter 8 - Konser
Chapter 9 - Bertemu Wulan
Chapter 10 - Rumah Sakit (Lagi)
Chapter 11 - Aku dan Rhea dan Satunya Lagi
Chapter 12 - Menggapai Dirinya
Chapter 13 - Dinner with Rhea
Chapter 14 - Wulan versus Rhea Featuring Vania
Chapter 15 - ..........................
Chapter 16 - Rindu
Chapter 17 - Semakin Rindu
Chapter 18 - Melepas Rindu
Chapter 19 - Maafkan Aku lah Bang!
Chapter 20 - Menusuk Tepat di Hati
Chapter 21 - Seribu Alasan Satu Jawaban
Chapter 22 - Belajar Mencintai
Chapter 23 - Would You?
Chapter 24 - The Show Must Go On
Chapter 25 - Tragedi
Chapter 26 - Mimpi
Chapter 27 - Arti Cinta
Chapter 28 - Sad Session
Chapter 29 - Stories of My Life
Chapter 30 - Dua Puluh Tahun Lalu
Chapter 31 - Who Are You?
Chapter 32 - Mya dan Temannya
Chapter 33 - Tok Tok Tok!
Chapter 34 - Menjelang Pertemuan
Chapter 35 - Wajah Itu
Chapter 36 - Pending
Chapter 37 - Dinner for Three
Chapter 38 - Bla Bla Bla
Chapter 39 - Little Heart
Chapter 40 - This Will Be a Long Nite
Chapter 41 - Story from My Side
Chapter 42 - Story from Vania's Side
Chapter 43 - Deja Vu
Chapter 44 - Permintaan Terakhir
Chapter 45 - One Last Dance
Bonus - Behind The Story [Road to Final Chapter]
Chapter 46 - Reality
Chapter 47 - No More Mr. Nice Guy
Chapter 48 - Shocking Reality
Session 2 - The Second - The Killing Rain
Klik dimari bro untuk lanjut ke Session 2
Enjoy the stories gaesss..
Jangan lupa cendol, subcribe dan shareee yaaaaa...
Ruli Amirullah
Diubah oleh abangruli 21-07-2024 16:25
pulaukapok dan 89 lainnya memberi reputasi
88
52.4K
945
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•51.9KAnggota
Tampilkan semua post
TS
abangruli
#64
Chapter 9 – Bertemu Wulan
“Akan ada bahaya untuk mas..” jawab Rhea pelan.
“Bahaya apa?” tanyaku penasaran
“Pokoknya bahaya aja..”
Dari kejauhan terdengar lantunan sholawat Tarkhim dari masjid. 10 menit menjelang adzan subuh. Indah.
“Udah ya mas, aku harus pergi. Pokoknya aku mohon mas hati-hati...”
“Dan pokoknya aku gak mau kamu ikut aku malam ini...” jawabku cepat
Ia hanya bisa memandang sedih padaku dan kemudian menghilang. Ah paling dia cemburu karena aku mau pergi dengan Vania, pikirku sambil memejamkan mata kelelahan.
***
Akhirnya Rhea menuruti permintaanku. Ia tak ada. Walau ia memang tak selalu menampakan diri dihadapanku, tapi aku tetap tahu saat ia dekat denganku. Dan malam ini aku tidak merasakan kehadirannya. Aku berduaan dengan Vania tanpa ada pengawalan dari Rhea. Menjadi manusia normal dengan kehidupan yang normal. Menyenangkan sekali rasanya.
Aku dan Vania sedang berdiri di deretan poster-poster film. Malam ini kami sedang di bioskop tapi Seperti tapi bingung mau nonton film apa, mendadak Aku ajukan penawaran iseng terhadap pacar Aku itu, “Nonton film horror aja yuk. Berani gak?”
Vania melotot menatap Aku, “Hah? Ogaaah... “
“Ayolaaah.. nanti kalau kamu berani.. aku kasih hadiah!” rayuku padanya.
