Ini cerita tentang pengalaman istri gue saat dia masih duduk di Sekolah Dasar dulu. Dan cerita ini jadi alesan juga kenapa istri gue udah agak males untuk main ke Pasar Malam, terutama untuk nyobain permainan Rumah Setan.
Dulu saat istri gue kecil, Pasar Malam rutin banget ada di kampung dekat komplek rumah dia. Hampir sebulan sekali bahkan Pasar Malam rutin diadakan. Istri gue dan teman-teman kecilnya pun selalu main ke Pasar Malam itu karena di sana ada banyak permainan dan jajanan. Siapa yang ga suka main ke Pasar Malam saat dulu?
Nah, istri gue dan teman-teman kecilnya pun suka nyobain seluruh wahana yang ada di sana. Mulai dari komidi putar, bianglala, ombak banyu, tong setan, kora-kora, kereta api, dan banyak wahana lainnya. Tapi satu yang ga pernah istri gue coba, rumah hantu. Dia sadar, dia punya banyak pengalaman serem dengan segala hal yang ada unsur hantu/setan. Daripada nanti dia sendiri yang malah kesusahan, lebih baik dia hindari wahana itu dari awal.
Tapi teman-teman kecilnya saat itu ga tau apapun tentang pengalaman yang udah dia lalui selama ini.
Suatu malam di salah satu Pasar Malam, teman-teman kecilnya memaksa dia untuk ikut masuk ke wahana rumah hantu. Awalnya dia ga mau ikut, seperti biasa. Tapi kali ini teman-teman kecilnya bersikeras untuk mengajaknya. Mereka ga mau denger alesan apapun dari istri gue. Mereka cuma anggep istri gue itu anak yang penakut dan mereka mengancam ga mau ajak istri gue main ke Pasar Malam lagi kalau istri gue ga mau ikut masuk wahana rumah hantu saat itu. Mau ga mau, istri gue pun akhirnya menuruti permintaan teman-teman kecilnya itu. Namanya juga istri gue masih anak kecil.
Singkat cerita, sampailah mereka di depan wahana rumah hantu. Jaman dahulu, poster untuk wahana seperti ini digambar menggunakan cat, jadi memang kesan seram dari si rumah hantu itu tidak begitu terasa dari gambar yang ada di luar wahana. Tapi, istri gue dari awal udah punya firasat ga baik di dalam rumah hantu ini.
Istri gue melihat jam yang ada di tangannya, saat itu udah menunjukkan hampir jam 9 malam. Seluruh wahana akan segera tutup hari itu. Dilalahnya, istri gue dan teman-teman kecilnya adalah pengunjung wahana rumah hantu terakhir hari itu.
Istri gue dan empat orang temannya pun masuk ke dalam wahana tersebut. Wahana itu sebenernya ga begitu besar, untuk orang dewasa. Tapi buat anak SD dengan badan kecil seperti istri gue, wahana itu terasa cukup besar.
Tipikal film-film horor, di dalam rumah hantu itu sangat gelap. Cahaya hanya ada dari lampu neon berwarna merah yang ga tidak terlalu terang dan berkedip-kedip. Efek suara horor, suara burung hantu, dan suara-suara hantu pun mulai dinyalakan untuk membuat suasana seram semakin menjadi-jadi.
Satu per satu hantu muncul. Ada pocong, genderuwo, tuyul, kuyang, darah dimana-mana, dan potongan tubuh manusia mulai mereka temui. Tapi istri gue dan teman-teman kecilnya itu belum juga menemukan sosok kuntilanak di wahana itu. Sedangkan gambar utama di depan rumah hantu ada sosok kuntilanak itu sendiri.
“
Save the best for last.” Itu yang ada di pikiran istri gue.
Sebenernya istri gue ga kepengen banget untuk bisa ngeliat sosok kuntilanak ini. Dia udah pernah melihat sosoknya yang asli. Dia ga mau lagi bisa ngeliat sosok lainnya lagi. Tapi istri gue penasaran kenapa dia belum menemukan sosok itu.
