Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

abangruliAvatar border
TS
abangruli
[cinta. horror. roman] - The Second
[cinta. horror. roman] - The Second
 “Kamu tidak perlu memilih dia atau aku. 

Pilih dia saja.

Tak perlu kamu khawatirkan aku.

Aku cuma minta satu hal. 


Maukah kamu sebut namaku dalam doa-doamu?” 


***

Chapter 1 – Awal Kisah
 
Pukul 01.34 dini hari. Aku sendirian di kamar. Duduk tegak lurus dengan pandangan penuh ke layar laptop. Jemari kubiarkan menari di keyboard, mengetik setiap detik kisah hidup yang aku alami. Tentu saja nama-namanya aku pilih yang lebih keren, kota tempat kejadian aku geser beberapa ratus kilometer dari aslinya dan penggambaran para tokoh aku percantik dan perganteng sekian persen.  Seolah menjadi kisah fiksi. Padahal tidak. Hanya saja aku tak ingin mereka tahu bahwa itu kisah asli.
 
 Jemariku terus mengetik hingga  mendadak aku merasa dingin. Tercium wangi yang khas.
Aha. Dia sudah datang.

“Hai apa kabar..” tanyaku sambil terus menatap layar. Tak perlu menengok agar aku tak tebuai dalam keindahan yang memabukkan. Tapi dari bayang-bayang yang memantul di layar, bisa terlihat siluetnya yang menarik. Suara lembut menjawab terdengar seolah tepat disampingku, padahal dia masih dibelakang, “kangen kamu..”
 
Tanpa sadar aku tersenyum. Entah dari siapa mahluk itu belajar merayu orang. Teringat beberapa bulan lalu saat dia pertama kali menyapa aku.

***
 
“Hai..” suara lembut seorang wanita dari belakang. Aku kaget dan segera menoleh. Terlihat seorang gadis menatap mataku dengan ceria. Senyumnya mengembang sempurna memamerkan deretan giginya yang rapi. Kulitnya putih, tubuhnya wangi. Rambutnya lurus sepundak khas remaja yang energik, yang tak ingin gerak geriknya terganggu oleh rambut panjang. Poninya yang aduhai, yang bikin aku terpesona sekian detik menatapnya. Aku memang sangat mudah jatuh cinta pada poni yang menghias kening seorang gadis. Membuat ia terlihat lebih feminin. Bajunya pun casual, kaos pink sedikit ketat  dengan celana jeans yang pas di kaki jenjangnya. Sepatu kets warna pink menghiasi ujungnya.

 
 Indah.
 Harusnya moment tersebut menjadi moment yang sangat indah. Sayang, keindahan tersebut agak ternoda dengan waktu dan lokasi pertemuan yang tidak tepat. Aku melihat angka digital pada pergelangan tangan.
Pukul 01.20 di pinggir kompleks.
Komplek perumahan? Sayangnya bukan. Aku sedang berjalan melewati komplek pemakaman. Dengan tergesa-gesa karena tak ingin mengganggu keheningan kompleks tersebut. Ini terjadi karena aku harus lembur, pulang malam, sialnya mobilku mogok kehabisan bensin 1 kilometer dari rumah. Panggil ojek online gak bisa gegara handphone yang mati. Terpaksa jalan toh hanya 1 kilometer. Hanya saja aku memang harus melewati pemakaman untuk mencapai rumah. Ya sudah daripada tidur di mobil aku pun memutuskan untuk jalan. Bertekad setengah berlari saat melewati kuburan.
 
Tapi kini aku dapati bukannya berjalan terburu-buru seperti rencana awal, aku malah sedang mematung memandang seorang gadis. Gadis yang indah tapi di waktu dan background lokasi yang salah.
 
“Kami jin ya?” aku bertanya sambil tertawa. Berharap ia tertawa dan menggeleng.
Tapi ia hanya tertawa. Renyah. Tawa yang bikin lega, karena jauh dari kesan menakutkan. Masa sih kuntilanak ketawanya bikin gemes gitu.
“Kamu tinggal dimana sih, kok jam segini masih disini..” tanyaku. Pertanyaan bodoh  yang seharusnya tak pernah aku lontarkan.
“Aku tinggal disini” jawabnya sambil tersenyum.
Anjay! Aku terdiam, seketika aku bisa merasakan rona hangat dari wajahku seperti terhisap habis dan menyisakan pucat pasi yang luar biasa, “ka.. kamu becanda?”
 
