- Beranda
- Stories from the Heart
AKHIR PENANTIANKU (JILID III) [18+] [TRUE STORY]
...
TS
dissymmon08
AKHIR PENANTIANKU (JILID III) [18+] [TRUE STORY]
SELAMAT DATANG AGAN SISTA
Gue adalah penulis cabutan dari forum Lautan Indonesiayang dulu sempet jaya dengan cerita-cerita fanfiction-nya. Karena satu dan lain hal, gue harus pindah ke forum lain untuk menulis cerita-cerita gue. Tapi belum kunjung menemukan yang sreg. Gue pun vakum dari Tahun 2010 dan baru kembali menulis di Tahun 2019 ini dengan dukungan dari orang-orang tersayang gue.
Kali ini gue coba untuk menulis di forum Kaskusini karena rekomendasi beberapa temen gue. Semoga gue dan Kaskus berjodoh!
Mohon maaf kalo bahasa gue ada yang berantakan karena udah lama ga terbiasa nulis lagi kayak dulu. Gue lupa lagi cara mengarang cerita dan banyak cerita lama gue hangus karena PC gue kena virus.
Jadi, sebagai langkah pertama kembalinya gue ke dunia sastra ini, gue coba menulis tentang kisah cinta gue dari gue kecil hingga saat ini yang ada serunya, lucunya, absurd-nya sedihnya, nyakitinnya dan tentunya ada nyempil ++ nya juga dong, biar pengalamannya lengkap.
Kisah cinta yang selalu gue kenang dan inget seumur hidup gue ini karena mereka yang mengajarkan gue banyak hal tentang kehidupan dan banyak pengalaman hidup yang gue udah lalui untuk menjadi bekal gue di kehidupan gue saat ini.
Kisah cinta yang selalu gue kenang dan inget seumur hidup gue ini karena mereka yang mengajarkan gue banyak hal tentang kehidupan dan banyak pengalaman hidup yang gue udah lalui untuk menjadi bekal gue di kehidupan gue saat ini.“Kok langsung Jilid III?”
Yap. Kalian ga salah baca judul di threadini. Gue masih nubie dan langsung bikin postingan pertama dengan judul Jilid III. Karena gue akan menceritakan cerita ini dengan alur seperti bagaimana film Star Wars diluncurkan. Gue akan mulai dengan Jilid III, Jilid IV, Jilid II, dan kemudian Jilid I. Tidak lupa akan ada side story cerita lainnya yang akan gue bikin juga rencananya, tergantung dari respon agan sista terhadap cerita gue ini.
Tapi kalo agan sista nantinya mau baca stand-alonepun gapapa, atau misalnya mau baca dari Jilid I sampai Jilid IV secara berurutan pun boleh banget. Karena cerita di sini insya Alloh akan gue bikin mudah dipahami dan ga bikin agan sista kebingungan. Insya Alloh. Manusia cuman bisa merencanakan. Hehehe.
Semoga agan sista suka! 

![AKHIR PENANTIANKU (JILID III) [18+] [TRUE STORY]](https://s.kaskus.id/images/2019/10/05/10712020_20191005013521.jpg)
Spoiler for INDEX:
Spoiler for MULUSTRASI:
Spoiler for PESAN DARI HATI:
HT PERTAMA @ STORY
HT KEDUA @ THE LOUNGE
Alhamdulillah berkat support dari agan sista, thread ane ini jadi HT!
Terima kasih banyak ane ucapin buat agan sista yang udah setia nunggu update-an cerita-cerita ane.
Semoga tulisan ane bisa terus lebih baik dan bisa menyajikan cerita lebih seru buat dibaca agan sista!

Spoiler for PERATURAN:
Quote:
Diubah oleh dissymmon08 16-09-2020 10:13
garingwew dan 55 lainnya memberi reputasi
54
135.9K
1.8K
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•51.4KAnggota
Tampilkan semua post
TS
dissymmon08
#866
CINTAKU, F: PELIPUR LARA (PART 02)
Udah dua hari gue ngebongkar-bongkar berkas lama yang ada di Ruangan Himpro. Mungkin karena ini ruangan bersama, jadinya ga ada yang bener-bener bertanggungjawab sama kerapihannya. Di dalem ruangan ini yang seharusnya bisa jadi tempat arsip lengkap sejarah Himpro, malah jadi tempat penitipan barang pribadi. Banyak buku-buku tugas dari jaman alumni atau senior atas kami. Belum lagi banyak yang simpen baju, tas, jas laboratorium, atau TV lama dari kosan buat disimpen di Ruangan Himpro.
Gue yang ga betah sama barang berantakan pun inisiatif sortir barang yang bisa kepake dan berkas yang sekiranya masih berguna buat disimpen di Ruangan Himpro. Yang ga guna ya gue buang. Buat apa miara barang-barang bekas alumni yang udah lulus dari kapan tau? Palingan juga orangnya udah pada punya anak, lupa pernah nyimpen kaos kaki di Himpro.
Akhirnya gue nemuin beberapa berkas LPJ acara tahunan Himpro kami beberapa tahun di atas gue. Salah satunya, LPJ untuk acara yang dimaksud sama Bang Benu. Acara tahunannya angkatan Bang Ija.
Tapi karena LPJnya disimpen ga rapih sebelumnya, berkasnya pun udah rusak dan ga lengkap halamannya. Gue baca-baca dan perhatiin tiap halaman yang tersisa. Yang bisa gue simpulin untuk acara tahunan Himpro angkatan Bang Ija adalah acara mereka jauh lebih meriah dan banyak pesertanya daripada acara yang diadain sama angkatan lainnya. Itu kesimpulan gue ya cuman dari dokumentasi dan beberapa konten acaranya sih.
“Mungkin gue coba susun sendiri dulu deh dari referensi yang ada di sini dulu… Hubungi Bang Ija itu jadi pilihan terakhir. Biar ga ngerepotin dia juga. Udah lama banget kan dia lulus. Semoga nanti KALOPUN gue harus ngehubungi Bang Ija, dia ga akan bacot ke Debby kalo gue kembali chatsama dia.” kata gue dalem hati.
Gue udah beberapa kali brainstormingdengan Divisi Acara gue dan seluruh divisi yang jadi panitia acara tahunan Himpro kami, tentang konsep dan konten acara yang akan dilaksanakan.
