Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

EnisutriAvatar border
TS
Enisutri
Cinta Sepekan
Cinta Sepekan

Quote:


****


Ponselku berdering tanda notifikasi muncul, kuintip ponselku yang sedari tadi tergeletak diatas ranjang. Ada sebuah pesan

"Assalamu'alaikum, aku Zahir duda, punya anak kembar, ingin mencari pendamping yang serius aja. Jika berkenan aku mau berkenalan, jika tidak abaikan pesan ini."

Seketika mataku terbelalak memandangi layar ponsel, rasa curiga bercampur aduk langsung saja aku menghampiri mbk iparku yang masih asyik memasak sambil mendendangkan lagu dangdut dibarengi tarian yang entah dia ciptakan sendiri atau justru plagiat tapi gagal total. pokoknya yang ada melihat atraksi komedi bukan melihat diva sedang menyanyi.

"mbk Imah... ini pasti ulah mbk Imah"sambil menyodorkan ponsel yang kubawa tadi

"Apa sih nduk?" matanya menyipit melihat dengan seksama ponselku.

"Alhamdulillah akhirnya usaha mbk gak sia-sia ada yang mau ngajakin kamu serius itu nduk, udah cepetan dibalas, jangan kelamaan, nanti keduluan yang lainnya, mbk udah gak sabar dapat adik ipar ini. Kamu udah kelamaan menjomblo umurmu udah pangkat 3 lho".

"Jadi, beneran ini ulah mbk Imah? Mbk...." belum sempat aku bicara mbk Fatimah udah memotong pembicaraanku.

"Nduk kali ini dengarkan mbk!" Wajah serius mbk Fatimah yang jarang aku lihat selama ini

"Nduk apa salahnya dicoba dulu, kenalan kan belum tentu langsung suruh menikah hari ini juga to, kalo gak cocok juga bisa mundur, siapa tahu ini memang jodoh yang dikirim Allah buat kamu, tentang statusnya duda atau perjaka itu gak masalah yang penting pertama agamanya". Jelas mbk Fatimah, aku lalu dia. Tanpa kata apapun aku melangkah gontai menuju kamarku.

Kupandangi chat dari nomor tak bernama itu, dalam hati berkata "Zahir, okeylah aku akan coba mengenalnya." Aku mengikuti saran mbk Imah.

Ku balas chat itu "Wa'alaikumsalam, maaf saya lama balesnya jujur saya terkejut mendapat chat darimu. Kalau memang berkenan silakan berkenalan dulu tak apa-apa. Tujuanku juga serius mencari pendamping hidup". Isi chat tersebut sangat kaku.

Selang beberapa detik ponsel berbunyi, dia membalasnya lagi "Terimakasih, boleh saya telpon kamu?"

Aku berfikir agak lama akhirnya kumengiyakan. Tak lama ponsel berdering tanda panggilan masuk. Rasa gemetar tanganku meraih ponsel.

"Assalamualaikum, ini Ranum ya?." Suara serak dan sedikit berat terdengar merdu membawaku pada lamunan

"Wa....wa'alaikumsalam, iya benar, kamu eh gmn aku panggilnya?"

"Panggil Zahir biar lebih akrab, lagian kita kayaknya masih sebaya, umurku 28 tahun, kamu?"

"Apa? Aku, em...aku sudah 31 tahun." Aku agak malu menyebutkan umur karena usiaku dibilang sudah kadaluwarsa.

"Oh jadi kita selisih 3 tahun ya?"

"Iya, tapi aku lebih tua dari kamu? bagaimana?"

"Gak masalah buatku, yang penting mau aku ajak ibadah dan dalam hal kebaikan"


Lama kami terdiam saling menunggu satu sama lain membuka obrolan lagi, tapi tetap saja hening. Lalu dia kemudian mulai berbicara lagi

"Ranum, aku orang to the point aja ya, niat aku serius sama kamu, aku tidak mau pacaran aku maunya langsung menikah aja."

"Apa?"aku agak gugup karena Zahir tidak suka basa basi

" tapi apa kamu sudah yakin memilih aku, kamu kan belum kenal aku seperti apa?"

"Inshaa Allah aku yakin, jadi kamu siapnya kapan nanti aku akan ketempatmu untuk melamarmu."

" Tapi, kamukan belum tahu tentangku, misalnya saja biodataku."

