Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

shopia2005Avatar border
TS
shopia2005
Cinta Pada Pelukan Pertama
Cinta Pada Pelukan Pertama

Prololog!

Putri, gadis 17 tahun, mencintai Diyar, seorang pria yang berumur lebih dewasa, cinta tulus, penuh derai air mata, di mana kita akan paham, jika jodoh hanya Tuhan yang bisa melukiskan takdirnya. kisah itu terjadi ketika Diyar secara tak sengaja memberikannya pelukan pelukan.

Ketulusan, pengorbanan, makna dari cinta sejati tersaji manis di sini.

Dalam kisah manis "Cinta Pada Pelukan Pertama"


🌸 🌸 🌸

"De, main dong kerumah, istri abang baru lahiran." Bang Zainal kakak angkatku sewaktu di asrama.

"Kapan kapan ya bang, minta no HP aja deh nanti kalau ada waktu luang ade usahain mampir." kataku dengan tak enak hati.

"Eh iya ada salam dari kak diyar,tadi sebelum berangkat bilang kalau ketemu putri minta di salamin. "

Deg jantungku berdetak cepat ketika bang zainal menyebut nama Diyar.

Lamunanaku melambung ke sepuluh tahun yang lalu.saat untuk pertama kalinya aku merasakan jatuh cinta,ya cinta pada pelukan pertama.

Bang Diyar adalah kakak pertama dari bang zainal dan rosma adik perempuan bang zainal yg semasa SMA sekelas denganku.

Saat itu semua keluarga bang zainal bilang kalau kak diyar itu punya kelainan.karna tak pernah ngomongin perempuan sampai dia lulus dari UI, apalagi punya pacar. itu juga yang membuat aku plus teman segenk waktu di asrama penasaran seperti apa sosok cowok yang di kabarkan suka sesama jenis itu.

Dalam bayanganku bang Diyar itu pasti kemayu, atau agak agak melambay gitu.

Hingga suatu malam saat libur semester aku menginap di rumah bang Zainal karna aku dan Rosma teman akrab. ibunya pun sayang banget sama aku,bahkan sempat bilang aku bakalan di jodohin sama bang Zainal.

Malam itu baru menunjukan pukul 19,00 WIB
Dengan hanya menggunakan tanktop plus celana ketat pendek aku tiduran di kasur sambil baca majalah remaja pavoritku saat itu.
Tiba tiba ada yg menindihku sambil berkata.

"De, tuh oleh oleh Jogja dah abang beliin, tapi Abang kangen boleh peluk ya?"

Aku kaget setengah mati karna selain kakak lelaki ku aku tak pernah dipeluk sama orang lain.

"Lagian siapa suruh pulang gak ngasih kabar dulu." katanya sambil terus memeluku dari belakang.

Karna susah bernafas maka dengan sekuat tenaga aku melepaskan diri dari pelukannya.

"Maaf bang, aku Putri bukan Rosma."kataku pelan sambil menarik selimut untuk menutupi tubuhku. mata bang Diyar terbelalak, kaget campur malu nampak jelas di wajahnya.

"Maaf ya, aku kira kamu Rosma," katanya mengulurkan tangan.

"Kenalin aku Diyar abangnya Rosma."

Aku menerima uluran tangannya,kami berjabat tangan lama sekali.

"Eh mana Rosmanya?".

"Mandi bang." kataku pelan.

"Ya udah kalau gitu abang keluar dulu ya. maaf yg tadi jangan di masukin hati."

Bang Diyar pun keluar kamar, tinggal aku yang tak habis pikir. masa iya cowok ganteng, cool kayak bang diyar belum punya pacar.

Hilanglah sudah prasangkaku tentang sosok kemayu itu, yang ada Diyar yang memeluku tadi bertubuh atletis, manis plus mata hitam dan senyum yg memamerkan gigi putihnya makin menambah kesan betapa menawannya sosok yang kutau kurang normal itu.

Sepanjang malam itu aku tak bisa tidur, entahlah aku tak bisa melupakan pelukan bang diyar tadi.

