Kaskus

Story

yanagi92055Avatar border
TS
yanagi92055
Muara Sebuah Pencarian [TRUE STORY] - SEASON 2
Selamat Datang di Thread Gue 


Muara Sebuah Pencarian [TRUE STORY] - SEASON 2

Trit Kedua ini adalah lanjutan dari Trit Pertama gue yang berjudul Muara Sebuah Pencarian [TRUE STORY] - SEASON 1 . Trit ini akan menceritakan lanjutan pengalaman gue mencari muara cinta gue. Setelah lika liku perjalanan mencari cinta gue yang berakhir secara tragis bagi gue pada masa kuliah, kali ini gue mencoba menceritakan perjalanan cinta gue ketika mulai menapaki karir di dunia kerja. Semoga Gansis sekalian bisa terhibur ya


TERIMA KASIH BANYAK ATAS ATENSI DAN APRESIASI GANSIS READER TRIT GUE. SEBUAH KEBAHAGIAAN BUAT GUE JIKA HASIL KARYA GUE MENDAPATKAN APRESIASI YANG LUAR BIASA SEPERTI INI DARI GANSIS SEMUANYA.


AKAN ADA SEDIKIT PERUBAHAN GAYA BAHASA YA GANSIS, DARI YANG AWALNYA MEMAKAI ANE DI TRIT PERTAMA, SEKARANG AKAN MEMAKAI GUE, KARENA KEBETULAN GUE NYAMANNYA BEGITU TERNYATA. MOHON MAAF KALAU ADA YANG KURANG NYAMAN DENGAN BAHASA SEPERTI ITU YA GANSIS


SO DITUNGGU YA UPDATENYA GANSIS, SEMOGA PADA TETAP SUKA YA DI TRIT LANJUTAN INI. TERIMA KASIH BANYAK


Spoiler for INDEX SEASON 2:


Spoiler for Anata:


Spoiler for MULUSTRASI SEASON 2:


Spoiler for Peraturan:


Quote:


Quote:


Quote:

Quote:

Diubah oleh yanagi92055 08-09-2020 10:31
totok.chantenkAvatar border
al.galauwiAvatar border
nacity.ts586Avatar border
nacity.ts586 dan 78 lainnya memberi reputasi
77
292K
4.2K
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread52KAnggota
Tampilkan semua post
yanagi92055Avatar border
TS
yanagi92055
#2654
Pekan Berat
Bulan-bulan berikutnya adalah saat yang cukup berat untuk hubungan gue dan Dee. Dee tetap pada pendiriannya untuk mengusahakan pindah ke Padang. Sementara gue terus menerus membujuknya untuk bertahan.

Gue hanya berpikir, kalau nanti jauh, maka semuanya akan sia-sia. Ujung-ujungnya pasti bubar. Tapi Dee selalu meyakinkan kalau dia bakal terus menunggu gue, dan ketika waktunya datang nanti, Dee siap diboyong kembali ke ibukota. Kapan? Ya pas nanti kami akan menikah.

“Aku lagi usahain buat pindah ke Padang lagi Zi.”

“Kamu tu susah banget deh dibilangin. Kalo kamu disana nanti hubungan kita bakal makin susah yank.”

“Kan ada video call? kan ada telepon.”

“Cuma begitu doang mah susah yank. Nggak akan bertahan lama pastinya deh.”

“Kamu malah berharap kayak gitu sih yank.”

“Rata-rata temanku yang pada LDR terutama pas abis lulus, semuanya kandas yank. Hampir nggak ada yang berhasil.”

“Ya, makanya kita harus makin sayang dong, saling percaya supaya semuanya baik-baik aja. Aku sayang banget sama kamu, kamu juga sayang banget sama aku, jadi harusnya nggak ada masalah kan yank?”

“Iya aku ngerti. Aku Cuma takut aja Dee. Lagian disini dan disana pun posisi kamu sama aja, nggak ada kenaikan.”

“Iya tapi aku bisa ngehemat pengeluaran tanpa harus bayar kost kan Ja.”

“Kalau urusan itu kan bisa patungan sama aku. Untuk makan juga kan bisa patungan. Atau sekalian tinggal bareng aja. Toh kamu kan ditempatinnya diibukota.”

“Iya sih, tapi aku kepingin pindah kesana Zi. Aku kangen sama orangtua aku juga. Mau tinggal bareng mereka dulu sebelum aku nikah sama kamu.”

“Iya aku ngerti yank, tapi kalau gini kan kelamaan LDR nanti susah malahan. Kalau mau ketemu ongkosnya jadi lebih mahal daripada sekedar ngekost kan.”