Ayo mengangguklah! Angguklah!
Sayang seribu sayang, bukannya mengangguk ia malah mengegeleng. Sambil terus tersenyum ia berkata “aku gak becanda, aku memang tinggal disini...”
Seolah belum puas melihat kengerianku, ia perjelas dimana ia tinggal, “itu di pohon kamboja sebelah sana”
 
Sungguh ingin rasanya kutempeleng bocah kurang ajar itu, seenaknya bikin air pipisku mendadak ingin keluar. Walaupun cantik tapi kalau bikin aku kencing dicelana harus diberi pelajaran. Tapi jangankan menampar, menggerakkan tangan saja aku gagal, “ini prank ya?”
 
“kalau prank aku pasti pakai kostum pocong atau suster ngesot atau apalah yang serem-serem..” ia terdiam sebentar, seolah sedang berpikir, “atau kamu mau lihat aku berubah pakai kostum itu?”
 
Aku terdiam bagai lumpuh. Lututku lemas, lidahku kelu.
 
“Gak lah, aku gak mau kamu takut. Aku begini karena aku tahu selera kamu. Aku tahu kamu suka cewek berponi, aku tahu kamu suka cewek casual, aku tahu kamu suka cewek yang ceria. Karena itu aku menjadi seperti ini...karena aku...”
 
Terdiam sejenak, “karena aku suka kamu..” jawabnya dengan mata yang luar biasa indah.
 
Aku ternganga. Aku pasti mimpi. Berdiri mematung di pinggir kuburan dengan sesosok mahluk entah apa yang sedang menyatakan cinta padaku. Ini pasti mimpi.
Mimpi romantis yang sayangnya bergenre horror.
Akhirnya aku merasakan kehangatan dipangkal celanaku. Anjay!
 
[bersambung]

INDEX
Chapter 2 - Pingsan
Chapter 3 - Rumah Sakit
Chapter 4 - Namaku Danang
Chapter 5 - Namanya Rhea
Chapter 6 - Maudy dan 'Maudy'
Chapter 7 - The Second
Chapter 8 - Konser
Chapter 9 - Bertemu Wulan
Chapter 10 - Rumah Sakit (Lagi)
Chapter 11 - Aku dan Rhea dan Satunya Lagi
Chapter 12 - Menggapai Dirinya
Chapter 13 - Dinner with Rhea
Chapter 14 - Wulan versus Rhea Featuring Vania
Chapter 15 - ..........................
Chapter 16 - Rindu
Chapter 17 - Semakin Rindu
Chapter 18 - Melepas Rindu
Chapter 19 - Maafkan Aku lah Bang!
Chapter 20 - Menusuk Tepat di Hati
Chapter 21 - Seribu Alasan Satu Jawaban
Chapter 22 - Belajar Mencintai
Chapter 23 - Would You?
Chapter 24 - The Show Must Go On
Chapter 25 - Tragedi
Chapter 26 - Mimpi
Chapter 27 - Arti Cinta
Chapter 28 - Sad Session
Chapter 29 - Stories of My Life
Chapter 30 - Dua Puluh Tahun Lalu
Chapter 31 - Who Are You?
Chapter 32 - Mya dan Temannya
Chapter 33 - Tok Tok Tok!
Chapter 34 - Menjelang Pertemuan
Chapter 35 - Wajah Itu
Chapter 36 - Pending
Chapter 37 - Dinner for Three
Chapter 38 - Bla Bla Bla
Chapter 39 - Little Heart
Chapter 40 - This Will Be a Long Nite
Chapter 41 - Story from My Side
Chapter 42 - Story from Vania's Side
Chapter 43 - Deja Vu
Chapter 44 - Permintaan Terakhir
Chapter 45 - One Last Dance
Bonus - Behind The Story [Road to Final Chapter]
Chapter 46 - Reality
Chapter 47 - No More Mr. Nice Guy
Chapter 48 - Shocking Reality

Session 2 - The Second - The Killing Rain
Klik dimari bro untuk lanjut ke Session 2

Enjoy the stories gaesss..
Jangan lupa cendol, subcribe dan shareee yaaaaa...