Konsep dan konten acara yang sedikit berbeda dengan ada maskot Himpro kami yang tersusun dari barang bekas agar bisa jadi spot instagramable kalo jaman sekarang orang bilang mah, ada beberapa stand untuk orang-orang bisa sewa untuk jualan makanan minuman atau souvenir, ada semacem ‘hall of fame’ di pintu masuk yang nantinya ditempel seluruh kegiatan yang udah kami lewati bersama di sebelah kanan dan seluruh memori nostalgia yang pernah dilakuin sama alumni di sebelah kiri, sesi tanya jawab mengenai isu lingkungan yang sederhana yang terjadi di masyarakat yang nantinya mengundang LSM-LSM, dan beberapa lomba yang bisa diikuti oleh peserta dari SD hingga SMA untuk memeriahkan. Lomba-lomba yang diadakan pun gue tambahin sedikit berbeda untuk membuat mereka menjadi tertarik sama jurusan kami nantinya saat kuliah. Itung-itung sebagai promosi terselubung lah.
Dan sejauh ini, semuanya setuju dengan konsep dan konten yang gue bikin. Bahkan acara tahunan kali ini sangat didukung oleh dosen.
“Bakalan jadi acara yang wah banget deh. Mungkin lebih petjah daripada acara tahunan angkatan 2004!” kata gue sebagai penutup Rapat General acara tahunan kami. Semua orang pun bertepuk tangan dan semangat untuk membuat target agar semuanya berjalan sesuai rencana.
Tapi kan, namanya usaha satu kelompok, ga akan jalan bukan kalo yang kerja cuma satu orang?
Dan apa yang gue takutin pun kejadian.
Pasti ada orang yang bisa diandelin dan ada yang ga bisa diandelin.
Divisi Acara gue kerjanya ga segrecep yang gue kira. Gue sms malemnya untuk cek email mereka, deh mereka baru cek email-nya besoknya. Itu pun karena gue ingetin. Gue hubungi mereka via chat Facebook pas mereka online, biar mereka langsung bisa baca pesen gue tanpa perlu buka email. Eh mereka malah offline pas tau gue chat. Gue kasih deadline buat mereka dua hari, eh sampe satu minggu mereka ga ada progress sama sekali. Alesannya satu dari mereka, “Emi, acaranya masih lama ini.” Padahal acaranya udah tinggal dua bulan lagi.
Gimana mau ‘ngejual’ acaranya kalo pembicaranya aja belum ada dan lombanya belum siap untuk di-publish?
Alesan utama mereka nunda-nunda kerjaan, “Sori, Mi, gue mesti turun penelitian…”.
Terus gue pun ngaca ke diri gue sendiri, gue juga lagi sibuk penelitian. Bahkan gue harus ke lapang selama 3-5 hari setiap ambil sampel. Anggota Divisi Acara gue ambil di satu laboratorium yang sama dimana sampel mereka dianter ke mereka tanpa mereka ke lapang. Mereka nunggu doang di laboratorium. Tapi gue terus diem aja pas di lapang? Gue di sana tetep berusaha mobile dengan internet dan pulsa seadanya. Entah mereka mikir posisi gue apa ga. Ketua bukan berarti harus ngerjain semuanya sendiri bukan? Buat apa ada anggota?
Satu minggu ke depan gue harus ke lapang lagi. Dan gue harus bisa percaya ke tim gue untuk ngurus beberapa tugas selama gue pergi. Seperti biasa, gue sms dan email tugas mereka masing-masing. Selain itu, gue chat dan wall juga di Facebook mereka biar mereka ga lupa. Entah mereka bakalan bisa amanah atau ga dengan pesen gue itu.
Gue harus belajar percaya sama mereka. Tapi ya ekspektasi gue makin kesini, ga lagi bikin acara yang petjah. Cukup acara ini berjalan dengan lancar aja. Gue iri sama angkatan Tahun 2004 yang berhasil bikin acara yang sukses begitu. Iri tanda tak mampu? Iya, gue emang ga mampu. Ga mampu bikin divisi gue mau dengerin ketua divisinya sendiri.
Mungkin emang gue yang salah.
Entahlah.
Perjalanan pengambilan data penelitian kali ini kami bertambah satu orang lagi, senior angkatan Tahun 2008, Bang Rachmat. Kalian inget Bang Rachmat yang jadi penengah di keributan Bang Herman dan Bang Irfanda? Ya, Bang Rachmat yang itu. Bang Rachmat ini juga jadi orang yang negor gue ketika gue OSPEK Jurusan dulu karena gue bikin pernyataan kalo gue ga berniat untuk gabung organisasi kampus apapun.
Menurut dia WAJIB DAN PENTING seorang mahasiswa gabung di BEM, Himpro, atau komunitas lainnya di Kampus, sebelum terjun ke dunia nyata. Gue dulu kurang setuju, karena gue aktif di luar Kampus walopun gue bikin pernyataan begitu. Gue cuma ga mau bilang aja sama dia. Dia cukup tau apa yang dia liat di Kampus.
Jujur, awalnya gue rada canggung sama Bang Rachmat ini. Apalagi pas adegan pemukulan Bang Herman ke Bang Irfan, gue jamin Bang Rachmat ngeliat gue narik Debby dari TKP saat itu. Gue takut di penelitian ini, gue bakalan ribut sama Bang Rachmat. Apalagi kalo dia nyentil-nyentil bahas Debby.
“Emi, lu tumben diem aja? Kenapa lu?” tanya Bang Teguh ke gue yang diem sepanjang perjalanan.
“Gapapa, Ngguh…” Gue yang duduk paling pinggir kiri deket jendela cuma jawab perlahan sambil nengok ke arah jendela.
“Pasti karena gue ya?” tanya Bang Rachmat. “Lu ga mau ada gue? Tapi gue ditunjuk sama Pak Adam, Mi.”
Gue langsung salah tingkah. “Ah Bang Rachmat bisa aja… Ah ha ha ha.” Secanggung itu ketawa gue ke Bang Rachmat. Lidya, Rizal, dan Anggun pun ngerasa ada yang aneh sama gue. Mereka milih ga komentar apapun.
“Teguh yang satu tahun di atas gue lu panggil ‘Engguh’, masa gue lu panggil ‘Bang’ sih?”
“Atuhda, lu mau juga gue bikin panggilan sayang, Bang?”
“Haseeek, lu sayang sama Engguh?” tanya Bang Rachmat.