“Yaudah liat nanti aja, toh ini kan juga belum pasti. Kalau aku nggak dapet slot disana berarti aku tetap disini yank.”

“Iya tapi niatan kamu buat pindah itu yang bikin aku jadi khawatir. Kita udah perjuangin hubungan ini sampai sejauh ini yank. Apalagi udah ada wacana untuk ke jenjang berikutnya, pernikahan. Tapi kalau yang begini aja nggak nemu titik terang gimana coba?”

“Aku udah pikirin itu semua yank. Yang penting saat ini aku mau konsentrasi kerja dulu aja yang bener deh.”

“Pasti gitu, selalu ngegantung ujungnya. Ya aku pokoknya berharap nggak ada pindah-pindah kesana yank. Biar lancar hubungan kita.”
Dee menghibur gue dengan memasakkan sop bakso. Masakannya enak kok. Walaupun masih ada yang lebih enak lagi. Tapu kalau dengan Keket ya sama lah skillnya. Dibilang jago-jago banget juga nggak, tapi amatiran banget juga nggak. Hehe. Apa kalau cewek yang parasnya cantik itu emang biasanya nggak bisa masak ya?

“Ini buatan aku. Cobain yah.” Kata Dee sambil tersenyum.

“kalau dari aromanya sih wangi nih. Mudah-mudahan rasanya juga lezat hehe.”

“Iya, cobain yank. Nanti kasih masukan ya.”

Gue mencicipi rasanya. Dan yang seperti gue bilang tadi, rasanya biasa-biasa aja.

“Kurang asin nih yank. Aku kan suka yang rada asin. Tambahin mecin juga nggak apa-apa deh kayanya nanti lain kali biar lebih seger. Hehe.”

“Hmm…gitu ya yank. Oke deh nanti lain kali aku coba kayak gitu ya.”

Gue dan Dee memakan masakan yang dibuatnya. Asyik-asyik aja sih namanya juga dimasakin ya kan. Cuma udah berasa gerah aja, padahal udah malam, abis magrib.
Kostan Dee emang hanya menggunakan kipas angin, beda dengan gue yang menggunakan AC sebagai pendinginnya.

“Gerah banget ya ini?”

“Iya, kayaknya ntar malam mau ujan deh.”

Gue pun mengganti celana jeans gue dengan celana pendek yang emang gue simpan di kostan Dee. Gue menitip beberapa kaos, kemeja dan juga celana pendek. Nggak lupa juga dalaman.

Dee yang ternyata ada dibelakang gue ketika ganti celana langsung aja menurunkan celana pendek gue lagi.

“Yank, yah apaan deh? Haha.”

“Kaget ya…hehehe.”

“Iya, baru juga dipake, malah diplorotin lagi. Haha.”

“Iseng yank. Aku kangen becanda-becanda sama kamu.”

“Emang kita jarang becanda ya? Hehe.”

“Jarang, abisnya kita mesra-mesraan mulu, atau nggak berantem. Capek tau yank. Apalagi sejak wacana kepindahan aku.”

“Hmm iya sih. Tapi ini naikin dulu celana aku deh.”

Dee menahan gue untuk menaikkan celana pendek gue. Haha. Susah deh emang. Pelan-pelan Dee juga menurunkan celana dalam gue.

“Pasti suka dong?” goda Dee.

“bebas lah Dee. Hehehe.” Kata gue.

Posisi Dee duduk dikasur tanpa bingkai, sementara gue berdiri. Pas banget menghadap rocky ini mukanya Dee. Nggak pake lama, Dee langsung melahap rocky sampai masuk keseluruhan di mulutnya. Gue agak kaget dengan ini, tapi yaudah kalem aja dinikmatin.

Cukup lama Dee bermain dengan rocky. Emang Dee kebiasaan kayak gini nih. Tiba-tiba aja langsung nggak pakai ancang-ancang. Gue yang tadinya nggak siap malah jadi langsung keenakan kan. Haha.

“Telen ya, biar sehat Dee.”

Dee mengacungkan jempol karena
mungkin udah jadi kebiasaan kayak gitu ya. Haha.

“Aku tau kamu pasti mau, tapi maaf yank aku lagi halangan, jadi nggak bisa dulu.”

“Yaah elah, kentang amat. Haha. Yaudah nggak apa-apa. Aku nginep disini ya malem ini?”

“Nggak apa-apa panas-panasan?”

“Kan kita biasa berkeringat Dee. Hehehe.”

“Yeee kalo itu lain dong Zi. Hehe.”

