Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh ❤
Welcome to my 4th Thread.
Hai agan dan sista,
Di thread kali ini, saya ingin berbagi cerita mengenai gejala depresi pasca melahirkan yang pernah saya alami.
Tujuan saya berbagi adalah agar diluar sana semakin banyak orang yang sadar akan kerapuhan jiwa dan raga seorang ibu baru pasca melahirkan.
Semoga gansis tidak bosan membaca cerita saya yang lumayan panjang ini.
Pict source : Foto pribadi
..........
Saat saya hamil besar, secara tidak sengaja saya membaca status teman saya yang baru saja melahirkan. Kaget bukan kepalang karena teman saya bercerita bahwa dia secara tidak sadar membanting anaknya sendiri yang masih tak berdaya itu.
Intinya dia akan begitu ketika mendengar anaknya menangis tanpa henti. Dan hal ini sudah terjadi beberapa kali saat dia hanya sendiri bersama dengan anaknya. Dia bercerita bahwa ada yang membisikinya untuk melukai, memukul bahkan melempar anaknya.
Kejadian lain, suami saya pernah bercerita mengenai istri rekan kerjanya yang tiba - tiba berteriak bahwa bayi yang dilahirkan itu bukan anaknya. Sampai - sampai dikira sang ibu sedang kesurupan.
Sejak mendengar hal itulah saya mulai banyak mencari tahu tentang depresi pasca melahirkan yang mencakup baby blues maupun post partum depression ( PPD ).
Baby blues dan PPD yang notabene sama - sama merupakan bentuk dari gejala depresi pasca melahirkan, ternyata memiliki pengertian yang berbeda.
Dikutip dari parenting.orami.co.id,
"Baby blues hilang dalam waktu 2 minggu pascapersalinan, tetapi apabila perasaan depresi tak kunjung hilang dalam waktu 2 minggu atau semakin memburuk, kemungkinan besar sang ibu mengalami PPD."
Jadi Intinya PPD adalah baby blues yang tak kunjung sembuh.
Banyak sekali artikel yang membahas tentang baby blues. Namun, beberapa orang masih ada yang menganggap remeh efek berkepanjangan dari baby blues ini.
Padahal secara garis besar, hampir semua ibu pada 2 minggu awal melahirkan akan mengalami lonjakan emosi. Hanya saja, di beberapa ibu tidak berlanjut menjadi PPD karena pencetus PPD bisa diminimalisir.
Lanjut kembali ke cerita saya. Berhubung banyaknya kejadian depresi pasca melahirkan yang sudah saya dengar, saya dan suami pun mulai berinisiatif untuk mempersiapkan segala sesuatu tanpa kurang sedikitpun untuk persiapan melahirkan nanti.
Dari perencanaan melahirkan, persiapan perabotan bayi, perencanaan dana persalinan dan selamatan, dll. Sudah sangat saya persiapkan dengan matang. Bahkan saat ASI saya sudah keluar dari trisemester ke 2 kehamilan, konsultasi dengan konselor ASI pun sudah saya lakukan.
Sebagai informasi kepada agan dan sista, saya adalah orang sumatera dan suami saya adalah orang jawa. Sedangkan rezeki suami mencari nafkah adalah di Kalimantan.
Dari hasil pertimbangan, kami mencari jalan tengah agar bisa lebih mudah dalam persalinan nanti. Sehingga kami memutuskan untuk melakukan proses persalinan di Jawa yaitu dirumah mertua.
Saat persalinan pun tiba, inilah awal baby blues dimulai.
Quote:
🍁Perasaan takut akan terjadi hal yang tidak - tidak pada anak
Pict source : bali.tribunnews.com
Qodarullah anak saya lahir secara asfiksia yaitu kondisi bayi gagal nafas, tidak menangis pasca dilahirkan, anggota gerak sudah membiru, karena kepala tak kunjung turun akibat dua lilitan tali pusar yang kuat dileher. Padahal sebelumnya ketika di USG, lilitan hanya ada satu. Maha Baik Allah, setelah ditangani tenaga medis, anak saya bisa menangis dan harus dibantu oksigen. Sehingga saya gagal melakukan inisiasi menyusui dini.