“Walau mas ngasih aku dua juta pun... aku gak akan mau!” jawabnya tegas.
“Yeee.. siapa juga yang mau ngasih dua juta. Mending beli hape baru kalo aku punya uang segitu mah...” Aku membuka dompet hitam yang usianya udah hampir dua tahun, ada beberapa lembar uang berwarna merah menarik, “nih lihat, mas Cuma ada 500 ribu.. buat nonton nanti pake kartu debit aja, yang uang cash ini, 500 ribu rupiah, jadi milik kamu kalo kamu berani nonton film horror gak pake merem gak pake tereak..”
Mata Vania menatap lembaran yang tampak nyata dihadapannya. dua juta mungkin memang khayalan, tapi lima ratus ribu dihadapannya sungguh nyata. Mulai bimbang. Pertahanannya kurang kuat tampaknya bila digoda dengan uang. Dasar cewek.
“Tapi kalau kamu kalah.... kamu merem atau kamu tereak.. maka kamu harus.... apa yaaa..” candaku sambil berpikir. Ini taruhan. Tentu saja harus ada timbal baliknya.
“Yeee.. ogaaah.. ini bukan taruhan kayak gitu! Pilihannya aku menang dapet uang atau aku kalah gak dapat apa-apa dan gak harus bayar apa-apa dan gak harus ngapa-ngapin” protes Vania sengit.
Ajib nih anak, pinter nego banget. Dia tau banget kalo Aku penasaran pengen liat dia jerat-jerit ketakutan, “oke oke.. deal..”
Kami bersalaman. Sepakat. Tangan Vania sudah terasa dingin, “Haha.. kamu belum nonton aja dah keringet dingin..”
“Bodo! Yang penting gak tereak dan gak merem kan? Udah, kita liat aja ntar siapa yang menang. Dah sanah beli tiket, aku mau ke toilet dulu yaa..”
Vania melangkah ke toilet sementara Aku segera menuju counter penjualan tiket. Gadis penjual tiket tersenyum ramah kepadaku, “Selamat malam mas, mau nonton film apa?”
Mataku memperhatikan judul-judul film di layar. Ada tiga film horror yang tayang pada malam itu, “Mbak.. film horror mana yang paling serem, yang paling bikin mules, pokoknya yang paling bikin mbak pengen tereak ama pengen merem??”
Aku pengen liat pacarku tereak-tereak malem ini. Haha...
“Yang ini mas..” jawab mbak itu sambil tersenyum geli, “saya sampe bulak balik kebelet pipis waktu nonton”
“Mbak beser atau takut mbak? Tapi okelah, saya mah percaya aja ama mbak, beli dua yaa.. pilihin deret yang paling kosong.. yang gak ada temennya satu pun” pintaku sambil mengeluarkan kartu debit. Vania pasti meluk Aku karena ketakutan. Lumayan sepanjang film nanti dipeluk yayang.
Baru aja Aku balik badan kelar beli tiket, eh Vania ternyata sudah berdiri tepat dibelakang Aku, “Jiiir... kamu bikin kaget aja..”
Vania tertawa, “Udah beli?”
“Udah! Yuk masuk, udah mau mulai..” kata Aku sambil menarik lengannya.
Kami duduk di deret yang paling sepi. Sesuai permintaan Aku ke mbak penjual tiket tadi. Total penonton mungkin hanya 10 orang. Mungkin karena hari ini bukan hari libur dan ditambah jam tayang di pukul 21.15. lumayan malam. Maka suasana pun lumayan sepi kayak kuburan. Hiii...
Baru aja pantat nyentuh kursi, lampu udah padam tanda film bakal dimulai. Suasana mendadak sedikit spooky entah mengapa.
“Suasananya lumayan mendukung juga yaaa....” kataku sambil genggam tangan Vania. Ternyata makin terasa dingin, “kamu udah beneran takut yaa.. haha.. mau mundur aja? Ngaku kalah?”