--

Pekerjaan gue dikantor sangat banyak, apalagi saat itu gue udah dipercaya memegang posisi sebagai team leader proyek untuk salah satu bank swasta di Ibukota. Pekerjaan gue jadi makin gila karena tim gue kebanyakan orang-orang yang masih baru dalam dunia pekerjaan gue. Jadi masih banyak banget kesalahan yang mesti gue back up. Nggak apa-apa yang penting bisa jadi nambahin pengalaman gue kan.

Oh iya, saat itu kantor gue merupakan kantor lama gue, yang disewa oleh perusahaan gue yang baru. Lumayan juga buat nambah-nambah passive income Mama kan, karena sertifikat kantor tersebut adalah atas nama Papa.

“Pak Firzy, ada tamu yang cari bapak.” Kata resepsionis di interkom.

“Oh oke sebentar saya keluar ya.” Kata gue.

Gue keluar kearah ruang tamu yang bersebelahan dengan lobi. Ternyata orang yang udah lama nggak gue lihat muncul di depan gue.
Fenita.

“Feeeen.. ya ampuuun. Gue kangen sama lo Fen….” Kata gue sumringah.

“Ijaaaa. Makin keren aja lo sekarang. Hahaha.” Kata Feni.

“Lo kapan dateng?”

Kami berpelukan spontan didepan lobi. Tampak resepsionis tersipu melihat tingkah kami. Tapi gue nggak peduli. Hehehe.

“Gue udah seminggu disini.”

“Kok nggak ngabarin gue dari awal?”

“Yah, kan urusan gue banyak Ja. Haha.”

“Beuuh, wanita karir nih yeee. Sibuk teroosss..”

“Haha bisa aja lo. Gue emang lagi ada kerjaan di Jakarta sini Ja.”

“Yuk masuk…”

Gue mempersilakan Feni masuk. Gue mendampinginya menuju ruangan gue. Nggak lupa gue meminta tolong office boy untuk membuatkan secangkir the. Feni tetap pada kebiasaanya untuk nggak ngopi. Beda dengan gue yang senang ngopi.

“Kok lo tau kantor gue masih disini?”

“Feeling aja Ja. Haha.”

“Seriusan lo? Haha nggak mungkin ah.”

“Eeeh beneran. Gue nggak bohong Ja. Ini aja gue spekulasi aja. Soalnya lo kan ngabarin gue nggak pindah kostan tuh waktu terakhir kita chat. Jadi ya gue pikir kantor nggak akan jauh-jauh dari sini. Ternyata pas gue kesini, plang kantornya ternyata pesaing kantor kita dulu ya. Jadi gue iseng aja kesini, ternyata bener lo masih disini. Haha. Cuma ganti bendera aja yee. Hehe.”

“Iya Fen begitulah. Haha. Tapi hebat juga feeling lo ya. Haha.”

“Iya dong.”

Teh Feni dan kopi gue sudah diantarkan. Gue mempersilakan Feni minum. Lalu kami berbincang masalah kerjaan, sampai ujung-ujungnya masalah asmara.

“Ja, cewek lo Dee masih kan?” kata Feni.

“Iya masih. Kenapa Fen? Mau antri lagi? Haha.” Kata gue.

“Nggak. Enak aja lo. Haha.”

“Tapi maaf banget ya, maaf banget. Gue nggak maksud apapun beneran.”

“Lah kenapa lo? Kok jadi maaf-maafan gini. Haha.”

Feni yang kala itu sudah memakai HP keluaran terbaru dengan kamera yang bagus pada saat itu, memperlihatkan sebuah foto candid. Ada dua orang yang jadi objek disana. Mereka berpegangan tangan. Mesra kayak orang pacaran.

Dee. Dan. Krisna.

“Lo kenal siapa cowoknya Ja?”

“Kenal banget.” Kata gue berusaha tenang.

“Dia siapa emang?”

“Itu Krisna, temen sekelas gue. Dan dulu sebelum sama gue, Dee emang sempet deket sama Krisna tapi nggak jadian.”

“Kok bisa cabut di jam kerja?”

“Nah itu gue juga nggak tau Fen.”

“Ja, tenang ya. Lo jangan marah-marah. Gue tau lo nahan emosi Ja. Gue nggak ada maksud buat gimana-gimana. Gue dateng kesini pure buat ketemu sama lo, dan memang beberapa hari sebelum ini, gue sempet jalan ke mall. Akhirnya gue melihat cewek lo Ja. Makin cantik dia pas udah kerja ya. Tapi gue bingung, soalnya kok ternyata yang digandeng bukan lo. Tapi orang lain. Gue yang awalnya mau nyamperin dia, jadinya batal deh. Dan gue coba fotoin aja. Mungkin bisa buat klarifikasi.”