"Ngelamun deh..! Udah ketemu Rosma belum?"

"Eh iya lupa , belum bang, Rosmanya di mana ya?"

hatiku bersyukur karna bang Zainal mengalihkan pembicaraan.

emoticon-Sundul Up

Insya Allah lanjut part selanjutnya hari ini, di sakeb ya sis, gan, biar mimin cemungut nulisnya emoticon-Peluk
Diubah oleh shopia2005 12-11-2019 01:47
someshitness
NadarNadz
nona212
nona212 dan 19 lainnya memberi reputasi
20
12.9K
103
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.7KThread•43.1KAnggota
Tampilkan semua post
shopia2005Avatar border
TS
shopia2005
#60
Aku Ikhlas Dimadu, Mas!
Cinta Pada Pelukan Pertama




Dengan agak terhuyung aku berjalan ditemani bang Diyar.
Perlahan kubuka kembali kamar tempat rawat inap mas Irwan. Saat pintu terbuka semua mata tertuju kepadaku namun tak kuperdulikan semuanya.

Kutatap wajah suamiku yang tertidur pulas, selang oksigen dan selang infus melingkar di pergelangan tangan dan wajahnya.

Nafasnya nampak berat, dadanya turun naik hingga terdengar suara seperti orang yang mendengkur.

Melihat kedatanganku Risma beringsut dari sisi suamiku, aku menatapnya dan kuanggukan kepalaku.

Baru kusadari ternyata suamiku sekurus ini, separah inikah kamu mas, kenapa kau tak menceritakan penyakit ini kepadaku?"batinku.

Aku menangis kuraih tangannya, kucium perlahan.

"Dek." Kelopak mata mas Irwan nampak bergerak, mungkin dia terbangun karna mendengar isakku.

"Mas, ini aku Putri, istrimu." ucapku sambil tak berhenti mencium tangannya.

Mas Irwan mengangguk dia tersenyum manis kearahku, wajahnya yang tirus, matanya yang cekung menunjukan jika kata-kata bang Diyar benar bahwa suamiku terkena gagal ginjal stadium ahir.

Perlahan kukecup keningnya, hingga tetesan air mataku jatuh si wajahnya.

Risma menatap kami, kulihat dia menyeka air mata yang mengalir dipipinya. Entah komando dari siapa semua keluarga besar meninggalkan kami ber empat diruangan itu.


🌸 🌸 🌸

"Bang." Dengan suara pelan mas Irwan melambaikan Tangannya kearah bang Diyar.

Aku mematung menyaksikan semuanyq, tak percaya mereka ternyata sedekat ini.

Dua pria yang punya arti dalam hidupku.

"Tenang Wan, semuanya baik-baik saja, aku bawa kembali bidadarimu, karna aku tau kalian saling menyayangi. Aku hanya sepenggal masa lalu, teruslah berupaya untuk sembuh, demi istri-istri dan anak anakmu." Bang Diyar meraih tangan mas Irwan dari genggamanku.

"Terima kasih bang." Mas Irwan menjawab pelan.

Bang Diyar mengangguk, lalu menatapku.

"Put, abang pamit dulu ya, jagalah Irwan, buatlah dia bahagia." bisiknya sambil berlalu meninggalkan kami.

Aku menatap kepergian pria berhati tulus itu, ya, aku pun mengakui jika aku beruntung pernah jadi bagian dalam hidupnya.



"Maafkan aku mbak!"

Risma mendekat kearahku, "aku salah karna tidak bisa menolak pernikahan ini, namun aku janji mbak jika mas Irwan sembuh, aku akan pergi menjauh darinya, Aku akan meminta mas Irwan menceraikanku," Risma kini tersedu di hadapanku.

"Jangan, Ris, anggap saja semua ini pelajaran hidup buat kita, untuk menghapus dosa-dosa kita yang tak kita sadari."

"Tapi Mbak, aku memang tak tahu diuntung, aku wanita perebut suami mbak." mata wanita cantik itu dipenuhi genangan air bening.