“GA LAH!” kata gue.
“IYA LAH!” jawab Bang Teguh. “Emi! Kamu ga anggep aku setelah apa yang terjadi di antara kita???” tanya Bang Teguh sambil balikin badannya ke arah gue yang duduk tepat di belakang dia.
“TYTYD!” kata gue.
“Hahaha. Panggil gue Ramet, tanpa Bang yak.” kata Bang Rachmat.
“Oke, Met…”
“Kan enak…” Bang Rachmat kembali maenin handphone-nya lagi dan duduk anteng di pojok kiri, belakang Rizal yang nyetir.
Gue nengok ke arah Lidya dan Anggun yang kebetulan duduk bareng sama gue dan Bang Rachmat. Kami pun setuju dengan menganggukan kepala kami.
Setelah 2 jam perjalanan, akhirnya kami keluar di Simpang Jomin. Jam udah menunjukkan pukul 23.30 malam itu. Rizal udah mulai ngantuk. Kali ini Ikhsan ga ikut. Jadi hanya Rizal yang bisa diandelin buat nyetir. Bang Teguh cuma bisa naik mobil matic. Sedangkan mobil Avanza yang kami pake saat itu adalah manual. Jadi, kami bener-bener cuma bisa andelin Rizal buat nyetir. Rizal masih berusaha melanjutkan perjalanan sebisa dia.
Dilalahnya, saat kami tiba di daerah Patok Beusi-Subang, Rizal udah super duper ngantuk.
“JAL! SUMPAH YA JAL! JANGAN NGANTUK DI SINI!” kata gue ke Rizal yang memilih buat markirin mobilnya di pinggir jalan.
“Kenapa emangnya wak? Ngantuk banget ini. Banyak bus malem, bahaya kalo gue lanjutin.”
“Cari pom bensin dulu kek… Palingan 5 menit lagi di depan juga ada pom bensin.” kata gue sambil nepuk-nepuk pundak Rizal biar Rizal seger.
Gue liat, Lidya dan Anggun udah pules banget tidur. Saking pulesnya sampe ga sadar sama teriakan gue ke Rizal. Bang Teguh yang duduk di kursi penumpang di depan cuma ketawa-ketawa aja sama kepanikan gue. Soalnya dia udah tau tentang daerah ini. Bang Rachmat yang duduk di belakang Rizal ga ngerti kenapa gue segitu paniknya.
“Santai aja, Mi. Santai.” kata Bang Teguh. “Kasih Rizal tidur satu jam lah di sini. Kita kan cuma di pinggir jalan, ga mampir karokeannya.”
“Elah, jangaaan.”
Si Rizal malah nurunin jendela Bang Teguh dan jendela dia dari kontrol yang ada di pintu supir. “Gue sambil ngerokok dulu ya wak, sebentar aja.” kata Rizal.
Tiba-tiba…
ADA CEWE MENDADAK BERDIRI DI SAMPING JENDELA BANG TEGUH!
“Halo, cowo-cowo ganteng! Kok malem-malem ngerokok?” kata dia ke Bang Teguh. “Ga sehat tau. Kenapa ga dirokok aja sih?”
“Duuh, enak juga kayaknya dirokok.” Bang Rachmat yang tadinya diem aja, mendadak ngejawab omongan itu cewe. Dia kayaknya udah paham sama apa kekhawatiran gue.
Tapi bukannya Rizal nyalain mobilnya, Rizal, Bang Teguh, dan Bang Rachmat malah anteng ngeliatin ‘dada’ si cewe itu yang cukup terbuka. Gue yakin itu cewe make push-up brabiar dadanya mengumpul di tengah begitu. Pokoknya nih kayaknya bisa tuh belahan ‘dada’ dipake buat tempat simpen remot AC. Ga akan jatoh dah dijamin. Hahaha.
“WOY! TOK*T TEROS LU PADA LIATIN! BURUAN NYALAIN MOBILNYA!” teriak gue ke Rizal.
Eh bukannya Rizal nyalain mobil, Rizal malah nurunin jendela bagian gue. Mendadak di samping gue pun ada cewe lainnya dengan ‘dada’ yang ga lebih kecil dari cewe yang ada di samping Bang Teguh.
“WADOOOH! OFFSIDE WAK OFFSIDE DARI BH, WAK!” kata Rizal sambil megangin celananya.
“Kamu ga mau nyobain ngegolin aku biar ga offside?” tanya cewe yang ada di samping Bang Teguh. Tangan kanannya mulai megang dada Bang Teguh.
“Kamu juga, cewe masih bangun jam segini. Aku siap lho sama cewe juga. Cewe sama cowo itu cuma label buat aku, yang penting itu…” Cewe itu elus-elus pipi gue. “K E N I K M A T A N.” kata itu cewe sambil sedikit mendesah di kuping gue.
Gue langsung naekin jendela gue manual dan duduk di pangkuan LIdya dan Anggun yang lagi pada tidur. “WHOAAA! BANGS*T! GUE GA MAU DITIUP-TIUP SAMA CEWE! MENDING GUE MENDESAH KARENA LAKIK DAH DARIPADA GUE DIDESAH SAMA CEWE BEGITU!”
Lidya dan Anggun kebangun. Mereka ikutan panik kayak gue tanpa tau kondisinya gimana.
“SONOH MI, SONOOOH!” kata Bang Rachmat sambil dorong-dorong punggung gue.
“BACOOOT!” teriak gue.
“Makanya, ayo dong… Turuuun.” Cewe di samping Bang Teguh pun mulai megang paha kiri Bang Teguh.
“Zal, jalanin mobilnya kalo dia udah dikit megang tytyd gue yak.” bisik Bang Teguh ke Rizal. Bangs*tnya, gue malah denger pulak itu bisikan mereka!
“Ayo dooong.” Yak, si cewe pun nyenggol dikit tytydnya Bang Teguh.
“GAS, ZAL, GAS!!!” teriak Bang Teguh ke Rizal. Rizal nyalain mobil. Bang Teguh dan Rizal pun langsung nutup jendela mereka sambil ketawa ngakak. Gue langsung turun dari pangkuan Lidya dan Anggun.
“BANGS*T! ENAK SIA KENA DIKIT BEGITU! HAHAHA.” teriak Bang Teguh.