Kepedean saya tentang ilmu mengASIhi yang sudah saya dapat dari konselor dan grup parenting ternyata, tidak semudah itu ferguso! bayi saya sama sekali tidak mau menyusu. Padahal secara alami, bayi akan secara refleks menyusu karena refleks menghisap sudah bayi lakukan sejak didalam kandungan.
Tetapi tidak dengan bayi saya, padahal ASI saya sudah keluar. Posisi menyusui yang diajarkan suster masih belum bisa saya aplikasikan dengan baik.
Kabar baik yang saya dapatkan dari teman - teman yang support ASI, bahwa cadangan makanan bayi dari dalam kandungan bisa bertahan sampai dengan 3 hari.
Pernyataan tersebut membuat saya mulai optimis kembali untuk tetap menyempurnakan proses pelekatan menyusu pada bayi saya sampai bisa. Namun, hal itu tidak bertahan lama karena bayi saya yang masih berumur dua hari tiba - tiba demam tinggi, berat badan sudah turun 10% dari berat lahir dan dinyatakan dehidrasi. Perasaan bingung, sedih dan merasa bersalah menghantui saya.
Bayi saya akhirnya harus masuk ke ruang NICU. Selain dibantu cairan ASI yang saya pompa, juga dilakukan proses infus agar dehidrasi tersebut bisa segera diatasi.
Memompa ASI tidak semudah yang dibayangkan. Melihat grup pumping dimana ada seorang ibu yg memposting cadangan ASI sampai freezer kulkas penuh, ternyata tidak berlaku bagi ibu baru seperti saya.
Perasaan khawatir, sedih bercampur takut akan terjadi hal - hal yang tidak - tidak kepada bayi saya, membuat proses pumping ASI tidak berjalan mulus. Dua jam menggunakan pompa ASI, hanya sanggup membasahi pantat botol saja. Deadline penyetoran ASI per 2 jam membuat saya tidak bisa tidur karena harus memompa ASI.
Belum selesai kejar tayang setor ASI sampai kondisi bayi saya sehat, ternyata tak lama setelah itu anak saya mengalami hiperbillirubin ( atau disebut kuning ).
Dikutip dari wikipedia, "Hyperbilirubin (Hiperbilirubin) adalah suatu penyakit dimana meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang kadar nilainya lebih dari normal".
Semangat memompa ASI pun langsung buyar seketika. Pelukan dari suami hanya bisa berefek menenangkan sebentar. Yang saya rasakan adalah takut dan sedih. Saya tidak bisa berhenti menangis.
Hingga akhirnya, ada suster yang menguatkan bahwa yang mengalami hiperbillirubin bukan anak saya saja.
Dan benar, diruangan NICU ternyata ada 7 bayi yang sedang di fototherapy.
Quote:
🍁 Lelah jiwa raga karena mengurus bayi dan lelahnya mengikuti acara tradisi.
Source : Google search
Setelah bayi saya dinyatakan sehat, saya berharap bisa beristirahat dan mulai merawat bayi saya sendiri di rumah.
Namun, ternyata tidak sesantai yang saya bayangkan.
Selain mengurus bayi dan proses menyusui bayi yang membutuhkan ketenangan, ternyata tidak berlaku bagi adat acara di Jawa.
Ketika ada pasutri yang baru pulang setelah lahiran, maka tetangga akan datang menjenguk silih berganti dari pagi sampai malam.
Waktu siang yang seharusnya bisa dipakai beristirahat, mau tidak mau harus kami lakoni untuk melayani tamu yang hadir. Sedangkan malam hari adalah waktu sang bayi begadang. Saat itu, 10 menit tidur dalam sehari sudah sangat istimewa bagi saya.