"Ris, semuanya takdir Allah, kita tak bisa menolaknya."

"Semuanya salahku, Mbak, aku selalu jadi musibah untuk orang yang dekat dan menyayangiku." bahunya berguncang.


"Sudahlah Ris, tak ada yang perlu di sesali, sekarang kita fokus untuk kesehatan mas Irwan saja", sambil kutepuk bahunya, entahlah akupun tak tau bisa mengatakan semuanya. Apakah karna rasa bersalah atau karna takut kehilangan suamiku.

Kami berpelukan, lapang rasanya dada ini, saat rasa benci dan dendam itu hilang dari sana.

Risma!

Kau tidak bersalah, Tuhan punya rencana yang tak bisa kita terka sebelumnya, aku saja yang terlalu serakah pada asmara.


🌸 🌸 🌸

Seminggu berlalu, mas Irwan pun mulai membaik, walau tak bisa seperti sedia kala, nafasnyapun sudah agak teratur. Kami tak bisa memaksa nya untuk mengikuti anjuran dokter agar melakukan HD atau cuci darah, katanya mas Irwan tak sanggup jika seumur hidupnya tergantung dengan jarum suntik.

Padahal gagal ginjal hanya punya satu solusi yaitu cuci darah, jika tidak maka pengobatan apapun akan percuma saja karna akan sama saja dengan memberinya racun.

Aku dan Risma berusaha meyakinkan jika cuci darah tak semengerikan yang dipikirannya, namun mas irwan keukeuh dengan pendiriannya.

Ahirnya kamipun pasrah.
Alhamdulillah berkat ketekunan keluarga dan dokter yang merawatnya kondisi suamiku mulai mengalami sedikit peningkatan.

"Dek mas ingin pulang, rindu suasana rumah , rindu anak anak" katanya suatu hari.

"Tapi mas, maskan harus tetap di rawat intensif." kataku sambil memberinya jus buah melon.

"Bicaralah pada dokter dek, mas ingin pulang." matanya menatapku penuh harap.

Aku menatap Risma, namun dia hanya menggeleng.

"Ris jaga mas Irwan ya, mbak ketemu dokter dulu, gak tega juga kalau mas Irwan terus meminta pulang" pintaku dan Risma pun mengangguk.

Sore itu aku menemui dokter, kujelaskan segalanya, tak mudah meyakinkan para dokter yang merawat suamiku, apalagi prosedur rumah sakit yang cukup sulit, membuat aku hampir putus asa, ditambah dengan kondisi mas Irwan yang mungkin masih perlu penanganan intensif, hingga aku harus bolak bolak untuk bisa membawanya pulang.

Awalnya para dokter keberatan namun aku terus membujuknya. Hingga ahirnya mereka menyuruhku menandatangani lembar persetujuan keluar rumah sakit sebelum waktunya.

"Jika ada sesuatu yang terjadi itu diluar tanggung jawab kami ya bu. " dokter Firman menutup ucapannya.

Aku mengangguk.

🌸 🌸 🌸

Bada isya setelah semua prosedur beres kamipun pulang, nampak rona kebahagian terpancar dari wajah kurus suamiku. Sepanjang jalan dia terus menyebut nama ku dan anak- anak.

Awalnya aku heran ketika menyadari jika mas Irwan sekarang sering mengulang- ulang ucapannya, sampai ahirnya dokter menyatakan jika suamiku, sering hilang kesadaran.

Dari keadaanya aku memahami keinginannya untuk merasakan nuansa rumah yang harmonis, karna ahir -ahir ini tak bisa dirasakannya. Aku merasa begitu bersalah,
Dan Risma pun ikut bersama kami walau pada awalnya dia menolak, namun aku memaksanya, biarlah bagaimana nanti apa yang akan terjadi dengan kami.

Satu yang ku harap saat ini kesembuhan suamiku, kalaupun tidak, sedikitnya aku bisa membuktikan Bahwa perjuangan dan pengorbanannya untuk mendapatkan Putri tidak sia-sia, aku layak jadi istri yang pantas untuk dia perjuangkan.