“BANGKEK LU BEDUA! LU ENAK, GUE JIJIK! JANGAN GITU LAGI AH, JAL!” teriak gue ke Rizal.
“HAHAHA. YANG PENTING SEGER LAGI GUE WAK! MALEM-MALEM DILIATIN ‘PENJAJA SUSU SEGAR’, KAPAN LAGI YE KAN? SAYANG AJA GA ADA YANG GODAIN GUE TADI. KAN GUE LAGI GA MAKE SEMPAK INI!” kata Rizal sambil ketawa ngakak.
“NAJIS LU, ZAL! HAHAHA.” teriak Bang Rachmat sambil nempeleng kepala Rizal dari belakang. Diikuti tawa kami semua. Lidya dan Anggun akhirnya baru sadar sama keadaan yang terjadi.
“Hmm. Kayaknya hubungan gue sama Bang Rachmat ga akan sekaku itu.” kata gue dalem hati.
“Mi, padahal tadi lu sampe cipok-cipok aja. Kamera handphone gue udah standby nih.” kata Bang Rachmat sambil nunjukin handphone nya ke gue.
“A*U KON!” Oke. Ga akan kaku. Gue jamin.
Selama penelitian, komunikasi gue dengan Divisi Acara lainnya agak terganggu. Mereka susah banget diminta updatetentang kerjaan yang gue titipin ke mereka. Gue sampe rela bolak balik ke Kota dari lokasi penelitian gue yang ada di pinggir pantai cuma untuk nyari warnet. Tapi ga ada update sama sekali. Gue khawatir sama acara tahunan kami itu.
Sekembalinya gue ke Kampus, gue pun ngadain rapat untuk Divisi Acara. Gue evaluasi apa hambatan mereka dari tugas-tugas yang gue titip selama gue penelitian. Gue pun minta maaf kalo misalnya mereka ngerasa gue nuntut mereka dan ga paham kondisi mereka. Gue ajak mereka ngomong heart-to-heart. Karena acara ini ga akan bisa jalan kalo Divisi Acaranya pun ga gerak sama sekali. Divisi lain jalan tapi Divisi Acara-nya stuck, buat apa? Sedangkan waktu semakin mepet.
Mereka cuma bilang butuh dibimbing sama gue. Tapi dari penjelasan yang mereka jelasin, mereka bukan butuh dibimbing gue. Mereka itu butuh ditemenin gue kesana kesininya. Masa gue harus pergi kesana sini nemenin mereka satu per satu sedangkan gue pun ada deadline sendiri? Mana teamwork-nya?
“Lu mahasiswa, sama kayak gue kok. Gue yakin, kalian pun punya pengalaman yang sama kayak gue untuk urusan kepanitiaan. Gue sebagai ketua bukan berarti gue yang paling jago. Gue cuma bisa bantu koordinir kita semua aja kok. Bantu nyusun target dan timeline. Bantu bagi tugas. Bantu saat kalian stuck. Tapi gue ga bisa ikut ngelakuin kegiatan kalian satu per satu. Gue harus berpikir menyeluruh, tapi ga bisa ikutan keseluruhan detail-nya.”
“Tapi, Mi, kayaknya mending kita sederhanain konten kita deh. Kita bikin konten acara standar aja yang ada di tiap tahunnya. Ga usah bikin konten baru kayak Hall of Fame dan stand itu… Jadi murni talkshow dan lomba aja.”
“Kenapa acara tiap tahun harus selalu sama sih? Konten acara sama, perlombaan pun sama, bedanya cuma di tema talkshow? Ga bosen apa? Kayak cuma formalitas doang ini acara tahunan. Ya wajar kalo alumni yang dateng pun lama-lama berkurang. Begitupun sekolah yang diundang. Masa kalian ngehubunginya sekolah yang pernah partisipasi pas tahun-tahun sebelumnya doang? Kalian kan belum tau kalo sekolah lain di luar sana mau ikut apa ga?”
Mereka semua terdiam. Gue nundukin kepala gue dan tarik napas dalem-dalem. “Oke, gue bantu kalian satu per satu. Tapi tolong banget, gue mohon, amanah sama kepercayaan gue ke kalian. Kita pasti bisa kok ngejalanin ini semua sesuai rencana. Oke?”
Akhirnya mereka mau tersenyum dan semangat lagi. “Well, penelitianku. Tunggu sampe acara tahunan Himpro selesai ya… Atau ya gue ngurangin waktu istirahat gue ini mah.” kata gue dalem hati.
“Mi, kita butuh bantuan untuk cari solusi dana tambahan ya. Bisa dibantu ga cari solusi dari Divisi Acara?” tanya Maul sebagai Ketua Himpro kami di Rapat Ketua Divisi malam itu.
“Eh gue udah coba ngomong sama Bang Benu dan Mbak Yanti, wawancara sesuai omongan Emi dulu. Katanya dulu acara tahunan alumni kita yang diadain di Tahun 2004 dan 2005 sempet punya utang gede banget deh jaman itu. Utang mereka itu ‘diwarisin’ ke angkatan yang bertanggungjawab di bawahnya, alumni angkatan Tahun 2004. Nah hebatnya, alumni angkatan Tahun 2004 bisa ngelunasin semua utang acara sebelumnya dan akhirnya ga pernah ‘diwarisin’ lagi ke tahun-tahun berikutnya.” jelas Dhito, Ketua Divisi Marketing.
“Nah, bisa tuh. Coba gih, To, lu tanya Bang Wira. Kan Kebetulan Bang Wira alumni angkatan Tahun 2004. Pasti tau lah…” kata gue.
“Nah… Itu masalahnya. Bang Wira ga tau apa-apa karena dia ga ikutan acara tahunan Himpro. Dia juga ga ikut Himpro sama sekali katanya…”
Kami semua kaget dengan jawaban Dhito. “Masa? Bang Wira? Orang yang segitu bacot dan pedulinya sama jurusan kita sekarang? Masa bisa ga ikutan acara tahunan Himpro?”
“Gue ga ngerti, entah dia ga mau shareatau emang beneran ga tau.”
“Emi…” Panggil Maul. “Lu aja deh ya coba cari kontak angkatan Tahun 2004, lu coba minta masukan dari mereka.”
“Oh iya, atau tanya Uun aja. Dia kan bisa tuh ngehubungin Bang Ija. Bang Ija angkatan Tahun 2004 bukan?” tanya Ririn, ketua Divisi Konsumsi, yang kebetulan sedikit deket sama Uun.