Acara demi acara yang berbarengan dengan proses belajar relaktasi, mengurus bayi, melayani tamu, membuat saya kurang beristirahat. Sehingga ketika bayi saya menangis, yang ada hanyalah perasaan emosi dan sedih. Tak jarang saya mengendong anak saya sambil ikut menangis.
Quote:
🍁 Mom shaming, body shaming dan perbedaan pengasuhan jaman dulu Vs sekarang yang membuat runtuhnya kepercayaan diri menjadi seorang Ibu yang baik.
Source : Google search
Apa itu mom shaming?
Dikutip dari Klikdokter.com, bahwa : "mom-shaming terjadi ketika ada seorang ibu mengkritik ibu lainnya. Biasanya, kritikan ini terkait metode persalinan yang dipilih, pola pengasuhan anak, soal menyusui, penggunaan susu formula, atau apa pun yang berhubungan dengan anak."
Dua minggu berlalu Ketika ibu kandung saya sudah tidak menemani saya di jawa dan suami saya sudah kembali merantau bekerja, saat inilah baby blues saya mulai naik tingkat menuju PPD.
Berawal dari banyaknya mom shaming yang saya dapatkan ketika banyak tetangga yang mengunjungi anak saya.
"Bedongnya kok ga kenceng.. nanti kakinya pengkor. Tetangga saya kakinya pengkor gara - gara kecilnya ga pernah dibedong."
"Kok gak dipakein gurita sih, nanti perutnya gede sampe tua"
"Bayi itu harus dipijet biar tulang nya mbentuk"
"Kok nangis terus, kasih makan pisang aja. Cucuku dulu umur seminggu aku kasih makan pisang"
Dan masih banyak lagi ungkapan - ungkapan lain yang membuat saya hampir tersulut emosi.
Bukan hanya itu, perubahan badan saya yang menggemuk juga menjadi sasaran komentar netizen.
"Kok kamu jadi jelek? Kok gemuk bangeeet sekarang"
Sumpah, kata - kata seperti itu sama sekali tidak berguna gan..
Sejak saat itu, saya seperti menjadi dua orang yang berbeda.
Saat tidak ada kata - kata yang membully, saya menjadi diri saya sendiri seperti biasanya.
Namun, ketika ada kata - kata yang menjurus ke pembullian, saya tiba - tiba menjadi orang yg berbeda. Saya menjadi orang yang mudah tersinggung, pendiam, mudah emosian, tidak nafsu makan dan ada perasaan sangat benci kepada mereka yang membully.
Emosi saya semakin labil ketika suatu hari saya mendengar ada orang terdekat dirumah yang mengatakan bahwa anak saya menangis terus ketika bersama saya. Padahal ketika digendong orang lain malah anteng - anteng saja.
Awal mula, saya sedikit bisa mengontrol emosi ketika ada mom shaming seperti itu,
Namun karena rasa lelah, tidak adanya tempat curhat membuat saya menjadi tak terkendali.
Puncak emosi terjadi saat bayi saya berusia 1 bulan, ketika ada mom shaming soal anak saya yang menangis hanya ketika bersama saya.
Ketika bayi saya tidur, saya nekat membawa motor malam - malam sendirian dan beinisiatif untuk kabur.
Dan satu hal yang harus gansis tahu, bahwa bisikan setan alias bisikan negatif otak itu nyata. Saat dipuncak emosi dan kesedihan, saya mendengar dengan nyata ada yang berbisik, "Ayo kabur saja, tinggalin aja bayimu. Toh ga ada yang percaya kamu becus jadi ibu"
Motor yang saya naiki sudah keluar rumah, dan bisikan itu semakin nyata. Entah apa yang saya pikirkan saat itu. Kosong, bingung berencana mencari tempat sepi untuk menangis. Teriakan mertua dan saudara yang menyuruh saya untuk jangan keluar sendirian tidak saya hiraukan. Saya tetap memacu gas motor dengan cepat berharap ingin segera pergi entah kemana.
