- Beranda
- Stories from the Heart
Kacamata Si Anak Indigo (E. Praktek Lapangan)
...
TS
kingmaestro1
Kacamata Si Anak Indigo (E. Praktek Lapangan)
Mungkin kita tak menyadari bahwa di sekeliling kita ada makhluk yang hidup berdampingan dengan kita. Dan kadang mungkin juga kita tak menyadari bahwa kita dan mereka hanya terpisah oleh batas yang tipis, setipis benang.
Bisakah kita berinteraksi dengan mereka? Bisakkah kita berteman dengan mereka?. Di thread ini ane akan menceritakan bagaimana seorang anak manusia berinterkasi dengan mereka.
Cerita ini berdasarkan pengalaman ane pribadi, di dalam penulisan thread ini tidak ada unsur paksaan untuk percaya atau tidak, thread ini ane tulis hanya untuk berbagi pengalaman semata.
INDEX
Prolog
Part 1
Part 2
Part 3
Part 4
Part 5
Part 6
Part 7
Part 8
Part 9
Part 10
Part 11
Part 12
Part 13
Part 14
Part 15
Part 16
Part 17
Part 18
Part 19
Part 20
Part 21
Part 22
Part 23
Part 24
Part 25
Part 26
Part 27
Part 28Part 29
30
Bisakah kita berinteraksi dengan mereka? Bisakkah kita berteman dengan mereka?. Di thread ini ane akan menceritakan bagaimana seorang anak manusia berinterkasi dengan mereka.
Cerita ini berdasarkan pengalaman ane pribadi, di dalam penulisan thread ini tidak ada unsur paksaan untuk percaya atau tidak, thread ini ane tulis hanya untuk berbagi pengalaman semata.
INDEX
Prolog
Part 1
Part 2
Part 3
Part 4
Part 5
Part 6
Part 7
Part 8
Part 9
Part 10
Part 11
Part 12
Part 13
Part 14
Part 15
Part 16
Part 17
Part 18
Part 19
Part 20
Part 21
Part 22
Part 23
Part 24
Part 25
Part 26
Part 27
Part 28Part 29
30
Diubah oleh kingmaestro1 27-09-2021 10:31
bebyzha dan 51 lainnya memberi reputasi
50
60.8K
630
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52.1KAnggota
Tampilkan semua post
TS
kingmaestro1
#22
Part 2
Keesokan harinya sebagaimana yang telah di janjikan kami pun bergotong royong ngebersihin rumah yang menjadi tempat tinggal kami selama empat bulan ke depan. Tugas pun di bagi, kami yang cowok bertugas ngebersihin perkarangan rumah, sedangkan untuk dalam rumah adalah tugasnya para cewek. Rumah itu udah dua tahun kaga di huni jadi kami emang harus kerja keras buat ngebersihinnya agar tu rumah nyaman buat di tempatin.
Awalnya gue kaga ngeliat apa-apa di sekitar rumah itu, semua masih normal seperti biasanya. Kenormalan itu berakhir sewaktu gue mencangkul rumput yang kaga bisa di cabut pake tangan (untuk peralatan yang kami pake untuk bebersih udah tersedia di rumah itu). Cangkul yang tadinya masih dalam keadaan normal menjadi rusak matanya setelah beradu ama rumput yang bakal gue cangkul.
Gue heran bukan main saat itu, rumput yang sejatinya kaga lebih keras dari baja bisa ngebuat mata cangkul gue rusak, gue pertajam mata gue untuk ngeliat apa yang ada di balik rumput itu. Tapi tetap yang gue liat cuma rumput yang bergoyang tertiup angin. Gue hela napas sebentar, lalu gue fokusnya pikiran dan pandangan ke satu titik, kali ini usaha gue berhasil. Di balik rumput itu gue ngeliat sebuah benda semacam belati berwarna kuning.
Gue noleh ke kiri dan ke kanan, ternyata Radith, Oky dan Andri kaga ada di sekeliling gue, dengan sedikir ngalirin tenaga dalam ke kaki, gue hentak tanah tempat benda tadi bersembunyi. Benda itu pun terlempar ke atas dan kembali jatuh di atas tanah. Gue pungut tu benda lalu gue amati dengan teliti. Benda yang mirip ama belati itu memiliki sarung berwarna kuning dengan lukisan naga berwarna keemasan di kedua sisi sarungnya. Hulunya terbuat dari kayu yang cukup keras dan ngeluarin bau yang cukup harum.
Gue coba untuk ngeluarin belati itu dari sarungnya, ukh.. Cukup keras juga belati itu di cabut dari sarungnya.
"Sialan berapa abad sih ni benda kependam di dalam sit? ampe keras gini di cabut" gerutu gue.
Gue kerahin lebih banyak tenaga fisik untuk nyabut tu belati, tapi cuma bergerak sedikit aja. Akhirnya kepaksa juga gue pake lagi sedikit tenaga dalam, dan belati itu bergerak sedikit demi sedikit sampe akhirnya berhasil keluar dari sarangnya. Bilah belati itu berwarna kuning mengkilap dengan ukiran naga di kedua bilahnya.