“Mi, lu tanya Uun ya…” kata Maul lagi.
“Kenapa harus gue sih? Kan ini urusan Divisi Marketing lah.”
“Lha? Kita semua laki, cross gender itu bisa sangat membantu mempercepat proses lho! Ga bisa dipungkiri itu. Yang cross gender sama Bang Ija cuma lu sama Ririn. Ririn Divisi Konsumsi, ga ada hubungannya. Makanya lu aja. Lu juga kan udah pernah komen-komenan sama Bang Ija toh waktu itu?” tanya Maul.
“Hmm. Gue tau kenapa dia ga mau. Dia palingan patah hati sama Bang Ija. Ye kaaan? Makanya males kan? Hahaha.” Dhito godain gue.
“Apaan sih? Yaudah yaudah. Gue hubungi Bang Ija! Oke? Ribet bener idup.”
“Duuh, udah lewat tengah malem… Ganggu ga ya? Tapi kalo gue chatbesok, pasti besok ditanyain sama Maul udah usaha ngehubungin Bang Ija atau belum?” kata gue dalem hati.
Gue liatin profil akun Facebook Bang Ija cukup lama. “Bang, hapunten pisaaan udah lama ga pernah sama sekali ngerespon atau bales komen lu. Gue dateng-dateng malah minta bantuan. Hmm. Tapi ini demi Himpro kita, Bang. Please, be nice to me! Ga perlu ada yang ditakutin sama alumni bukan? Bismillah.”
Gue buka Facebook untuk chat Bang Ija dini hari itu.
“Oke, at leastudah nyoba chat ye kan? Mudah-mudahan dibales. Kalo ga dibales, yowes lah. Gue coba nyari angkatan Tahun 2004 lain atau ya minta tolong Uun sekalian.” kata gue sambil matiin laptop gue. “Saatnya bobo cantik~”
Gue yang ga betah sama barang berantakan pun inisiatif sortir barang yang bisa kepake dan berkas yang sekiranya masih berguna buat disimpen di Ruangan Himpro. Yang ga guna ya gue buang. Buat apa miara barang-barang bekas alumni yang udah lulus dari kapan tau? Palingan juga orangnya udah pada punya anak, lupa pernah nyimpen kaos kaki di Himpro.
Akhirnya gue nemuin beberapa berkas LPJ acara tahunan Himpro kami beberapa tahun di atas gue. Salah satunya, LPJ untuk acara yang dimaksud sama Bang Benu. Acara tahunannya angkatan Bang Ija.
Tapi karena LPJnya disimpen ga rapih sebelumnya, berkasnya pun udah rusak dan ga lengkap halamannya. Gue baca-baca dan perhatiin tiap halaman yang tersisa. Yang bisa gue simpulin untuk acara tahunan Himpro angkatan Bang Ija adalah acara mereka jauh lebih meriah dan banyak pesertanya daripada acara yang diadain sama angkatan lainnya. Itu kesimpulan gue ya cuman dari dokumentasi dan beberapa konten acaranya sih.
“Mungkin gue coba susun sendiri dulu deh dari referensi yang ada di sini dulu… Hubungi Bang Ija itu jadi pilihan terakhir. Biar ga ngerepotin dia juga. Udah lama banget kan dia lulus. Semoga nanti KALOPUN gue harus ngehubungi Bang Ija, dia ga akan bacot ke Debby kalo gue kembali chatsama dia.” kata gue dalem hati.
XOXOXO
Gue udah beberapa kali brainstormingdengan Divisi Acara gue dan seluruh divisi yang jadi panitia acara tahunan Himpro kami, tentang konsep dan konten acara yang akan dilaksanakan.
Konsep dan konten acara yang sedikit berbeda dengan ada maskot Himpro kami yang tersusun dari barang bekas agar bisa jadi spot instagramable kalo jaman sekarang orang bilang mah, ada beberapa stand untuk orang-orang bisa sewa untuk jualan makanan minuman atau souvenir, ada semacem ‘hall of fame’ di pintu masuk yang nantinya ditempel seluruh kegiatan yang udah kami lewati bersama di sebelah kanan dan seluruh memori nostalgia yang pernah dilakuin sama alumni di sebelah kiri, sesi tanya jawab mengenai isu lingkungan yang sederhana yang terjadi di masyarakat yang nantinya mengundang LSM-LSM, dan beberapa lomba yang bisa diikuti oleh peserta dari SD hingga SMA untuk memeriahkan. Lomba-lomba yang diadakan pun gue tambahin sedikit berbeda untuk membuat mereka menjadi tertarik sama jurusan kami nantinya saat kuliah. Itung-itung sebagai promosi terselubung lah.
Dan sejauh ini, semuanya setuju dengan konsep dan konten yang gue bikin. Bahkan acara tahunan kali ini sangat didukung oleh dosen.
“Bakalan jadi acara yang wah banget deh. Mungkin lebih petjah daripada acara tahunan angkatan 2004!” kata gue sebagai penutup Rapat General acara tahunan kami. Semua orang pun bertepuk tangan dan semangat untuk membuat target agar semuanya berjalan sesuai rencana.
Tapi kan, namanya usaha satu kelompok, ga akan jalan bukan kalo yang kerja cuma satu orang?
Dan apa yang gue takutin pun kejadian.
Pasti ada orang yang bisa diandelin dan ada yang ga bisa diandelin.
Divisi Acara gue kerjanya ga segrecep yang gue kira. Gue sms malemnya untuk cek email mereka, deh mereka baru cek email-nya besoknya. Itu pun karena gue ingetin. Gue hubungi mereka via chat Facebook pas mereka online, biar mereka langsung bisa baca pesen gue tanpa perlu buka email. Eh mereka malah offline pas tau gue chat. Gue kasih deadline buat mereka dua hari, eh sampe satu minggu mereka ga ada progress sama sekali. Alesannya satu dari mereka, “Emi, acaranya masih lama ini.” Padahal acaranya udah tinggal dua bulan lagi.
Gimana mau ‘ngejual’ acaranya kalo pembicaranya aja belum ada dan lombanya belum siap untuk di-publish?
Alesan utama mereka nunda-nunda kerjaan, “Sori, Mi, gue mesti turun penelitian…”.