Qodarullah Allah Maha Baik. Saat itu saya disadarkan untuk beristighfar. Saya beristighar dijalan sembari menangis menyusuri persawahan sepi.
Satu hal yang menyadarkan saya untuk kembali kerumah adalah bagaimana nanti jika anak saya lapar dan haus?
Sekali lagi Allah Maha baik, dikala saya mengalami gejala ini tak ada satupun bisikan otak yang menyuruh saya untuk menyakiti anak saya. Karena saya ingat sekali bagaimana usaha saya untuk bisa mendapatkan buah hati. ( baca :
Saya Penderita PCOS, Saya Berhasil Hamil
Well agan dan sista, baby blues atau PPD ini bukan soal perkara "Ah lebay lu gitu aja nangis baper.."
Baby blues dan PPD sangat rentan terjadi bagi ibu pasca melahirkan yang rapuh jiwa dan raganya.
Lalu, bagaimana bisa saya sembuh dari gejala ini?
Satu - satunya cara adalah menjauh dari pemicu timbulnya gejala depresi ini.
Quote:
Berikut beberapa hal yang saya lakukan :
🌸 Curhat
Tak hanya curhat kepada Sang Pencipta, ternyata curhat kepada suami, kepada teman yang pengertian sangat berpengaruh terhadap kesembuhan saya.
Awalnya saya ragu mencurahkan hati kepada suami karena takut membuatnya khawatir.
Jutru ternyata curhat adalah solusi. Suami saya akhirnya memberi pengertian kepada keluarga kami untuk lebih menjaga lisan dan tatanan bahasa yang lebih halus agar tidak menyinggung saya.
🌸 Berusaha menjadi pribadi yang pemaaf
Memaafkan memang sangat sulit.
Tapi dengan memaafkan saya menjadi lebih ikhlas dalam menerima kritikan dan nasehat. Saya berusaha tidak menelan mentah - mentah pendapat orang lain mengenai cara pengasuhan anak. Buang buruknya dan Ambil baiknya. ❤
🌸 Berdamai dengan diri sendiri.
Saat mengalami gejala depresi, saya merasa menjadi orang yang paling sedih. Apalagi ketika mendengar kids shaming seperti , " Kok anaknya item?" "Kulitnya kok beruntusan?" Dll yang membuat saya menjadi kurang bersyukur.
Padahal Allah sangat Maha Baik, Anak saya adalah anak yang normal. bagaimana dengan seorang ibu yang mendapatkan anak yang spesial dan berkebutuhan khusus?
Bismillah dari hal itu saya harus berubah menjadi pribadi yang lebih banyak bersyukur.
🌸 Mencari suasana yang kondusif
Setelah keluarga kami akhirnya paham dengan kondisi yang saya alami, alhamdulillah saya diizinkan ikut kembali tinggal bersama suami saya diperantauan.
Dengan ketenangan suasana dan mengasuh anak dengan keinginan dari dalam hati sendiri, membuat saya lebih cepat beradaptasi menjadi seorang ibu.
Kepercayaan diri saya menjadi ibu yang baik lebih meningkat.
...........
Para Gansis yang sedang membaca,
Perjuangan seorang Ibu tidaklah mudah.
Jaga hatinya, Peluk raganya, beri semangat agar dia tidak terpuruk..
Mereka tidak membutuhkan komentar pedasmu. Mereka butuh keajaiban kata - kata penyemangat agar kepercayaan dirinya kembali utuh..
❤
Dari seorang Ibu yang hampir rapuh..
Quote:
Note : Berhubung adanya komentar kontra soal penggunaan kata "Bisikan Setan" pada judul thread ini, oleh karena itu akan saya lebih perjelas maksud penggunaan kata tersebut. Yang saya maksudkan adalah adanya bisikan atau perintah negatif yang datang dari otak untuk melakukan sebuah tindakan yang tidak terkendali. Hal ini bukan berarti merujuk pada adanya gangguan mahluk halus atau semacamnya.
Sekian thread saya,
Terimakasih sudah bersedia mampir..
Wassalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh.