Kaskus

Story

yanagi92055Avatar border
TS
yanagi92055
Muara Sebuah Pencarian [TRUE STORY] - SEASON 2
Selamat Datang di Thread Gue 


Muara Sebuah Pencarian [TRUE STORY] - SEASON 2

Trit Kedua ini adalah lanjutan dari Trit Pertama gue yang berjudul Muara Sebuah Pencarian [TRUE STORY] - SEASON 1 . Trit ini akan menceritakan lanjutan pengalaman gue mencari muara cinta gue. Setelah lika liku perjalanan mencari cinta gue yang berakhir secara tragis bagi gue pada masa kuliah, kali ini gue mencoba menceritakan perjalanan cinta gue ketika mulai menapaki karir di dunia kerja. Semoga Gansis sekalian bisa terhibur ya


TERIMA KASIH BANYAK ATAS ATENSI DAN APRESIASI GANSIS READER TRIT GUE. SEBUAH KEBAHAGIAAN BUAT GUE JIKA HASIL KARYA GUE MENDAPATKAN APRESIASI YANG LUAR BIASA SEPERTI INI DARI GANSIS SEMUANYA.


AKAN ADA SEDIKIT PERUBAHAN GAYA BAHASA YA GANSIS, DARI YANG AWALNYA MEMAKAI ANE DI TRIT PERTAMA, SEKARANG AKAN MEMAKAI GUE, KARENA KEBETULAN GUE NYAMANNYA BEGITU TERNYATA. MOHON MAAF KALAU ADA YANG KURANG NYAMAN DENGAN BAHASA SEPERTI ITU YA GANSIS


SO DITUNGGU YA UPDATENYA GANSIS, SEMOGA PADA TETAP SUKA YA DI TRIT LANJUTAN INI. TERIMA KASIH BANYAK


Spoiler for INDEX SEASON 2:


Spoiler for Anata:


Spoiler for MULUSTRASI SEASON 2:


Spoiler for Peraturan:


Quote:


Quote:


Quote:

Quote:

Diubah oleh yanagi92055 08-09-2020 10:31
totok.chantenkAvatar border
al.galauwiAvatar border
nacity.ts586Avatar border
nacity.ts586 dan 78 lainnya memberi reputasi
77
292K
4.2K
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread52KAnggota
Tampilkan semua post
yanagi92055Avatar border
TS
yanagi92055
#3053
Simpang Jalan
“Kamu saat ini mau gimana mempertahankan hubungan kita Dee?” kata gue.

“Aku mau kita tetap bertahan yank. Ini semua masih bisa dijalanin kok.” Kata Dee.

“Iya, tapi dengan rasa yang udah super dingin ini? Dengan keadaan yang nggak lebih baik?”

“Ya, kita bisa kok memperbaiki semuanya.”

“Perbaikan dari kamu apa? Apa yang mau kamu tawarin lagi Dee?”

“Iyaaaa, kita bisa jalanin ini semua dengan video call, telponan dan kayak yang biasa kita lakuin aja Zi.”

“Tapi mau sampai kapan? Soal wacana untuk kita menikah pun udah nggak pernah kedengaran lagi kan gaungnya di obrolan-obrolan kita?”

“………”

“Jawab Dee, kamu mau nikah kan sama aku?”

“Ya, aku mau yank.”

“Kamu mau dong kalau gitu ikut aku ke ibukota dan membina rumah tangga disana?”

“Itu yang aku beratin yank.”

“Nah, kamu aja nggak bisa tegas sama perasaan kamu sendiri. Kamu sendiri malah memilih galau dan bimbang sama keadaan yang kamu buat jadi susah sendiri ini.”

“Aku nggak tau. Tapi aku nggak mau tinggal di ibukota Zi.”