“Hehe,,, gak lah.. apa mas yang sebenarnya mulai takut?” jawab Vania, matanya terlihat tajam dan mengejek. Ebused, bukannya takut malah nantangin Aku.
“Takut? Enak aja! Dah diem.. hape kamu udah di silent belum? Ntar gak seru lagi serem-serem keganggu ama nada dering kamu yang dangdutan itu”
Vania gak jawab Cuma mulai merebahkan kepalanya kepundak Aku. Seperti biasa. Ini yang paling Aku suka. Aku bisa mencium harum wangi rambutnya. Wangi...
“Eh kamu ganti shampoo yaa... “ bisikku pada Vania, aroma rambutnya beda dari biasanya. Wanginya seperti warna bunga... bunga apa ya.. mawar? Melati? Entahlah, Aku bukan pecinta tanaman.
Vania mengangguk sambil memperat genggaman tangan dia di tangan Aku. Aku bisa ngerasain gerakan anggukan kepalanya di pelipisku. Film ternyata langsung dibuka dengan adegan yang cukup bikin merinding. Tidak ada setan yang narsis terlihat, tapi justru itu yang bikin makin serem. Suasana horror dibangun hanya dengan alunan musik yang bikin merinding, suasana ruang tamu yang temaram cenderung gelap serta kesunyian yang luar biasa. Sisanya imajinasi kita sendiri yang akhirnya membuat suasana di film itu menjadi sangat spooky.
Lima menit berlalu. Tegang.
Anjay! Mbak penjual tiket gak boong. Aku malah mulai deg-degan nonton filmnya. Asli serem. Tangan Vania sendiri makin terasa dingin. Dan makin erat genggam tangan Aku. Aku sampe merasa kuku tangannya sedikit menyakitkan. Sepertinya Vania juga mulai merasa sangat takut. Tapi next time Aku ajak nonton film horror Aku harus minta dia potong kuku dulu.
“DRIIIIINGG....” tiba-tiba ponselku berdering nyaring. Bikin Aku kaget setengah mati. Takut kembali berdering dan aku di timpukan penonton laen, dengan cepat dan dengan satu tangan Aku segera menekan icon berwarna hijau tanpa melihat siapa yang menelepon. Biar cepet. Tangan Aku yang lain digenggam erat oleh Vania, ia tak ingin lepas.
“Haloo..” bisikku
“Sayaaang! Kamu dimana sih?! Dari tadi aku cariin kamu..”
Lho?! Sayang?! Aku terdiam.
“kamu siapa?”
“Lhaa... aku Vania! Masa kuntilanak?! Gimana sih, aku keluar toilet gak nemu kamu. Kamu emang lagi dimana sih? Jadi nonton gak??”
Mendadak bingung dengan situasi yang Aku alami sekarang. Aku jauhkan ponsel Aku dari telinga, melihat layar ponsel untuk mengetahui siapa yang nelepon. Mungkin orang salah sambung dengan nama yang sama. Terlihat tulisan VANIA CINTAKU disana, alias nama yang Aku sematkan pada nomer ponsel Vania.
Damn! Mendadak rasa mules luar biasa menyerang Aku. Kalau tadi yang nelepon Aku adalah Vania, maka siapa yang ada disebelahku?? Tangan siapa yang Aku genggam?!
Rhea kah? Gak mungkin. Rhea gak pernah bisa menyentuh aku secara fisik. Tubuhnya hanya hologram tak mungkin dapat menyentuh. Reflek aku menarik tangan. Gagal. Tanganku gak mau dilepasin olehnnya. Malah makin erat tanganku digenggam hingga terasa sakit. Wangi bunga yang tadiku cium kini berubah menjadi bau busuk.
Sosok disebelahku itu kemudian membalikkan wajahnya ke arahku. Oh my God! Ya Tuhanku! Bola matanya terlihat putih semua! Seringai mulutnya memperlihatkan deretan gigi taring yang mengerikan. Rambutnya berubah menjadi kusut dengan aroma yang sangat busuk. Mahluk apa itu? Mengapa ia bisa menyentuh bahkan menyakitiku?!
Aku tercekat. Ingin teriak tapi tak mampu. Lidahku seolah hilang entah kemana
“Mas Danang. Aku Wulansari. Sama seperti setan sialan yang mengaku bernama Rhea itu, akupun cinta dengan mas Danang...”
Sial. Kenapa aku jadi idola mahluk-mahluk demit? Ada ada denganku? Aku merasakan sakit yang sangat di tanganku. Ketakutan yang mencekam. Dan dingin yang menusuk.
“Rhea.. kamu dimana?” bisikku lirih. Rhea benar tentang malam ini dan aku malah tidak percaya padanya. Kepalaku mulai pening. Pandanganku perlahan kabur. Tapi aku bisa melihat sosok disebelahku seolah melayang ke atas dan kemudian merunduk seolah hendak masuk ketubuhku.
Ya Tuhan! Ia hendak merasuki ku!
[bersambung]
“Akan ada bahaya untuk mas..” jawab Rhea pelan.
“Bahaya apa?” tanyaku penasaran
“Pokoknya bahaya aja..”
Dari kejauhan terdengar lantunan sholawat Tarkhim dari masjid. 10 menit menjelang adzan subuh. Indah.
“Udah ya mas, aku harus pergi. Pokoknya aku mohon mas hati-hati...”
“Dan pokoknya aku gak mau kamu ikut aku malam ini...” jawabku cepat
Ia hanya bisa memandang sedih padaku dan kemudian menghilang. Ah paling dia cemburu karena aku mau pergi dengan Vania, pikirku sambil memejamkan mata kelelahan.
***
Akhirnya Rhea menuruti permintaanku. Ia tak ada. Walau ia memang tak selalu menampakan diri dihadapanku, tapi aku tetap tahu saat ia dekat denganku. Dan malam ini aku tidak merasakan kehadirannya. Aku berduaan dengan Vania tanpa ada pengawalan dari Rhea. Menjadi manusia normal dengan kehidupan yang normal. Menyenangkan sekali rasanya.
Aku dan Vania sedang berdiri di deretan poster-poster film. Malam ini kami sedang di bioskop tapi Seperti tapi bingung mau nonton film apa, mendadak Aku ajukan penawaran iseng terhadap pacar Aku itu, “Nonton film horror aja yuk. Berani gak?”
Vania melotot menatap Aku, “Hah? Ogaaah... “
“Ayolaaah.. nanti kalau kamu berani.. aku kasih hadiah!” rayuku padanya.
“Walau mas ngasih aku dua juta pun... aku gak akan mau!” jawabnya tegas.
“Yeee.. siapa juga yang mau ngasih dua juta. Mending beli hape baru kalo aku punya uang segitu mah...” Aku membuka dompet hitam yang usianya udah hampir dua tahun, ada beberapa lembar uang berwarna merah menarik, “nih lihat, mas Cuma ada 500 ribu.. buat nonton nanti pake kartu debit aja, yang uang cash ini, 500 ribu rupiah, jadi milik kamu kalo kamu berani nonton film horror gak pake merem gak pake tereak..”
Mata Vania menatap lembaran yang tampak nyata dihadapannya. dua juta mungkin memang khayalan, tapi lima ratus ribu dihadapannya sungguh nyata. Mulai bimbang. Pertahanannya kurang kuat tampaknya bila digoda dengan uang. Dasar cewek.
“Tapi kalau kamu kalah.... kamu merem atau kamu tereak.. maka kamu harus.... apa yaaa..” candaku sambil berpikir. Ini taruhan. Tentu saja harus ada timbal baliknya.