Terus gue pun ngaca ke diri gue sendiri, gue juga lagi sibuk penelitian. Bahkan gue harus ke lapang selama 3-5 hari setiap ambil sampel. Anggota Divisi Acara gue ambil di satu laboratorium yang sama dimana sampel mereka dianter ke mereka tanpa mereka ke lapang. Mereka nunggu doang di laboratorium. Tapi gue terus diem aja pas di lapang? Gue di sana tetep berusaha mobile dengan internet dan pulsa seadanya. Entah mereka mikir posisi gue apa ga. Ketua bukan berarti harus ngerjain semuanya sendiri bukan? Buat apa ada anggota?
Satu minggu ke depan gue harus ke lapang lagi. Dan gue harus bisa percaya ke tim gue untuk ngurus beberapa tugas selama gue pergi. Seperti biasa, gue sms dan email tugas mereka masing-masing. Selain itu, gue chat dan wall juga di Facebook mereka biar mereka ga lupa. Entah mereka bakalan bisa amanah atau ga dengan pesen gue itu.
Gue harus belajar percaya sama mereka. Tapi ya ekspektasi gue makin kesini, ga lagi bikin acara yang petjah. Cukup acara ini berjalan dengan lancar aja. Gue iri sama angkatan Tahun 2004 yang berhasil bikin acara yang sukses begitu. Iri tanda tak mampu? Iya, gue emang ga mampu. Ga mampu bikin divisi gue mau dengerin ketua divisinya sendiri.
Mungkin emang gue yang salah.
Entahlah.
XOXOXO
Perjalanan pengambilan data penelitian kali ini kami bertambah satu orang lagi, senior angkatan Tahun 2008, Bang Rachmat. Kalian inget Bang Rachmat yang jadi penengah di keributan Bang Herman dan Bang Irfanda? Ya, Bang Rachmat yang itu. Bang Rachmat ini juga jadi orang yang negor gue ketika gue OSPEK Jurusan dulu karena gue bikin pernyataan kalo gue ga berniat untuk gabung organisasi kampus apapun.
Menurut dia WAJIB DAN PENTING seorang mahasiswa gabung di BEM, Himpro, atau komunitas lainnya di Kampus, sebelum terjun ke dunia nyata. Gue dulu kurang setuju, karena gue aktif di luar Kampus walopun gue bikin pernyataan begitu. Gue cuma ga mau bilang aja sama dia. Dia cukup tau apa yang dia liat di Kampus.
Jujur, awalnya gue rada canggung sama Bang Rachmat ini. Apalagi pas adegan pemukulan Bang Herman ke Bang Irfan, gue jamin Bang Rachmat ngeliat gue narik Debby dari TKP saat itu. Gue takut di penelitian ini, gue bakalan ribut sama Bang Rachmat. Apalagi kalo dia nyentil-nyentil bahas Debby.
“Emi, lu tumben diem aja? Kenapa lu?” tanya Bang Teguh ke gue yang diem sepanjang perjalanan.
“Gapapa, Ngguh…” Gue yang duduk paling pinggir kiri deket jendela cuma jawab perlahan sambil nengok ke arah jendela.
“Pasti karena gue ya?” tanya Bang Rachmat. “Lu ga mau ada gue? Tapi gue ditunjuk sama Pak Adam, Mi.”
Gue langsung salah tingkah. “Ah Bang Rachmat bisa aja… Ah ha ha ha.” Secanggung itu ketawa gue ke Bang Rachmat. Lidya, Rizal, dan Anggun pun ngerasa ada yang aneh sama gue. Mereka milih ga komentar apapun.
“Teguh yang satu tahun di atas gue lu panggil ‘Engguh’, masa gue lu panggil ‘Bang’ sih?”
“Atuhda, lu mau juga gue bikin panggilan sayang, Bang?”
“Haseeek, lu sayang sama Engguh?” tanya Bang Rachmat.
“GA LAH!” kata gue.
“IYA LAH!” jawab Bang Teguh. “Emi! Kamu ga anggep aku setelah apa yang terjadi di antara kita???” tanya Bang Teguh sambil balikin badannya ke arah gue yang duduk tepat di belakang dia.
“TYTYD!” kata gue.
“Hahaha. Panggil gue Ramet, tanpa Bang yak.” kata Bang Rachmat.
“Oke, Met…”
“Kan enak…” Bang Rachmat kembali maenin handphone-nya lagi dan duduk anteng di pojok kiri, belakang Rizal yang nyetir.
Gue nengok ke arah Lidya dan Anggun yang kebetulan duduk bareng sama gue dan Bang Rachmat. Kami pun setuju dengan menganggukan kepala kami.
Setelah 2 jam perjalanan, akhirnya kami keluar di Simpang Jomin. Jam udah menunjukkan pukul 23.30 malam itu. Rizal udah mulai ngantuk. Kali ini Ikhsan ga ikut. Jadi hanya Rizal yang bisa diandelin buat nyetir. Bang Teguh cuma bisa naik mobil matic. Sedangkan mobil Avanza yang kami pake saat itu adalah manual. Jadi, kami bener-bener cuma bisa andelin Rizal buat nyetir. Rizal masih berusaha melanjutkan perjalanan sebisa dia.
Dilalahnya, saat kami tiba di daerah Patok Beusi-Subang, Rizal udah super duper ngantuk.
“JAL! SUMPAH YA JAL! JANGAN NGANTUK DI SINI!” kata gue ke Rizal yang memilih buat markirin mobilnya di pinggir jalan.
“Kenapa emangnya wak? Ngantuk banget ini. Banyak bus malem, bahaya kalo gue lanjutin.”
“Cari pom bensin dulu kek… Palingan 5 menit lagi di depan juga ada pom bensin.” kata gue sambil nepuk-nepuk pundak Rizal biar Rizal seger.
Gue liat, Lidya dan Anggun udah pules banget tidur. Saking pulesnya sampe ga sadar sama teriakan gue ke Rizal. Bang Teguh yang duduk di kursi penumpang di depan cuma ketawa-ketawa aja sama kepanikan gue. Soalnya dia udah tau tentang daerah ini. Bang Rachmat yang duduk di belakang Rizal ga ngerti kenapa gue segitu paniknya.
“Santai aja, Mi. Santai.” kata Bang Teguh. “Kasih Rizal tidur satu jam lah di sini. Kita kan cuma di pinggir jalan, ga mampir karokeannya.”
“Elah, jangaaan.”