"Aku sudah tahu kok, kan sudah dapat bio datamu, nama,alamat, nama ayah, cita citamu, semua aku tahu dari biro jodoh online"

"hah??" Aku kaget seingatku aku tidak pernah mengikuti ajang biro jodoh, aku berpikir keras jangan-jangan waktu itu, yah aku ingat waktu itu mbk Imah memintaku menulis biodata selengkap-lengkapnya alasannya untuk mencarikanku pekerjaan, oh ternyata mbk Imah dibalik semua ini.

"Halo, kamu masih dengar suara aku?"

"Iiya...ya aku dengar kok!"

"Ya sudah nanti disambung lagi, aku mau tugas dulu."

"Tunggu sebentar!, aku mau tanya kamu duda karena bercerai atau istri meninggal?"

"Istri aku meninggal waktu melahirkan si kembar, oh ya aku kirim foto anak-anakku ya."

Aku memandangi ponsel ku buka chat di wa, aku menerima foto anak kecil mungil dengan bola mata bulat, cantik sekali.

"Ya aku udah lihat anak-anak, anak-anak sekarang sama siapa kalau kamu kerja?"

"kalau aku kerja sama pengasuhnya, okey udah dulu ya nanti disambung lagi, assalamualaikum."
Ia mengakiri salam dan aku membalas salam itu seketika itu tlp mati. Aku masih terpaku sambil menggenggam ponselku.

Ke esokan harinya, pagi-pagi aku sudah mendapat wa darinya , "assalamualaikum, kamu lagi ngapain?".

Entah kenapa hati ini mulai berdebar membaca pesan itu, lalu kubalasnya.

****


Selama empat hariberurut-turut, kami hanya ngobrol lewat pesan saja. Tapi itu sudah cukup membuat aku bahagia, dan aku sudah mulai menyukainya. Ya...aku sudah jatuh cinta.

Hari kelima, aku memandangi ponsel berharap dapat pesan darinya, tapi tidak. Rasa kangen mulai muncul dengan tiba-tiba. Tapi tetap saja aku tidak berani menulis pesan terlebih dahulu.

Hari keenam, aku bercerita kepada mbk iImah tentang Zahir dan sejauh mana kami merencanakan pernikahan yang dibilang dadakan. Belum bertemu, aku sudah mantap, yang kutahu hanya namanya dan nama kedua anaknya selebihnya aku tidak tahu apapun.

Mbak imah menyarankan. aku untuk bicara ke Bapak, tapi sebelm itu mbk Imah memintaku untuk menanyakan identitasnya lengkap karena hanya itu yang bisa mdnjadi gambaran dan acuan.

Hari ketujuh, sudah dua hari kami tidak komunikasi, akhirnya aku memberanikan diri untuk langsung meneleponnya. Panghilan siara aktif telepon berdering namun tiba tiba panggilan ditolak. Aku penasaran aku ulangi panggilan telpon lagi. Tapi tetap saja ditolak.

Aku mulai khawatir selang beberapa detik wa darinya

"Hmm"

"Kamu lagi ngapain, kok telponku gak diangkat?"

" Aku lagi nyantai, wa aja ya, aku lagi gak pengen terima telpon"

"Lho kenapa, aku mau bicara kan lebih enak bicara langsung dari pada nulis pesan."


Ada perasaan aneh yang aku pun tidak bisa menggambarkannya. Aku mulai tidak yakin bahwa Zahir ini bener-benar serius.

"Oh ya anak-anak mana?" Ku mulai menanyakan anaknya lewat chat

"Dah tidur"

"Fotoin ya, aku mau lihat mereka"

"Ah ribet."


"Lho kok gitu, aku hanya minta foto, aku pengen lihat, aku memang suka sama anak-anak. Ayolah fotoin, oh ya mana biodata kamu? Kok gak kamu kasih sih?" bujukku

" kamu ini belum menikah sudah minta ini itu."

"Apa?" Aku terkejut dengan balasanya itu.
"Lho aku minta apa to? Kan katanya kamu serius sama aku, aku cuma minta biodata dan fotoin anakmu. Kok kamu bilangnya begitu,

"Akhir bulan ini kan aku ketempatmu nanti tahu sendiri to."


"Lho ya gak gitulah, aku kan belum bilang sama bapakku, makanya aku minta biodata sama kamu, la terus apa yang harus kuceritakan sama bpk, aku aja hanya kenal namamu tak lebih dari itu."

"kamu itu ribet ya"

"okey kalau emang kamu gak mau kasih data ke aku, aku tak mundur aja dari perkenalan kita, apalagi kamu bilang aku suka minta hal-hal yang aneh, menurutku itu wajar lho. Aku malah ada kesan curiga sama kamu."

" Jadi kamu mundur berarti selama ini modusin aku, kamu php aku ya?."