“Yeee.. ogaaah.. ini bukan taruhan kayak gitu! Pilihannya aku menang dapet uang atau aku kalah gak dapat apa-apa dan gak harus bayar apa-apa dan gak harus ngapa-ngapin” protes Vania sengit.
Ajib nih anak, pinter nego banget. Dia tau banget kalo Aku penasaran pengen liat dia jerat-jerit ketakutan, “oke oke.. deal..”
Kami bersalaman. Sepakat. Tangan Vania sudah terasa dingin, “Haha.. kamu belum nonton aja dah keringet dingin..”
“Bodo! Yang penting gak tereak dan gak merem kan? Udah, kita liat aja ntar siapa yang menang. Dah sanah beli tiket, aku mau ke toilet dulu yaa..”
Vania melangkah ke toilet sementara Aku segera menuju counter penjualan tiket. Gadis penjual tiket tersenyum ramah kepadaku, “Selamat malam mas, mau nonton film apa?”
Mataku memperhatikan judul-judul film di layar. Ada tiga film horror yang tayang pada malam itu, “Mbak.. film horror mana yang paling serem, yang paling bikin mules, pokoknya yang paling bikin mbak pengen tereak ama pengen merem??”
Aku pengen liat pacarku tereak-tereak malem ini. Haha...
“Yang ini mas..” jawab mbak itu sambil tersenyum geli, “saya sampe bulak balik kebelet pipis waktu nonton”
“Mbak beser atau takut mbak? Tapi okelah, saya mah percaya aja ama mbak, beli dua yaa.. pilihin deret yang paling kosong.. yang gak ada temennya satu pun” pintaku sambil mengeluarkan kartu debit. Vania pasti meluk Aku karena ketakutan. Lumayan sepanjang film nanti dipeluk yayang.
Baru aja Aku balik badan kelar beli tiket, eh Vania ternyata sudah berdiri tepat dibelakang Aku, “Jiiir... kamu bikin kaget aja..”
Vania tertawa, “Udah beli?”
“Udah! Yuk masuk, udah mau mulai..” kata Aku sambil menarik lengannya.
Kami duduk di deret yang paling sepi. Sesuai permintaan Aku ke mbak penjual tiket tadi. Total penonton mungkin hanya 10 orang. Mungkin karena hari ini bukan hari libur dan ditambah jam tayang di pukul 21.15. lumayan malam. Maka suasana pun lumayan sepi kayak kuburan. Hiii...
Baru aja pantat nyentuh kursi, lampu udah padam tanda film bakal dimulai. Suasana mendadak sedikit spooky entah mengapa.
“Suasananya lumayan mendukung juga yaaa....” kataku sambil genggam tangan Vania. Ternyata makin terasa dingin, “kamu udah beneran takut yaa.. haha.. mau mundur aja? Ngaku kalah?”
“Hehe,,, gak lah.. apa mas yang sebenarnya mulai takut?” jawab Vania, matanya terlihat tajam dan mengejek. Ebused, bukannya takut malah nantangin Aku.
“Takut? Enak aja! Dah diem.. hape kamu udah di silent belum? Ntar gak seru lagi serem-serem keganggu ama nada dering kamu yang dangdutan itu”
Vania gak jawab Cuma mulai merebahkan kepalanya kepundak Aku. Seperti biasa. Ini yang paling Aku suka. Aku bisa mencium harum wangi rambutnya. Wangi...
“Eh kamu ganti shampoo yaa... “ bisikku pada Vania, aroma rambutnya beda dari biasanya. Wanginya seperti warna bunga... bunga apa ya.. mawar? Melati? Entahlah, Aku bukan pecinta tanaman.
Vania mengangguk sambil memperat genggaman tangan dia di tangan Aku. Aku bisa ngerasain gerakan anggukan kepalanya di pelipisku. Film ternyata langsung dibuka dengan adegan yang cukup bikin merinding. Tidak ada setan yang narsis terlihat, tapi justru itu yang bikin makin serem. Suasana horror dibangun hanya dengan alunan musik yang bikin merinding, suasana ruang tamu yang temaram cenderung gelap serta kesunyian yang luar biasa. Sisanya imajinasi kita sendiri yang akhirnya membuat suasana di film itu menjadi sangat spooky.