Si Rizal malah nurunin jendela Bang Teguh dan jendela dia dari kontrol yang ada di pintu supir. “Gue sambil ngerokok dulu ya wak, sebentar aja.” kata Rizal.
Tiba-tiba…
ADA CEWE MENDADAK BERDIRI DI SAMPING JENDELA BANG TEGUH!
“Halo, cowo-cowo ganteng! Kok malem-malem ngerokok?” kata dia ke Bang Teguh. “Ga sehat tau. Kenapa ga dirokok aja sih?”
“Duuh, enak juga kayaknya dirokok.” Bang Rachmat yang tadinya diem aja, mendadak ngejawab omongan itu cewe. Dia kayaknya udah paham sama apa kekhawatiran gue.
Tapi bukannya Rizal nyalain mobilnya, Rizal, Bang Teguh, dan Bang Rachmat malah anteng ngeliatin ‘dada’ si cewe itu yang cukup terbuka. Gue yakin itu cewe make push-up brabiar dadanya mengumpul di tengah begitu. Pokoknya nih kayaknya bisa tuh belahan ‘dada’ dipake buat tempat simpen remot AC. Ga akan jatoh dah dijamin. Hahaha.
“WOY! TOK*T TEROS LU PADA LIATIN! BURUAN NYALAIN MOBILNYA!” teriak gue ke Rizal.
Eh bukannya Rizal nyalain mobil, Rizal malah nurunin jendela bagian gue. Mendadak di samping gue pun ada cewe lainnya dengan ‘dada’ yang ga lebih kecil dari cewe yang ada di samping Bang Teguh.
“WADOOOH! OFFSIDE WAK OFFSIDE DARI BH, WAK!” kata Rizal sambil megangin celananya.
“Kamu ga mau nyobain ngegolin aku biar ga offside?” tanya cewe yang ada di samping Bang Teguh. Tangan kanannya mulai megang dada Bang Teguh.
“Kamu juga, cewe masih bangun jam segini. Aku siap lho sama cewe juga. Cewe sama cowo itu cuma label buat aku, yang penting itu…” Cewe itu elus-elus pipi gue. “K E N I K M A T A N.” kata itu cewe sambil sedikit mendesah di kuping gue.
Gue langsung naekin jendela gue manual dan duduk di pangkuan LIdya dan Anggun yang lagi pada tidur. “WHOAAA! BANGS*T! GUE GA MAU DITIUP-TIUP SAMA CEWE! MENDING GUE MENDESAH KARENA LAKIK DAH DARIPADA GUE DIDESAH SAMA CEWE BEGITU!”
Lidya dan Anggun kebangun. Mereka ikutan panik kayak gue tanpa tau kondisinya gimana.
“SONOH MI, SONOOOH!” kata Bang Rachmat sambil dorong-dorong punggung gue.
“BACOOOT!” teriak gue.
“Makanya, ayo dong… Turuuun.” Cewe di samping Bang Teguh pun mulai megang paha kiri Bang Teguh.
“Zal, jalanin mobilnya kalo dia udah dikit megang tytyd gue yak.” bisik Bang Teguh ke Rizal. Bangs*tnya, gue malah denger pulak itu bisikan mereka!
“Ayo dooong.” Yak, si cewe pun nyenggol dikit tytydnya Bang Teguh.
“GAS, ZAL, GAS!!!” teriak Bang Teguh ke Rizal. Rizal nyalain mobil. Bang Teguh dan Rizal pun langsung nutup jendela mereka sambil ketawa ngakak. Gue langsung turun dari pangkuan Lidya dan Anggun.
“BANGS*T! ENAK SIA KENA DIKIT BEGITU! HAHAHA.” teriak Bang Teguh.
“BANGKEK LU BEDUA! LU ENAK, GUE JIJIK! JANGAN GITU LAGI AH, JAL!” teriak gue ke Rizal.
“HAHAHA. YANG PENTING SEGER LAGI GUE WAK! MALEM-MALEM DILIATIN ‘PENJAJA SUSU SEGAR’, KAPAN LAGI YE KAN? SAYANG AJA GA ADA YANG GODAIN GUE TADI. KAN GUE LAGI GA MAKE SEMPAK INI!” kata Rizal sambil ketawa ngakak.
“NAJIS LU, ZAL! HAHAHA.” teriak Bang Rachmat sambil nempeleng kepala Rizal dari belakang. Diikuti tawa kami semua. Lidya dan Anggun akhirnya baru sadar sama keadaan yang terjadi.
“Hmm. Kayaknya hubungan gue sama Bang Rachmat ga akan sekaku itu.” kata gue dalem hati.
“Mi, padahal tadi lu sampe cipok-cipok aja. Kamera handphone gue udah standby nih.” kata Bang Rachmat sambil nunjukin handphone nya ke gue.
“A*U KON!” Oke. Ga akan kaku. Gue jamin.
XOXOXO
Selama penelitian, komunikasi gue dengan Divisi Acara lainnya agak terganggu. Mereka susah banget diminta updatetentang kerjaan yang gue titipin ke mereka. Gue sampe rela bolak balik ke Kota dari lokasi penelitian gue yang ada di pinggir pantai cuma untuk nyari warnet. Tapi ga ada update sama sekali. Gue khawatir sama acara tahunan kami itu.
Sekembalinya gue ke Kampus, gue pun ngadain rapat untuk Divisi Acara. Gue evaluasi apa hambatan mereka dari tugas-tugas yang gue titip selama gue penelitian. Gue pun minta maaf kalo misalnya mereka ngerasa gue nuntut mereka dan ga paham kondisi mereka. Gue ajak mereka ngomong heart-to-heart. Karena acara ini ga akan bisa jalan kalo Divisi Acaranya pun ga gerak sama sekali. Divisi lain jalan tapi Divisi Acara-nya stuck, buat apa? Sedangkan waktu semakin mepet.
Mereka cuma bilang butuh dibimbing sama gue. Tapi dari penjelasan yang mereka jelasin, mereka bukan butuh dibimbing gue. Mereka itu butuh ditemenin gue kesana kesininya. Masa gue harus pergi kesana sini nemenin mereka satu per satu sedangkan gue pun ada deadline sendiri? Mana teamwork-nya?