Hidup satu atap dengan istri kedua suami tidak semudah yang kubayangkan, walaupun berkali kali bang Diyar berkata jika mas Irwan tak mencintainya. Namun melihat cara Risma memperlakukan suamiku sengan penuh kasih tetap saja membuat hatiku cemburu, perasaan aneh yang berkecamuk di dadaku.

yang kadang membuatku hampir menyerah. Aku tersadar kembali ketika mengingat semua salahku padanya.

Bagaimana dulu sering membandingkannya dengan bang Diyar aku kadang ingin saat pagi hari terbangun dan mendapatinya disampingku, aku berharap jika pria itu adalah bang Diyar, ya ..betapa banyak dosaku pada pria ini, pria yang kini terbaring lemah di tempat tidur.

Walau aku beristighfar ribuan kali rasanya dosa itu tetap membayangiku

Sedangkan Risma, apa yang membuat aku harus iri terhadapnya. Jangan bercinta, mereka bahkan tidak pernah saling berpegangan tangan.

Ya aku melihat mas irwan menatap risma dengan tanpa ekspresi, hanya mengucapkan terima kasih saat rism.a selesai mengelap tubuhnya, atau menyuapinya.

Tidak halnya padaku, suamiku selalu berusaha mengusap wajah, memegang tangan, dan membelai kepalaku dengan mesra walau aku tau sudah satu tahun ini mas Irwan kehilangan nafsu syahwatnya.

***

"De, nanti malam ajaklah anak-anak tidur bareng disini, mas ingin mendengar adek membaca cerita untuk mereka. " pintanya di suatu pagi seusai aku mengelap tubuhnya.

" Iya mas boleh. "

"Makanlah dek, badanmu kayaknya kurus banget."

"Soal makan aku tak perlu di suruh mas, Risma lah yang jarang makan, coba suruh dia untuk banyak makan " kataku tersenyum.

" dek antar abang ke kamar mandi ya, kayaknya abang pengen pipis"

"Disini aja mas, kata dokter abang jangan banyak gerak dulu, lagian abang kan sudah pake diapers",

"Nggak dek, mas gak bisa pipis kalo pake ini." katanya menunjuk diapers yang baru kupakaikan.

Aku membantunyanya berjalan ke kamar mandi.

"Disini aja dek." mas Irwan langsung jongkok dilantai kamar mandi.

"Sudah?" kataku, dan dia mengangguk
Kuusap lantai kamar mandi namun tak ada tanda-tanda jika mas Irwan buang air kecil
Mungkin hanya perasaanya saja.

"Cuci tangan mas, dek." Mas Irwan menjulurkan tangannya, aku membasuhnya.

Usai buang air kecil mas Irwan menarik nafas panjang dan berujar.

"Capek dek, padahal cuma kekamar mandi ya."
aku tersenyum.

"Namanya juga lagi sakit mas, nanti kalau mas sembuh pasti mas bisa beraktivitas lagi.


"Adek ikhlas kan ngurusin, mas?" tanyanya, aku tersenyum dan mengangguk.

Baru saja aku hendak membaringkannya namun mas Irwan menggeleng.

Tiba-tiba matanya mendelik, mulutnya menyemburkan busa bercampur darah, tangan kaki dan jemarinya mengeras, aku kaget, panik campur takut, dengan sisa kekuatan yang ada aku berteriak minta tolong.

" Mbok Asih, Risma tolong!" jeritku.

Dengan tergopoh semuanya datang mendengar teriakanku.

Mereka kaget melihat kondisi mas Irwan, semua menangis, bahkan anak-anak menjerit saking takutnya melihat kondisi ayahnya.

Dengan kepanikan yang sangat aku hanya teringat satu orang untuk kuhubungi saat ini.


Quote:




Bersambung.

emoticon-Kiss
medina12
midim7407
rirandara
rirandara dan 7 lainnya memberi reputasi
8
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.