Lima menit berlalu. Tegang.
Anjay! Mbak penjual tiket gak boong. Aku malah mulai deg-degan nonton filmnya. Asli serem. Tangan Vania sendiri makin terasa dingin. Dan makin erat genggam tangan Aku. Aku sampe merasa kuku tangannya sedikit menyakitkan. Sepertinya Vania juga mulai merasa sangat takut. Tapi next time Aku ajak nonton film horror Aku harus minta dia potong kuku dulu.
“DRIIIIINGG....” tiba-tiba ponselku berdering nyaring. Bikin Aku kaget setengah mati. Takut kembali berdering dan aku di timpukan penonton laen, dengan cepat dan dengan satu tangan Aku segera menekan icon berwarna hijau tanpa melihat siapa yang menelepon. Biar cepet. Tangan Aku yang lain digenggam erat oleh Vania, ia tak ingin lepas.
“Haloo..” bisikku
“Sayaaang! Kamu dimana sih?! Dari tadi aku cariin kamu..”
Lho?! Sayang?! Aku terdiam.
“kamu siapa?”
“Lhaa... aku Vania! Masa kuntilanak?! Gimana sih, aku keluar toilet gak nemu kamu. Kamu emang lagi dimana sih? Jadi nonton gak??”
Mendadak bingung dengan situasi yang Aku alami sekarang. Aku jauhkan ponsel Aku dari telinga, melihat layar ponsel untuk mengetahui siapa yang nelepon. Mungkin orang salah sambung dengan nama yang sama. Terlihat tulisan VANIA CINTAKU disana, alias nama yang Aku sematkan pada nomer ponsel Vania.
Damn! Mendadak rasa mules luar biasa menyerang Aku. Kalau tadi yang nelepon Aku adalah Vania, maka siapa yang ada disebelahku?? Tangan siapa yang Aku genggam?!
Rhea kah? Gak mungkin. Rhea gak pernah bisa menyentuh aku secara fisik. Tubuhnya hanya hologram tak mungkin dapat menyentuh. Reflek aku menarik tangan. Gagal. Tanganku gak mau dilepasin olehnnya. Malah makin erat tanganku digenggam hingga terasa sakit. Wangi bunga yang tadiku cium kini berubah menjadi bau busuk.
Sosok disebelahku itu kemudian membalikkan wajahnya ke arahku. Oh my God! Ya Tuhanku! Bola matanya terlihat putih semua! Seringai mulutnya memperlihatkan deretan gigi taring yang mengerikan. Rambutnya berubah menjadi kusut dengan aroma yang sangat busuk. Mahluk apa itu? Mengapa ia bisa menyentuh bahkan menyakitiku?!
Aku tercekat. Ingin teriak tapi tak mampu. Lidahku seolah hilang entah kemana
“Mas Danang. Aku Wulansari. Sama seperti setan sialan yang mengaku bernama Rhea itu, akupun cinta dengan mas Danang...”
Sial. Kenapa aku jadi idola mahluk-mahluk demit? Ada ada denganku? Aku merasakan sakit yang sangat di tanganku. Ketakutan yang mencekam. Dan dingin yang menusuk.
“Rhea.. kamu dimana?” bisikku lirih. Rhea benar tentang malam ini dan aku malah tidak percaya padanya. Kepalaku mulai pening. Pandanganku perlahan kabur. Tapi aku bisa melihat sosok disebelahku seolah melayang ke atas dan kemudian merunduk seolah hendak masuk ketubuhku.
Ya Tuhan! Ia hendak merasuki ku!
[bersambung]
Diubah oleh abangruli 02-12-2019 16:05
lsenseyel dan 19 lainnya memberi reputasi
20
Tutup