“Kirim Fen fotonya ke gue. By email aja ya biar ga pecah gambarnya karena kekompres.”

“Oke Ja. Beneran ya Ja? Plis jangan marah-marah apalagi sampe kasar ke dia, oke?”

“Iya lo tenang aja ya Fen. Hehe.”

Lalu sepulang dari kantor gue mengajak Feni hang out di salah satu mall besar di Ibukota. Gue malas pulang cepat-cepat ke kostan karena ada Feni yang bikin gue senang hari itu. Walaupun dalam hati ada rasa teriris juga melihat Dee seperti itu. Tapi gue sadar diri, gue pun melakukan hal yang sama dibelakang dia.

Gue dan Feni memilih restoran ala italia malam itu. Gue mentraktir Feni dengan menu-menu unik pilihannya. Lumayan juga kekuras ini dompet. Haha. Tapi nggak apa-apa itung-itung lagi ketemu teman lama kan.

Pulangnya gue mengantar Feni ke hotel tempat dia menginap, nggak jauh dari mall yang kami datangi tadi. Feni luar biasa banget sekarang. Makin kinclong aja. Badannya makin seksi dengan pakaian yang lebih ketat. Setelan blouse dengan blazer serta rok selutut itu pas banget.

Aroma Chanel Allure yang membius itu sangat menggoda. Rambutnya tetap di bob, hanya aja sekarang diwarnai agak coklat terang.

“Ja, nggak mau disini aja sama-sama gue semalem?”

“Nggak deh Fen makasih. Gue pulang ke kostan aja.”

“Yakin?” katanya menggoda.

“Iya. Haha. Apaan sih Fen, godain gue aja lo.”

“Gue masih sendiri lo Ja.”

“Ya terus?”

“Ya temenin dong. Hehehe.”

“Haha nggak ah Fen, ntar lo gue garap. Repot.”

“Haha. Gitu sih dia mah, dikasih gratis malah nolak. Yaudah deh. Hehehe.”

“Iya Fen. Hehe. Gue pulang dulu ya. Nanti kabarin kalo lo mau cabut ya Fen, syukur-syukur gue bisa anter lo ke bandara.”

“Iya Ja, gampang. Hehe.”

Gue berpelukan didepan pintu kamar hotel yang ditempati Feni. Setelahnya cipika cipiki dan akhirnya gue pun pulang. Gue pulang dengan hati yang nggak enak. Tapi gue nggak bisa gitu aja marahin Dee. Gue juga sama kayak dia. Bahkan lebih kacau lagi. Gue harus tau dulu alasan kenapa dia begitu.

--

“Dee waktu minggu kemarin kamu bilang mau meeting itu, kamu jadinya mau meeting dimana?”

“Aku di gedung BK Zi. Emang kenapa?”

“Oh gitu. Terus setelahnya kamu kemana?”

“Nggak kemana-mana, aku langsung ke kantor. Kan ditungguin Supir kantor.”

“Yakin kamu?”

“Yakin, emang kenapa sih?”

“Udah berapa lama kamu deket lagi sama Krisna?”

“Hah? Kok Krisna sih?”

“Iya, Krisna. Nggak mungkin kamu nggak kenal Dee.”

“Iya aku kenal. Tapi kenapa dia?”

“Aku mau kamu ngomong, ada apa sebenernya antara hubungan kita? Kamu kenapa? Nggak nyaman?”

“Sebentar. Kok kamu ngomongnya gini sih? Kenapa sih emang?”

“Udah Dee, kamu jujur aja. Ada yang bikin nggak nyaman di hubungan ini? Aku kurang totalitas sama hubungan ini? Apa kamu yang nggak totalitas ngejalanin hubungan ini?”

“Zi. Aku kan bilang, aku sayang banget sama kamu, dan kamu juga ngerasain gimana sayangnya aku ke kamu. Tapi kenapa kamu jadi nuduh aku seolah aku ngelakuin hal yang nggak-nggak?”

“Mau aku yang buktiin, apa kamu ngomong terus terang?”

“Apa sih Zi!?” nada Dee sedikit meninggi.

“Kenapa kamu marah? Kalau kamu nggak salah kenapa kamu marah?”

“Aku nggak marah, aku Cuma bingung kamu ngomong apa.”

“Oke, kalau gitu biar aku yang tunjukin.”

Lalu gue menunjukkan dua buah foto yang kemarin dikirim Feni ke gue.

“Coba jelasin apa ini?”

“Itu..hmmm..eeeh…itu a..aku..”

“Kenapa kamu? Ada gangguan ditenggorokan? Kok jadi terbata-bata?”

“Nggak. Aku nggak ada maksud…”

“Coba deh yank, kamu jujur aja sama aku. Aku nggak marah, tapi aku mau kita clearkan masalah ini. Ada apa semuanya ini?”

Jujur gue berasa jadi orang munafik banget. Karena gue juga melakukan hal yang sama. Tapi lebih baik gue tau langsung alasan dari Dee. Kalo gue, ya selagi ada kesempatan. Tanpa bermain dengan hati disana. Tapi tetap aja salah.

“Aku jenuh Zi dengan hubungan ini. Semenjak pindah kostan ke kota dan aku keterima kerja, kita lebih sering ribut-ribut masalah perbedaan pendapat, dalam banyak hal.”

“Oke, tapi kan kita selalu bisa selesaiin?”

“Iya selesai, aku maunya selesai dan nggak ada lagi. Tapi selalu aja ada masalah-masalah lainnya.”

“Maafin aku Dee, aku emang suka bikin masalah. Tapi bukan berarti csri solusinya dengan cara kayak gitu Dee. Kan bisa diomongin.”

“Aku bilang kan aku jenuh yank. Aku butuh refreshing. Dan pas banget aku lagi ngerasa begitu, Kak Krisna ngirim message di FB, nanya kabar. Jadinya kami intens lagi semenjak itu.”

“Kebawa perasaan?”

“Hmmm. Ada yank. Tapi beneran maafin aku yank. Aku nggak gitu lagi.” Dee memohon.

“Udah ngapain kalian?”

“Yang waktu kamu keluar kota di weekend itu, dia kesini yank.”

“Terus?”

“Nggak nginep kok.”

“Iya terus, ngapain?”

“Ya ngobrol-ngobrol biasa. Tapi berujung kami ciuman yank.”

"Yakin ciuman doang?"

"Aku malu yank."

"Ngomong aja yank."

"Ngelakuin apa yang suka kita lakuin, tapi nggak sampai buka-buka baju full, apalagi sampai begituan. Nggak yank aku berani sumpah."

“Hmmm..oke yank.”

Disitu hati gue bergetar luar biasa. Gue mau mengamuk, tapi nggak bisa. Gue sadar gue pun sama, gue udah mengecewakan dia. Bahkan gue seperti seorang pengecut, nggak berani ngakuin hal tersebut, kayak yang barusan Dee lakukan.

“Oke apa yank?”

“Aku maafin kamu. Makasih kamu udah mau jujur sama aku. Tenang aja yank. Aku akan tetap sayang sama kamu. Tapi maaf, untuk kali ini, aku bebasin kamu. Aku biarin kamu mencari yang kamu mau, biar nggak jenuh.”

“Hah? Maksud kamu? Kita udahan?”

“Terserah kamu mau anggap apa.”

Gue berjalan menuju meja belajar Dee. Disana ada foto kami berdua uang dibingkai. Gue mengeluarkan foto itu dari bingkai, dan gue menyobeknya ditengah-tengah.

“Kok di sobek sih yank?” kata Dee. Dia menangis.

“Maaf yank. Untuk saat ini aku dan kamu perlu sendiri-sendiri dulu ya kayaknya. Oke?”

“Aku nggak mau yank. Aku nggak mau putus sama kamu.”

“Percuma yank, nanti juga kalau kamu jadi pulang ke Padang, ujungnya kita juga akan putus kok palingan.”

“Kamu doainnya gitu banget sih?”

“Ya itu prediksi aku yank.”

“Tapi yank….”

“Udah Dee. Putus bisa balikan, sekarang aku mau pulang ya. Baik-baik kamu disini. Kamu temuin dulu kesenangan kamu ya sayang. Aku tetap sayang kamu.” Kata gue sambil tersenyum kecut.

Gue meninggalkan kostan Dee dengan susah payah karena Dee yang menangis, terus menahan dan menarik tangan gue sampai luka-luka karena kecakar.

Mungkin ini hukuman (lagi) buat gue yang udah banyak mengecewakan orang-orang yang gue sayang. Gue pulang dengan kondisi hati yang kacau banget waktu itu.

Dikostan gue melihat ada beberapa Friend request. Gue melihat-lihat dahulu. Ada empat orang laki-laki dan satu orang perempuan. Otomatis yang perempuan dulu lah gue cek ye kan. Hehe.

Uun Nurhasanah.

sampeuk
hendra024
itkgid
itkgid dan 36 lainnya memberi reputasi
37
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.