Ruli Amirullah
Diubah oleh abangruli 21-06-2020 15:18
rudalsovjiet
kedubes
owet
owet dan 84 lainnya memberi reputasi
83
50.2K
907
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.6KThread42.7KAnggota
Tampilkan semua post
abangruliAvatar border
TS
abangruli
#17
Chapter 3 – Rumah Sakit

Perlahan aku membuka mata. Terasa silau dan blur. Untuk sesaat mataku seperti lensa ponsel yang sedang mencari titik fokus. Aha.. mulai jelas sekarang. Aku sedikit memicingkan mata agar semakin jelas. Dimana aku berada? Aku mengamati sekeliling. Ruangan ini terasa kalem dengan warna kuning pastel di dinding, ada pintu kayu model minimalis di ujung kanan. Sebuah TV datar ukuran cukup besar di depanku tapi tanpa tayangan apapun. Mati. Ada Jendela ukuran sedang disebelah kiriku namun sayangnya tertutup tirai warna coklat tua sehingga aku tak dapat melihat pemandangan diluar. Aku dimana ya?

“Sudah bangun ya mas Danang?” mendadak terdengar dari kuping kananku.
Aku terkejut dan reflek mengengok ke kanan. Seorang suster berdiri disamping tempat tidurku dengan senyum yang ramah.
“Sa.. saya dimana?”
“Di rumah sakit.. tenang aja, tadi subuh mas Danang ditemukan pingsan oleh warga. Dan mereka membawa mas ke rumah sakit..” ujarnya sambil menulis sesuatu di buku jurnal yang ia bawa. Usianya mungkin sekitar 25 tahun, tidak cantik tapi cukup menyenangkan untuk melihat sosok manusia asli bukan jadi-jadian.

Eh jadi-jadian?
Aku mendadak ingat kejadian semalem. Kuburan. Setan. Kencing? Pup? OMG.. aku segera melihat tubuhku. Sudah bersih dan terbungkus dengan baju piyama warna biru muda, “baju saya dimana sus?”
“Baju ada... kalau celana..” ia terdiam sebentar, walau sekilas tapi aku bisa melihat senyum dikulum yang tertahan di ujung bibirnya. Mendadak ia berjalan ke arah tirai seolah tak ingin aku melihat wajahnya. Sial! Ia pasti sedang menahan tawa.
“celanaku kotor ya sus?”
“Yaa gitu deh..hihi..” sepertinya ia tak pandai menahan diri. Tawanya terdengar jelas walau wajahnya membelakangi aku, “depan belakang kotor mas...”

Jiah, diperjelas pula.

Suster itu tak jadi berjalan mendekati tirai dan berbalik arah kembali menuju diriku. Wajahnya merona merah terlihat riang. Sudah kuduga, ia tak bermaksud membuka tirai, ia tadi hanya mencoba lari dari kenyataan alias tak ingin ketahuan kalau sedang menahan tawa. Tanpa sadar aku mengamatinya dari ujung kepala hingga ujung kaki. Seperti yang aku bilang tadi, wajahnya memang tidak ter;alu cantik tapi kenyataan bahwa dia manusia sungguh menenangkan jiwa dan ragaku. Tubuhnya pun mungil semampai, sementara kakinya terlihat...

Anjriiiit! Kakinya!
Aku terduduk dengan cepat. Mataku seolah hendak loncat keluar dan kabur entah kemana. Beruntung urat-urat syaraf disekitar mataku mampu menahan keinginan kedua bola mata itu.

Kakinya suster itu tak menapak lantai!
Kengerian yang menjalar cepat di wajahku terlihat oleh suster itu. Ia memandangku dengan terkejut. Dan tiba-tiba saja semua yang aku lihat berubah total. Ruangan rumah sakit yang apik tadi kini menjadi gelap dengan sedikit pencahayaan dari rembulan yang malu-malu mengintip dari balik awan. Rembulan? Damn! Aku menoleh ke sekeliling, berharap menemukan sesuatu yang menyenangkan. Tapi yang kutemukan justru nisan-nisan ditemani dengan pohon kamboja.bahkan aku sedang terbaring disebelah nisan yang bertuliskan Suwarko bin... Edan! Ngapain pula aku baca nisan itu.