"Mana ada aku serius kok, justru aku itu ragu sama kamu".

" ya udah gak usah wa aku lagi, bye...".


Seketika nomorku sudah diblokir, dan aku mencoba menulis pesan terakhir entah itu terkirim atau tidak

" aku minta maaf, selama ini aku percaya sama kamu, sudah kugantungkan harapan kepadamu, dan ada ruang kosong yang aku khususkan untuk kau tempati di hatiku, tapi seketika kamu telah menghancurkannya. Biarlah Allah nanti yang menjelaskan bahwa selama ini aku tidak penah mempermainkanmu, wakaupun cuma sepekan tapi tetap saja kamu punya tempat terindah disini wassalamu'aikum".


Quote:
Diubah oleh Enisutri 06-07-2020 16:31
teguhwidiharto
bukhorigan
dewisuzanna
dewisuzanna dan 48 lainnya memberi reputasi
47
18.4K
457
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.6KThread43KAnggota
Tampilkan semua post
EnisutriAvatar border
TS
Enisutri
#73
Part 11 Keputusan
Aku dan Lendra sering berhubungan lewat telpon dan chat, tapi jujur perasaanku biasa saja dengan Lendra, dia, aku anggap seperti teman biasa bukan sebagai calon suami aku.


Mungkin ini masih permulaan, semua butuh proses. witing tresno jalaran soko kulino mungkin Bisa jadi seperti pepatah tersebut.


***


Hari ini aku masih mengajar di kelas tiba-tiba ponselku berdering tanda panggilan masuk.


“Assalamualaikum, iya Mas Len, ada apa?” kataku membuka percakapan.


“Wa’alaikumsalam, ini aku dapat undangan untuk peresmian rumah sakit, hari Minggu besok, kamu bisa kan tenenin aku?” tanya Lendra.


“Besok ya? Inshaa Allah, jam berapa?” tanyaku.


“Jam 8 pagi, nanti aku jemput, kamu siap-siap, oh ya kamu punya high heel kan?” tanya Lendra.


“High heel? Iya aku ada” kataku.


“Nanti pakai ya, sekalian kamu tahu kan apa kostum yang cocok buat acara seperti itu,”


“Iya Mas,” Lendra menyudahi telponnya.


“high heel? Bisa gak ya aku pake itu,” kataku dalam hati.


Sampai di rumah, aku lalu masuk ke kamarku, aku mencari sepatu yang aku maksud, tapi tidak ketemu. Tanpa aku tahu Mbak Imah masuk kamarku.


“Cari apa sih, nduk?” tanya Mbak Imah penasaran.


“Itu lho Mbak Imah, sepatu high heel-ku,” kataku masih sambil mencarinya.


“Apaan itu? Tanya Mbak Imah lagi


“Sepatu berhak tinggi, Mbak.” kataku


“Oalah sepatu jinjit to? Buat apa? Tumben kamu nyariin?” tanya Mbak Imah.


“ Minggu besok, Lendra ngajakin aku dateng keperesmian gedung rumah sakit, jadi aku suruh pake pakean yang gak biasa Mbak,”


“Gak biasa gimana? Apa gak sama aja kalo kita kondangan?” tanya Mbak Imah


“Iya Mbak, hampir sama kok,” jawabku.


“Kalau begitu, pake aja gamis yang kamu beli kemaren itu,” ucap Mbak Imah.

“Mbak Imah, ini buka acara pengajian Mbak, masa disuruh pake gamis sih? Ini lebih ke pakaian formal Mbak,” aku menatap Mbak Imah yang masih kurang mengerti.


“Nah, akhirnya ketemu juga,” kataku sambil memegang sebuah kotak sepatu. Aku mulai mencoba sepatu itu, agak sempit sih menurutku, mungkin karena aku hampir tak pernah memakainya. Sepatu itu hanya aku pakai sekali waktu wisudaku.


***


Minggu pagi, sekitar pukul 08.00, aku sudah dijemput Lendra, aku berpamitan sama Bapak, Mas Farhan dan Mbak Imah, begitu pula Lendra. Sejauh ini hubunganku dengan Lendra baik-baik saja. Mudah-mudahan sampai kedepannya seperti itu.


Mobil Lendra melaju, sampailah di depan gedung aku turun dan menunggu Lendra yang memarkir mobil. Sepatu yang aku pakai kurang nyaman. Aku berjalan pelan-pelan karena berhati-hati takut aku keseleo.


