yanagi92055Avatar border
TS
yanagi92055
Muara Sebuah Pencarian [TRUE STORY] - SEASON 2
Selamat Datang di Thread Gue 



Trit Kedua ini adalah lanjutan dari Trit Pertama gue yang berjudul Muara Sebuah Pencarian [TRUE STORY] - SEASON 1 . Trit ini akan menceritakan lanjutan pengalaman gue mencari muara cinta gue. Setelah lika liku perjalanan mencari cinta gue yang berakhir secara tragis bagi gue pada masa kuliah, kali ini gue mencoba menceritakan perjalanan cinta gue ketika mulai menapaki karir di dunia kerja. Semoga Gansis sekalian bisa terhibur ya


TERIMA KASIH BANYAK ATAS ATENSI DAN APRESIASI GANSIS READER TRIT GUE. SEBUAH KEBAHAGIAAN BUAT GUE JIKA HASIL KARYA GUE MENDAPATKAN APRESIASI YANG LUAR BIASA SEPERTI INI DARI GANSIS SEMUANYA.


AKAN ADA SEDIKIT PERUBAHAN GAYA BAHASA YA GANSIS, DARI YANG AWALNYA MEMAKAI ANE DI TRIT PERTAMA, SEKARANG AKAN MEMAKAI GUE, KARENA KEBETULAN GUE NYAMANNYA BEGITU TERNYATA. MOHON MAAF KALAU ADA YANG KURANG NYAMAN DENGAN BAHASA SEPERTI ITU YA GANSIS


SO DITUNGGU YA UPDATENYA GANSIS, SEMOGA PADA TETAP SUKA YA DI TRIT LANJUTAN INI. TERIMA KASIH BANYAK


Spoiler for INDEX SEASON 2:


Spoiler for Anata:


Spoiler for MULUSTRASI SEASON 2:


Spoiler for Peraturan:


Quote:


Quote:


Quote:

Quote:

Diubah oleh yanagi92055 08-09-2020 03:31
totok.chantenk
al.galauwi
nacity.ts586
nacity.ts586 dan 78 lainnya memberi reputasi
77
284.1K
4.2K
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.5KThread41.6KAnggota
Tampilkan semua post
yanagi92055Avatar border
TS
yanagi92055
#2150
Baru Tau Ternyata
Keket terus menghantui hubungan gue dengan Dee. Tapi dengan adanya gangguan tersebut, malah ada hikmah yang bisa diambil. Gue dan Dee semakin solid. Walaupun emang banyak juga perbedaan yang mulai terlihat dihubungan kami. Uniknya, gue dan Dee selalu bisa menyelesaikan perbedaan kami dengan baik, dan tentunya dengan sedikit pertarungan (atau banyak). Bisa dikostan Dee, dikostan gue, ataupun nyewa hotel-hotel dengan rate harga sedang.

Dee sudah memasukkan lamaran pekerjaan baik online maupun lewat kantor pos berkas-berkas fisik dokumen yang diperlukan. Beberapa diantaranya sudah mendapatkan panggilan dan seperti biasa, Dee merengek minta diantarkan kalau mau interview atau ada panggilan-panggilan kerja lainnya.

Gue hampir selalu menolak karena itu ada di waktu kerja gue. gue nggak bisa sembarangan izin. Apalagi gue saat itu sedang merintis karir yang cukup cerah, walaupun entah kenapa gue mulai kurang menyukai bidang pekerjaan ini. Gue seperti nggak lagi menemukan kegembiraan dibidang pekerjaan ini.

Pada satu waktu dia ternyata mendapatkan panggilan wawancara disalah satu Bank plat merah yang paling prestisius di negeri ini. Akhirnya setelah sempat frustasi nggak dapat-dapat, udah berulang kali wawancara tapi selalu gagal, kali ini dia nggak mau gagal lagi. Posisinya adalah CS waktu itu. Gue bilang nggak ada masalah, jalanin aja dulu, toh seiring berjalannya waktu nanti juga akan naik jika dibarengi dengan kinerja yang oke.

“Ambil nggak yank menurut kamu?” tanya Dee.

“Kalo kata aku sih coba aja dulu jalanin. Siapa tau rejeki kamu emang di bank ini. Walaupun jurusannya nggak sesuai sama sekali ya nggak apa-apa, toh rejeki bisa datang dari mana aja. Termasuk dari bank ini.”

“Tapi kan kamu suka bilang tu dulu, buat apa kuliah yang rumit gini kalau ilmunya nggak kepake?”

“Iya, sekarang buat nerapin ilmu kita di masyarakat itu butuh pengakuan dulu, jadi paling gampangnya ya kita punya modal dulu buat memudahkan kita dalam menjalankan misi kita mensejahterakan daerah kita. Terutama daerah kamu yang butuh lulusan lulusan kampus kita. Tapi berdasar pengalaman aku, susah kalau kita nggak punya apa-apa atau modal buat memudahkan kita menjangkau masyarakat bawah. Awalnya doang percaya, tapi ntar juga balik-balik lagi kayak yang sebelumnya. Jadi tetep aja nguap ilmu kita kalau nggak ada pengakuan.”

“Iya sih yank. Tapi bener nggak nih aku coba? Aku nggak ada ilmu perbankan sama sekali soalnya.”

“Lulusan kampus kita itu bisa bekerja dimana aja sesuai dengan bidang pekerjaanya, walaupun itu nggak sesuai sama jurusannya. Aku salah satu contohnya. Hehehe.”

“Hehe iya juga ya yank. Yaudah Bismillah aja ya. semoga dimudahkan kali ini. Aku udah capek juga mondar mandir sana sini, tabunganku abis, plus aku juga suka minta sama kamu buat dianterin. Kali ini aku nggak mau gagal lagi yank.”

Kali ini gue berkeyakinan bahwa Dee akan mendapatkan hasil positif. Untuk itu gue pun mantap untuk meminta izin satu hari untuk full nemenin Dee. Gue mengantarkan dia dan menemani dia dari pagi sampai sore.

Interview dan beberapa tes lainnya dilakukan didaerah Cikini kalau nggak salah. kebetulan karena gue hafal jalan jadi nggak susah mencari lokasi gedung tempat interview dan tes itu dilaksanakan. Setelah selesai, Dee terlihat sumringah.

“Mudah-mudahan ya Zi. Aku sih tadi pede aja untuk menjawab semua pertanyaan yang diajuin. Sama tadi juga udah interview pertama. Lancar juga aku ngelaksanainnya. Nanti katanya ada 4 tahap lagi. Mudah-mudahan kamu bisa ya nemenin aku.”

“Amin mudah-mudahan kamu dikasih kemudahan ya buat ngelewatin ini semua. Biar dilancarin semua deh. Abis ini kita makan dulu aja yuk baru pulang. Gimana?”

“Mau dimana? Boleh.”

“Makan Es krim didaerah gambir aja yuk, abis itu kita pulang, baru rada malam nyari makan daerah kota aja ya.”

“Yaudah boleh Zi.”

Kami menuju ke sebuah toko es krim legendaris di daerah dekat gambir situ. Tokonya selalu ramai, apalagi pas jam istirahat kerja. Banyak pegawai pemerintahan yang mampir kesitu, karena emang disekitaran situ ada beberapa gedung pemerintahan sih.

“Model bangunannya jadul gitu ya yank.” Kata Dee.

“Iya emang, itu udah dari jaman dulu banget soalnya. Dulu aku pertama kali nyobain kesini diajakin sama Papaku.”

Kami masuk kedalam. Sore itu begitu ramai pengunjung. Untungnya nggak lama kami kebagian tempat duduk. Kami mulai memesan es krim. Dee begitu terkesan dengan rasa es krim disini. Punya ciri khas rasa jadi langsung ketauan ini kalau es krimnya ya produknya toko ini.

Setelah selesai, kami pun pulang.
Kami sampai sekitar pukul 20.00 di kota. Ketika kami akan memasuki gerbang kostan Dee, kami kaget karena ada Keket yang udah menunggu diteras depan kamar kost Dee.

“Masih usaha aja ya kamu Ket? Mau kayak gimana lagi ini?” tanya gue ketus.

“Aku akan terus ganggu hubungan kalian. Sampai kalian bubar.”
Tiba-tiba Dee maju kedepan dan langsung aja menampar Keket.

“Cewek nggak tau malu lo ya. lo emang kakak kelas gue, tapi bukan berarti lo seenaknya aja gangguin hidup orang. Lo tu cantik, tapi hati lo kayak setan. Tau nggak lo Ket?” kata Dee.

Gue cukup kaget dengan keberanian Dee yang diluar dugaan ini. Mungkin lama-lama dia gerah juga kali ya. Ada serunya juga loh, gue berada diantara cewek-cewek cantik ini. Apalagi tema ributnya adalah memperjuangkan gue. hehehe. Tapi itu nggak mau gue perpanjang lagi, capek soalnya.

“Lo udah berani main fisik sama gue ya Dee?” Tantang Keket.

“Apa yang mesti ditakutin dari lo? lo tu Cuma cewek kesepian yang mengemis cinta sama cowok orang. Tau nggak lo? dasar janda nggak tau diri lo.”

Daaan, catfightpun terjadi. Saling jambak terjadi. Cakar-cakaran terjadi. Gue sengaja nggak memisahkan mereka sementara waktu. Gue hanya menonton saja, tontonan yang tentunya sangat langka, dan baru pertama kali gue alami.

Dee seperti kesetanan sampai akhirnya bisa menjatuhkan Keket yang badannya jauh lebih tinggi dari dia. Dee kemudian menimpa badan Keket, Dee duduk diperut Keket. Dee meraih vas bunga yang ada di meja dekatnya. Ketika vas bunga kecil pajangan untuk meja teras Dee sudah akan dipukulkan ke wajah Keket, barulah gue stop semuanya.

“Udah Dee, cukup!” kata gue sambil menahan tangan kiri Dee yang udah siap mukul pakai vas.

“Tapi dia ini mesti dilukai dulu biar tau rasanya gegar otak itu gimana. Babak belur terjatuh dari tempat tinggi itu gimana.” Ujar Dee, matanya berkaca-kaca.

Keket yang mengeluarkan sedikit darah di mulutnya pun terlihat senyum licik ke arah Dee.

“Kamu juga Ket, jangan mancing lagi. Udah selesai semuanya!” kata gue.

Gue kemudian membantu Dee berdiri dan kemudian membantu Keket bangun.

“Gimana? Udah pada puas? Udah seneng bisa saling pukul satu sama lain?” tanya gue ke keduanya.

“Aku nggak mau jal*ng ini ada didepan mukaku lagi Zi.”

“Gue juga nggak mau lagi liat muka lo didepan gue. Gue muak sama lo Dee.”

“Gue nggak pernah ada masalah sama lo. dan gue nggak tau apa-apa soal hubungan lo dengan Ija dimasa lalu. Yang gue tau adalah gue orang yang paling pantas nerima kasih sayang Ija karena gue ceweknya dia sekarang. Ngerti lo? cara-cara lo yang kampungan itu nggak pantes banget dilakuin oleh seorang lulusan cum laude dari kampus kita. Kayak nggak punya otak. Cantik-cantik psikopat lo Ket.” Kata Dee merepet.

“Bener kata Dee, kamu itu udah kayak nggak punya otak, dan karena nggak ada otaknya, jadi nggak punya hati dan perasaan kamu. Aku udah bilang, aku nggak kenal Keket yang ada didepanku. Aku kenalnya Keket yang dulu. Sayang, Keket yang dulu udah mati. Udah nggak ada lagi dia sekarang. Kamu sadar dong, posisinya udah nggak bisa kayak dulu lagi. Dulu kamu pasrah sama keadaan dengan alasan nggak mau ngelawan ibu kamu, dan kamu korbanin semuanya, sampai ngehancurin sehancur-hancurnya hati aku. Sekarang aku udah milih jalanku sendiri, kenapa kamu gangguin, hah? Aku udah tau juga jawabannya, pasti karena mau mengambil hati aku yang dengan hati aku ini bisa ngisi hati kamu yang kosong gitu kan? Basi Ket. Udah berulang kali gini-gini aja ngomongnya.”

“Maafin aku Ja. tapi aku sungguh sangat mencintai kamu.”

“Makan tuh cinta. Kelakuan lo udah kayak per*k tau nggak lo.” kata Dee.

“Dee, jangan ngatain gitu.”

“Heh, kamu itu suka ngata-ngatain orang juga, kenapa aku nggak boleh?”

“Iya sih, tapi jangan begitu. Ini lain casenya.”

“Apa lainnya? Karena dia mantan terindah kamu makanya kamu belain juga, iya?”

“Loooh. Kok kamu jadi marah sama aku?”

“Udah lah nggak usah dibahas Zi. Aku capek debat sama kamu. Lebih baik suruh dia pergi dan jangan pernah balik lagi.”

Dee udah benar-benar kehilangan kendali. Berasa kayak orang gila. Sesekali dia ngomong kasar juga ternyata. Gue aja kaget dia yang biasanya kalem aja bisa kayak gini juga.

“Udah Ket, nggak usah ganggu kami lagi, kami bahagia banget dengan hubungan kami sekarang.” Kata gue.

Lalu tiba-tiba Dee mencium gue, dia melingkarkan tangannya dileher gue dan kami melakukan french kiss didepan Keket. Gue tau Dee sengaja. Gue ladenin sekalian, bahkan gue sampai menciumi leher dan tengkuknya. Sampai akhirnya suasana panas itu diakhiri oleh tangisan Keket.

“Cukup kalian nyiksa aku kayak gini!” teriak Keket.

“Nah, kan aku udah bilang, aku udah bahagia sama Dee. Bahkan kami selalu rutin berhubungan didalam sini, setiap kali kami ketemu.” Kata gue sambil menunjuk kamar Dee.

“Aku juga bisa kalau kamu maunya kayak gitu doang Ja.”

“Masalahnya akunya yang nggak mau kayak gitu sama kamu. Orang jahat nggak pantas lagi kenal dan bergaul dengan rocky. Inget itu Ket.”

Dee yang masih emosi lalu menjambak rambut Keket yang terurai dan berantakan. Dia menyeret paksa Keket keluar dari pagar kostannya. Gue tau ada beberapa penghuni lain yang melihat, tapi gue nggak peduli.

“Lo pergi sekarang, atau gue laporin ke polisi nanti. Apa perlu gue teriak maling disini?” teriak Dee ke Keket.

“Oke oke aku pergi Dee. Tapi ingat urusan kita belum selesai Dee.” Kata Keket.

“Sakit lo Ket!” kata Dee.

Yak satu lagi rusak hubungan almamater karena gue. Dulu gue dan Rama, Keket dan Harmi, sekarang Keket dan Dee. Semuanya karena ada urusannya sama gue. Hadeh. Mantap sekali ini ya.

“Yank aku nggak nyangka kamu bisa segahar itu tadi. Hehe.” Kata gue.

“Hehe aku mah sabar-sabar aja yank aslinya. Aku ini berdarah sumatera jadi aku adalah orang yang berani sebenernya. Aku takut diawal karena sebelumnya aku nggak pernah ngalamin hal murahan kayak gini. Tapi setelah aku pikir, iya juga, ngapain harus takut? Aku kan nggak salah.” Kata Dee.

“Ini semua salah aku yank.”

“Kok jadi kamu nyalahin diri kamu sendiri sih Zi?”

“Iya kan akar masalah ini ada di aku Dee. Aku yang dulu pernah berhubungan dengannya dan ngasih semua kenyamanan dan apa yang dia butuh, seperti yang aku lakuin sekarang ke kamu, jadi kayak candu Dee. Dulu ada juga mantan aku yang semodel begitu, nggak bisa jauh dari aku, tapi nggak segila Keket sih emang. Tapi kurang lebihnya kayak gitu. Semuanya bilang masalah kenyamanan. Emang salah ya kalau aku bikin nyaman cewek?”

“Nggak salah yank. Tapi gimana si cewek itu aja nyikapinnya. Kalau gila banget kayak Keket itu ya nggak banget lah.”

“Aku Cuma mau do the best buat pasangan aku yank. Apa itu salah ya?”

“Nggak salah kok yank.” Katanya sambil mengelus pipi kanan gue.

--

Semenjak chat pertama gue dan Mirna, gue rutin meladeni chat darinya. Tapi lebih banyak membahasa masalah politik dan isu-isu terkini di republik ini. Dia ternyata belum lulus. Dia dari fakultas A. Mirna ini adalah teman seangkatan Ara waktu SMA dulu. Dia udah mengenal gue dari jaman SMA. Tapi gue nggak pernah kenal ini anak.

Anak ini dulu waktu gue SMA emang nggak banyak beredar. Kerjaannya sekolah kemudian pulang. Beda dengan gue dan Ara yang aktif di beberapa ekskul dan OSIS. Maka dari itu gue pun nggak pernah kenal sama anak ini.

Pada satu malam gue video call dengan dia menggunakan laptop. Dia pun menggunakan laptop. Sementara gue sedang asyik video call, Mirna meminta izin untuk kebelakang. Dan apa yang terjadi? Video call Mirna dibajak sama teman kostannya yang bernama Dwina dan Rinda. Dua cewek ini sangat manis untuk ukuran cewek-cewek alim yang kerudungnya lumayan panjang.

“Hai Kak Ija. Ciee, udah lama banget kayaknya deket sama Kak Mirna ya?” kata Rinda.

“Hehe kakaknya lucu ya kalau diem dan bingung.” Ujar Dwina.

“Hehe nggak kok biasa aja. Dan gue juga Cuma chat biasa aja.” Kata gue.

“Yaudah ya kak, kak Mirna datang. Kita pamit. Hehehe.” Kata Rinda.

Anjir cakep juga tu anak berdua. Gue pikir. Padahal kerudungnya kerudungan panjang. Dari sini jugalah gue bisa mengubah mindset gue, kalau kerudung panjang pasti kaku, itu nggak sepenuhnya benar.

Ada kok yang bisa diajak gaul kayak gini. Ngomongnya juga biasa aja, nggak pake ana, ente antum, akhi ukhti dan bahasa-bahasa impor yang katanya sesuai syariah lainya. Kami ngobrol dengan bahasa Indonesia normal.

Semakin lama emang kedekatan gue dan Mirna jadi cukup dekat. Tapi selalu ada interference dari dua anak tadi. Bahkan makin keakhir tahun, mereka berdua udah nggak segan untuk nimbrung ketika Mirna sedang video call dengan gue. Gue malah jadi lebih tertarik dengan Dwina waktu itu.

“Kak, catet nomer aku ya.” Kata Dwina berbisik ketika Mirna sedang kebelakang dan Rinda nggak ikutan.

“Oke udah gue catet. Terus mesti gue apain ini nomor?”

“Ya miskol aku dong. Nanti kita bisa lebih enak kalo chatnya nggak lewat Kak Mirna terus. Hehe.”

“Hooo. Oke-oke.”

Dengan Mirna lancar, pun dengan Dwina. Dwina lebih agresif ternyata dari Mirna. Bahkan dia lebih berani untuk mengajak gue jalan daripada Mirna. Gue juga udah memberitahu kalau gue udah ada Dee, yang ternyata seangkatan dengan Dwina dan Rinda.

“Win, kamu mau nemenin aku nggak? Aku ada ngurus persiapan buat manggung di Radio Kota nih di bulan Desember depan.” Kata gue di telepon.

“Yaudah kak boleh. Mau kapan?” kata Dwina.

“Sabtu ini sih rencananya.”

“Oh yaudah aku atur dulu ya kak.”

“Sip deh. Makasih ya Win.”

fakhrie...
trikarna
sampeuk
sampeuk dan 29 lainnya memberi reputasi
30
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.