“Ya terus? Masa aku yang pindah? Aku udah berkecimpung di dunia kerjaku yang sekarang itu udah tiga tahun lebih, dan aku udah punya sertifikasi profesi dibidang ini. Toh juga kalau kamu nanti nikah kan bisa ada SK mutasi mengikuti suami pasti.”

“Iya, kenapa nggak?”

“Lah, sekarang kamu cari disini bidang kerjaku ada nggak kantor yang bukanya? Aku aja jauh-jauh datang dari ibukota kemari karena nggak ada kantor lokal yang bergerak dibidang jasa kayak aku Dee.”

“Iya yank.”

“Nah terus iya gimana? Masa nggak ada solusi? Aku udah nawarin solusi loh. Sekarang dari kamu maunya gimana?”

“Aku sayang sama kamu dan nggak ada lagi yang bisa misahin kita.”

“Ya kita bisa jadi pisah kalau salah satu dari kita nggak mau ngalah.”

“Kamu pindah kesini Zi.”

“Terus aku jadi pengangguran gitu? kamu mau?”

“Ya nggak. Disini kan biaya hidupnya juga lumayan tinggi Zi.”

“Ya justru itu. Aku minimal bisa dapetin yang setara sama kayak yang aku dapet diibukota. Dan itu susah pakai banget untuk dapetin disini. UMP nya nggak sebesar di Ibukota.”

“Tapi kan nggak melulu soal pendapatan Zi.”

“Lah kamu gimana sih nggak konsisten bener? Tadi bilangnya nggak cukup karena biaya hidup disini tinggi? Sekarang bilangnya bukan soal pendapatan. Terus yang bener yang mana yank?”

“Tau lah aku juga bingung sendiri jadinya.”

Gue sedang berada di Padang karena ada pekerjaan didaerah sana. Gue set berangkat hari jumat biar bisa pulang minggu. Jadi sehabis pekerjaan selesai gue bisa main kerumah Dee. Gue udah kenal dengan seluruh keluarganya. Bapaknya juga gue udah kenal, pertama kali ketemu waktu wisudanya dia. Walaupun kali ini beliau tidak sedang ada dirumah, melainkan ada di tempat kerjanya di Sawah Lunto sana.

Gue menikmati jalan-jalan gue dengan Dee, menggunakan kendaraan miliknya. Kami mengunjungi beberapa tempat yang seru-seru. Dari mulai pusat perbelanjaan sampai dengan wisata-wisata alam. Kami sempat main juga ke Danau Singkarak, dan juga main ke Danau Maninjau. Dulu waktu kecil, mungkin sekitar kelas 3 SD kali ya, gue pernah diajak oleh keluarga dari bokap mengunjungi Danau Maninjau ini. Mungkin saat gue kecil sampai saat gue mengunjunginya bersama Dee, kondisinya udah agak berbeda ya.

“Dee, kamu sadar nggak sih hubungan kita ini udah nggak sesempurna dulu?”

“Hmmm.. kayaknya nggak deh Zi. Kita normal-normal aja kok.”

“Yakin kamu?”

“Yakin Zi. Emang kenapa sih?”

“Kamu tuh sadar nggak sih kita seringkali kehabisan bahasan kalau lagi ngobrol? Seolah semua bahasan udah kita omongin semuanya?”

“Iya sih, aku kadang juga ngerasa kayak gitu, tapi aku sih mikir positif aja selalu yank, jadinya semua oke-oke aja.”

“Oke-oke aja kalau cuma buat pembenaran mah percuma dong Dee.”

“Pembenaran gimana maksud kamu?”

“Iya, kamu sebenarnya juga ngerasa ada yang nggak beres dari hubungan ini. Ada yang hilang. Tapi kamu tutupin semuanya biar selalu merasa nggak ada yang salah dari keadaan yang sedang kita jalanin ini.”

“Jujur sih sebenarnya emang kayak gitu yank. Tapi aku udah terlalu sayang sama kamu. Aku terlalu takut pisah sama kamu. Dan ya, aku akuin emang aku juga banyak salah, aku selama bertahun-tahun bareng sama kamu itu banyak egois. Kamu terlalu banyak ngalah sama aku. Dan itu juga yang bikin aku jadi ketergantungan sama kamu. Aku selalu ngandelin kamu yank.”

“Nah itu kan yang selalu aku bilang sama kamu yank. Semuanya nggak bisa diandelin cuma dari aku. Hubungan ini kan hubungan dua arah. Jadi harus ada keseimbangan. Jangan beban beratnya ada di aku doang. Jadinya kamu terbiasa kayak gitu. Mungkin salah aku juga terlalu banyak ngasih buat kamu.”

“Tapi makasih ya yank udah selalu ada buat aku selama ini. Aku tuh nggak kebayang kalau dulu nggak ada kamu. Bisa-bisa skripsi aku nggak beres tepat waktu, bisa bisa juga aku nggak bisa ikutan interview dan nggak ada ditempat kerja aku sekarang, dan semua kebaikan kamu lainnya yang nggak bisa aku sebutin semua. Ini yang bikin aku sayang banget sama kamu. Perhatian kamu, kemampuan kamu bikin aku nyaman, dan semua hal positif lain yang bikin aku sangat nggak rela buat pisah sama kamu.”

“Nah yaudah kalau gitu. Tinggal pindah aja kan apa susahnya sih yank?”

“Ini yang juga aku berat yank. Aku nggak nyaman tinggal di ibukota yang selalu bising, terlalu banyak polusi, banyak teman-teman yang nggak ngenakin kayak teman-teman aku di jurusan dulu, banyak fakenya mereka tuh, dan segala masalah yang banyak banget. aku nggak bisa tentram dengan keadaan kayak gitu. Aku nyaman disini yank.”

“Ya kan kamu tinnggalnya sama aku nanti. Masa kata kamu dengan segala kenyamanan yang aku kasih, masih nggak cukup juga buat nutupin efek-efek negatif yang ditimbulin sama ibukota?”

“Mungkin bisa ya yank, tapi entah kenapa, hati aku nggak tergerak sama sekali untuk tinggal disana.”

“Ya berarti itu sama aja bohong dong. Mau kamu kayak gimana kan tetap aja nggak akan bisa bersatu sama aku yank.”

“Kamu inget kan ada yang pernah bilang, sekejam-kejamnya ibu tiri, lebih kejam ibukota.”

“Itu lawakan Warkop sayang. Hahaha. Terus kenapa?”

“Nah itu dia yang aku rasain yank. Aku ngerasa nggak pas aja tinggal disana. Terlalu banyak drama disana. Nggak ramah sama aku.”

“Itu perasaan kamu aja kali yank.”

“Beneran Zi, aku lebih tenang aja tinggal disini.”

“Oke, terus sekarang gimana? Kalo kamu mau menetap disini, ya artinya kita nggak akan bisa barengan. Tapi kalo kamu memastikan mau ikut aku tinggal disana, ya itu artinya kita pasti jadi nikah.”

“Pilihan yang berat banget.”

“Dan aku udah nanyain ini berulang-ulang kali.”

“Aku bingung Zi. Balik lagi ke bahasan kita jadinya kan.”

“Iya, sebelum semuanya terlambat, aku mau kamu nentuin sikap. Aku tunggu ya yank. Kamu mau perjuangin mertahanin hubungan ini, atau kamu pilih tinggal disini dan artinya semuanya harus berakhir.”

“Berakhir? Kok gitu sih kamu? Kan kita bisa jalanin ini walaupun saling jauhan.”

“Nggak abis-abis deh bahasan kita, muter-muter situ-situ aja Dee. Sekarang gini, kalau misalnya kita LDR, walaupun kita nikah ntar, kalau kita punya anak, mau ikut siapa dia? Terus apa nanti kamu nggak takut kalau anak kita nggak kenal salah satu dari kita? LDR kita itu ongkosnya lumayan gede yank. Bukan LDR yang bisa ditempuh jalan darat dua atau tiga jam doang. Beda pulau, beda kultur, beda gaya bersosialisasi masyarakatnya. Ya kan?”

“Aku juga udah mikirin kok yank. Tapi apa nggak mau dicoba dulu aja?”

“Nikah kok coba-coba, emangnya barang elektronik. Nggak bisa yank. Ini keputusan besar banget. Aku cuma mau ada pernikahan satu sekali seumur hidup aku. Kamu juga dong pastinya mau kayak gitu?”

“Iya, dan aku berharap itu terjadinya sama kamu.”

“Nah yaudah. Pindah ya?”

Dee nggak berkata apapun. Dia hanya memeluk gue dan kemudian menangis. Cukup lama dia menangis. Gue tau dia bimbang banget untuk membuat keputusannya. Kalau gue udah jelas, gue nggak akan meninggalkan ibukota. Karena posisi kantor gue bukanlah kantor yang besar seperti kantor Dee. Dan profesi gue sangat spesifik, jadi nggak bisa ditemui disembarang tempat.

Gue kembali ke hotel dan juga diikuti dengan dia. Kami berdua berjalan dalam diam. Bukan lagi ribut, tapi kami sedang bingung menyikapi hubungan kami. Gue kemudian mandi dulu. Ketika gue mandi, Dee tiba-tiba ikut bergabung. Dibawah guyuran shower kami berpelukan dan nggak sadar gue meneteskan air mata. Gue nggak mau banget pisah sama dia. Begitu juga dia. Lalu setelah berpelukan agak lama tersebut, kami lanjutkan dengan permainan satu ronde dibawah guyuran air hangat.

Selesai mandi, kami langsung lanjutkan pertarungan di atas kasur. Dee yang biasanya kalem, berubah menjadi sangat agresif dan selalu memegang kendali permainan. Kami bertarung dengan cukup hebat sampai 5 ronde. Di ronde terakhir, Dee menangis tersedu-sedu.

“Aku nggak mau pisah sama kamu yank. Aku sayang kamu banget.” katanya sambil terisak.

“Aku juga. Aku nggak ngebayang kalau nggak ada kamu. Aku udah terbiasa bertahun-tahun bareng sama kamu.”

Dee gue antarkan pulang kerumahnya. Nggak mungkin dia gue ajak nginep. Adanya ntar orangtuanya curiga. Hahaha. Diperjalanan kami mengobrol selayaknya baru pacaran sekitar dua minggu. Bahasan-bahasan ringan jadi terasa sangat berharga karena momen kebersamaan kami sangat singkat karena besok gue harus udah balik ke ibukota lagi.

--

Gue merasa hampa menjalani hari-hari gue berikutnya setelah kedatangan gue ke Padang beberapa waktu lalu. Gue nggak berhasil membujuk Dee. Walaupun Nindy selalu nemenin gue, tapi tetap aja ada yang hilang. Makin kesini gue sadar terlalu banyak kekosongan yang nggak bisa di isi Nindy. Gue masih merasa kurang dan terus berkurang. Yang tadinya gue mau jadikan cadangan rencana ketika gue nggak berhasil dengan Dee, menjadi agak berkurang juga keseriusan gue.

Selama itu pula percakapan dengan siapapun menjadi nggak menarik. Sama Dee hambar, sama Nindy yang semakin gue kenal juga jadi makin hambar. Terlalu banyak kekurangan di Nindy yang semakin gue ketahui. Dan ini membuat gue jadi ragu, apa iya Nindy adalah sosok tepat yang akan menggantikan Dee. Atau gue yang harus mengalah demi memuluskan rencana gue dengan Dee untuk ke jenjang berikutnya?

Ah gue bingung banget waktu itu.

sampeuk
hendra024
itkgid
itkgid dan 29 lainnya memberi reputasi
30
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.