Aku berdiri dengan cepat. Suster tadi telah lenyap digantikan dengan sosok gadis yang sedari awal menggangu nalarku, “Kamu mau nyulik aku ya?! Itu tadi apaan? Alam jin ya??”

“Gak mas... aku gak bermaksud gitu, aku Cuma mas gak kaget saat siuman.. itu tadi Cuma halusinasi mas.. tipuan mata...” jawabnya pelan. Tubuhnya masih terlihat melayang bagai hover.

“Bisa gak sih kamu napak ditanah??” bentakku pada jin itu, kesal melihatnya melayang, “udah berapa lama aku pingsan?!” Aku melihat jam tanganku. 3 lewat 30

“iya mas maaf..” tak lama tubuhnya terlihat turun 10 centi, pas dengan tanah, “Mas... tapi celana mas beneran kotor depan belakang..” katanya sambil menunjuk ke arah bawah perutku.

Aku menyadari rasa tidak enak yang aku rasakan di depan dan belakang. Oh... menjijikkan sekali!

“Maaf tadi terpaksa aku bangunin, soalnya aku tau mas pasti malu kalau ketahuan pingsan dengan kondisi kotor..”

“Tadi mahluk sialan apa yang ada dibelakangku?!”

“Oh itu temanku mas.. udah aku jewer kupingnya. Tadi dia bermaksud bercanda aja kok... maaf ya mas..”

Itu mahluk rasanya udah puluhan kali minta maaf padaku. Cocok jadi tukang gombal, “Kamu tuh gak punya otak ya?! Seenaknya aja manggil-manggil aku tengah malam dan kemudian...”

“Mas kalau mau pulang sekarang aja.. mumpung teman-temanku sudah aku halau semua..”

Omelanku terhenti mendengarnya, ini kesempatan emas! “Jangan kamu ikuti aku!” seruku sambil berbalik arah dan mulai berlari. Beruntung posisi pingsanku tak jauh dari jalan raya. Tak sampai dua menit aku sudah berlari menyusuri jalan dan menjauhi tanah pemakaman itu. Hari yang aneh! Sungguh hari yang aneh! Apa yang lebih aneh daripada berlari dengan pipis dan kotoran sekaligus? Disapa setan pula. Ditembak setan pula. Eh terakhirnya di bohongin setan pula! Duh...duh.. sepertinya aku harus mandi tujuh kembang selama tujuh malam dari tujuh mata air...

****
Sosok gadis itu perlahan memudar dan kembali ke rupa dan materi yang asli. Ia terus memandang tubuh Danang yang lari menjauh. Sebenarnya ada yang mau ia jelaskan ke Danang panjang lebar. Tapi kini ia lelah. Dirinya sebenarnya terasa sangat lelah setelah melewati pertempuran dengan beberapa mahluk yang mencoba merasuki Danang. Entah mengapa dia memilih untuk melawan jin lain demi melindungi manusia bodoh itu. Inikah cinta? Entahlah. Ia malas untuk berpikir setelah babak belur selama hampir dua jam. Ditambah lagi dengan hasil karya fatamorgana kamar rumah sakit yang ia ciptakan tadi. Benar-benar menguras energi. Semua demi Danang.

Dan sama seperti Danang, Ingin rasanya cepat kembali ke pohon tempat ia tinggal dan beristirahat. Biarlah kapan-kapan saja ia ceritakan pada Danang. Tubuhnya melayang sesaat dan..

Tiba-tiba sebuah suara menggelegar dari belakangnya “Kenapa kamu membela dia haaa...???”
Belum sempat ia membalikkan tubuhnya, sebuah mahluk hitam menerjang dengan keras dan menjadikannya terpelanting...

[bersambung]
unhappynes
pulaukapok
suryaassyauqie3
suryaassyauqie3 dan 26 lainnya memberi reputasi
27
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.