“Lu mahasiswa, sama kayak gue kok. Gue yakin, kalian pun punya pengalaman yang sama kayak gue untuk urusan kepanitiaan. Gue sebagai ketua bukan berarti gue yang paling jago. Gue cuma bisa bantu koordinir kita semua aja kok. Bantu nyusun target dan timeline. Bantu bagi tugas. Bantu saat kalian stuck. Tapi gue ga bisa ikut ngelakuin kegiatan kalian satu per satu. Gue harus berpikir menyeluruh, tapi ga bisa ikutan keseluruhan detail-nya.”
“Tapi, Mi, kayaknya mending kita sederhanain konten kita deh. Kita bikin konten acara standar aja yang ada di tiap tahunnya. Ga usah bikin konten baru kayak Hall of Fame dan stand itu… Jadi murni talkshow dan lomba aja.”
“Kenapa acara tiap tahun harus selalu sama sih? Konten acara sama, perlombaan pun sama, bedanya cuma di tema talkshow? Ga bosen apa? Kayak cuma formalitas doang ini acara tahunan. Ya wajar kalo alumni yang dateng pun lama-lama berkurang. Begitupun sekolah yang diundang. Masa kalian ngehubunginya sekolah yang pernah partisipasi pas tahun-tahun sebelumnya doang? Kalian kan belum tau kalo sekolah lain di luar sana mau ikut apa ga?”
Mereka semua terdiam. Gue nundukin kepala gue dan tarik napas dalem-dalem. “Oke, gue bantu kalian satu per satu. Tapi tolong banget, gue mohon, amanah sama kepercayaan gue ke kalian. Kita pasti bisa kok ngejalanin ini semua sesuai rencana. Oke?”
Akhirnya mereka mau tersenyum dan semangat lagi. “Well, penelitianku. Tunggu sampe acara tahunan Himpro selesai ya… Atau ya gue ngurangin waktu istirahat gue ini mah.” kata gue dalem hati.
XOXOXO
“Mi, kita butuh bantuan untuk cari solusi dana tambahan ya. Bisa dibantu ga cari solusi dari Divisi Acara?” tanya Maul sebagai Ketua Himpro kami di Rapat Ketua Divisi malam itu.
“Eh gue udah coba ngomong sama Bang Benu dan Mbak Yanti, wawancara sesuai omongan Emi dulu. Katanya dulu acara tahunan alumni kita yang diadain di Tahun 2004 dan 2005 sempet punya utang gede banget deh jaman itu. Utang mereka itu ‘diwarisin’ ke angkatan yang bertanggungjawab di bawahnya, alumni angkatan Tahun 2004. Nah hebatnya, alumni angkatan Tahun 2004 bisa ngelunasin semua utang acara sebelumnya dan akhirnya ga pernah ‘diwarisin’ lagi ke tahun-tahun berikutnya.” jelas Dhito, Ketua Divisi Marketing.
“Nah, bisa tuh. Coba gih, To, lu tanya Bang Wira. Kan Kebetulan Bang Wira alumni angkatan Tahun 2004. Pasti tau lah…” kata gue.
“Nah… Itu masalahnya. Bang Wira ga tau apa-apa karena dia ga ikutan acara tahunan Himpro. Dia juga ga ikut Himpro sama sekali katanya…”
Kami semua kaget dengan jawaban Dhito. “Masa? Bang Wira? Orang yang segitu bacot dan pedulinya sama jurusan kita sekarang? Masa bisa ga ikutan acara tahunan Himpro?”
“Gue ga ngerti, entah dia ga mau shareatau emang beneran ga tau.”
“Emi…” Panggil Maul. “Lu aja deh ya coba cari kontak angkatan Tahun 2004, lu coba minta masukan dari mereka.”
“Oh iya, atau tanya Uun aja. Dia kan bisa tuh ngehubungin Bang Ija. Bang Ija angkatan Tahun 2004 bukan?” tanya Ririn, ketua Divisi Konsumsi, yang kebetulan sedikit deket sama Uun.
“Mi, lu tanya Uun ya…” kata Maul lagi.
“Kenapa harus gue sih? Kan ini urusan Divisi Marketing lah.”
“Lha? Kita semua laki, cross gender itu bisa sangat membantu mempercepat proses lho! Ga bisa dipungkiri itu. Yang cross gender sama Bang Ija cuma lu sama Ririn. Ririn Divisi Konsumsi, ga ada hubungannya. Makanya lu aja. Lu juga kan udah pernah komen-komenan sama Bang Ija toh waktu itu?” tanya Maul.
“Hmm. Gue tau kenapa dia ga mau. Dia palingan patah hati sama Bang Ija. Ye kaaan? Makanya males kan? Hahaha.” Dhito godain gue.
“Apaan sih? Yaudah yaudah. Gue hubungi Bang Ija! Oke? Ribet bener idup.”
XOXOXO
“Duuh, udah lewat tengah malem… Ganggu ga ya? Tapi kalo gue chatbesok, pasti besok ditanyain sama Maul udah usaha ngehubungin Bang Ija atau belum?” kata gue dalem hati.
Gue liatin profil akun Facebook Bang Ija cukup lama. “Bang, hapunten pisaaan udah lama ga pernah sama sekali ngerespon atau bales komen lu. Gue dateng-dateng malah minta bantuan. Hmm. Tapi ini demi Himpro kita, Bang. Please, be nice to me! Ga perlu ada yang ditakutin sama alumni bukan? Bismillah.”
Gue buka Facebook untuk chat Bang Ija dini hari itu.
Quote:
“Oke, at leastudah nyoba chat ye kan? Mudah-mudahan dibales. Kalo ga dibales, yowes lah. Gue coba nyari angkatan Tahun 2004 lain atau ya minta tolong Uun sekalian.” kata gue sambil matiin laptop gue. “Saatnya bobo cantik~”
Diubah oleh dissymmon08 28-11-2019 20:49
itkgid dan 13 lainnya memberi reputasi
14
Tutup
![AKHIR PENANTIANKU (JILID III) [18+] [TRUE STORY]](https://s.kaskus.id/images/2019/10/10/10712020_20191010014133.jpg)
![AKHIR PENANTIANKU (JILID III) [18+] [TRUE STORY]](https://s.kaskus.id/images/2019/10/23/10712020_20191023023842.jpg)

dan
![AKHIR PENANTIANKU (JILID III) [18+] [TRUE STORY]](https://s.kaskus.id/images/2019/11/15/10712020_20191115125116.jpg)