Istri gue berusaha menikmati wahana ini seperti bagaimana teman-teman kecilnya menikmatinya. Mereka ketakutan tapi tetep berusaha menjalani wahana ini sampai akhir. Mereka penasaran untuk menjalani wahana itu sampai akhir.
Tulisan ‘EXIT’ sudah terlihat di ujung lorong. Istri gue hanya perlu melewati satu lorong lagi sebelum akhirnya belok kanan ke arah pintu bertuliskan ‘EXIT’ itu. Saat itu istri gue udah mulai lupa dengan sosok kuntilanak yang tak kunjung muncul.
Tepat sebelum sampai di akhir lorong, lampu di dinding sebelah kiri lorong menyala. Dinding tersebut dibuat seperti jendela, membuat seakan-akan ada yang mengintip dari luar jendela. Istri gue dan teman-temannya pun berjalan perlahan ke arah dinding itu.
Awalnya tidak ada apa-apa, sampai akhirnya mendadak muncul sosok kuntilanak berbaju merah entah muncul darimana. Teman-teman istri gue langsung berlarian ke arah pintu keluar yang hanya berjarak tiga meter dari tempat mereka berdiri saat itu.
Tapi entah karena takut atau bagaimana, istri gue hanya terdiam dan ga bergerak sama sekali ketika melihat kuntilanak itu. Rasanya dia mau teriak, tapi tidak ada kata-kata apapun yang keluar dari mulut istri gue. Istri gue seketika menjadi gagap. Dia benar-benar merasa ketakutan.
Mendadak sosok itu menghilang. Istri gue lebih kaget lagi. Dia liat dengan jelas kalo sosok itu MENDADAK MENGHILANG, bukan turun ke bawah atau bergeser ke kanan atau kiri. Istri gue pun mengeluarkan segala keberanian yang tersisa untuk lari ke arah pintu keluar.
Tepat sebelum dia membuka pintu, istri gue melihat ke arah lorong yang baru saja dia lalui. Di sana dia lihat ada sosok kuntilanak yang berdiri dan menghadap ke arah dia.
Matanya terlihat jelas putih. Rambutnya panjang berantakan dan terurai. Sosoknya persis mirip dengan apa yang pernah dia temui di belakang rumahnya. Tapi istri gue kurang begitu jelas apakah sosok itu menapakkan diri di lantai atau ga. Istri gue pun lari keluar rumah hantu itu. Dia mengejar teman-teman kecilnya yang udah ada di luar rumah hantu.
Ketika istri gue sampai di luar, istri gue kaget setengah mati dengan apa yang dia liat saat itu.
“Hah? Kuntilanaknya ada di luar?”
Sosok kuntilanak yang seharusnya menakuti mereka di rumah hantu itu sedang ada di luar untuk beristirahat. Sosok kuntilanak itu duduk di balik rumah hantu dengan beberapa pemuda lainnya yang sedang mencopot rambut kuntilanak dia. Mungkin karena dia pikir udah ga akan ada orang yang mau dateng ke wahana ini lagi. Dandanan kuntilanak yang ia gunakan pun berbeda dengan apa yang baru saja istri gue temui. Kurang lebih seperti ini :
“Terus tadi di dalem asli gitu???” tanya istri gue semua teman-teman kecilnya.
Mereka ga menjawab pertanyaan istri gue. Mereka semua memutuskan untuk langsung pulang tanpa melanjutkan untuk datang ke wahana lainnya. Mereka takut kalau apa yang mereka lihat, malah mengikuti mereka sampai di rumah.
Sejak saat itu, istri gue ga pernah lagi mau coba masuk ke wahana rumah hantu di Pasar Malam manapun. Dia selalu mengulang-ngulang cerita ini, bahkan sampai saat ini ke gue. Dia ga mau keisengannya malah membuat dia bertemu langsung dengan apa yang dia takuti selama ini.
Siapa yang mau main ke rumah hantu begitu malah ketemu hantu aslinya bukan?