Lendra menghampiriku dan memintaku untuk menggandengnya. Awalnya aku kikuk, tapi ya sudahlah aku coba, langkah Lendra lebar jadi aku keteteran mengimbanginya. Aku dan Lendra masuk ke dalam gedung.


Sudah banyak orang yang ada didalam gedung, semua laki-laki memakai setelan jas lengkap dengan dasi, ya seperti yang dipakai Lendra, dan perempuannya banyak memakai gaun gelamor, ada juga yang memakai pakaian formal sepertiku. Tak ku sangka acara pembukaan semewah itu, ada berbagai macam makanan yang dihidangkan, dan juga tak ketinggalan iringan musik band ternama menggema didalam gedung.


“Ayuk, Ranum, kita ambil makan,” ajak Lendra.


Aku mengikutinya, kali ini jalanku agak sedikit pincang karena sepatuku sudah mulai membuat kakiku lecet, menyiksa sekali.


Aku mengambil sepiring makanan, aku masih bingung karena di gedung itu tidak ada kursi sama sekali.


“Ayo, dimakan Ranum, jangan diem aja,” ajak Lendra.


“Sambil berdiri?” kataku menyakinkan.


“Ya, iya dong, namanya juga pesta gedung, mana ada kursi,” kata Lendra sedikit tinggi nada suaranya.


Aku melirik disekitarku, semua melakukan hal yang sama yaitu makan sambil berdiri. Pemandaangan yang baru pertama kali aku lihat.


Tiba pada acara penyerahan kunci kepada direktur utama rumah sakit, nama Lendra dipanggil, ia maju kedepan untuk menyerahkan kunci tersebut. Lendra adalah pemegang tender pembangunan rumah sakit itu. Aku juga baru tahu setelah diumumkan.


Acara telah selesai, tapi Lendra masih asyik ngobrol dengan teman-temannya, anggap saja aku dicuekin. Akhirnya aku memutuskan untuk ke toilet saja. Sebelum aku masuk toilet, terdengar beberapa perempuan bercakap-cakap, aku tadinya tidak begitu memperhatikan tapi setelah mereka menyebutkan nama Lendra, aku penasaran.


“Mas Lendra keren ya, masih muda tapi dia sudah jadi kontraktor sukses,” kata salah seorang wanita itu.


“Iya betul, eh tadi kalian lihat tidak perempuan yang sama mas Lendra?”


“Oh yang gandeng Mas Lendra tadi to?”


“ya ampun penampilannya, jomplang banget sama Mas Lendra ya, aku tuh memperhatikan dari sepatu, baju dan kerudungnya merk pasaran semua, dia juga gak bawa tas sama sekali, kok pede banget ya dia? Jadi bukan berasa pasangan tapi pantesnya pe****tu,”.



Aku hanya mematung didepan pintu toilet setelah mendengar percakapan mereka. Rasanya aku pengen masuk terus aku omelin mereka yang menghinaku, tapi, aku urungkan, karena takutnya membuat malu Lendra. Kuputuskan untuk balik lagi ke ruangan sambil menahan kekesalan.



“Dari mana kamu?” tanya Lendra.


“Aku habis dari toilet, bisa kita pulang sekarang Mas?” kataku mengajaknya pulang.


“Waduh, teman-temanku ngajak party ini, belum acara puncak,” kata Lendra.


“Tolong Mas, antar aku pulang dulu,” kataku memohon.


“Maaf Arum, kamu naik taksi aja ya, ini aku kasih uang buat bayar taksi.” Sambil menyodorkan uang 100 ribu rupiah.
Aku geram sekali, kutarik tangan Lendra, kuajak dia keluar gedung.


“Ranum, apaan sih kamu, malu dilihat orang,” kata Lendra.


“Kenapa mesti malu, kamu juga sebenarnya malukan ngajak aku kesini kan?, aku nyesel ikut kamu kesini, aku sudah berusaha mengikuti apa maumu, ini lihat aku harus merubah penampilanku demi kamu, harus pakai sepatu model begini,” aku mencopot salah satu sepatuku dan mengacungkan ke arah Lendra, dan terlihat kakiku berdarah karena lecet.


“Banyak perempuan didalam sana menghina penampilanku, bajuku sepatuku gak bermerk, jadi, semuanya ngangep merk itu penting kah?” kataku mulai marah.


“Harusnya kamu gak boleh marah dong, mereka mengatakan yang sebenarnya,” kata Lendra dengan nada tinggi mengimbangi kemarahanku.


“Oh jadi, kamu juga sama saja, menghormati orang karena apa yang pakai mahal semua, okey kalau begitu, sekarang sudah terjawab semuanya, dari awal ada yang mengganjal dalam pikiranku tentang kamu, syukur aku cepet sadar, dan mulai sekarang aku mundur dari perjodohan ini, satu lagi, aku masih punya uang buat bayar taksi,” kuraih tangan Lendra dan uang itu aku taruh ditelapak tangannya sambil berlalu meninggalkannya.


Aku berjalan pincang di pinggir trotoar, akhirnya aku lepas semua sepatu dan berjalan tanpa alas kaki. Rasanya sakit dan perih. Untung saja taksi segera datang.


Sampai dirumah aku masuk ke kamar dengan perlahan agar Mbak Imah atau Bapak yang sedang tidur siang tidak terbangun, dan melihat keadaanku yang menyedihkan.

Aku mengunci kamar dan menangis.


***


Tiga hari setelah insiden itu, aku tidak lagi menghubungi Lendra, begitu pula sebaliknya. Namun, keluargaku belum tahu kalau aku telah memutuskan perjodohan ini.


Malam hari sekitar pukul 20.00 ada suara mobil yang berhenti di halaman rumahku. Aku intip dari kaca, aku terkejut, orang tua Lendra datang ke rumah.


Aku membukakan pintu, dan mempersilahkan orang tua Lendra masuk. Jantungku berdetak kencang, aku mengira orang tua Lendra sudah tahu aku telah memutuskan perjodohan ini. Tapi, ternyata tidak.


“Oh, ya nak Ranum, Bapak ada kah?” tanya Pak johan


“Maaf pak, Bapak lagi keluar tadi dapat undangan manaqipan di desa sebelah,” kataku


“Ya sudah kami bicara sama kamu saja ya nak Ranum,” kata pak John dan aku mengangguk pelan.


“Kemarin Bapak sama Ibu sudah bicara sama Lendra, tentang rencana pernikahan kamu dan Lendra, katanya kamu minta untuk segera melangsungkan akhir bulan ini,”


“Apa? Mas Lendra bilang begitukah pak?” tanyaku terkejut.


“Iya, kok nak Ranum kelihatannya kaget,” kata Pak Johan dibarengi dengan senyuman.


Belum sempat aku menjelaskan Pak Johan sudah memototong pembicaraan.


“Langsung saja kalau begitu nak Ranum, kami kesini ini juga atas usulan Lendra juga, tadinya mau Lendra sendiri yang kesini, tapi dia ada proyek jadi tidak bisa kesini.


Aku makin penasaran dengan apa yang direncanakan Lendra melalui orang tuanya, aku mendengarkan dengan seksama penjelasan Pak Johan.


Kemudian Pak Johan mengeluarkan beberapa lembar kertas yang penuh dengan tulisan entah isinya apa aku tidak paham.


“Nak Ranum, ini kami bermaksud memberikan kebijakan kepada nak Ranum, semuanya sudah tertulis disini, Lendra yang menulisnya, kami sudah membacanya juga, dan kami menyetujuinya juga,” kata Pak Johan.


“Maaf Pak, ini apa ya? Tanyaku bingung.


“Ini adalah perjanjian pranikah nak Ranum, antara lain mengatur pembagian warisan, karena Lendra asetnya banyak jadi harus bikin seperti ini nak Ranum, kalau keluarga kami sudah biasa menggunakan ini, biar nanti kalau ada apa-apa ada bukti hitam diatas putih,” tutur Pak Johan


Seketika nafasku sesak, mendengar penjelasan Pak Johan tentang perjanjian pranikah.


“Nak Ranum, boleh baca dulu, nanti terus tanda tangan,”


Aku hanya diam memandangi kertas yang ditaruh di atas meja, aku tidak bergerak
sama sekali.


“Nak Ranum, ayo tanda tangani,” kata Pak Johan sambil menyodorkan pulpen.


“Maaf Pak, saya tidak bisa menandatangani surat perjanjian pranikah, bagi saya menikah itu adalah ibadah, bukan suatu perjanjian. Perjanjian pranikah hanya digunakan untuk antisipasi jika nanti tidak ada kecocokan. Jadi, intinya membuat perjanjian pranikah sama saja tidak percaya dengan ikatan pernikahan. Saya menganggap ikatan pernikahan adalah suci, suami maupun istri tahu apa hak dan kewajibannya,” ucapku tegas namun batin menangis.


Bersambung

Home
Diubah oleh Enisutri 14-12-2019 20:45
Indriaandrian
bremmakibo
indrag057
indrag057 dan 7 lainnya memberi reputasi
8
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.