"Aneh juga ni belati, warnanya kek terbuat dari kuningan deh" gumam gue.
Tetiba gue ngerasa ada hawa yang aneh dari tu belati. Seperti ada suatu energi yang berbenturan ama energi gue, cepat-cepat gue masukin lagi tu belati ke sarungnya dan gue kembaliin ke tempat asalnya, gue pun ngelanjutin untuk nyangkul rumput lagi. Usai acara menyangkul rumput selesai, kami pun istirahat sebentar karena hari udah beranjak siang dan sebentar lagi waktu dzuhur masuk.
Setelah shalat dzuhur berjamaah dan setelah makan siang kami pun lanjut ngebersihin saluran air dan bagian belakang rumah. Setelah selesai kami lanjut ngebersihin kolam ikan hias di dekat taman sekaligus ngebenahin taman yang mulai tampak liar itu. Menjelang ashar semua kegiatan bersih membersih usai. Kami pun menyimpan alat yang di gunain buat bersih-bersih lalu ngebersihin badan lalu shalat ashar berjamaah.
Sekarang gue berada di atas balkon sambil duduk di kursi yang ada di sana. Balkon itu adalah balkon kamar dan kamar itu adalah kamar gue, sengaja gue milih kamar itu karena pemandangan yang bisa di liat dari balkon itu adalah pemandangan favorite gue di waktu sore. Sambil duduk gue memandang ke arah langit barat tempat di mana sang matahari bakal kembali ke peraduannya.
Dari arah pintu kamar gue yang kebuka Clara berkata
"Kak Ara boleh masuk?"
"Masuk aja dek, kamar gue juga kamar elu kok" jawab gue tanpa noleh kebelakang karna gue kaga mau kehilangan satu detik pun pemandangan kembalinya sang lampu dunia, meskipun lemandangan itu udah gue saksiin ratusan bahkan mungkin ribuan kali sepanjang kehidupan gue.
"Mandangin apa sih kak, sampe Ara ga di liat" tanyanya sambil melangkah menghampiri
"Mandangin matahari senja dek"
"Huuh mentang-mentang namanya sama kek waktu tenggelamnya matahari"
"Bagi gue seberapa kalipun gue mandanginnya tetap aja matahari senja adalah yang paling indah di mata"
Clara pun duduk di samping gue, sambil ngebawa cemilan keripik kentang dan dua buah soft drink.
"Lu tau dek? Janji matahari itu adalah janji yang paling pasti di bumi ini"
"Emang janji matahari apa kak?"
"Walaupun dia terbenam dan ngebuat gelap satu sisi bumi tapi kehadirannya esok hari untuk kembali nerangin sisi bumi yang gelap adalah janji yang pasti"
"Oo gitu ya kak, Ara baru tahu"
"Dan gue pengen seperti matahari, walapun nantinya gue pergi, tapi gue pergi buat kembali lagi ngedampingi elu, menjadi penerang dalam jalan hidup elu"
"Ah kakak bisa aja" ujarnya sambil ngerebahin kepalanya di pundak gue.
"Elu tau filosofi bunga matahari dek?" tanya gue.
"Engga kak emang apa filosofinya?"
"Bunga matahari selalu memandang ke satu arah yaitu matahari"
"Oo gitu ya kak"
"Dan gue mau kalau bisa, bisa ga elu cuma memandang ke satu arah, hanya memandang gue?"
"Ah kakak, sejak kakak jadi milik Ara, mata dan hati Ara cuma condong ke kakak dan tertutup untuk cowok yang lain, seberapa pun sempurna cowok lain itu"
"Senang gue dengarnya semoga itu bukan cuma ucapan" kata gue sambil ngelus rambutnya yang panjang.
Sore itu matahari pulang ke peraduannya dengan di saksiin gue dan Clara yang sedang di landa asmara.
Awalnya gue kaga ngeliat apa-apa di sekitar rumah itu, semua masih normal seperti biasanya. Kenormalan itu berakhir sewaktu gue mencangkul rumput yang kaga bisa di cabut pake tangan (untuk peralatan yang kami pake untuk bebersih udah tersedia di rumah itu). Cangkul yang tadinya masih dalam keadaan normal menjadi rusak matanya setelah beradu ama rumput yang bakal gue cangkul.
Gue heran bukan main saat itu, rumput yang sejatinya kaga lebih keras dari baja bisa ngebuat mata cangkul gue rusak, gue pertajam mata gue untuk ngeliat apa yang ada di balik rumput itu. Tapi tetap yang gue liat cuma rumput yang bergoyang tertiup angin. Gue hela napas sebentar, lalu gue fokusnya pikiran dan pandangan ke satu titik, kali ini usaha gue berhasil. Di balik rumput itu gue ngeliat sebuah benda semacam belati berwarna kuning.
Gue noleh ke kiri dan ke kanan, ternyata Radith, Oky dan Andri kaga ada di sekeliling gue, dengan sedikir ngalirin tenaga dalam ke kaki, gue hentak tanah tempat benda tadi bersembunyi. Benda itu pun terlempar ke atas dan kembali jatuh di atas tanah. Gue pungut tu benda lalu gue amati dengan teliti. Benda yang mirip ama belati itu memiliki sarung berwarna kuning dengan lukisan naga berwarna keemasan di kedua sisi sarungnya. Hulunya terbuat dari kayu yang cukup keras dan ngeluarin bau yang cukup harum.
Gue coba untuk ngeluarin belati itu dari sarungnya, ukh.. Cukup keras juga belati itu di cabut dari sarungnya.
"Sialan berapa abad sih ni benda kependam di dalam sit? ampe keras gini di cabut" gerutu gue.
Gue kerahin lebih banyak tenaga fisik untuk nyabut tu belati, tapi cuma bergerak sedikit aja. Akhirnya kepaksa juga gue pake lagi sedikit tenaga dalam, dan belati itu bergerak sedikit demi sedikit sampe akhirnya berhasil keluar dari sarangnya. Bilah belati itu berwarna kuning mengkilap dengan ukiran naga di kedua bilahnya.
"Aneh juga ni belati, warnanya kek terbuat dari kuningan deh" gumam gue.
Tetiba gue ngerasa ada hawa yang aneh dari tu belati. Seperti ada suatu energi yang berbenturan ama energi gue, cepat-cepat gue masukin lagi tu belati ke sarungnya dan gue kembaliin ke tempat asalnya, gue pun ngelanjutin untuk nyangkul rumput lagi. Usai acara menyangkul rumput selesai, kami pun istirahat sebentar karena hari udah beranjak siang dan sebentar lagi waktu dzuhur masuk.
Setelah shalat dzuhur berjamaah dan setelah makan siang kami pun lanjut ngebersihin saluran air dan bagian belakang rumah. Setelah selesai kami lanjut ngebersihin kolam ikan hias di dekat taman sekaligus ngebenahin taman yang mulai tampak liar itu. Menjelang ashar semua kegiatan bersih membersih usai. Kami pun menyimpan alat yang di gunain buat bersih-bersih lalu ngebersihin badan lalu shalat ashar berjamaah.
Sekarang gue berada di atas balkon sambil duduk di kursi yang ada di sana. Balkon itu adalah balkon kamar dan kamar itu adalah kamar gue, sengaja gue milih kamar itu karena pemandangan yang bisa di liat dari balkon itu adalah pemandangan favorite gue di waktu sore. Sambil duduk gue memandang ke arah langit barat tempat di mana sang matahari bakal kembali ke peraduannya.
Dari arah pintu kamar gue yang kebuka Clara berkata
"Kak Ara boleh masuk?"
"Masuk aja dek, kamar gue juga kamar elu kok" jawab gue tanpa noleh kebelakang karna gue kaga mau kehilangan satu detik pun pemandangan kembalinya sang lampu dunia, meskipun lemandangan itu udah gue saksiin ratusan bahkan mungkin ribuan kali sepanjang kehidupan gue.
"Mandangin apa sih kak, sampe Ara ga di liat" tanyanya sambil melangkah menghampiri
"Mandangin matahari senja dek"
"Huuh mentang-mentang namanya sama kek waktu tenggelamnya matahari"
"Bagi gue seberapa kalipun gue mandanginnya tetap aja matahari senja adalah yang paling indah di mata"
Clara pun duduk di samping gue, sambil ngebawa cemilan keripik kentang dan dua buah soft drink.
"Lu tau dek? Janji matahari itu adalah janji yang paling pasti di bumi ini"
"Emang janji matahari apa kak?"
"Walaupun dia terbenam dan ngebuat gelap satu sisi bumi tapi kehadirannya esok hari untuk kembali nerangin sisi bumi yang gelap adalah janji yang pasti"
"Oo gitu ya kak, Ara baru tahu"
"Dan gue pengen seperti matahari, walapun nantinya gue pergi, tapi gue pergi buat kembali lagi ngedampingi elu, menjadi penerang dalam jalan hidup elu"
"Ah kakak bisa aja" ujarnya sambil ngerebahin kepalanya di pundak gue.
"Elu tau filosofi bunga matahari dek?" tanya gue.
"Engga kak emang apa filosofinya?"
"Bunga matahari selalu memandang ke satu arah yaitu matahari"
"Oo gitu ya kak"
"Dan gue mau kalau bisa, bisa ga elu cuma memandang ke satu arah, hanya memandang gue?"
"Ah kakak, sejak kakak jadi milik Ara, mata dan hati Ara cuma condong ke kakak dan tertutup untuk cowok yang lain, seberapa pun sempurna cowok lain itu"
"Senang gue dengarnya semoga itu bukan cuma ucapan" kata gue sambil ngelus rambutnya yang panjang.
Sore itu matahari pulang ke peraduannya dengan di saksiin gue dan Clara yang sedang di landa asmara.
hendra024 dan 28 lainnya memberi reputasi
29
Tutup